Anda di halaman 1dari 36

BAB IV

TEGANGAN, REGANGAN, DAN DEFLEKSI

4.1. Tegangan

Salah satu masalah fundamental dalam mechanical engineering adalah


menentukan pengaruh beban pada komponen mesin atau peralatan. Hal ini sangat
essensial dalam perancangan mesin karena tanpa diketahuinya intensitas gaya di dalam
elemen mesin, maka pemilihan dimensi, material, dan parameter lainnya tidak dapat
dilakukan. Intensitas gaya dalam pada suatu benda didefinisikan sebagai tegangan
(stress). Gambar 4.1 menunjukkan sebuah benda yang mendapat beban dalam bentuk
gaya-gaya. Untuk mengetahui intensitas gaya di dalam benda maka dapat dilakukan
dengan membuat potongan imaginer melalui titik O. Untuk menjaga prinsip
kesetimbangan, tentu pada penampang potongan imajiner tesebut terdapat gaya-gaya
dalam yang bekerja. Kalau penampang imaginer tersebut dibagi menjadi elemen-elemen
yang sangat kecil ∆A, maka pada masing masing ∆A tersebut akan bekerja gaya dalam
sebesar ∆F.

Gambar 4.1 Konsep intensitas gaya dalam sebuah benda yang mendapat beban

4-1
Definisikan vektor tegangan (Stress vector)

ΔP dF
T = lim ≈ (4.1)
ΔA →0 ΔA dA

Vektor tegangan ini adalah intensitas gaya pada seluruh penampang dan arahnya tidak
harus sama antara satu dengan yang lain. Dari definisi ini jelas bahwa tegangan pada
suatu elemen mesin terjadi karena adanya beban yang bekerja pada elemen tersebut.

4.2. Pengaruh Beban Terhadap Kondisi Tegangan

Dalam analisis elemen mesin masing-masing jenis beban perlu dipelajari


pengaruhnya terhadap tegangan, regangan, maupun deformasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan lokasi dan metoda aplikasi beban serta arah pembebanan, beban dapat
diklasifikasikan menjadi : beban normal, beban geser, beban lentur, beban torsi, dan
beban kombinasi. Pengaruh jenis-jenis pembebanan tersebut terhadap tegangan,
regangan maupun defleksi elemen mesin dapat ditentukan secara analitik untuk
komponen yang sederhana. Sedangkan untuk komponen yang kompleks, dapat
digunakan metoda numerik maupun metoda eksperimental.

4.2.1. Kasus I : Beban uniaksial

Pembebanan uniaksial pada suatu elemen mesin sering terjadi pada suatu elemen
mesin seperti ditunjukkan pada gambar 4.2. Tegangan yang terjadi pada elemen yang
mendapat beban uniaksial adalah tegangan normal yang arahnya selalu tegak lurus
penampang. Distribusi tegangan normal akibat ganya uniaksial dapat diasumsikan
terdistribusi secara seragam. Formula sederhana untuk menghitung tegangan normal
akibat beban uniaksial adalah

P
σ= (4.2)
A

dengan P = beban uniaksial dan A = luas penampang tegak lurus arah beban

4-2
Gambar 4.2 Distribusi tegangan normal akibat beban uniaksial

Untuk kondisi elastis linear, karakteristik beban dan deformasi pada beberapa jenis
material ditunjukkan pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Karakteristik beban – deformasi benda elastis linear

Dari definisi tegangan dan regangan maka hubungan tegangan regangan elemen yang
mengalami beban uniaksial dapat diformulasikan menjadi Hukum Hooke satu dimensi.

δ (4.3)
σ = Eε ; ε=
L

4-3
Perpindahan yang terjadi pada elemen yang mengalami beban uniaksial
diilustrasikan pada gambar 4.4. Formulasi untuk menghitung perpindahan dapat dilakukan
dari definisi deformasi δ = u B − u A dan dengan menggunakan hukum Hooke, maka

dapat diturunkan bahwa

FL (4.4)
δ = (u B − u A ) =
AE

Gambar 4.4 Gaya dan perpindahan pada elemen yang mengalami beban uniaksial

Studi Kasus 1:

Pada gambar E.1, batang rigid DHC digantung


pada kawat elastis AD dan BC (modulus
elastisitas E, dimensi pada gambar). Beban P
bekerja pada H. Berapa jarak x supaya batang
rigid tetap horisontal? (Abaikan massa batang
rigid dan kawat)

Gambar E.1 Contoh soal 1

4-4
Penyelesaian

Diagram benda bebas :

Gambar E.2 Diagram benda bebas

∑ Fy = 0 ⇔ FAD + F BC= P a

∑ HH = 0 ⇔ F BC (L − x ) = xF AD b

Langkah selanjutnya adalah mencari deformasi pada C dan D (uC dan uD).

⎛ FL ⎞ ⎛ FL ⎞
uC = ⎜ ⎟ dan uD = ⎜ ⎟ c
⎝ AE ⎠ BC ⎝ AE ⎠ AD

Supaya batang rigid tetap horisontal, maka

uC=uD. d

Dari persamaan a dan b dan ABC=4AAD, didapat :

FAD L 1 F L
= BC 1 ⇔ FBC = 4FAD e
A AD E 4A AD E

Dari persamaan b dan e :

x F 4
= BC = 4 ⇔ x= L f
L - x FAD 5

4-5
4.2.2. Kasus II : Beban torsi

Beban torsi akan menimbulkan efek “puntiran” atau deformasi sudut (angular
deformation) seperti ditunjukkan pada gambar 4.5. Poros adalah salah satu contoh
elemen mesin yang mengalami beban puntir. Tegangan yang terjadi akibat beban torsi
adalah tegangan geser dengan distribusi yang bervariasi linear dari titik tengah
penampang ke permukaan.

Tegangan geser yang terjadi pada suatu elemen poros pada jarak r dari sumbu
dan diakibatkan adanya torsi T, diformulasikan sebagai berikut :

Tr (4.5)
τ=
J

J adalah momen inersia polar, besarnya tergantung pada dimensi dan bentuk
penampang. Nilai J untuk berbagai macam penampang bisa dilihat pada tabel 4.1.

Gambar 4.5 Poros penampang lingkaran dengan panjang L dan jari-jari a, diputar dengan torsi T

Elemen yang diberi beban torsi akan mengalami tegangan geser sebesar τ yang
akan mengakibatkan terjadinya regangan geser sebesar γ, hubungannya seperti pada
formulasi Hukum Hooke untuk tegangan geser berikut :

τ = Gγ (4.6)

4-6
E
dengan G=modulus geser, G =
2(1 + υ )

Deformasi sudut yang diakibatkan adanya torsi bisa dilihat pada gambar 4.6.
Besarnya adalah :

TL
Φ = ΦB − ΦA = (4.7)
GJ

Tabel 4.1 Sifat penampang

4-7
Gambar 4.6 Sebuah poros dengan panjang L yang diberi beban torsi T

Studi Kasus 2:

Momen torsi bekerja pada poros 2


segmen, segmen AB dan BC seperti
pada gambar. Masing-masing
segmen berbeda material dan momen
inersia polar. Tentukan :

Gambar E.3 Contoh soal 2

a. momen puntir masing-masing segmen,

b. deformasi sudut karena beban torsi,

Penyelesaian

Diagram benda bebas :

4-8
Gambar E.4 Diagram benda bebas

Pada bagian B :

T AB = TBC + T a

Dari diagram benda bebas sebelah kanan :

⎛ GJ ⎞
TAB = ⎜ ⎟ (Φ B − Φ A ) b
⎝ L ⎠ AB

⎛ GJ ⎞
TBC = ⎜ ⎟ (Φ C − Φ B ) c
⎝ L ⎠ BC

Karena poros fix di A dan C, maka :

Φ A = ΦC = 0 d

Dari persamaan a, b, c dan d, didapat :

T
ΦB =
(GJ L) + (GJ L)
AB BC
e

Dari b, c, dan e didapat momen torsi tiap segmen :

( L)
T GJ ( L)
- T GJ
TAB = dan TBC =
(GJ L) + (GJ L) (GJ L) + (GJ L)
AB AB
f
AB BC AB BC

4-9
Tanda minus pada TBC menandakan bahwa arahnya terbalik dari gambar diagram benda
bebas.

4.2.3. Kasus III : Beban bending

Contoh sederhana pembebanan bending pada beam ditunjukkan pada gambar


4.7. Tegangan yang terjadi pada pembebanan momen bending M yang diakibatkan oleh
beban P adalah tegangan normal dan tegangan geser. Besarnya tegangan normal yang
terjadi bervariasi semakin membesar menjauhi sumbu netral dan besarnya adalah:

My
σx = (4.8)
Iz

y adalah jarak titik yang ditinjau dari sumbu netral, I adalah momen inersia, sedangkan A
adalah luas penampang melintang beam. Nilai I untuk berbagai macam penampang bisa
dilihat pada tabel 4.1.

Gambar 4.7 Beam dengan beban bending

Tegangan normal dan tegangan geser akibat beban bending ditunjukkan pada
gambar 4.8. Beban bending mengakibatkan terjadinya regangan seperti pada gambar
4.9. Besar regangan pada elemen beam berjarak y dari sumbu netral adalah :

4-10
Gambar 4.8 Beam dengan beban bending

My
εx = − (4.9)
EI z

Gambar 4.9 Regangan yang terjadi pada beam

4.2.4. Kasus IV : Beban geser

Beban geser akan menimbulkan tegangan geser pada bidang yang sejajar dengan
arah bekerjanya beban. Beban geser bisa ditemui pada elemen mesin paku keling seperti
pada gambar 4.10. Diasumsikan beban geser terdistribusi merata pada bidang kerja,
sehingga tegangan yang terjadi pada bidang itu nilainya seragam:

Gambar 4.10 Paku keling yang


dibebani dengan beban geser

4-11
Tegangan geser yang diakibatkan adanya beban P pada sebuah paku keling
dengan luas penampang A, diformulasikan sebagai berikut :

P
τ= 2= P (4.10)
A 2A

Khusus pada pembebanan transversal pada beam, seperti pada gambar 4.11,
akan terjadi kombinasi tegangan bending dan tegangan geser.

Gambar 4.11 Pembebanan pada beam

Gambar 4.12 Segmen beam

Dari gambar 4.12 di atas, besarnya tegangan geser dihitung :

Fxy = F2x -F1x


c
(M + dM ) y dA − c My dA
τ b dx = ∫
y1
I ∫
y1
I (4.11)
c
dM 1
dx Ib y∫1
τ= ydA

dengan b adalah tebal penampang. dM/dy adalah gaya geser pada setiap titik, V,
sehingga :

4-12
c
V
Ib y∫1
τ xy = ydA (4.12)

c
dengan Q = ∫ ydA , maka
y1

VQ
τ xy = (4.13)
Ib

Untuk beam dengan penampang persegi panjang :

b ⎛ h2 ⎞
c c
Q= ∫y1 ydA =b ∫y1 ydy = ⎜⎜ − y1 2 ⎟⎟
2⎝ 4 ⎠
(4.14)

Sehingga :

V ⎛ h2 ⎞
τ= ⎜⎜ − y1 2 ⎟⎟ (4.15)
2I ⎝ 4 ⎠

Tegangan geser bervariasi seperti pada gambar 4.13. Pada y1=h/2, τ=0. Pada y1=0,
τmax=Vh2/8I. Untuk penampang persegi panjang, I=bh3/12, sehingga :

3V
τ max = (4.16)
2A

Gambar 4.13 Distribusi tegangan geser pada beam persegi panjang

Studi Kasus 3:

Geometry “brake lever” sepeda diberikan pada gambar E.5. Rata-rata tangan manusia
dapat menimbulkan gaya cengkeram sekitar 267 N. Tangan yang sangat kuat dapat
memberikan gaya cengkeram sekitar 712 N. Diameter pin pivot 8 mm. Hitung tegangan
pada posisi kritis pada brake lever.

4-13
Gambar E.5 Contoh soal 3

Idealisasi :
Ö Kegagalan terjadi pada 2 lubang pin dan pada pangkal kantilever (brake lever)
Ö Penampang berebentuk lingkaran
Analisis :
a. Handle dimodelkan sebagai batang kantilever dengan diameter 14.3 mm, seperti
pada gambar:

a b

Gambar E.6 Model handle sebagai batang kantilever

Dari studi kasus 3, bab 3, didapat R1=712 dan M1=54.6 Nm.

b. Buat DBB brake lever (Asumsi berat dan konsentrasi tegangan diabaikan)

4-14
Gambar E.7 Diagram benda bebas

Tegangan tarik bending pada pangkal kantilever akan maksimal pada sisi paling
luar (titik P), nilainya :

⎛ 0.0143 ⎞
54.6 Nm ⎜ ⎟m
My ⎝ 2 ⎠
σx = = = 190 MPa a
Iz π (0.0143)4 4
m
64

c. Dihitung tegangan geser :

4V 4 (712) N
τ xy = = = 6 MPa
3A 3π (14.3)2 2 b
mm
4

Tegangan geser maksimal terjadi pada sumbu netral (titik Q). Tegangan utama
pada sisi luar bagian atas σ1=σx=190 MPa, σ2=σ3=0, sehingga dari lingkaran Mohr :
τmax=95 MPa.

Gambar E.8 Lingkaran Mohr

d. Dilakukan juga pengecekan pada lokasi lain yang memungkinkan terjadinya


kegagalan, yaitu pada dua lubang pin. Material di antara 2 lubang harus di dicek
terhadap 3 mode kegagalan, yaitu tegangan bearing, tegangan geser langsung dan
tearout.

4-15
e. Tegangan bearing yang terjadi adalah tekan, bekerja pada area proyeksi lubang.

Abearing = dia × ketebalan = 8 × (2 × 6.4 ) = 102 mm 2 c

F12 2993
σ bearing = = = 30 MPa d
Abearing 102

f. Kegagalan tearout bisa dilihat pada gambar :

Pada kasus ini, kegagalan terjadi pada area dengan ketebalan 4(6.4) mm dengan
lebar 7.1 mm.

Atearout = lebar × ketebalan = 7.1 × (4 × 6.4) = 181 mm 2 e

F12 2993
τ tearout = = = 17 MPa f
Atearout 181

g. Tegangan bearing dan tearout yang terjadi kecil.


h. Kegagalan yang terjadi karena beban kabel adalah pada bagian C pada gambar
E.7, Bagian ini dimodelkan sebagai batang kantilever dengan lebar penampang (25-
5)/2=10 mm dan lebar 5 mm (konservatif tanpa mempertimbangkan adanya
kenaikan lebar karena adanya jari-jari lubang). Lengan momen diasumsikan sama
dengan jari-jari pin, 4 mm. Gaya yang bekerja pada setengah lebarnya adalah
setengah gaya total. Tegangan bending yang terjadi sebesar :

2858 ⎛ 5 ⎞
⎜ ⎟4
My 2 ⎝2⎠
σx = = = 137 MPa g
10(5)
3
Iz
12

Tegangan geser karena pembebanan transversal pada sumbu netral :

3V 3 (2858)
τ xy = = = 76 MPa h
2A 2(10)(5)

4-16
4.3. Tensor Tegangan 3D

Vektor tegangan T yang bekerja pada bidang potongan imajiner dapat diuraikan
sebagai berikut :

T = σ x i + τ xy j + τ xz k (4.17)

Gambar 4.14 Komponen tegangan pada bidang x-y

Komponen tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap bidang disebut tegangan
normal, sedangkan komponen yang bekerja dalam arah bidang kerja disebut tegangan
geser.

Jika potongan imajiner dilakukan untuk bidang-bidang yang lain maka akan
didapatkan elemen tegangan 3 dimensi seperti ditunjukkan pada gambar 4.15.
Komponen-komponen tegangan yang lengkap untuk tiga dimensi adalah merupakan
tensor orde 2. Tensor tegangan untuk elemen tiga dimensi dapat dituliskan dalam bentuk
matrik pada persamaan 4.18.

4-17
⎡σx τ xy τ xz ⎤
⎢ ⎥
σ ij = ⎢ τ yx σy τ yz ⎥ (4.18)
⎢ τ zx τ zy σ z ⎥⎦

Gambar 4.15 Komponen tegangan tiga dimensi

Subskrip untuk tegangan normal adalah menandakan arah tegangan. Sedangkan


untuk tegangan geser subskrip pertama menandakan bidang kerja tegangan, dan
subskrip kedua menandakan arah tegangan. Konvensi tanda untuk tegangan adalah
sebagai berikut :

Ö Tegangan normal berhaga positif jika arahnya keluar dari bidang (tarik), dan berharga
negatif untuk sebaliknya

Ö Tegangan geser berharga positif jika :

o Pada bidang positif searah sumbu positif

o Pada bidang negatif searah sumbu negatif.

4.4. Tegangan Bidang (Plane Stress)

Umumnya elemen mesin mengalami kondisi tegangan tiga dimensi, tetapi untuk
beberapa kasus terdapat elemen yang bisa diidealisasikan dengan kondisi tegangan
dalam bidang dua dimensi. Untuk kondisi plane stress ini, semua tegangan tegak lurus
bidang berharga nol (σz = τxz = τyz = 0). Contohnya adalah elemen pelat yang mendapat
beban pada bidang pelat sendiri, tegangan pada elemen tipis seperti straingage, dll.
Untuk tegangan bidang x-y, tensor tegangan dapat disederhanakan menjadi

⎡σx τ xy ⎤
σ ij = ⎢
σ y ⎥⎦
(4.19)
⎣ τ yx

4-18
Gambar 4.16 Elemen tegangan bidang (plane stress x-y)

4.5. Tegangan Utama

Untuk menentukan kekuatan suatu elemen mesin maka diketahui tegangan


maksimum yang terjadi pada elemen tersebut. Nilai atau besar suatu tegangan pada
elemen tegangan sangat tergantung pada orientasi dari sistem koordinat. Pada suatu
orientasi tertentu terdapat kondisi dimana tegangan normal berharga maksimum dan

Gambar 4.17 Tegangan utama


tiga dimensi

semua tegangan geser berharga nol. Kondisi ini disebut dengan Principal stress atau
tegangan utama. Nilai tegangan utama dan orientasinya dapat ditentukan dari
persamaan karakteristik berikut :

⎡σ x − σ p τ xy τ xz ⎤ ⎧n x ⎫
⎢ ⎥⎪ ⎪
⎢ τ yx σ y −σ p τ yz ⎥ ⎨n y ⎬ = 0 (4.20)
⎢ τ zx
⎣ τ zy σ y − σ p ⎥⎦ ⎪⎩ n z ⎪⎭

4-19
dimana nx, ny, nz adalah arah cosinus vektor n (normal terhadap principal plane). Supaya
persamaan (4.20) memiliki solusi maka determinant matrik koefisien haruslah bernilai nol.
Dengan demikian maka nilai tegangan utama dapat dihitung dari akar persamaan pangkat
tiga berikut

3 2 1
σ p − I1σ p + I 2 σ p − I3 = 0 (4.21)

dengan

1 = σx + σy + σz
2 2 2
I 2 = σ x σ y + σ x σ z + σ y σ z − τ xy − τ xz − τ yz
σx τ xy τ xz
I 3 = τ xy σy τ yz
τ xz τ yz σz

Setelah nilai tegangan utama didapatkan (σp1, σp2, σp3) maka arah orientasi tegangan
utama (nx, ny, nz) dapat dihitung dengan memasukkan nilai tegangan utama ke
persamaan (4.20). Arah ketiga tegangan utama pasti saling tegak lurus.

Tegangan geser maksimum atau sering disebut “tegangan utama geser” dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan

σ1 − σ 3 σ 2 − σ1 σ3 − σ 2 (4.22)
τ13 = τ 21 = τ 32 =
2 2 2

Perlu dicatat bahwa pada saat tegangan geser bernilai maksimum, tegangan normal
belum tentu bernilai nol. Orientasi tegangan geser maksimum adalah 450 terhadap arah
tegangan utama.

Untuk kasus tegangan bidang (2D), persamaan (4.21) diatas dapat


disederhanakan menjadi

2
σx + σy ⎛ σx − σy ⎞ (4.23)
σ1,2 = ± ⎜⎜ ⎟⎟ + τ xy 2
2 ⎝ 2 ⎠

dan orientasi tegangan utama adalah

4-20
1 ⎛ 2τ xy ⎞
θp = tan −1 ⎜ ⎟ (4.24)
2 ⎜σ +σ ⎟
⎝ x y ⎠

Gambar 4.18 Tegangan utama dua dimensi

Sedangkan tegangan geser maksimum untuk kasus dua dimensi juga dapat
disederhanakan menjadi :

2
⎛ σx − σy ⎞ 1 ⎛ σx − σy ⎞
τ max = ⎜⎜ ⎟⎟ + τ xy 2 θs = tan −1 ⎜ − ⎟ (4.25)
2 2 ⎜ 2τ xy ⎟
⎝ ⎠ ⎝ ⎠

4.6. Lingkaran Mohr

Untuk memberikan gambaran kondisi tegangan pada berbagai arah dalam bentuk
grafis, Otto Mohr (1914) memperkenalkan Mohr’s Circle. Lingkaran Mohr ini sangat
reperestatif untuk kondisi tegangan dua dimensi. Sedangkan untuk kasus tiga dimensi,
lingkaran Mohr cukup kompleks kecuali untuk kasus-kasus tertentu seperti misalnya saat
salah satu tegangan utama berhimpit dengan salah satu sumbu koordinat.

Langkah-langkah untuk menggambar Lingkaran Mohr (lihat gambar 4.19) adalah


sebagai berikut :

4-21
Gambar 4.19 Konstruksi Lingkaran Mohr dan hubungannya dengan state of stress

1. Hitung kondisi tegangan dua dimensi untuk mendapatkan nilai σx, σy, τxy
2. Buat sumbu datar σ dan sumbu vertikal τ

⎛ σx + σy ⎞
3. Buat titik pusat lingkaran Mohr ⎜⎜ ,0 ⎟⎟
⎝ 2 ⎠
4. Buat dua titik yang saling berlawanan yaitu (σx, -τxy) dan (σy, τxy). Lingkaran dapat
digambar dengan titik pusat pada step 2
5. Radius lingkaran dapat dihitung dengan persamaan
2
⎛ σx − σy ⎞
r = ⎜⎜ ⎟ + τ 2xy

(4.26)
⎝ 2 ⎠
6. Tegangan utama terletak pada posisi garis lingkaran memotong sumbu σ (σ1, σ2)
7. Tegangan geser maksimum sama dengan radius lingkaran
8. Sudut orientasi tegangan utama adalah = setengah dari sudut yang dibentuk oleh
garis yang menghubungkan titik (σx, -τxy) dan (σy, τxy) dengan sumbu datar
9. Untuk mendapatkan nilai tegangan pada arah tertentu (φ) : gambar busur 2φ dari garis
yang menghubungkan titik (σx, -τxy) dan (σy, τxy).

4-22
4.7. Konsentrasi Tegangan

Adanya diskontinuitas geometri pada elemen mesin seperti lubang, fillet, notch,
inclusi dan lain-lain akan menaikkan nilai tegangan yang terjadi disekitar diskontinuitas
tersebut. Gambar 4.20 menunjukkan distribusi tegangan disekitar pelat yang berlubang
dan diberi beban tarik. Diskontinuitas ini sering disebut stress raiser dan kenaikan nilai
tegangan ini diberi istilah stress concentration (konsentrasi tegangan). Parameter yang
digunakan untuk merepresentasikan konsentrasi tegangan adalah Faktor Konsentrasi
Tegangan (Kc) dengan definisi :

Tegangan maksimum yang terjadi


Kc = (4.27)
Tegangan nominal

Nilai tegangan maksimum yang terjadi pada bagian diskontinuitas sangat sulit untuk
dihitung secara analitik. Metoda yang umum untuk analisis tegangan pada stress raiser
adalah metoda numerik (Finite Element method, Boundary Element Method), dan metoda
ekperimental seperti photoelastic, straingage dan lain-lain.

Gambar 4.20 Distribusi


Tegangan disekitar pelat
berlubang yang mendapat beban
tarik

Untuk memudahkan penggunaan aspek kosentrasi tegangan oleh para engineer


dalam perancangan elemen mesin, faktor konsentrasi tegangan telah dibuat dalam
bentuk grafik. Grafik konsentrasi tegangan pertama dibuat oleh Peterson (1951).
Parameter-parameter geometri dibuat dalam varibel non dimensional. Beberapa grafik
faktor konsentrasi tegangan yang umum digunakan dalam perancangan elemen mesin
untuk berbagai pembebanan ditunjukkan pada gambar 4.21-4.24.

4-23
Gambar 4.21 Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat berlubang

4-24
Gambar 4.22 Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat dengan fillet

4-25
Gambar 4.23 Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat beralur

4-26
4-27
Gambar 4.24 Faktor konsentrasi tegangan pada fillet untuk poros

Studi Kasus 4:

Plat datar terbuat dari material britle, tinggi mayor H=4.5 in., tinggi minor h=2.5 in., Jari-jari
fillet r=0.5 in. Tentukan Faktor konsentrasi tegangan dan tegangan maksimal untuk
kondisi :

a. Pembebanan aksial,
b. Bending murni,
c. Pembebanan aksial dengan jari-jari fillet dirubah menjadi 0.25 in.

Analisis :
a. Pembebanan aksial

H 4.5 r 0.5
= = 1.8 = = 0.2
h 2.5 h 2.5

Dari gambar 4.22-a, Kc=1.8. Dari persamaan 4.27, Tegangan maksimalnya adalah :

4-28
⎛P⎞ 1.8P
σ max = 1.8⎜ ⎟ =
⎝ A⎠ bh

b. Bending murni. Dari gambar 4.22-b, Kc=1.5. Tegangan maksimalnya adalah :

6M 9M
σ max = 1.5 =
bh 2 bh 2

c. Pembebanan aksial dengan jari-jari fillet dirubah menjadi 0.25 in.

r 0.25
= = 0.1
h 2.5

Dari gambar 4.22-a, Kc=2.2. Dari persamaan 4.27, Tegangan maksimalnya adalah :

2.2 P
σ max =
bh
Bisa dilihat, dengan mengurangi jari-jari fillet menjadi setengahnya, akan menaikkan
tegangan maksimal satu stengah kalinya.

4.8. Regangan Elastis

Benda elastis yang mendapat beban-beban luar seperti ditunjukkan pada gambar
4.1 akan mengalami deformasi. Nilai deformasi dibagi dengan dimensi awal benda
sebelum dibebani didefinisikan sebagai Regangan (strain). Parameter regangan sangat
penting dalam dunia teknik karena dapat diukur langsung dalam eksperimen. Sedangkan
tegangan adalah paremeter yang tidak dapat diukur secara langsung dari eksperimen.
Dengan menggunakan hubungan tegangan-regangan selanjutnya akan dapat ditentukan
tegangan yang terjadi pada komponen mesin.

Jika sebuah benda isotropik dan elastis linear seperti ditunjukkan pada gambar
4.25 diberikan beban tarik dalam arah sumbu x (uniaksial), maka benda tersebut akan
mengalami deformasi dalam arah x (memanjang) dan arah y, z (memendek). Jadi
regangan normal dapat didefinisikan sebagai

dx dy dz
ε x = Lim ε y = Lim ε z = Lim (4.28)
x →0 x y →0 y z →0 z

4-29
Gambar 4.25 Ilustrasi
regangan untuk benda yang
mengalami beban tarik
uniaksial

Jika benda isotropik pada gambar 4.25 diberi beban geser murni dalam pada
bidang y dalam arah x, maka benda tersebut hanya akan mengalami deformasi geser
seperti ditunjukkan pada gambar 4.26. Dari deformasi geser tersebut didefinisikan
regangan geser atau shear strain

dx
γ xy = Lim = tan θ ≈ θ (4.29)
y →0 y

Dengan cara yang sama, regangan γxz dan γyz dapat ditentukan dengan memberikan
beban geser murni dalam arah y dan z.

Gambar 4.26 Ilustrasi regangan untuk benda yang


mengalami regangan geser murni

Dari definisi di atas, jelaslah bahwa strain adalah tensor orde dua sehingga dapat
dituliskan dalam bentuk

4-30
⎡ε xx γ xy γ xz ⎤
⎢ ⎥
ε ij = ⎢ γ yx ε yy γ yz ⎥ (4.30)
⎢ γ zx γ zy ε zz ⎥⎦

dengan menggunakan prinsip kesetimbangan selanjutnya dapat dibuktikan bahwa γxz =


γzx dan γyz = γzy sehingga tensor regangan untuk 3 dimensi juga memiliki 6 komponen.
Untuk kasus regangan 2 dimensi yang juga disebut regangan bidang (plain strain),
elemen regangan ditunjukkan pada gambar 4.27. Tensor regangan dapat disederhanakan
menjadi

⎡ε xx γ xy ⎤
ε ij = ⎢
ε yy ⎥⎦
(4.31)
⎣ γ yx

Gambar 4.27 Elemen regangan 2D

Nilai regangan maksimum serta arahnya untuk suatu elemen regangan dapat dicari
dengan menggunakan lingakaran Mohr seperti pada analisis tegangan.

4.9. Hubungan Tegangan-Regangan

Hubungan antara tegangan dan regangan untuk benda elastis linear pertama kali
diusulkan oleh Hooke, sehingga sering disebut dengan hukum Hooke. Untuk kasus
regangan bidang hukum Hooke dapat dituliskan

τ xy
εx =
1
E
[
σ x − ν( σ y + σ z ) ] γ xy =
G

εy =
1
E
[
σ y − ν( σ x + σ z ) ] γ xz =
τ xz
G
(4.32)

τ yz
εz =
1
E
[
σ z − ν( σ x + σ y ) ] γ yz =
G

4-31
dengan E adalah modulus elastisitas dan G adalah modulus geser. Hubungan modulus
geser dan modulus elastisitas adalah

E
G= (4.33)
2(1 + ν )
Dalam analisis eksperimental, parameter yang dapat diukur adalah regangan.
Regangan biasanya diukur dengan straingage. Dengan demikian formula (4.32) perlu
diubah menjadi

σ x = 2Gε xx + λe τ xy = Gγ xy

σ y = 2Gε yy + λe τ xz = Gγ xz (4.34)

σ z = 2Gε zz + λe τ yz = Gγ yz

dengan e adalah dilatasi dan λ konstanta Lame :

e = ε xx + ε yy + ε zz

νE
λ= (4.35)
(1 + ν )(1 − 2ν )

Soal-Soal Latihan

1. Untuk kondisi tegangan dibawah ini, gambarlah diagram Mohr, tentukan tegangan
utama normal dan geser, serta gambarkan elemen tegangan (satuan Mpa).

⎡12 4⎤ ⎡16 4 ⎤ ⎡ − 2 − 4⎤
a. σ ij = ⎢ ⎥ b. σ ij = ⎢ ⎥ c. σ ij = ⎢ ⎥
⎣ 4 6⎦ ⎣ 4 − 9⎦ ⎣− 4 − 8⎦

2. Tentukanlah nilai dan arah tegangan utama untuk kondisi tegangan berikut (satuan
Mpa). Untuk material baja (E = 210 Gpa, ν = 0,3) tentukanlah juga kondisi regangan
dan regangan utama benda tersebut.

⎡ 8 −4 3 ⎤
σ ij = ⎢⎢− 4 12 2 ⎥⎥
⎢⎣ 3 2 − 6⎥⎦

4-32
3. Sebuah hook terbuat dengan
penampang dan geometri seperti
ditunjukkan pada gambar.
Tentukanlah nilai dan arah tegangan
pada bagian dalam dan bagian luar
penampang A-A jika beban F yang
diberikan adalah 1000 lb. (asumsi
tidak ada konsentrasi tegangan).

4. Papan loncat indah menggunakan konstruksi (a) overhang dan (b) cantilever seperti
ditunjukkan pada gambar. Tentukanlah tegangan utama yang maksimum pada
konstruksi papan jika orang dengan berat 100 kg berdiri diujung papan. Diketahui
penampang papan adalah 305 mm x 32 mm, dan modulus elastisitas papan papan
adalah E = 10,3 Gpa. Berapakah defleksi maksimum papan ?

5. Sebuah poros mendapat beban


tarik, torsi, dan beban
melintang seperti pada gambar.
Tentukanlah konsentrasi
tegangan dan tegangan utama
pada bagian poros yang
mengalami diskontinuitas.

4-33
6. Sebuah “hand crank” mendapat beban
statik seperti ditunjukkan pada gambar.
Tentukanlah lokasi dimana terjadi
tegangan maksimum. Gambarkan elemen
tegangan dan buat diagram Mohr. (asumsi
tidak ada konsentrasi tegangan)

7. Sebuah pelat dengan dimensi seperti


pada gambar mendapat beban momen
M = 300 Nm dan gaya tarik P = 150 kN.
Tentukanlah kondisi tegangan pada
bagian yang mengalami konsentrasi
tegangan. Tentukan juga kondisi
regangan yang terjadi.

8. Tentukanlah perpindahan angular dan


perpindahan linear pada elemen mesin
berikut :

9. Poros dibebani secara aksial seperti pada gambar. Pada segmen yang manakah rata-
rata tegangan tekan sama dengan P/A? Pada segmen yang manakah tegangan tekan
maksimal sama dengan P/A?

4-34
10. Potongan AA sebuah crane hook dianggap berbentuk
trapezoidal dengan dimensi seperti pada gambar.
Tentukan resultan tegangan (bending dan tarik) pada
titik P dan Q.

11. Poros ditumpu bearing pada


lokasi A dan B dan dibebani
dangan gaya ke bawah
sebesar 1000 N, seperti pada
gambar. Tentukan tegangan
maksimal pada fillet poros.
Fillet berjarak 70 mm dari B.

12. Gambar kondisi tegangan utama dan tegangan geser maksimal secara analitik dan
cek hasilnya dengan menggunakan lingkaran Mohr, untuk :

σx σy σz τxy τyz τzx


a 0 -1500 0 750 0 0
b 750 500 250 500 0 0

13. Clamping fixture digunakan untuk membebani sebuah batang


hingga mencapai tegangan tarik sebesar 30 kpsi dan
disambungkan pada hydrolic ram, dengan menggunakan
sambungan clevis. Sambungan clevis seperti pada gambar.
Tentukan diameter pin clevis untuk menahan beban yang
terjadi. Asumsikan tegangan geser ijin dan tegangan normal ijin
masing-masing sebesar 40000 psi. Tentukan pula diameter luar
ujung clevis supaya tegangan tearout dan bearing yang terjadi
tidak melebihi tegangan ijin jika tebal flens clevis masing-
masing 0.8 in.

4-35
14. Dua macam kunci roda digunakan untuk mengencangkan mur roda, yaitu kunci roda
berbentuk L (a) dan berbentuk T (b). Untuk mengencangkan mur roda dengan
masing-masing bentuk, digunakan 2 buah tangan, A dan B, seperti pada gambar.
Untuk kedua bentuk,
jarak A dan B 1 ft,
diameter pemegang
0.625 in. Dibutuhkan
70 ft-lb untuk
mengencangkan mur
roda. Hitung tegangan
utama maksimal dan
defleksi maksimal
masing-masing bentuk.

15. Sebuah bracket seperti pada


gambar dengan data pada tabel,
tentukan tegangan bending pada
titik A dan tegangan geser karena
beban transversal pada titik B.
Tentukan juga tegangan geser
karena beban torsi pada kedua
titik. Tentukan juga tegangan utama pada titik A dan B. catatan (satuan panjang mm;
gaya N)

l a t h F OD ID E
a 100 400 10 20 50 20 14 steel
b 70 200 6 80 85 20 6 steel

4-36

Anda mungkin juga menyukai