Anda di halaman 1dari 120

PENGARUH FREE CASH FLOW TERHADAP MANAJEMEN LABA

(Studi Empiris pada Perusahaan Jasa Sektor Property dan Real Estate yang

Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2017-2019)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Strata Satu (S1)

Oleh :

WATRIANI

NIM/BP. 14043027/2014

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021

i
i

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI

PENGARUH FREE CASH FLOW TERHADAP MANAJEMEN LABA


( Studi Empiris pada Perusahaan Jasa Sektor Property dan Real Estate yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2017-2019)

Nama : Watriani
TM/NIM : 2014/14043027
Jurusan : Akuntansi
Keahlian : Akuntansi Sektor Publik
Fakultas : Ekonomi

Padang,23 Agustus 2021

Disetujui Oleh :

Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing I

Sany Dwita, SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA Vanica Serly, SE, M.Si
NIP. 19800103 2002122 001 NIP. 19861229 2015042 002
i

HALAMAN PENGESAHAN LULUS UJIAN SKRIPSI

Dinyatakan lulus setelah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Jurusan


Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang

PENGARUH FREE CASH FLOW TERHADAP MANAJEMEN LABA

(Studi Empiris pada Perusahaan Jasa Sektor Property dan Real Estate yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia Tahun 2017-2019)

Nama : Watriani

TM / NIM : 2014/14043027

Jenjang Pendidikan : Strata (S1)

Jurusan : Akuntansi

Fakultas : Ekonomi

Padang, 23 Agustus 2021

Tim Penguji

No Jabatan Nama Tanda Tangan


1. Ketua Vanica Serly, SE,M.Si 1. ………………
2. Anggota Salma Taqwa, SE, M.Si 2. ………………
3. Anggota Fefri Indra Arza, SE,M.Sc,Ak 3. ………………

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Watriani
NIM/Tahun Masuk : 14043027/2014
Tempat/Tgl. Lahir : Inderapura/15 Juni 1995
ii

Jurusan : Akuntansi
Keahlian : Akuntansi Sektor Publik
Fakultas : Ekonomi
Alamat : Jalan Enggang 3 No 8
No. HP/Telepon : 083192939919
Judul Skripsi : Pengaruh Free Cash Flow Terhadap Manajemen Laba
(Studi Empiris pada Perusahaan Jasa Sektor Property dan
Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun
2017-2019)

Dengan ini menyatakan bahwa :


1. Karya tulis/skripsi saya ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar akademik (sarjana), baik di Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Padang maupun di Perguruan Tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan pemikiran saya sendiri, tanpa bantuan
pihak lain kecuali arahan tim pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang telah
ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara eksplisit dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan cara menyebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Karya tulis/skripsi ini sah apabila telah ditandatangani Asli oleh Pembimbing,
Tim Penguji dan Ketua Jurusan.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima Sanksi Akademik berupa pencabutan gelar yang diperoleh karya
tulis ini, serta sanski lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Padang.

Padang, 23 Agustus 2021


Yang menyatakan,

Watriani
NIM:14043027
ABSTRAK

Watriani (14043027) : Pengaruh Free Cash Flow Terhadap ManajemenLaba


( Studi Empiris Pada Perusahaan Jasa Sektor Property
Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2017-2019)

Pembimbing : Vanica Serly, SE,M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pegaruh free cash
flow terhadap manajemen laba pada perusahaan sektor jasa properti dan real estate
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Manajemen laba diukur dengan discretionary
accruals menggunakan Modified Jones Model. Populasi pada penelitan ini adalah 62
perusahaan sektor properti dan real estate yang terdaftar di di Bursa Efek Indonesia
periode 2017 sampai dengan 2019.
Berdasarkan purposive sampling diperoleh sampel sebanyak 20 perusahaan.
Metode analisis yang digunakan adalah mentode analisis regresi sederhana data panel
dengan menggunakan aplikasi eviews 10. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.

Kata kunci: Manajemen Laba, Free Cash Flow


ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian

tentang “Pengaruh Free Cash Flow Terhadap ManajemenLaba ( Studi Empiris Pada

Perusahaan Jasa Sektor Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Tahun 2017-2019)”. Salawat beriring salam buat junjungan kita yakni Nabi

Besar Muhammad SAW yang telah memberikan perubahan kepada umat manusia

untuk menjadimanusia yang berilmu pengetahuan dan berakhlakul karimah.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi

materi maupun teknik penulisan berkat bantuan dari dosen pembimbing dan semua

pihak, akhirnya skripsi ini terwujud, untuk itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua terkasih Jamris

(papa) dan Nurhaida (mama),dan kakak dan adek ku (Muhammad Rusdi dan Tedi

Ardiasyah) dan juga kepada:

1. Dekan Fakultas Ekonomi Bapak Dr. Idris, M.Si

2. Ibu Sany Dwita,SE, M.Si, Ph.D, Ak, CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi.

3. Ibu Vanica Serly, SE, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan

arahan, bantuan serta bimbingan selama menyelesaikan skripsi ini.

ii
iii

4. Ibu Salma Taqwa, SE, M.Si dan Bapak Fefri Indra Arza, SE, M.Sc, Ak

selaku dosen penelaah dan penguji yang telah memberikan masukan yang

sangat bermanfaat dalam pembuatan skripsi ini.

5. Staf pengajar dan administrasi Jurusan Akuntansi Universitas Negeri

Padang yang telah membantu dalam memperlancar proses penyelesaian

skripsi ini.

6. Semua teman-teman keluarga besar Akuntansi 2014. Terimakasih atas

motivasi dan dukungannya.

Semoga selama bimbingan, bantuan dan perhatian yang telah diberikan

kepada penulis menjadi amal ibadah, kebaikan dan dibalas dengan rahmat dan

karunia oleh Allah SWT. Amin. Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak guna kesempurnaan dimasa

akan datang, semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan

pembaca umum.

Padang, 23 Agustus 2021

Watriani

iii
iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 9
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kajian Teori .......................................................................... 10


1. Teori Keagenan ............................................................... 10
2. Teori Sinyal .................................................................... 11
3. Free Cash Flow ............................................................... 13
4. Manajemen Laba ............................................................ 14
B. Penelitian Terdahulu.............................................................. 20
C. Hubungan Antar Variabel ..................................................... 22
D. Kerangka Konseptual ............................................................ 24
E. Hipotesis Penelitian .............................................................. 26
BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ..................................................................... 27


B. Populasi dan Sampel ............................................................. 27
C. Teknik Pengumpulan Data.................................................... 27
D. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 30
E. Metode Pengumpulan Data.................................................... 30
F. Defenisi Operasional Variabel dan Pengukuran.................... 31

iv
v

G. Teknik Analisis Data............................................................. 35


1. Statistik Deskriptif........................................................... 35
2. Analisis Induktif ........................................................... 36
3. Uji Asumsi Klasik........................................................... 41
4. Uji Hipotesis ........................................................... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian....................................... 45


B. Deskritif Variabel Penelitian................................................. 49
C. Hasil Penelitian...................................................................... 61
D. Pembahasan .......................................................................... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................... 78
B. Saran...................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 80
LAMPIRAN ................................................................................................... 84

v
vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Konseptual………………….…………...…………… 26
2. Hasil Uji Normalitas Menggunakan J-B (Awal) …………….… 67
3. Hasil Uji Normalitas Menggunakan J-B (Akhir) …………….… 68
4. Hasil Heterokedastisitas dengan Grafik Analisis
Residual…………………….…………………. …………….… 71

vi
DAFTAR TABEL

Tabel
Halaman

1. Sampel Penelitian……………………………………………… 29
2. Data Discretionary Accrual..……………………..............…... 54
3. Data Discretionary Accrual Setelah Absolute ………………..... 55
4. Free Cash Flow………………………..………………….….…... 59
5. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian…………...…..………... 62
6. Hasil Uji Chow….……………………………………................... 63
7. Hasil Uji Hausman…………………………………...................... 65
8. Hasil Uji Autokorelasi Dengan DW Test…………….................... 69
9. Hasil UJi Heterokedastisitas Dengan Uji LR…………………….. 72
10. Persamaan Regresi Data Panel Dengan Random Effect Mode..…. 73
vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
Halaman

1. Daftar Nama Perusahaan Yang Dijadikan Sampel………………….. 84


2. Free Cash Flow……………………………………………………… 85
3. Manajemen Laba….………………………………………….……… 86
4. Statistik Deskriptif Dari DAC DAN FCF…………………………. 87
5. Hasil Uji Chow……………………………………………………… 88
6. Hasil Uji Hausman………………………………………………….. 89
7. Hasil Uji Normalitas………………………………………………... 90
8. Hasil Uji Autokorelasi……………………………………………… 91
9. Hasil Uji Heterokedastisitas……………………………………….. 92
10. Hasil Regresi Random Effect Model (REM)..…………………… 93

viii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tolak ukur yang sering digunakan dalam menilai kinerja

manajemen adalah dengan melihat bagaimana kemampuannya dalam

menghasilkan keuntungan atau laba yang diperoleh suatu perusahaan. Maka

untuk melihat kinerja manajemen dalam menghasilkan laba perusahaan bisa

melalui laporangan keuangan yang disajikan. Menurut Guanawan, dkk (2015)

laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang bisa digunakan

sebagai ala komunikasi anatar data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan

dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas

perusahaan tersebut.

Laporan keuangan merupakan komponen yang sangat penting bagi

perusahaan untuk menyampaikan informasi keuangan perusahaan terkait

pertanggungjawaban manajemen kepada pihak yang berkepentingan. Pihak

tersebut dapat berasal pihak internal maupun pihak ekternal perusahaan dalam

memperoleh informasi kinerja perusahaan. Ada beberapa jenis laporan

keuangan, salah satu diantaranya adalah laporan laba rugi. Adapun untuk

melihat keuntungan atau laba suatu perusahaan maka dapat dilihat pada

laporan keuangan perusahaan dalam bentuk laporan laba rugi yang disajikan.

1
2

Laporan laba rugi merupakan salah satu bagian laporan keuangan yang

sangat penting karena di dalamnya terdapat informasi laba yang bermanfaat

bagi para pengguna informasi laporan keuangan untuk menilai dan

menganalisis kinerja perusahaan. Idealnya, laba yang dilaporkan harus dapat

mencerminkan keadaan yang sebenarnya yang terjadi dalam perusahaan. 

Berdasarkan kondisi hari ini, persaingan di dunia bisnis yang semakin

ketat sehingga membuat masing-masing perusahaan berusaha menampilkan

kinerja perusahaan yang bagus kepada pihak yang berkepentingan, baik

kepada investor maupun kreditur. Ketika perusahaan belum mampu mencapai

target laba yang diharapkan, maka hal ini dapat memicu manajer untuk

melakukan praktik manipulasi data. Hal ini berdasarkan teori keagenan yang

menjelaskan adanya hubungan kontraktual antara pemegang saham

(principal) dengan manajemen (agent).

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai

kontrak di mana satu atau lebih pemegang saham (principal) melibatkan

orang lain (agent) dalam pengambilan keputusan atas nama mereka yang

melibatkan pendelegasian beberapa wewenang dalam pengambilan keputusan

kepada agent. Karena mengingat bahwa manejer diberikan otoritas penuh

dalam melaporkan dan mengumpulkan informasi spesifik perusahaan atas

pengguna informasi, manajer memiliki kesempatan menyajikan laba

perusahaan dengan cara yang paling sesuai untuk perusahaan ataupun


3

mengubah pandangan manajemen ke arah pandangan oportunistik. Tindakan

tersebut dikenal dengan istilah manajemen laba (earnings management).  

Teori keagenan juga menjelaskan bahwa manajemen laba terjadi

karena adanya konflik kepentingan antara pemegang saham (principal) yang

tidak sejalan dengan manajemen (agent). Karena tuntutan tanggung jawab

kepada manajemen untuk mendapatkan laba yang besar bagi principals,

sehingga mendorongnya untuk melakukan praktik manajemen laba ketika

kinerja perusahaan kurang bagus. Manajer sebagai agent disisi lain juga perlu

untuk memenuhi kebutuhan psikologi dan ekonominya sendiri secara

maksimal. Sehingga agent mungkin tidak terus dapat bertindak secara baik

untuk kepentingan pemilik saham (Irawan dan Apriwenni, 2021).

Teori keagenan juga berasumsi bahwa semua individu bertindak atas

kepentingan pribadi. Principal diasumsikan sebagai pihak yang hanya tertarik

kepada hasil keuangan serta hasil investasi yang menguntungkan. Adapun

agent diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan serta

sayarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. Karena perbedaan

kepentingan ini, masing-masing berusaha memperbesar keuntungan pribadi.

Principal ingin keuntungan yang sebesar-besarnya dan secepatnya atas

investasi yang diberikan dengan cerminan pada kenaikan porsi dari setiap

saham yang dimiliki. Sementara agent menginginkan kepentingannya

terpenuhi dengan pemberian kompensasi, bonus, insentif, remunerasi yang

memadai dan sebesar-besarnya atas kinerjanya.


4

Kinerja manajemen juga dinilai oleh pemegang saham berdasarkan

kemampuannya dalam menghasilkan laba untuk dibagikan dalam bentuk

dividen kepada pemegang saham. Makin tinggi laba yang dihasilkan, maka

makin besar dividen yang dibagikan kepada pemegang saham serta agent

dianggap memiliki kinerja yang bagus dan layak mendapatkan insentif tinggi.

Akan tetapi, jika tidak ada pengawasan yang memadai maka agent bisa saja

memainankan kondisi perusahaan agar seolah-olah target tercapai sehingga

hal ini mendorongnya untuk melakukan praktik manajemen laba.

Kumala (2016) mendefenisikan manajemen laba sebagai tindakan

manajemen dalam memilih kebijakan akuntansi melalui standar tertentu untuk

mempengaruhi laba yang akan terjadi menjadi seperti yang mereka inginkan

melalui pengelolaan faktor internal yang dimiliki perusahaan. Menurut

Schipper (1989) manajemen laba adalah suatu tindakan dimana manajemen

melakukan intervensi saat proses penyusunan laporan keuangan untuk pihak

eksternal, sehingga dapat meratakan, manaikkan dan menurunkan laba.

Informasi laba merupakan bagian dari laporan keuangan perusahaan

yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, mengestimasi kemampuan

laba jangka panjang, meramalkan serta menaksir resiko saat berinvestasi.

Laporan keuangan yang disusun menggunakan basis akrual, biasanya dapat

memberikan indikasi lebih baik mengenai kinerja perusahaan dibandingkan

informasi yang dihasilkan dari penggunaan basis kas (FASB 1978).


5

Adapun dengan menggunakan dasar akrual maka dapat memberikan

peluang bagi manajemen untuk mencatat fakta tertentu dengan metode yang

berbeda serta peluang bagi manajemen untuk melibatkan subjektifitas saat

menyusun estimasi (Worthy, 1984). Maka sebagai contohnya yaitu aktiva

tetap, maka dapat menggunakan metode yang berbeda dengan estimasi umur

ekonomis yang berbeda. Menurut Fischer dan Rozenweig (1995) manajer juga

bisa memainkan laba dengan menggeser periode pengakuan biaya dan

pendapatan.

Jika dilihat dari prosesnya meskipun praktik manajemen laba tidak

menyalahi prinsip akuntansi yang diterima umum, tapi dengan adanya praktik

manajemen laba maka dapat merusak kepercayaan investor terhadap laporan

keuangan eksternal. Agustia (2013) menyatakan bahwa praktik manajemen

laba bisa mengurangi kredibilitas laporan keuangan karena angka yang

disajikan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya.

Salah satu kasus manajemen laba pernah terjadi pada PT Garuda

Indonesia Tbk atau GIAA. Perusahaan tersebut mencatat laba bersih pada

tahun 2018 setelah berturut-turut merugi. Perlu diketahui bahwa pada tahun

2018 GIAA mencatat laba bersih US$ 809,85 ribu atau setara Rp. 11,33

milyar (kurs Rp. 14.000). Laba yang terjadi karena melambungnya

pendapatan usaha lainnya yang totalnya mencapai US$ 306,88 juta.

Berdasarkan laporan tersebut, ternyata ada dua komisaris yang tidak mau

menandatangani laporan keuangan tersebut. Mereka merasa keberatan dengan


6

pengakuan pendapatan atas transaksi perjanjian kerja sama penyediaan

layanan konektivitas dalam penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi

dan PT Citylink Indonesia. Pengakuan tersebut tidak sesuai dengann kaidah

Pernyataan Standar Akuntansi Kuangan (PSAK) nomor 23. Hal ini karena

manajemen Garuda mengakui pendapatan dari Mahata sebesar US$

239.940.000, yang diantaranya sebesar US$ 28.000.000 merupakan bagian

dari bagi hasil yang didapat dari PT Sriwijaya Air. Padahal uang itu masih

dalam bentuk piutang, namun diakui perusahaan masuk dalam pendapatan.

(www.detikfinance.com, 2019).

Adapun kasus lainnya yang terjadi yaitu tindakan manajemen laba

pada perusahaan property dan real estate terhadap kecurangan pelaporan

akuntansi, salah satunya skandal yang dilakukan oleh PT Hanson

International. PT Hanson International pernah terbukti melakukan manipulasi

penyajian laporan keuangan tahun 2016. Saat pemeriksaan yang dilakukan

Ootoritas Jasa Keuangan, ternyata ditemukan manipulasi dalam penyajian

akuntansi terkait penjualan kavling siap bangun (Kasiba) dengan nilai gross

Rp 732 miliar, sehingga membuat pendapatan perusahaan naik tajam.  Terkait

jual beli tersebut, Hanson International melakukan pelanggaran Standar

Akuntansi Keuangan 44 tentang Akuntansi Aktivitas Real Estat (PSAK 44).

OJK mempermasalahkan pengakuan dengan metode akrual penuh, meski

dalam LKT 2016 transaksi tersebut tidak diungkapkan di Laporan Keuangan

Tahunan (LKT) 2016. Jika berdasarkan dengan Akuntansi Aktivitas


7

Pengembangan Real Estat (PSAK 44) pendapatan penjualan bisa diakui

dengan metode akrual penuh dengan syarat telah memenuhi kriteria, termasuk

penyelesaian perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang tidak bisa dibuktikan

oleh perseroan. Menurut OJK, dengan tidak menyampaikan PPJB kepada

auditor yang mengaudit LKT PT Hanson International Tbk, membuat

pendapatan pada LKT 2016 menjadi overstated dengan nilai material Rp 613

miliar. 2016. Hal tersebut membuat informasi keuangan menjadi tidak andal

dan kualitas laba perusahaan menjadi tidak relevan. Tindakan yang dilakukan

perusahan tersebut berdampak luas sehingga menyebabkan merosotnya

kepercayaan para pemakai laporan keuangan (kompas.com).

Beberapa kasus diatas, hal ini membuktikan bahwa praktik manajemen

laba pada laporan keuangan merupakan hal yang biasa dilakukan manajemen

pada setiap perusahaan. Persaingan bisnis yang ketat yang pada akhirnya

mendorong perusahaan berlomba-lomba menunjukkan kualitas kinerja yang

bagus, tanpa mempedulikan apakah cara yang digunakan dibolehkan atau

tidak. Hal ini merupakan gambaran bagi investor dan pihak eksternal saat

menilai apakah informasi yang tercatat pada laporan keuangan tersebut

mencerminkan fakta dan nilai yang sebenarnya ataukah hanya hasil rekayasa

dari pihak manajemen.

Pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada perusahaan property

dan real estate. Sebab perusahaan sektor property dan real estate sangat

banyak diminati oleh para investor. Hal ini dikarenakan kenaikan harga tanah
8

dan bangunan yang cendrung naik sementara persediaan tanah bersifat tetap

sedangkan permintaan selalu bertambah seiring dengan pertambahan jumlah

penduduk akan tempat tinggal, pusat belanja, perkantoran, dan sebagainya.

Perusahaan property dan real estate merupakan sektor bisnis yang strategis

dan mempunyai perputaran bisnis yang tinggi.

Meski banyak diminati oleh para investor, namun berdasarkan data

yang didapat bahwasanya perusahaan property dan real estate mengalami

masalah dalam pertumbuhan penjualannya selama tahun 2019. Selama tahun

2019 hampir semua penjualan perusahaan property dan real estate mengalami

penurunan atau stagnan dikarenakan daya beli masyarakat yang menurun

selama tahun 2019. Hal ini akan berpengaruh kepada laba perusahaan yang

cendrung menurun ketika terjadi pertumbuhan penjualan yang menurun atau

stagnan. Berdasarkan tahun 2019 jumlah perusahaan property dan real estate

yang terdaftar di Bura Efek Indonesia ada sebeanya 62 perusahaan. Sebanyak

13 perusahaan yang mengalami kerugian, serta ada 11 perusahaan yang tidak

menerbitkan laporan keuangan (www.idx.co.id)

Adanya data diatas, maka memberikan gambaran bahwasanya

meskipun investasi property dan real estate banyak diminati, kadangkala

mengalami permasalahan dalam penjualan dan berimbas pada laba

perusahaan. Kerugian perusahaan tidak hanya di pengaruhi oleh daya beli

masayarakat terkait penjualan, namun juga berkaitan dengan bagaimana

manajemen mengelola perusahaan tersebut. Ketika perusahaan belum mampu


9

mencapai target laba yang diharapkan, serta dihadapkan pada kondisi tidak

memungkinkan maka hal ini dapat memicu manajer untuk melakukan praktik

manipulasi data.

Penelitian terkait manajemen laba yang peneliti lakukan berdasarkan

penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Free cash flow

menjadi salah satu yang dapat dijadikan sebagai kemungkinan penyebab

terjadinya manajemen laba. Menurut Brigham dan Houston (2010) Free cash

flow adalah arus kas yang benar-benar tersedia untuk dibayarkan kepada

investor (pemegang saham dan kreditur) setelah perusahaan melakukan

investasi pada asset tetap, produk baru, dan modal kerja yang dibutuhkan

perusahaan dalam mempertahankan operasi yang sedang berjalan.

Semakin besar free cash flow suatu perusahaan maka hal ini

menandakan kondisi keuangan perusahaan tersebut semakin bagus, karena

perusahaan memiliki dana yang cukup besar untuk operasional perusahaan,

pembayaran utang dan pembagian dividen. Namun jika perusahaan memiliki

arus kas bebas yang tinggi tanpa adanya pengontrolan yang memadai, manajer

diduga akan menghamburkan free cash flow tersebut sehingga terjadi

ketidakefisienan pada perusahaan atau menginvestasikan free cash flow

dengan keuntungan yang rendah (Smith da Kim, 1994 dalam Cinthyia dan

Indriani , 2015).

Menurut Jensen dan Meckling (1976) meskipun manajer diberi

wewenang oleh pemegang saham untuk mengendalikan perusahaan dengan


10

tujuan untuk memaksimalkan kepentingan pemegang saham, akan tetapi

manajer juga mempromosikan kepentingan dirinya sendiri sehingga terjadilah

konflik kepentingan diantara antara pemegang saham (principal) dan

manajemen (agent). Konflik muncul ketika terjadinya perbedaan pendapat

antara pemegang saham dan manajer. Ketika perusahaan memiliki Free cash

flow, pemegang saham akan memilih Free cash flow dibagikan untuk

kesejahteraan para pemegang saham sebagai penyeimbang pendapatan saham

dalam bentuk investasi yang menguntungkan (Jensen, 1986). Akan tetapi

manajer menginginkan free cash flow untuk memperbesar ukuran optimal

perusahaan dengan tetap melakukan investasi meskipun memberi nilai negatif

pada perusahaan karena perusahaan berada pada kondisi over investment

(investasi berlebih) (Jensen dan Meckling, 1976).

Disini manajer cendrung bertindak opportunistik untuk mendapatkan

pendapatan pribadi serta melibatkan diri pada proyek yang kurang

menguntungkan, investasi dan pendanaan yang kurang berguna (Bukit dan

Iskandar, 2009). Hal ini mengakibatkan pertumbuhan laba perusahaan

menjadi menurun bahkan bisa merugikan pemegang saham. Maka dalam hal

ini manajer akan menerapkan prosedur akuntansi yang meningkatkan laba

untuk menyembunyikan dampak buruk dari penggunaan free cash flow yang

kurang tepat.

Menurut Chung et al. (2005) manajer tidak menyediakan

pengungkapan yang cukup untuk investor terkait penggunaan free cash flow
11

yang diinvestasikan atau alasan yang mendasari proyek tersebut. Karena

terbatasnya informasi, investor tidak tau prospek serta keuntungan maupun

kerugian yang diperoleh atas penggunaan free cash flow pada projek investasi

yang dilakukan. Hal ini karena sulitnya akses informasi dalam perusahaan

sehingga kebijakan-kebijkan tertentu yang dilakukan manajemen perusahaan

tanpa sepengetahuan pemegang saham ataupun investor. Berdasarkan kondisi

tersebut, maka berdampak pada peningkatan praktik manajemen laba untuk

meningkatkan pelaporan laba, sehingga dengan adanya ketidakefektifan pada

penggunaan arus kas tersebut bisa tertutupi (Bukit dan Iskandar, 2009).

Achyani dan Lestari (2019) dan Irawan dan Apriwenni (2021) serta

penelitian Barkhordar dan Tehrani menganalisis free cash flow berpengaruh

positif signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini dengan adanya free cash

flow bisa dimanfaatkan manajemen untuk melakukan manajemen laba.

Peluang untuk melakukan praktik manajemen laba bisa lebih tinggi diantara

perusahaan yang memiliki free cash flow (Bukit dan Iskandar, 2009).

Manajemen mengupayakan free cash flow yang tinggi dengan tujuan untuk

memperlihatkan kinerja perusahaan yang baik. Berbeda dengan penelitian

Nazalia dan Triyanto (2018) yang menunjukkan bahwa free cash flow secara

parsial tidak berpengaruh dengan arah negatif terhadap variabel manajemen

laba, sehingga dapat dikatakan bahwa tinggi atau rendahnya nilai free cash

flow tidak akan berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan.


12

Adapun Penelitian terkait manajemen laba penting untuk diteliti

karena bisa memberikan gambaran terkait prilaku manajer saat melaporkan

kegiatan perusahaanya pada periode tertentu. Selain itu, dengan adanya

manajemen laba mengakibatkan berkurangnya kualitas laba perusahaan

tersebut sehingga dapat mengurangi informasi yang dihasilkan perusahaan.

Oleh sebab itu, informasi yang dihasilkan dapat menyesatkan bagi para

pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan, karena tidak

mencerminkan kondisi perusahaan yang sesungguhnya.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu

menggunakan sampel pada perusahaan jasa sektor property dan real estate

sedangkan mayoritas penelitian-penelitian lainnya menggunakan sampel pada

perusahaan infrastruktur, industri, utilitas dan transportasi. Perbedaan lainya

yaitu periode penelitian ini dari tahun 2017-2019 sedangkan penelitian

sebelumnya dari tahun 2010-2012 dan 2015-2018.

Berdasarkan penjelasan diatas, terdapat perbedaan hasil penelitian

dengan penelitian sebelumnya sehingga disini penulis tertarik untuk

melakukan penelitian kembali, dengan judul “Pengaruh Free Cash Flow

Terhadap Manajemen Laba”.


13

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahi apakah

free cash flow berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan jasa

sektor property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

2017-2019?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji seberapa besar pengaruh free

cash flow terhadap manajemen laba pada perusahaan jasa sektor property dan

real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat serta menjadi

referensi bagi pihak akademis maupun penelitian selanjutnya mengenai

pengaruh free cash flow terhadap manajemen laba pada perusahaan jasa

sektor property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

tahun 2017-2019.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para investor serta

mampu memberikan penjelasan terkait manajemen laba dan memberikan

pengetahuan untuk lebih berhati-hati dalam menginvestasikan modalnya

kepada sebuah perusahaan agar terhindar dari praktik manajemen laba.


14

Bagi pihak perusahaan diharapkan untuk lebih memperhatikan lagi free

cash flow dalam pengelolaan perusahaan, terutama mengenai usaha dalam

meminimalkan praktik manajemen laba.


BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Adanya praktik manajemen laba bisa dijelaskan oleh teori keagenan.

Teori keagenan adalah sebuah konsep yang menjelaskan adanya hubungan

kontraktual antara pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai

agent. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai

kontrak di mana satu atau lebih pemegang saham (principal) melibatkan

orang lain (agent) dalam pengambilan keputusan atas nama mereka yang

melibatkan pendelegasian beberapa wewenang dalam pengambilan keputusan

kepada agent.  Karena manajemer (agent) diberikan otoritas penuh dalam

pengambilan keputusan pada perusahaan, otomatis manajemer (agent)

memiliki lebih banyak mendapatkan informasi terkait kondisi perusahaan.

Hubungan kontraktual antara principal dan agent dapat menyebabkan

kondisi asimetris informasi karena agent berada dalam kondisi yang memiliki

lebih banyak informasi tentang perusahaan daripada principal maka asimetris

informasi yang dimiliki akan memberikan peluang bagi agent untuk

menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui oleh pemegang

saham. Oleh karena itu, agent dapat mempengaruhi angka akuntansi yang

terdapat pada laporan keuangan dengan melakukan praktik manajemen laba.


11

Berdasarkan teori agensi, terdapat tiga asumsi sifat manusia

(Eisenhardt, 1989 dalam Ujiyanto dan Pramuka, 2007) yaitu: (1) manusia

yang pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia

memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded

rationality), serta (3) manusia yang selalu menghindari risiko (risk averse).

Berdasarkan asumsi tersebut dapa diketahui bahwa terjadinya konflik

kepentingan antara manajer dan pemegang saham dipicu karena adanya sifat

dasar tersebut.

Teori agensi berpendapat bahwa masing-masing individu termotivasi

oleh kepentingan sendiri-sendiri sehingga bisa menimbulkan perbedaan

kepentingan antara principal dan agent. Pemegang saham termotivasi untuk

meningkatkan profitabilitas untuk mensejahterakan dirinya. Manajer

termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan

psikologisnya, yaitu dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun

kontrak kompensasi dan bonus. Hal ini yang semakin meningkatkan konflik

kepentingan terutama principal tidak dapat mengontrol aktivitas agent sehari-

hari untuk memastikan agent bekerja sesuai dengan keinginan pemegang

saham.

Pada suatu kondisi principal tidak memiliki informasi yang lengkap

terkait kinerja agent. Sementara agent memiliki informasi lengkap terkait

informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja perusahaan, serta

informasi perusahaan secara keseluruhan. Hal ini mendorong agent untuk


12

berfikir bagaimana caranya angka akuntansi tersebut agar bisa digunakan

sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Hal ini karena sebagai

agent disisi lain juga perlu untuk memenuhi kebutuhan psikologi dan

ekonominya sendiri secara maksimal, sehingga agent mungkin tidak terus

dapat bertindak secara baik untuk kepentingan pemegang saham (Irawan dan

Apriwenni, 2021). Maka bentuk tindakan yang dilakukan agent tersebut

dikatakan sebagai manajemen laba (Widyaningdyah, 2001).

2. Teori Sinyal (Signaling Theory)

Teori sinyal menjelaskan terkait bagaimana seharusnya sebuah

perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Menurut

Ross (1997) pihak eksekutif perusahaan yang mempunyai informasi lebih

baik mengenai perusahaan maka akan termotivasi untuk menyampaikan

informasi tersebut kepada calon investor agar harga saham perusahaan

meningkat. Signal bisa berupa promosi atau informasi lainnya yang

menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih bagus dibandingkan dengan

perusahaan lainnya. Adapun sinyal yang disampaikan kepada calon investor

bisa berupa pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan

(Susilowati dan Turyanto, 2011). Signal ini memberikan informasi mengenai

apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan

pemilik.

Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri informasi antara

manajemen dengan pihak pemangku kepentingan terkait informasi tertentu


13

(Prabayanti dan Yasa, 2010). Teori sinyal juga menjelaskan bahwa karena

adanya asimetri informasi tersebut, perusahaan memberikan laporan keuangan

kepada pihak eksternal. Teori ini mengasumsikan bahwa manajemen

mempunyai lebih banyak informasi yang akurat mengenai kinerja perusahaan.

Saat manajemen menyampaikan informasi ke pasar, maka pasar akan

merespon informasi tersebut sebagai sinyal yang mempengaruhi nilai

perusahaan yang akan tercermin pada harga saham (Purwanto, 2004). Namun,

dengan adanya asimetri informasi mengakibatkan manajemen tidak secara

menyeluruh dalam menyampaikan semua informasi yang dapat

mempengaruhi nilai perusahaan.

Perusahaan akan berusaha melakukan berbagai cara untuk dapat

mencapai target laba yang sudah ditetapkan, salah satunya melalui manajemen

laba. Maka laba yang dilaporkan perusahaan akan terlihat tinggi, karena pasar

akan memberi respon informasi tersebut sebagai suatu sinyal bahwasanya

perusahaan berada pada kondisi yang baik sehingga hal ini berpengaruh

terhadap harga saham perusahaan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa

teori sinyal merupakan suatu teori yang menjelaskan tindakan yang dilakukan

manajer di suatu perusahaan dengan cara memberi tau kepada investor terkait

bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan serta ada

hubungannya dengan pihak-pihak yang berkentingan pada informasi

perusahaan.
14

3. Free cash flow

Free cash flow adalah arus kas yang benar-benar tersedia untuk

dibayarkan kepada investor (pemegang saham dan kreditur) setelah

perusahaan melakukan investasi pada asset tetap, produk baru, dan modal

kerja yang dibutuhkan perusahaan dalam mempertahankan operasi yang

sedang berjalan (Brigham dan Houston, 2010). Menurut Ross et al. (2000)

arus kas bebas sebagai arus kas perusahaan yang dapat di distribusiakan

kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal

kerja atau investasi pada asset tetap. Maka dari penjelasan diatas, dapat

dismpulkan bahwa arus kas bebas sebagai sisa kas yang dimiliki perusahaan

setelah perusahaan mengeluarkan semua pembiayaan investasi dan modal

kerja untuk aktivitas operasional perusahaan.

Semakin besar free cash flow suatu perusahaan maka hal ini

menandakan kondisi keuangan perusahaan tersebut semakin bagus, karena

perusahaan memiliki dana yang cukup besar untuk operasional perusahaan,

pembayaran utang dan pembagian dividen. Namun jika perusahaan memiliki

arus kas bebas yang tinggi tanpa adanya pengontrolan yang memadai, manajer

diduga akan menghamburkan free cash flow tersebut sehingga terjadi

ketidakefisienan pada perusahaan atau menginvestasikan free cash flow

dengan keuntungan yang rendah (Smith dan Kim, 1994 dalam Cinthyia dan

Idriani , 2015).
15

Menurut Chung et al. (2005) manajer tidak menyediakan

pengungkapan yang cukup untuk investor terkait investasi free cash flow yang

dilakukan atau alasan yang mendasari proyek tersebut. Karena kurangnya

informasi, investor tidak tau prospek serta keuntungan maupun kerugian yang

diperoleh atas projek investasi yang dilakukan. Hal ini karena sulitnya akses

informasi dalam perusahaan

Berdasarkan kondisi tersebut, maka berdampak pada peningkatan

praktik manajemen laba untuk meningkatkan pelaporan laba, sehingga dengan

adanya ketidakefektifan pada penggunaan arus kas tersebut bisa tertutupi

(Bukit dan Iskandar, 2009).

Perusahaan yang memiliki free cash flow yang tinggi akan memiliki

peluang yang cukup besar untuk melakukan manajemen laba karena

perusahaan tersebut terindikasi menghadapi masalah keagenan yang lebih

besar (Agustia, 2013). Berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan

bahwa perusahaan yang memiliki arus kas bebas tinggi cendrung melakukan

praktik manajemen laba dengan cara meningkatkan laba yang dilaporkan. Hal

inilah yang mendorong manajer melakukan praktik manajemen laba untuk

menutupi kinerja manajer dalam mengelola kas perusahaan yang tidak efektif

dan kurang optimal.


16

4. Manajemen Laba

a. Pengertian Manajemen Laba

Manajemen laba dalam arti luas adalah sebuah tindakan manajer

dalam meningkatkan ataupun mengurangi laba yang dilaporkan saat ini

atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan

peningkatan ataupun penurunan profitabilitas ekonomis jangka panjang

unit tersebut (Dewi dan Priyadi, 2016). Sedangkan menurut Wahlen

(1999) dalam Ghazali et al. (2015) menjelaskan bahwa manajemen laba

terjadi saat manajer menggunakan penilaian pada pelaporan keuangan dan

dalam penyusunann transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga

menyesatkan stakeholders terkait kinerja perusahaan atau untuk

mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kontrak yang tergantung

pada angka akuntansi.

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, bahwa manajemen laba

merupakan tindakan yang disengaja oleh manajer dalam mempengaruhi

laporan keuangan perusahaan sesuai kepentingan manajer. Biasanya

manajer melakukan praktik manajemen laba untuk menyesatkan para

pengguna laporan keuangan agar terlihat prospek perusahaan yang bagus

dimasa mendatang serta menunjukkan bahwa kinerja manajer terlihat

bagus.
17

Upaya manipulasi laporan keuangan bisa dilakukan dengan berbagai

cara. Berdasarkan teori keagenan yang menjelaskan adanya hubungan

kontraktual antara principal dan agent dapat menyebabkan adanya kondisi

asimetris informasi karena agent berada dalam posisi yang memiliki lebih

banyak informasi tentang perusahaan daripada principal. Maka asimetris

informasi yang dimiliki berpeluang bagi agent untuk menyembunyikan

beberapa informasi yang tidak diketahui oleh pemegang saham (Rahma,

2019) . 

Oleh karena itu, manajer dapat mempengaruhi beberapa keputusan

untuk memilih jenis metode atau prosedur akuntansi yang digunakan.

Maka hal ini akan memberi peluang bagi prilaku oportunis seorang

manajer. Hal ini dimanfaatkan oleh manajer untuk memenuhi kepentingan

dirinya sendiri dan mengabaikan stakeholder.

b. Manajemen Laba Akrual

Handayani (2014) menyatakan bahwa manajemen laba dapat terjadi

karena penyusunan laporan keuangan menggunakan dasar akrual. Sistem

akuntansi akrual berdasarkan pada prinsip akuntansi yang diterima umum

memberikan kesempatan pada manajer untuk membuat pertimbangan

akuntansi yang akan member pengaruh kepada pendapatan yang

dilaporkan. Scott (2015) menjelaskan accrual discretioner (kebijakan

akuntansi akrual) yaitu suatu cara untuk mengurangi pelaporan laba yang
18

sulit dideteksi melalui manipulasi kebijakan akuntansi yang berkaitan

dengan akrual.

Menurut Azlina (2010) akrual adalah semua kejadian yang bersifat

operasioanal pada satu tahun yang berpengaruh pada arus kas termasuk

perubahan piutang dan utang serta perubahan persediaan. Maka dapat

disimpulkan bahwa manajemen laba adalah tindakan manajer yang

disengaja dalam mempengaruhi laba yang dilaporkan. Sulistiyanto (2008)

dalam Handayani (2014) menyatakan bahwa akrual merupakan selisih

antara kas masuk bersih dari hasil operasi perusahaan dengan laba yang

dilaporkan dalam laporan laba rugi, yang bisa bersifat discretionary

accruals dan nondiscretionary accruals. Akrual merupakan komponen

utama pembentuk laba dan disusun berdasarkan estimasi-estimasi tertentu

(Iranto, 2014). Menurut Iranto (2014) bahwa komponen akrual merupakan

komponen yang tidak membutuhkan bukti kas secara fisik sehingga

memepermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai

dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan. Sebagai contoh,

biaya penyusutan, untuk mengetahui biaya ini maka harus mengetahui

biaya serta umur ekonomis dan metode penyusutan yang digunakan.

Manajemen laba akrual merupakan manipulasi yang dilakukan oleh

manajemen demi mencapai tujuan tertentu yang dilakukan agar laba yang

disajikan tampak seperti yang diharapkan serta investor tetap tertarik

dengan perusahaan tersebut. Manajemen laba merupakan hasil dari proses


19

akuntansi akrual yang paling bermasalah (Wild, 2005 dalam Wiryadi dan

Sebrina, 2013). Penilaian serta estimasi yang dipakai pada akuntansi

akrual mengizinkan manajer untuk menggunakan informasi di dalam

perusahaan pengalaman mereka untuk menambah kegunaan angka

akuntansi, namun beberapa manajer menggunakan kebebasan ini untuk

mengubah angka akuntansi terutama laba untuk kepentingan pribadi

sehingga mengurangi kualitas laba (Wiryadi dan Sebrina, 2013).

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

manajemen laba merupakan tindakan yang disengaja manajer dalam

mempengaruhi laba yang dilaporkan baik itu dengan pilihan kebijakan

akuntansi maupun dengan campur tangan rekayasa manajer dalam

penyusunan laporan keuangan dan juga manajemen laba bisa terjadi

karena sistem akuntansi akrual yang memberikan peluang bagi manajer

dalam melakukan manajemen laba tanpa melanggar peraturan dengan

memanfaatkan kelemahan aturan akuntansi.

c. Pola Manajemen Laba

Menurut Scott (2003) ada beberapa pola yang sering digunakan

manajer dalam melakukan tindakan manajemen laba, yaitu:

1) Taking a bath

Pola ini terjadi ketika perusahaan harus melaporkan laba yang tinggi.

Maka manajer dipaksa melaporkan laba yang tinggi, akibatnya

manajer akan menghapus aktiva dengan asumsi laba yang akan datang
20

meningkat. Pola ini mengakui adanya biaya pada periode yang akan

datang sebagai kerugian pada periode berjalan, ketika kondisi buruk

yang tidak menguntung yang tidak dapat dihindari pada periode

tersebut. Maka manajemen harus menghapus beberapa aktiva dan

membebankan perkiraan biaya yang akan datang pada saat ini serta

melakukan clear the desk, sehingga laba yang akan dilaporkan masa

yang akan datang meningkat.

2) Income minimization

Pola ini mirip dengan “taking a bath” tetapi agak sedikit ekstrim,

yaitu dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi

dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak

berwujud serta mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya.

Pada saat profitabilitas tinggi dengan maksud tidak mendapat

perhatian secra politis. Kebijakan diambil berupa penghapusan atas

barang-barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan dan

pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan , hasil akuntansi

untuk biaya eksplorasi.

3) Income maximization

Pola ini bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi dengan

tujuan bonus yang lebih besar. Perencanaan bonus yang didasarkan

pada data akuntansi mendorong manajer untuk manipulasi data

akuntansi tersebut guna menaikkan laba untuk meningkatkan


21

pembayaran bonus tahunan. Tindakan ini dilakukan pada saat laba

menurun. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang

mungkin akan memaksimalkan pendapatan.

4) Income smoothing

Pola ini mungkin yang palin menarik. Hal ini dilakukan dengan

meratakan laba yang dilaporkan dengan tujuan pelaporan eksternal,

terutama bagi investor karena pada umumnya mereka lebih menyukai

laba yang relatif stabil.

d. Faktor-Faktor yang Memotivasi Manajemen Laba

Menurut Scott (2000) ada beberapa faktor yang mendorong ataupun

yang memotivasi manajer melakukan tindakan manajemen laba, yaitu:

1) Perencanaan Bonus

Manajer yang memiliki lebih banyak informasi terkait laba bersih

perusahaan maka akan bertindak secara oportunistik untuk melakukan

manajemen laba dengan cara memaksimalkan laba saat ini.

2) Motif Politik

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang akan

dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan biasanya cendrung

mengurangi laba perusahaan yang dilaporkan karena adanya tekanan

publik dan oleh sebab itu pemerintah menetapkan peraturan yang lebih

ketat.
22

3) Motif Pajak

Motivasi penghematan pajak dijadikan sebagai motivasi manajemen

laba yang paling nyata. Terdapat berbagai metode akuntansi yan

digunakan dengan maksud untuk penghematan pajak pendapatan.

4) Pergantian CEO

CEO yang telah mendekati masa pensiun lebih cendrung menaikkan

pendapatan utnuk meningkatkan bonus mereka dan jika kinerja

perusahaan buruk maka akan dilakukan dengan memaksimalkan

pendapatan agar tidak diberhentikan.

5) IPO (Initial Public Offering)

Informasi mengenai laba menjadi sebuah sinyal atas nilai perusahaan

pada perusahaan yang akan melakukan IPO. Berdasarkan hal ini

mengakibatkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan

manajemen laba dengan menaikkan harga saham perusahaan.

6) Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor

Mengenai informasi kinerja perusahaan maka harus disampaikan

kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan suapaya

investor tetap menilai perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik.

e. Teknik Manajemen Laba

Menurut Wolk, et al. dalam Sulistiawan (2011) secara umum terdapat

lima teknik earning management diantaranya, yaitu:

1) Mengubah Metode Akuntansi


23

Adapun metode akuntansi adalah pilihan-pilihan yang telah disediakan

oleh standar akuntansi ketika menilai asset perusahaan. Pemilihan

pada metode akuntansi tertentu akan memberikan outcome yang

berbeda, baik bagi manajemer, stakeholder, maupun pemerintah yang

mengakibatkan konflik kepentingan diantara pihak yang

berkepentingan tersebut. Namun, pemilihan metode akuntansi tertentu

yang dilakukan manajer merupakan salah satu bentuk maksimalisasi

nilai perusahaan menurut perspektifnya masing-masing serta

pemilihan metode tersebut sejalan dengan rambu-rambu yang sudah

ditetapkan.

2) Membuat Estimasi Akuntansi

Tujuan dari teknik adalah untuk mempengaruhi laba akuntansi melalui

kebijakan dalam membuat estimasi akuntansi. Cara yang digunakan

untuk mendapatkan tambahan ataupun pengurangan laba adalah

mengubah estimasi akuntansi. Perubahan ini disesuaikan dengan

kebutuhan penyajian laporan keuangan. Jika ingin menaikkan laba,

perusahaan dapat mengubah estimasi asset tetap atau asset tidak

berwujud menjadi lebih panjang. Maka hasilnya laba menjadi lebih

tinggi karena biaya penyusutan menurun.

3) Mengubah Periode Pengakuan Pendapatan dan Biaya

Teknik ini dilakukan untuk mempercepat ataupun menunda pengakuan

pendapatan dan biaya yaitu dengan cara menggeser ataupun menunda


24

biaya dan pendapatan ke periode berikutnya agar mendapatkan laba

maksimum. Biasanya teknik ini dilakukan pada perusahaan yang telah

melakukan IPO. Manajer akan mempercepat pengakuan pendapatan

periode mendatang dengan melaporkannya ke periode tahun berjalan

agar terlihat kinerja perusahaan pada tahun berjalan menjelang IPO

terlihat baik ataupun memperlihatkan laba maksimal.

4) Mereklasifikas Akun

Teknik ini dilakukan dengan cara memindahkan posisi akun dari suatu

tempat ke tempat lainnya. Sebenarnya laporan keuangan yang

disajikan sudah sama, akan tetapi laporan keuangan ini bisa

memberikan dampk interpretasi yang berbeda pada penggunanya.

Adapun implikasi dari penggunaan teknik ini maka berdampak akan

terjadinya kesalahan interpretasi laporan oleh para pengguna laporan

keuangan, terutama yang tidak memiliki pengetahuan terkait ilmu

akuntansi. Meskipun laporan laba rugi memberikan informasi lengkap,

sampai saat ini banyak para pengguna informasi laporan keuangan

yang hanya membaca bagian laba bersih saja.

5) Mereklasifikasi Akrual Diskresioner dan Akrual Nondiskresioner

Adapun defenisi akrual diskresioner adalah akrual yang dapat berubah

sesuai dengan kebijakan manajemen, seperti pertimbangan tentang

umur ekonomis asset tetap atau pertimbangan pemilihan metode

depresiasi. Sedangkan akrual nondiskresioner adalah akrual yang bisa


25

berubah bukan karena kebijakan ataupun pertimbangan pihak

manajemen, seperti perubahan piutang yang besar karena adanya

tambahan penjualan yang signifikan.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengaruh free cash flow terhadap manajemen laba

pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek indonesia sudah pernah dilakukan

oleh beberapa peneliti sebelumnya. Irawan dan Apriwenni (2021) menguji

pengaruh free cash flow, financial distress dan investment opportunity set

terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut menggunakan model analisis

regresi berganda serta populasi dari penelitian ini adalah perusahaan

infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang terdaftar di bursa efek indonesia

(BEI). Adapun hasil dari penelitian tersebut memberikan bukti bahwa free cash

flow dan investment opportunity set berpengaruh positif terhadap manajemen

manajemen laba, sedangkan financial distress tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba.

Widita (2017) menguji pengaruh corporate governance, ukuran

perusahaan dan free cash flow terhadap manajemen laba pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian tersebut diuji

menggunakan analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian membuktikan

bahwa variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan intitusional, ukuran

komite audit, ukuran perusahaan dan free cash flow berpengaruh negatif
26

signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan variabel proporsi dewan

komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.

Hutapea (2018) menguji pengaruh free cash flow, struktur kepemilikan,

dan leverage terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang

terdaftar di bursa efek indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah

metode analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan

bahwa free cash flow berpengaruh negatif signifikan, struktur kepemilikan

manajerial dan leverage berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap

manajemen laba. Sedangkan variabel struktur kepemilikan institusional hasilnya

berpengaruh positif tidak signifikan terhadap earnings management.

Barkhordar dan Tehrani (2015) judul penelitiannya “Investigating the

effect of free cash flow, dividend and financial leverage on earnings

management in listed companies in Tehran Stock Exchange”. Populasi

penelitian tersebut adalah semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek

Teheran (Iran). Teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan

metode analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan

bahwa variabel arus kas bebas, dividen dan leverage berpengaruh langsung dan

signifikan terhadap manajemen laba.

Kodriyah dan fitri (2017) menganalisis pengaruh free cash flow dan

leverage terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia. Populasi pada penelitian ini yaitu perusahaan

manufaktur sector industry dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek
27

Indonesia periode tahun 2010-2014. Data dianalisis menggunakan regresi linear

berganda. Hasil dari penelitian menunnjukkan bahwa variabel free cash flow

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan variabel leverage

tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Nazalia dan Triyanto (2018) menganalisis pengaruh free cash flow,

financial distress dan employee diff terhadap manajemen laba. Populasi

penelitian tersebut adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode

analisis regresi data panel menggunakan eviews 10. Berdasarkan hasil dari

penelitian menunjukkan bahwa free cash flow tidak berpengaruh signifikan

terhadap manajemen laba, sedangkan financial distress dan employee diff

berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.

C. Hubungan Antar Variabel

1. Free Cash Flow dengan Manajemen Laba

Adanya free cash flow penyebab terjadinya manajemen laba pada

sebuah perusahaan. Nazalia dan Triyanto (2018) menyatakan bahwa free

cash flow bisa untuk penggunaan diskresioner seperti akuisisi dan

pembelanjaan modal dengan orientasi pertumbuhan (growth oriented),

pembayaran utang dan pembagian dividen kepada pemegang saham.

Berarti hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi free cash flow yang

dimiliki perusahaan, maka perusahaan semakin sehat karena mempunyai

kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran utang kepada kreditur


28

dan juga dividen kepada pegang saham. Namun jika free cash flow yang

tersedia diperusahaan tinggi, maka semakin tinggi pula praktik manajemen

laba karena adanya indikasi mengalami konflik keagenan yang lebih besar

(Dewi dan Priyadi, 2016).

Menurut Jensen dan Meckling (1976) bahwa saat free cash flow yang

dimiliki perusahaan bukan untuk dibagikan kepada pemegang saham untuk

memaksimalkan dan penyeimbang kepentingan pemegang saham. Maka

disinilah muncul masalah keagenan antara principal dan agent. Artinya,

pemegang saham sebagai pemilik tentu ingin free cash flow dibagikan

dalam bentuk dividen agar kesejahteraannya meningkat. Akan tetapi,

manajer menginginkan free cash flow untuk memperbesar ukuran

perusahaan dengan berinvestasi melebihi ukuran optimal meskipun kondisi

perusahaan berada pada situasi over investment (investasi berlebih).

Berdasarkan teori keagenan yang menyatakan adanya konflik

kepentingan antara agent dan principal, maka adanya keinginan

manajemen untuk melakukan tindakan opportunistik untuk kepentingan

pribadinya dan mengorbankan kepentingan pemegang saham. Manajer

mungkin saja bisa menggunakan free cash flow tersebut pada proyek yang

tidak menguntungkan berdasarkan kepentingan pribadi. Maka hal ini

menyebabkan perusahaan berada pada posisi pertumbuhan yang rendah.

Maka untuk menutupi hal tersebut, manajer akan menyembunyikan

informasi atas aktivitas tersebut dengan meminimalkan pengungkapan atas


29

investasi yang tidak menguntungkan dengan cara manajer akan memilih

prosedur akuntansi untuk meningkatkan laba yang dilaporkan dengan

maksud untuk menyembunyikan dampak buruk dari investasi yang

dilakukan.

Jika dilihat pada posisi investor yang tidak mengetahui apakah proyek

tersebut memberikan keuntungan atau tidak. Maka hal ini disebabkan

investor tidak memiliki informasi yang banyak terkait kondisi perusahaan.

Maka hal ini mengakibatkan laporan keuangan yang disajikan oleh

perusahaan tidak mencerminkan keadaan yang sesungguhnya serta dapat

menyesatkan para pengguna laporan keuangan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka terlihat bahwa free cash flow

yang dimiliki perusahaan dapat memicu terjadinya manajemen laba. Hal ini

diperkuat dengan hasil penelitian Hutapea (2018) yang menemukan adanya

pengaruh negatif signifikan variabel free cash flow terhadap manajemen

laba. Hal ini mengindikasikan bahwa nilail free cash flow yang tinggi

manajer tidak akan melakukan praktik manajemen laba. Hal ini sejalan

dengan penelitian Bukit dan Nasution (2015) yang juga menyatakan hal

yang sama bahwa free cash flow berpengaruh negatif signifikan terhadap

manajemen. Namun berbeda dengan penelitian Widita (2017) yang

menyatakan bahwa free cash flow berpengaruh positif terhadap manajemen

laba. Berdasarkan teori serta penjelitian sebelumnya mengenenai pengaruh


30

free cash flow terhadap manajemen laba, maka hipotesis yang diajukan

adalah sebagai berikut:

H1 : Free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen

laba.

D. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual ini merupakan sebuah konsep untuk menjelaskan,

mengungkapkan, dan menentukan persepsi keterkaitan antara variabel-variabel

yang akan diteliti berdasarkan permasalahan maupun antara variabel yang

diteliti berpatokan dari kajian teori yang telah dikemukakan pada bab

sebelumnya.

Manajemen laba merupakan suatu tindakan yang disengaja oleh manajer

dalam mempengaruhi laporan keuangan perusahaan sesuai kepentingan

manajemer. Berdasarkan teori keagenan yang menjelaskan bahwa adanya

hubungan kontraktual antara principal dan agent sehingga menyebabkan

adanya kondisi asimetris informasi. Manajer memilik lebih banyak informasi

terkait perusahaan, sehingga hal tersebut akan memberikan peluang bagi

manajer untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui oleh

pemegang saham. Biasanya manajer melakukan praktik manajemen laba untuk

menyesatkan para pengguna laporan keuangan agar terlihat prospek perusahaan

yang bagus dimasa mendatang serta menunjukkan bahwa kinerja manajer

terlihat bagus.
31

Brigham dan Houston (2010) mendefenisikan Free cash flow yaitu arus kas

yang benar-benar tersedia untuk dibayarkan kepada investor (pemegang saham

dan kreditur) setelah perusahaan melakukan investasi pada asset tetap, produk

baru, dan modal kerja yang dibutuhkan perusahaan dalam mempertahankan

operasi yang sedang berjalan. Menurut Agustia (2013) perusahaan yang

memiliki free cash flow yang tinggi memiliki peluang yang besar dalam

melakukan praktik manajemen laba, karena perusahaan terindikasi menghadapi

masalah keagenan yang lebih besar.

Jika perusahaan memiliki surplus free cash flow tinggi maka cendrung

manajer melakukan praktik manajemen laba dengan cara meningkatkan laba

yang dilaporkan sebagai cara untuk menutupi kebijakan manajer yang kurang

efektif dan tidak optimal dalam memanfaatkan kekayaan perusaaan. Hasil

penelitian Irawan dan Apriwenni (2021) free cash flow terbukti berpengaruh

signifikan positif terhadap manajemen laba. Hal ini mengindikasikan bahwa

semakin tinggi Free cash flow yang dimiliki perusahaan, maka semakin tinggi

pula indikasi manajemen dalam melakukan manajemen laba.

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang masalah, kajian teori serta

penelitian terdahulu maka peneliti memilih satu variabel yang diduga

berpengaruh terhadap manajemen laba. Variabel terikat ( dependent variabel)

yang diteliti adalah manajemen laba, sedangkan variable bebas (independent

variable) yang dipilih yaitu free cash flow, maka kerangka konseptual yang

dapat dikembangkan sebagai berikut:


32

Earning management
Free cash flow
(manajemen laba)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Pengaruh Free Cash Flow Terhadap


Manajemen Laba

E. Hipotesis Penelitian

1. Free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap

manajemen laba

H1 : Free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap

manajemen laba.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk kedalam penelitian asosiatif. Adapun penelitian

asosiatif adalah bertujuan untuk mengetahui pengaruh atau hubungan antara dua

variabel atau lebih (Sugiyono, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

hubungan tersebut yaitu untuk menguji pengaruh free cash flow terhadap

manajemen laba.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah sekelompok orang, kejadian, maupun segala sesuatu yang

memiliki ciri-ciri tertentu (Indrianto dan Supomo, 2014). Populasi pada penelitian

ini adalah perusahaan property dan real estate yang sahamnya tercatat di Bursa

Efek Indonesia selama periode 2017-2019. Sampel adalah sebagian dari anggota

populasi yang telah dipilih (Sekaran, 2006).

C. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive

sampling. Metode purposive sampling dilakukan dengan proses pemilihan

sekelompok subjek yang didasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap

mempunyai hubungan yang erat dengan karakteristik populasi yang telah

diketahui sebelumnya, artinya unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan


28

kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian (Margono,

2004). Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk pengambilan sampel, yaitu:

1. Perusahaan jasa di sektor property dan real estate yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) berturut-turut selama tahun 2017-2019.

2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit selama

periode tiga tahun berturut-turut, yaitu periode tahun 2017-2019.

3. Perusahaan yang memiliki laba bersih positif selama periode penelitian

yaitu tahun 2017-2019.

4. Perusahaan yang memiliki data lengkap untuk digunakan dalam

perhitungan variabel penelitian.

5. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan dalam bentuk mata uang

uang rupiah.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka di dapat jumlah sampel sebanyak 20

perusahaan. Adapun rincian jumlah sampel perusahaan yang digunakan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:


29

Tabel 3.1. Sampel Penelitian

No. Keterangan Jumlah

1. Jumlah perusahaan jasa di sektor property dan real

estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)


62
selama tahun 2017-2019.
2.
Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan

yang telah diaudit secara konsisten pada tahun 2017- (18)

2019

3.
Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan

dalam satuan rupiah 0

4. Perusahaan yang tidak memiliki data lengkap untuk


(8)
digunakan dalam perhitungan variabel penelitian.
5. Perusahaan yang memiliki laba bersih negatif (rugi)
(16)
selama periode penelitian yaitu tahun 2017-2019.

Perusahaan yang digunakan untuk sampel (pertahun).


20

Perusahaan yang bias digunakan sebagai sampel


60
tahun 2017-2019 (20 x 3)
Sumber: www.idx.co.id, 2019 hasil olah data
30

D. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menggunakan jenis data

sekunder berupa annual report perusahaan jasa sektor property dan real estate

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019 yang bisa diakses

melalui website www.idx.co.id atau langsung pada alamat perusahaan yang

bersangkutan. Data dalam penelitian ini berbentuk data panel. Data panel adalah

gabungan antara time series (runtut waktu) dengan data cross section (data

silang).

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara pengambilan data dalam suatu

penelitian. Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Metode dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data yang berkaitan

dengan penelitian di berbagai sumber yang telah dipublikasi secara

resmi berupa annual report perusahaan property dan real estate yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019 serta semua data

yang dibutuhkan lainnya.

2. Metode studi pustaka, yaitu sebuah metode yang dilakukan dengan

telaah pustaka, eksplorasi dan mengkaji literatur pustaka seperti buku

ilmiah, jurnal dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian.


31

F. Defenisi Operasional Variabel dan Pengukuran

Defenisi opersional adalah defenisi yang menjelaskan karakteristik objek ke

dalam elemen-elemen yang bisa di observasi dan menyebabkan konsep dapat

diukur dan diopersionalkan ke dalam penelitian (Erlina, 2011). Adapun defenisi

operasional varibel meliputi variabel terikat (dependent variabel) dan variabel

bebas (independent variabel).

1. Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat adalah variabel yang menjadikan patokan utama pada

sebuah penelitian yang dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel

dependen pada penelitian ini adalah earnings manajement (manajemen laba).

Manajemen laba adalah suatu tindakan manajemen dalam memilih kebijakan

akuntansi melalui standar tertentu untuk mempengaruhi laba yang akan terjadi

menjadi seperti yang mereka inginkan.

Basis akrual merupakan dasar yang dipilih untuk penyusunan laporan

keuangan, karena dasar akrual dianggap lebih rasional dibandingkan basis kas.

Basis akrual lebih mampu mendeskripsikan kondisi yang sesungguhnya

bahwa hak dan kewajiban dapat diketahui melaui laporan keuangan. Namun

hal ini juga dapat memberikan peluang kepada manajemen untuk memilih

metode akuntansi yang dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang

bersangkutan untuk mensejahterakan dirinya sendiri.

Adapun variabel manajemen laba pada penelitian ini diukur

menggunakan discretionary accrual. Discretionary accrual merupakan


32

komponen akrual hasil rekayasa manajemen dengan memanfaatkan

keleluasaan ataupun kebebasan dalam estmasi dan pemakaian standar

akuntansi. Menurut Guna dan Herawaty (2010) discretionary accrual

merupakan sebuah komponen akrual yang memungkinkan manajer melakukan

intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan, sehingga hasil laba

yang disajikan dalam laporan keuangan tidak mencerminkan nilai atau kondisi

perusahaan yang sesungguhnya.

Ada lima model yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya

manajemen laba yang ditunjukkan adanya discretionary accrual. Beberapa

model tersebut yaitu, Healy Model, De Angelo Model, Jones Model, Modified

Jones Model, Industry Model. Berdasarkan model tersebut, peneliti memilih

menggunakan Modified Jones Model (1991).

Menggunakan pengukuran Modified Jones Model dianggap sebagai

model yang paling akurat dalam mendeteksi manajemen laba dan memberikan

hasil yang kuat dibandingkan dengan model lainnya (Dechow, Sloan, &

Sweeney, 1995). Penelitian yang dilakukan Dechow (1995) berhasil

melakukan modifikasi atas model Jones dengan menambah perubahan piutang

sebagai pengurang perubahan pendapatan. Perubahan piutang di masukkan

kedalam model dengan asumsi bahwa semua penjualan kredit disebabkan

adanya praktik manajemen laba, karena lebih mudah direkayasa dengan

menggunakan penjualan kredit dibandingkan dengan penjualan tunai.


33

Pengukuran Modified Jones Model didesain untuk mengurangi adanya

dugaan pada model Jones dalam kesalahan mengukur pada model

discretionary accrual saat dilakukan terhadap pendapatan. Berikut tahapan-

tahapan pengukuran discretionary accrual, yaitu:

a. Mengukur total accruals dengan menggunakan model Jones yang

dimodifikasi.

TAC = Nit – CFOit

Keterangan:

TAC : Total accrual

Nit : Laba bersih setelah pajak perusahaan i pada tahun t

CFOit : Arus kas operasi perusahaan i pada tahun t

b. Menghitung nilai total accrual yang diestimasi dengan persamaan

regresi OLS (Ordinary Least Square):

TACit 1 ΔREVit PPEit


= α1( ¿ + α2 ( ¿ + α3 ( )+e
Ait−1 Ait−1 Ait−1 Ait−1

Keterangan:

TACit : Total accrual perusahaan i pada tahun t

Ait-1 : Total aset untuk sampel perusahaan i pada tahun t-1

REVit : Perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t


34

RECit : Perubahan piutang perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t

PPEit : Aktiva tetap (property, plan and equipment) pada perusahaan

i dari tahun t

c. Menghitung nondiscretionary accruals model (NDA) adalah sebagai

berikut:

1 ΔREVit – ΔRECit PPEit


NDACit = α1 ( ) + α2 ( ) + α3 ( )+
Ait−1 Ait−1 Ait−1

Keterangan:

NDAit : Nondiscretionary accrual pada perusahaan i dari tahun t

α : Fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi pada

perhitungan total accrual

Ait-1 : Total aset perusahaan i pada tahun t-1

ΔREVit : Perubahan pendapatan bersih perusahaan i pada tahun t

ΔRECit : Perubahan piutang bersih perusahaan i pada tahun t

PPEit : Aktiva tetap (property, plan and equipment)

d. Menghitung Discretionary accrual model (DA) dengan rumus:

TACit
DACit = ( ) - NDACit
Ait−1
35

Keterangan:

DA : Discretionary accruals perusahaan i pada tahun t

TACit : Total accruals perusahaan i pada tahun t

Ait-1 = total aset perusahaan i pada tahun t-1

NDACit = nondiscretionary accruals perusahaan i pada tahun t

2. Variabel bebas (independent variabel)

Arus kas bebas adalah sisa kas yang tersedia di perusahaan setelah

mengeluarkan semua pembiayaan investasi dan modal kerja perusahaan.

Brown (1996) mengartikan Free cash flow sebagai arus kas yang dberasal dari

operasi suatu bisnis dan tersedia untuk didistrubusikan kembali kepada

pemegang saham tanpa mempengaruhi pertumbuhan saat ini. Pengukuran

variabel Free cash flow dapat dihitung menggunakan rumus yang

dikembangkan oleh Ross et al. (1999) yaitu sebagai berikut:

AKO−PM −MKB
FCF Ratio =
Total Asset

Keterangan:

FCF : Free Cash Flow

AKO : Aliran Kas Operasi pada Tahun t

PM : Perubahan Modal pada Tahun t

Pengeluaran Modal Tahun t : Aktiva Tetap Akhir – Aktiva Tetap


36

Awal

MKB : Modal Kerja Bersih pada Tahun t

Modal kerja bersih tahun t : Asset Lancar - Utang Lancar

Aliran kas operasi merupakan kas yang barasal dari aktivitas utama

pendapatan perusahaan dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas

investasi dan aktivita pendanaan. Pengeliaran modal yaitu pengeluaran bersih

pada asset tetap, yaitu asset tetap bersih akhir periode dikurangi asset tetap

bersih awal periode. Modal kerja bersih adalah selisih dari jumlah asset lancar

dengan utang lancar pada tahun yang sama. Setelah itu kemudian dinormalkan

dengan membaginya dengan total asset (Gull Tsui dalam Basuki, 2004).

G. Teknik Analisis Data

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan gambaran atau deskripsi mengenai

distribusi data yang dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, maksimum,

minimum, sum, varian, range, skewnee dan kurtosis pada masing-masing

variabel (Ghazali, 2011). Statistik deskriptif menggambarkan data menjadi

sebuah informasi yang jelas serta mudah dipahami. Data yang akan di

deskripsikan ini adalah manajemen laba dan free cash flow. Maka tujuan

penelitian ini adalah mempermudah pemahaman terhadap variabel-variabel

yang digunakan.

2. Analisis Induktif

a. Metode Estimasi Regresi Data Panel


37

Menurut Basuki (2016:274) regresi data panel merupakan suatu

teknik regresi yang menggabungkan data runtut waktu (time series)

dengan dat silang (cross section). Metode estimasi regresi dengan

menggunakan data panel yang dapat dilakukan melalui tiga pendekatan,

antara lain:

1) Common Effect Model (CEM) atau Pooled Least Square (PLS)

Merupakan pendekatan modeldata panel yang paling sederhana

karena hanya mengkombinasikan data time series dan data cross

section. Pada model tidak diperhatikan dimensi waktu maupun

individu, maka diasumsikan prilaku data perusahaan sama dalam

berbagai kurun waktu maupun individu. Metode ini dapat

menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS) atau

teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi model data panel.

Adapun modelnya sebagai berikut:

Yit : α + X1it βit + εit

Keterangan :

Y : variabel dependen

α : konstanta

X1 :
variabel independen

β : koefisien regresi

ε : error terms
38

t : periode waktu/tahun

i : cross section (individu)/perusahaan

2) Fixed Effect Model (FEM)

Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu

dapat diakomodasikan dari perbedaan intersepnya. Maka untuk

mengestimasi data panel Fixed Effect Model menggunakan

variable dummy yang menangkap perbedaan intersep antar

perusahaan . Namun demikian, slopenya sama antar perusahaan.

Model estimasi ini sering juga disebut sebagai teknik Least Square

Dummy Variable (LDSV), maka model yang digunakan:

Yit : α + iα1 + X1it βit + εit

3) Random Effect Model (REM)

Model ini untuk mengestimasi data panel dimana variabel

gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar antar

individu. Model random effect perbedaan intersep diakomodasi

oleh error terms masing-masing perusahaan. Kelebihan

menggunakan metode ini yaitu menghilangkan heteroskedastisitas.

Model ini juga disebutkan Error Component Model (ECM) atau

teknik Generalized Least Square (GLS). menggunakan model ini

sebagai berikut (Rosadi, 2012:273):

Yit : α + X1it βit + vit

vit : ci + dt + εit
39

Keterangan:

Ci : Konstanta yang bergantung pada i

Dt : Konstanta yang bergantung pada t

b. Pemilihan Model

Menurut Basuki (2016:2777), saat memilih model yang tepat

dalam mengelola data panel, maka terdapat beberpa pengujian yang bisa

dilakukan, yaitu:

1) Uji Chow

Merupakan pengujian dalam menentukan model fixed Effect atau

common effect yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi

data panel. Jika F hitung lebih besar dari F kritis maka hipotesis

nul ditolak yang artinya model yang tepat untuk regresi data

paneladalah model Fixed Effect. Hipotesis yang dibentuk pada

Uji Chow adalah sebagai berikut :

H0 : Model CEM lebih baik dibandingkan model FEM

H1 : Model FEM lebih baik dibandingkan model CEM

Maka aturan yang dipakai dalam pengambilan

Maka keputusan terhadap hipotesis sebagai berikut:


40

a) Apabila nilai

probabilitas cross section Chi-square < 0,05, maka H0

ditolak dan H1 diterima.

b) Jika nilai

probabilitas cross section Chi-square ≥ 0,05, maka H0

diterima danH1 ditolak

2) Uji Hausman

Merupakan pengujian statistik untuk memilih apakah model

Fixed Effect Model atau Random Effect yang paling tepat

digunakan. Apabila nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai

kritis Chi-Squares maka artinya model yang tepat yntuk regresi

data panel adalah model Fixed Effect. Hipotesis yang dibentuk

dalam Hausman test adalah sebagai berikut :

H0 : Model REM lebih baik dibandingkan model FEM

H1 : Model FEM lebih baik dibandingkan model REM

Maka aturan pengambilan keputsan terhadap hipotesis sebagai

berikut:

a) Apabila nilai probabilitas cross sectio random < 0,05,

maka H0 ditolak dan H1 diterima.

b) Apabila nilai probabilitas cross section random ≥ 0,05,

maka H0 diterima dan H1 ditolak.

3) Uji Lagrange Multiplier


41

Merupakan pengujian statistik untuk mengetahui apakah model

random effect lebih baik dari pada metode commont effect.

Apabila nilai LM hitung lebih besar dari nilai kritis Chi-Squares

maka artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah

model Random Effect. Hipotesis yang dibentuk dalam LM test

adalah sebagai berikut :

H0 : Model CEM lebih baik dibandingkan model REM

H1 : Model REM lebih baik dibandingkan model CEM

a) Apabila nilai probabilitas cross section Breusch-Pagan

< 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

b) Apabila nilai probabilitas cross section Breusch-Pagan

≥ 0,05, maka H0 diterima danH1 ditolak

Lebih jelasnya bentuk estimasi regresi data panel dalam

penelitian ini yaitu pengaruh free cash flow terhadap manajemen

laba dengan rincian sebagai berikut :

DAC = β0 + β1 X1it + εit

Keterangan :

Y : Manajemen Laba

X1 : Free Cash Flow

β0 : Konstanta

β1 : Koefisien estimasi free cash flow

ε : Error Term
42

3. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari

penggunaan analisis regresi pada suatu penelitian. Menurut Basuki (2016:296)

menyatakan bahwa uji asumsi klasik yang digunakan dalam regresi linear

dengan pendekatan Ordinary Least Squa (OLS) yaitu dengan uji normalitas,

uji multikoliniaritas, uji autokorelasi dan uji heterokedastisitas. Meskipun

begitu, dalam regresi data panel tidak semua uji perlu dilakukan, yaitu:

a. Karena model sudah diasumsikan bersifat linear, maka uji linearitas

tidak perlu dilakukan pada model regresi linear.

b. Pada syarat BLUE (Best Linear Unbias Estimator), uji normalitas

tidak termasuk di dalamnya dan beberapa pendapat tidak juga

mengharuskan syarat ini sebagai suatu yang wajib dipenuhi.

c. Pada dasarnya uji autokolerasi pada data yang tidak bersifat time

series (cross secyional atau panel) akan sia-sia, sebab autokolerasi

hanya akan terjadi pada data time series.

d. Pada saat yang sama model regresi linear menggunakan lebih dari

satu variabel bebas, maka perlu dilakukan uji multikolinearitas. Tapi

jika variabel bebas hanya satu, tidak mungkin terjadi multikolinearitas.

e. Kondisi data mengandung heteroskedastisitas biasanya terjadi pada

data cross section, data panel lebih dekat ke ciri data cross section

dibandingkan time series.


43

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada

model regresi data panel, uji asumsi klasik boleh yang dipakai hanya

multikolinearitas dan heteroskedastisitas saja. Menurut Basuki (2016:108)

memberikan penjelasa uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas:

a. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi

ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan

lainnya pada suatu model regresi (Ghazali, 2011). Model regresi yang

baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Metode yang digunakan

untuk uji Heteroskedastisitas yaitu Uji White, Glejser, Breusch-

Godfrey, Harvey, dan Arch. Model Memenuhi Persyaratan jika nilai

probability Chi-Squarenya melebihi nilai alpha 0,5 (Winarno,

2011:514).

b. Uji Normalitas

Uji normalitas biasanya digunakan untuk menguji apakah

residual atau varibel pengganggu memiliki distribusi normal dalam

model regresi (Ghazali, 2011). Uji normalitas bisa dilakukan dengan

melihat normal probability plot, grafik histogram dan uji non

parametrik kolmogorov-Smirnov (K-S).

4. Uji Hipotesis

a. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)


44

Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengukur sejauh

mana kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. nilai

koefisien determinasi (R2) adalah antara nol atau dan satu. Nilai (R2)

yang kecil artinya kemampuan variabel independen dalam

menjelaskan variabel dependen amat terbatas (Ghazali, 2011). Jika

nilai koefisien determinasi (R2) sama ddengan nol, maka variabel

independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Jika

nilainya mendekati angka 1, maka variabel independen berpengaruh

sempurna terhadap variabel dependen. Menggunakan model ini,

makakesalahan pengganggu diusahakan minimum sehingga (R2)

mendekati 1, sehingga perkiraan regresi akan lebih mendekati keadaan

yang sebenarnya.

b. Uji Parsial (Uji Statistik t)

Uji statistik t berguna untuk melihat pengaruh dari variabel

independen secara individual dlam menerangkan variabel dependen

(Ghazali, 2011). Jika nilai probabilitas signifikansi < 0,05, maka

variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap

variabel dependen. rumusan hipotesis yang digunakan sebagai berikut:

H0 : Variabel independen tidak berpengaruh signifikansi terhadap

variabel dependen.

Ha : Variabel independen berpengaruh signifikansi terhadap

variabel dependen.
45

Adapun kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

H0 : diterima jika tingkat signifikansi ˃ 0,05

Ha : diterima jika tingkat signifikansi ˂ 0,05


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Bursa Efek Indonesia

Pasar modal atau yang lebih dikenal dengan bursa efek telah hadir

sejak masa kolonial Belanda pada tahun 1912 di Batavia (Jawa). Pada

waktu itu pasar modal didirikan Belanda untuk kepentingan kolonia atau

VOC. Perkembangan pasar modal tidak berjalan degan baik meskipun

telah ada sejak tahun 1912, bahkan beberapa periode pasar modal

mengalami kevakuman. Hal tersebut karena ada beberapa faktor yang

salah satunya adanya isu politik perang dunia I dan II serta faktor lainnya

yang menyebabkan pasar modal harus ditutup.

Pasar modal kembali diresmikan oleh presiden Soeharto pada

tanggal 10 Agustus 1997. Pasar modal atau bursa efek dijalankan

dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Namun pada tahun

1997-1987 perdagangan di Bursa efek sangat lesu. Saat itu masyarakat

lebih memilih perbankan dibandingkan pasar modal. Kegiatan

perdagangan di Bursa efek mengalami peningkatan pada tahun 1988-

1990 setelah paket deregulasi di bidang perbankan dan pasar modal

diluncurkan. Pada tanggal 30 November 2007, Bursa Efek Surabaya


46

(BES) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) digabung serta berubah nama

menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Setelah Terbentuknya BEI, suspense perdagangan diberlakukan

pada tahub 2008 serta Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) yang

dibentuk tahun 2009. Beberapa badan lainnya juga dibentuk guna

meningkatkan aktivitas perdagangan. Salah satunya pendirian PT

Indonesian Capital Market Electronic Library (ICaMEL) pada Agustus

2011. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Securities Investor Protection

Fund (SIPF) pada tahun 2012, serta prinsip syariah dan mekanisme

perdagangan syariah juga dibentuk.

2. Gambaran Umum Perusahaan Jasa Sektor Property dan Real Estate

Perusahaan property dan real estate adalah perusahaan yang

bergerak di bidang pengembangan jasa yang memfasilitasi pembangunan

kawasan terpadu dan dinamis. Jasa yang dihasilkan dari perusahaan

property dan real estate sangat beragam. Adapun produk tersebut dapat

berupa apartemen, perumahan, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan,

rumah toko dan lain sebagainya. Menurut Mentri Perumahan Rakyat No.

05/KPTS/BKP4N/1995, properti yaitu tanah hak dan atau bangunan

permananen yang menjadi objek pemilik dan bangunan. Artinya properti

merupakan industri real estate yang diikat dengan hukum seperti sewa dan

kepemilikan.
47

Peraturan perundang-undangan Indonesia yaitu PDMN No. 5

tahun 1974 yang mengatur terkait real estate. Real estate merupakan

perusahaan properti yang bergerak pada bagian penyediaan, pengadaan,

serta pematangan tanah bagi keperluan usaha-usaha industry, termasuk

sektor pariwisata. Perusahaan property dan real estate memiliki aktivitas

berbagai macam. Secara umum, aktivitas perusahaan property dan real

estate meliputi:

a. Bertindak sebagai nama pemilik dalam berbagai hal mengenai

pemeliharaan serta pengelolaan baik rumah tinggal, apartemen,

dan bangunan lainnya.

b. Perusahaan property dan real estate bertindak untuk mengelola

proyek-proyek bangunan serta pengembangan, seperti

pemeliharaan dan perbaikan gedung.

c. Bergerak dibidang pengembangan dan pembangunan dengan

melakukan investasi melalui anak perusahaan.

d. Usaha kontruksi serta pembangunan dan perdagangan umum.

e. Persewaan kantor, pusat perbelanjaan (mall, plaza), apartemen,

hotel, pembangunan perumahan beserta fasilitasnya.

f. Menjalankan usaha dibidang kawasan industri serta berbagai

sarana penunjangnya, misalnya pembangunan perumahan,

apartemen, perkantoran, pembangunan dan pengelolaan instalasi


48

air bersih, limbah, telepon, listrik, penyedia fasilitas olahraga dan

rekreasi di kawasan industry serta ekspor dan impor barang.

g. Pengembangan kota, dengan pengembangan kawasan perumahan

dan industri , pembangunan infrastruktur dan faasilitas umum

penyedia jasa-jasa pendukung.

h. Pengembangan real estate, golf, dan country club, serta kantor

dan perdagangan.

i. Pengelolaan fasilitas rekreasi dan restoran.

Perusahaan property dan real estate mengalami perkembangan

setiap tahunnya, sehingga jumlahnya property dan real estate menjadi

beberapa bidang usaha yang berbeda. Berikut jenis usaha property dan

real estate, yaitu:

a. Penilaian, yaitu profesional penilaian layanan.

b. Brokerages, yaitu membantu pembeli dan penjual dalam

bertransaksi.

c. Pengembangan, yaitu meningkatkan lahan untuk penggunaan

dengan menambahkan atau mengganti bangunan.

d. Manajemen property, yaitu mengelola property untuk pemiliknya.

e. Layanan relokasi, yaitu relokasi orang atau usaha negara yang

berbeda.
49

B. Deskriptif Variabel Penenelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris mengenai

pengaruh free cash flow terhadap manajemen laba. Adapun populasi yang

digunakan pada penelitian ini adalah adalah perusahaan jasa sektor property

dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019.

Sampel diperoleh dengan dengan menggunakan metode purposive sampling,

maka diperoleh sebanyak 20 perusahaan jasa sektor property dan real estate

yang dijadikan sampel.

1. Manajemen Laba (Y)

Manajemen laba merupakan tindakan yang disengaja oleh

manajer dalam mempengaruhi laporan keuangan perusahaan sesuai

kepentingan manajer. Adapun pengukuran yang digunakan dalam

pengukuran menghitung manajemen laba adalah modified jones

model. Manajemen laba sebagai variabel bebas dalam penelitian

diproksikan dengan discretionary accrual (DAC). Maka pengukuran

variabel manajemen laba menurut modified jones model bisa dilakukan

dengan urutan sebagai berikut (Sulistiyanto, 2008):

a. Mengukur total accruals dengan menggunakan model Jones

yang dimodifikasi.

TAC = Nit – CFOit

Keterangan:
50

TAC : Total accrual

Nit : Laba bersih setelah pajak perusahaan i pada tahun t

CFOit : Arus kas operasi perusahaan i pada tahun t

b. Menghitung nilai total accrual yang diestimasi dengan

persamaan regresi OLS (Ordinary Least Square):

TACit 1 ΔREVit P PEit


= α1( ¿ + α2 ( ¿ + α3 ( )+e
Ait−1 Ait−1 Ait−1 Ait−1

Keterangan:

TACit : Total accrual perusahaan i pada tahun t

Ait-1 : Total aset untuk sampel perusahaan i pada tahun t-1

∆REVit: Perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke

tahun t

PPEit : Aktiva tetap (property, plan and equipment) pada

perusahaan i dari tahun t

c. Menghitung nondiscretionary accruals model (NDA) adalah

sebagai berikut:

1 ∆ REVit – ∆ RECit PPE


NDACit = α1 ( ) + α2 ( ) + α3 ( )+e
Ait−1 Ait−1 Ait−1

Keterangan:
51

NDAit : Nondiscretionary accrual pada perusahaan

dari tahun t

α : Fitted coefficient yang diperoleh dari hasil

regresi pada perhitungan total accrual

Ait-1 : Total aset perusahaan i pada tahun t-1

ΔREVit : Perubahan pendapatan bersih perusahaan i

pada tahun t

ΔRECit : Perubahan piutang bersih perusahaan i pada

tahun t

PPEit : Aktiva tetap (property, plan and equipment)

d. Menghitung Discretionary accrual model (DA) dengan rumus:

TACit
DACit = ( ) - NDACit
Ait−1

Keterangan:

DA : Discretionary accruals perusahaan i pada tahun t

TACit : Total accruals perusahaan i pada tahun t

Ait-1 : Total aset perusahaan i pada tahun t-1

NDACit: Nondiscretionary accruals perusahaan i pada tahun t

Contoh perhitungan manajemen laba pada salah satu perusahaan

property dan real estate. Data diambil dari laporan keuangan


52

perusahaan property dan real estate. Salah satu perusahaan yang

dipilih adalah PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN) tahun 2019,

berikut perhitungannya:

1) Mengukur total accruals

TAC = 548.538.232.000 – 608.051.398.000

= - 59.513.166.000

2) Nilai total accrual yang diestimasi dengan persamaan regresi

OLS (Ordinary Least Square):

TACit 1
= α1 ( ¿ + α2 (
Ait−1 15.143.755 .490 .000

34.143.116 .000
¿
15.143.755 .490 .000

398.030 .725 .000


+ α3 ( )+e
15.143.755 .490 .000

= - 0,0039298816

Setelah dilakukan regresi dengan program Eviews maka

diperoleh koefisien α1 = 177000000, α2 = - 0,045749 dan α3 = -

0,106164.

3) Menghitung Nondiscretionary Accruals Model (NDA), sebagai

berikut:

1
NDACit = 177000000 ( )+
15.143.755 .490 .000
53

34.143.116 .000 – (−8.594 .507.000)


- 0,045749 (
15.143.755 .490 .000

)+

398..030 .725 .000


- 0,106164 ( )+e
15.143.755 .490 .000

= - 0,002907782

4) Menghitung Discretionary accrual model (DA), yaitu:

TACit
DACit = ( ) – NDACit
A it −1

= - 0,0039298816 – ( - 0,002907782)

= - 0,001

Jadi, dapat dikatakan bahwa PT Plaza Indonesia Realty Tbk

(PLIN) tahun 2019 melakukan manajemen laba sebesar - 0,001 atau -

0,1% dengan cara menurunkan laba sebesar 0,01. Hal ini

mengindikasikan bahwa tingkat manajemen laba perusahaan ini

tergolong rendah di tahun 2019. Berikut ini data Discretionary

accrual dari perusahaan jasa property dan real estate yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019.


54

Table 4.1
Data Discretionary accrual
Tahun 2017-2019

KOD
NO. Nama Perusahaan 2017 2018 2019
E
Aksara Global Development
1 GAMA Tbk 0.064 -0.025 0.014
2 ASRI Alam Sutera Realty Tbk -0.013 -0.012 -0.027
Bekasi Fajar Industrial Estate
3
BEST Tbk -0.039 -0.044 0.064
4 BCIP Bumi Citra Permai Tbk 0.080 0.053 0.028
5 FMII Fortune Mate Indonesia Tbk -0.026 -0.032 -0.011
6 FORZ Forza Land Indonesia Tbk 0.203 0.208 0.086
7 GWSA Greenwood Sejahtera Tbk 0.051 0.053 0.042
8 DILD Intiland Development Tbk 0.070 0.019 0.106
9 JRPT Jaya Real Property Tbk 0.062 0.002 0.057
Kawasan Industri Jababeka
10 KIJA Tbk -0.020 0.013 -0.001
11 LPCK Lippo Cikarang Tbk -0.054 0.219 0.067
12 MDLN Modernland Realty Tbk 0.102 0.053 0.013
Mega Manunggal Property
13 MMLP Tbk 0.078 0.028 0.023
14 MTLA Metropolitan Land Tbk 0.120 0.221 0.018
15 GPRA Perdana Gapuraprima Tbk 0.020 0.031 0.036
16 PLIN Plaza Indonesia Realty Tbk -0.019 0.006 -0.001
17 PWON Pakuwon Jati Tbk -0.001 0.030 0.067
18 PPRO PP Properti Tbk 0.067 0.061 0.049
19 RDTX Roda Vivatex Tbk -0.002 0.006 -0.014
20 SMRA Summarecon Agung Tbk 0.046 0.040 0.007
Rata-Rata 0.038 0.050 0.032
Maximum 0.203 0.221 0.106
Minimum -0.054 -0.044 -0.027

Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2021


55

Berdasarkan tabel 4.1 perhitungan manajemen laba dengan

metode Jones modifikasi, maka dapat dilihat rat-rata discretionary

accrual perusahaan jasa sector property dan real estate selama tahun

2017-2019 mengalami fluktuasi. Maka dapat dilihat bahwa

discretionary accrual perusahaan rata-rata bernilai positif, artinya

perusahaan cendrung melakukan praktik manajemen laba dengan cara

menaikkan laba (income maximamization). Selain itu, ada juga yang

bernilai negatif. Artinya, perusahaan tersebut lebih cendrung

melakukan penurunan laba (income minimization). Berdasarkan

keadaan tersebut maka diindikasikan bahwa setiap perusahaan

mengalami perubahan kebijakan akunansi dan standar operasional

yang berpengaruh terhadap laba sebagaimana yang erlihat pada table

diatas.

Berdasarkan data dari table diatas, pada tahun 2017 rata-rata

discretionary accruals seluruh perusahanan yang dijadikan sampel

sebesar 0,038 atau sebesar 4%. Maka dapat disimpulkan bahwa rata-

rata perusahaan melakukan praktik manajemen laba dengan cara

menaikkan laba sebesar 4% pada laporan keuangan yang tindakan ini

lebih dikenal dengan istilah income maximamization. Pada tahun 2018

rata-rata discretionary accruals seluruh perusahanan yang dijadikan

sampel sebesar 0,050 atau sebesar 5%. Maka dapat disimpulkan bahwa

rata-rata perusahaan melakukan praktik manajemen laba dengan cara


56

menaikkan laba sebesar 5% pada laporan keuangan yang tindakan ini

lebih dikenal dengan istilah income maximamization. Pada tahun 2019

rata-rata discretionary accruals seluruh perusahanan yang dijadikan

sampel sebesar 0,032 atau sebesar 3%. Maka dapat disimpulkan bahwa

rata-rata perusahaan melakukan praktik manajemen laba dengan cara

menaikkan laba sebesar 3% pada laporan keuangan yang tindakan ini

lebih dikenal dengan istilah income maximamization. .

Perusahaan yang memiliki nilai discretionary accruals dengan

menaikkan laba tertinggi pada tahun 2017 adalah PT Forza Land

Indonesia Tbk sebesar 0,203 atau sebesar 20%, pada tahun 2018

adalah PT Metropolitan Land Tbk yaitu sebesar 0,221 atau sebesar

22%, pada tahun 2018 adalah PT Intiland Development Tbk yaitu

sebesar 0,106 atau sebesar 11%.

Perusahaan yang memiliki nilai discretionary accruals dengan

menurunkan laba tertinggi pada tahun 2017 adalah PT Lippo Cikarang

Tbk sebesar -0,054 atau sebesar -5%, pada tahun 2018 adalah PT

Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk yaitu sebesar -0,44 atau sebesar

-4%, pada tahun 2019 adalah PT Alam Sutera Realty Tbk yaitu

sebesar -0,027 atau sebesar -3%.

Pengukuran manajemen laba yang menggunakan proxy

discretionary accruals menunjukkan arah dari praktik manajemen laba

apakah menaikkan laba atau menurunkan laba, sehingga pada


57

penelitian ini tidak dapat dilihat intensitas manajemen laba yang

dilakukan perusahaan. Kondisi ini menyebabkan pengukuran

manajemen laba mengggunakan nilai absolute dari discretionary

accruals guna mengetahui besaran intensitas manajemen laba yang

dilakukan perusahaan.

Table 4.1
Data Discretionary accrual
Tahun 2017-2019
NO. KODE Nama Perusahaan 2017 2018 2019
1 GAMA Aksara Global Development Tbk 0.064 0.025 0.014
2 ASRI Alam Sutera Realty Tbk 0.013 0.012 0.027
Bekasi Fajar Industrial Estate
3
BEST Tbk 0.039 0.044 0.064
4 BCIP Bumi Citra Permai Tbk 0.080 0.053 0.028
5 FMII Fortune Mate Indonesia Tbk 0.026 0.032 0.011
6 FORZ Forza Land Indonesia Tbk 0.203 0.208 0.086
7 GWSA Greenwood Sejahtera Tbk 0.051 0.053 0.042
8 DILD Intiland Development Tbk 0.070 0.019 0.106
9 JRPT Jaya Real Property Tbk 0.062 0.002 0.057
10 KIJA Kawasan Industri Jababeka Tbk 0.020 0.013 0.001
11 LPCK Lippo Cikarang Tbk 0.054 0.219 0.067
12 MDLN Modernland Realty Tbk 0.102 0.053 0.013
13 MMLP Mega Manunggal Property Tbk 0.078 0.028 0.023
14 MTLA Metropolitan Land Tbk 0.120 0.221 0.018
15 GPRA Perdana Gapuraprima Tbk 0.020 0.031 0.036
16 PLIN Plaza Indonesia Realty Tbk 0.019 0.006 0.001
17 PWON Pakuwon Jati Tbk 0.001 0.030 0.067
18 PPRO PP Properti Tbk 0.067 0.061 0.049
19 RDTX Roda Vivatex Tbk 0.002 0.006 0.014
20 SMRA Summarecon Agung Tbk 0.046 0.040 0.007
Rata-Rata 0.057 0.060 0.038
Maximum 0.203 0.221 0.106
Minimum 0.001 0.002 0.001
Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2021
58

Berdasarkan data dari tabel diatas maka dapat diketahui bahwa

manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada tahun 2017-2019

cukup bervariasi. Adapun manajemen laba maksimum terjadi pada

tahun 2018 pada perusahaan PT Metropolitan Land Tbk sebesar 0,221

atau 22%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2018

praktik manajemen laba tertinggi pada perusahaan jasa property dan

real estate dilakukan oleh perusahaan sehingga mengakibatkan

tingginya risiko informasi yang berdampak pada informasi yang

disajikan pada laporan keuangan yang tidak akurat. Sedangkan

manajemen laba dengan nilai terendah terjadi pada perusahaan PT

Kawasan Industri Jababeka Tbk sebesar 0,001 atau 0,01%. Hal ini

menunjukkan bahwa perusahaan tersebut melakukan praktik

manajemen laba yang relatif kecil sehingga risiko informasi dapat

diminimalisasikan.

2. Free Cash Flow (X)

Arus kas bebas sebagai sisa kas yang dimiliki perusahaan

setelah perusahaan mengeluarkan semua pembiayaan investasi dan

modal kerja untuk aktivitas operasional perusahaan. Maka pengukuran

variabel Free cash flow dapat dihitung menggunakan rumus yang telah

dikembangkan oleh Ross et al. (1999) yaitu sebagai berikut:


59

C FO−PM −M KB
FCF Ratio =
T OTAL ASET

Keterangan:

FC = Free Cash Flow

AKO = Aliran Kas Operasi pada Tahun t

PM = Perubahan Modal pada Tahun t

PMt = Aktiva Tetap Akhir – Aktiva Tetap Awal

MKB = Modal Kerja Bersih pada Tahun t

MKBt = Aset Lancar – Utang Lancar

Contoh perhitungan rasio free cash flow pada salah satu

perusahaan property dan real estate. Data diambil dari laporan

keuangan perusahaan property dan real estate. Salah satu perusahaan

yang dipilih adalah PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN) tahun

2019, berikut perhitungannya:

Diketahui:

Aliran kas operasi = 608,051,398,000

Asset tetap bersih akhir = 398,030,725,000

Asset tetap bersih awal = 781,871,305,000

Asset lancar = 956,474,290,000

Utang lancar = 582,233,582,000

Total asset = 12,548,031,316,000


60

Berdasarkan data diatas, maka dapat dipindahkan kedalam rumus

untuk mengetahui rasio free cash flow pada PT Plaza Indonesia Realty

Tbk (PLIN) tahun 2019, berikut perhitungannya:

PMt : Aktiva Tetap Akhir – Aktiva Tetap Awal

: 398,030,725,000 - 781,871,305,000

: - 383,840,580,000

MKBt = Aset Lancar – Utang Lancar

= 956,474,290,000 - 582,233,582,000

= 374,240,708,000

FCF Ratio =

608,051,398,000−(−383,840,580,000 )−374,240,708,000
12,548,031,316,000

= 0,049 atau 5%

Jadi, dapat dikatakan bahwa PT Plaza Indonesia Realty Tbk

(PLIN) tahun 2019 memiliki free cash flow sebesar 0,049 atau 5%.

Adapun tanda positif ini menunjukkan bahwa berlebihnya sisa dana

(free cash flow) yang dimiliki perusahaan. Berikut ini data free cash
61

flow dari perusahaan jasa property dan real estate yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019.

Table 4.3
Rasio Free Cash Flow
Tahun 2017-2019
NO. KODE Nama Perusahaan 2017 2018 2019
Aksara Global Development
1 GAMA Tbk -0.057 0.031 -0.009
2 ASRI Alam Sutera Realty Tbk 0.088 0.065 0.077
Bekasi Fajar Industrial Estate
3
BEST Tbk 0.122 0.111 -0.003
4 BCIP Bumi Citra Permai Tbk -0.009 0.011 -0.000
5 FMII Fortune Mate Indonesia Tbk 0.015 0.034 0.016
6 FORZ Forza Land Indonesia Tbk -0.327 -0.181 -0.084
7 GWSA Greenwood Sejahtera Tbk -0.020 -0.019 -0.022
8 DILD Intiland Development Tbk -0.040 -0.002 -0.071
9 JRPT Jaya Real Property Tbk 0.062 0.096 0.039
Kawasan Industri Jababeka
10 KIJA Tbk 0.055 0.011 0.030
11 LPCK Lippo Cikarang Tbk 0.275 -0.051 -0.020
12 MDLN Modernland Realty Tbk -0.046 0.044 0.021
Mega Manunggal Property
13 MMLP Tbk -0.002 0.022 0.020
14 MTLA Metropolitan Land Tbk 0.016 0.101 0.072
15 GPRA Perdana Gapuraprima Tbk 0.006 0.007 0.001
16 PLIN Plaza Indonesia Realty Tbk 0.031 0.037 0.049
17 PWON Pakuwon Jati Tbk 0.096 0.094 0.067
18 PPRO PP Properti Tbk 0.005 -0.001 -0.010
19 RDTX Roda Vivatex Tbk 0.111 0.101 0.096
20 SMRA Summarecon Agung Tbk -0.018 -0.005 0.020
Rata-Rata 0.022 0.020 0.015
Maximum 0.275 0.111 0.096
Minimum -0.327 -0.181 -0.084

Sumber: Hasil olahan data sekunder


62

Berdasarkan data diatas, dapat terlihat bahwa seberapa besar

free cash flow yang dimiliki perusahaan jasa sektor property dan real

estate yang diteliti. Pada tahun 2017 rata-rata free cash flow yaitu

0,0221 atau 2%, tahun 2018 sebesar 0,0205 atau 2% serta free cash

flow tahun 2019 sebesar 0,0158 atau 2%. Artinya rata-rata nilai free

cash flow dari tahun 2107, 2018 dan 2019 mengalami sedikit

penurunan. Adapun tanda positif ini menunjukkan bahwa berlebihnya

sisa dana (free cash flow) yang dimiliki perusahaan. Jumlah free cash

flow tertinggi pada tahun 2017 terdapat pada PT Lippo Cikarang Tbk

sebesar 0,2755 atau 28%. Jumlah free cash flow tertinggi pada tahun

2018 terjadi pada PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk sebesar 0,111

atau 11%. Selanjutnya, free cash flow tertinggi pada tahun 2019

terdapati pada PT Roda Vivatex Tbk yaitu sebesar 0,0961 atau 10%.

Free cash flow dari 3 tahun tersebut yang tertinggi terjadi pada PT

Lippo Cikarang Tbk sebesar 0,2755 atau 28%.

Nilai Free cash flow minimum terjadi pada tahun 2017 sebesar

-0,3279 atau -33% , tahun 2018 sebesar -0,1817 atau -18%, serta

tahun 2019 sebesar -0,0844 atau -8%. Ketiga tahun tersebut terjadi

pada perusahaan Forza Land Indonesia Tbk. Adapun tanda negatif, ini

menunjukkan bahwa kurangnya sisa dana (free cash flow) yang

dimiliki perusahaan.
63

C. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisis Deskriptif

Setelah data seluruh variabel penelitian berhasil diperoleh, maka

tahapan pengolahan data dapat segera dilaksanakan. Proses pengolahan

data dilakukan dengan bantuan aplikasi Eviews 10. Berdasarkan data

yang diolah, dapat ditampilkan ringkasan statistik deskriptif dari

masing-masing variabel penelitian yang digunakan sebagaimana pada

tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

DACIT FCF
 Mean  0.039065  0.017914
 Median  0.029367  0.015753
 Maximum  0.221166  0.275463
 Minimum -0.054044 -0.327908
 Std. Dev.  0.061083  0.079006
 Skewness  1.359587 -1.000810
 Kurtosis  5.071415  9.362644

 Jarque-Bera  29.21167  111.2243


 Probability  0.000000  0.000000

 Sum  2.343900  1.074850


 Sum Sq.  0.220138  0.368275
Dev.

 Observation  60  60


s
Sumber: Output Aplikasi Eviews 10 (data diolah)
64

Berdasarkan tabel 4.4 di aats diperoleh statistik deskriptif variabel

penelitian berupa nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar

deviasi variabel managemen laba dan free cash flow. Nilai minimum dan

maksimum variabel managemen laba masing-masing sebesar -0,054044

dan 0,221166. Sementara nilai minimum dan maksimum variabel free

cash flow masing-masing sebesar -0,327908 dan 0,275463. Nilai rata-

rata variabel managemen laba sebesar 0,039065, sementara variabel free

cash flow sebesar 0,0179. Nilai standar deviasi variabel managemen laba

sebesar 0,061 dan variabel free cash flow sebesar 0,079.

2. Pemilihan Model Regresi Data Panel

Kriteria untuk memilih model mana yang paling tepat dalam

menganalisa data panel dalam penelitian ini, maka perlu dilakukan

pemilihan model regresi data panel. Pemilihan model regresi data panel

dilakukan dengan pengujian berikut:

a. Uji Chow (Chow Test)

Uji Chow merupakan pengujian untuk menentukan model

fixed effects atau common effects yang paling tepat digunakan

dalam mengestimasi data panel. Hipotesis dalam Uji Chow adalah

sebagai berikut:

H0 = Common Effects Model

Ha = Fixed Effects Model


65

Dasar penolakan terhadap hipotesis diatas adalah dengan

membandingkan perhitungan F-statistik dengan F-tabel. Apabila

hasil F-statistik lebih besar (>) dari F-tabel (atau jika p-value< α),

maka H0 ditolak, yang berarti model yang paling tepat digunakan

adalah Fixed Effects Model. Begitupun sebaliknya, jika F-statistik

lebih kecil (<) dari F-tabel (atau jika p-value> α), maka H0

diterima, dan model yang digunakan adalah Common Effects

Model. Hasil Uji Chow didapat sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil Uji Chow

Redundant Fixed Effects


Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic   d.f.  Prob. 

Cross-section
F 3.269710 (19,39) 0.0009
Cross-section
Chi-square 57.167441 19 0.0000

Sumber: Output aplikasi Eviews 10.

Berdasarkan hasil Uji Chow pada Tabel 4.5 di atas, dapat

diketahui bahwa probabilitas Chi-square adalah 0,000 lebih kecil

dari α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan

model Fixed Effecst lebih tepat dibandingkan dengan model

Common Effect. Ketika model yang terpilih adalah Fixed Effects


66

maka perlu dilakukan uji berikutnya, yaitu Uji Hausman

(Hausman Test).

b. Uji Hausman (Hausman Test)

Uji Hausman merupakan pengujian statistik untuk memilih

apakah model fixed effects atau random effects yang paling tepat

digunakan. Uji Hausman menggunakan nilai Chi Square (χ2)

sehingga keputusan pemilihan metode data panel dapat ditentukan

secara statistik. Uji Hausman dilakukan dengan hipotesis sebagai

berikut:

H0 = Random Effects Model

Ha = Fixed Effects Model

Jika hasil Uji Hausman lebih besar (>) dari nilai Chi Square

(χ2), maka H0 ditolak, yang berarti model yang paling tepat

digunakan adalah Fixed Effects Model. Sebaliknya, jika hasil Uji

Hausman lebih kecil (<) dari nilai Chi Square (χ2), maka H0

diterima, dan model yang digunakan adalah Random Effects

Model. Hasil Uji Hausman didapat sebagai berikut:

Tabel 4.6 Hasil Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. 
67

Cross-section random 1.246376 1 0.2642

Sumber: Output aplikasi Eviews 10

Berdasarkan hasil Uji Hausman pada Tabel 4.6 di atas, dapat

diketahui bahwa nilai probabilitas Chi-square adalah 0,2642 lebih

besar dari 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima, dan

model yang lebih tepat digunakan adalah model random effects.

3. Hasil Uji Asumsi Klasik

Uji Asumsi klasik dilakukan untuk memastikan regresi yang

dilakukan akan memberikan hasil yang BLUE (Best Linear Unbiased

Estimator). Asumsi yang harus terpenuhi dalam analisis regresi adalah

sebagai berikut (Gujarati, dalam Basuki dan Prawoto, 2016):

a. Hasil Uji Normalitas Data

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi, variabel dependen dan independen keduanya

mempunyai distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2011). Model

regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau

mendekati normal. Uji normalitas data dapat ditempuh dengan Uji

Jarque-Berra (J-B test). Keputusan uji diambil dengan

membandingkan nilai hitung Jarque-Berra dengan Chi Square (χ2)

tabel pada tingkat α 5%. Nilai residual dikatakan berdistribusi


68

normal jika diperoleh nilai hitung Jarque-Berra lebih kecil dari

Chi Square (χ2) tabel atau apabila uji tidak signifikan (memiliki

nilai probability lebih besar dari 0,05). Hasil Uji Normalitas

dengan Uji Jarque-Berra adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan J-B Tes (awal)


24
Series: Standardized Residuals
20 Sample 2017 2019
Observations 60
16
Mean 1.87e-17
Median -0.010884
12
Maximum 0.228481
Minimum -0.066934
8
Std. Dev. 0.046646
Skewness 2.459324
4 Kurtosis 11.92878

0 Jarque-Bera 259.7904
-0.05 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25
Probability 0.000000

Sumber: Output aplikasi Eviews 10

Perhatikan Gambar 4.1 diatas, bahwa nilai probability (0,000)

lebih kecil dari tingkat signifikansi yakni, 0,05, sehingga asumsi

normalitas residual belum terpenuhi. Untuk mengatasi masalah ini,

maka dilakukan screening terhadap data penelitian, untuk

mendeteksi apakah terdapat data pencilan (outlier). Berikut hasiol

uji normalitas setelah membuang outlier:


69

Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Menggunakan J-B Tes (akhir)


12
Series: Standardized Residuals
10 Sample 2017 2019
Observations 58
8
Mean 0.000306
Median -0.005068
6
Maximum 0.087067
Minimum -0.060198
4
Std. Dev. 0.030639
Skewness 0.534191
2 Kurtosis 3.246681

0 Jarque-Bera 2.905542
-0.06 -0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08
Probability 0.233921

Perhatikan Gambar 4.2 diatas, bahwa nilai probability (0,233)

lebih besar dari tingkat signifikansi yakni, 0,05, sehingga asumsi

normalitas residual telah terpenuhi.

b. Hasil Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1

(sebelumnya). Autokeralasi muncul karena observasi yang

berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah

ini timbul karena adanya residual (kesalahan pengganggu) tak

bebas dari suatu observasi ke observasi lainnya (Ghozali, 2011).

Uji Durbin-Watson (DW Test) digunakan untuk mendeteksi

ada atau tidaknya autokorelasi. Pengujian ini dilakukan dengan


70

membandingkan nilai statistik Durbin-Watson dari hasil regresi

dengan nilai tabel Durbin-Watson. Hipotesis yang akan diuji

adalah sebagai berikut:

H0 = Tidak ada autokorelasi

Ha = Ada autokorelasi

Hasil Uji Autokeralasi dengan DW Test adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hasil Uji Autokorelasi dengan DW Test


Dependent Variable: DACIT
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 08/12/21 Time: 16:58
Sample: 2017 2019
Periods included: 3
Cross-sections included: 20
Total panel (unbalanced) observations: 58
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.  

FCF 0.535166 0.055289 9.679357 0.0000


C 0.041972 0.005511 7.616716 0.0000

Effects Specification
S.D.   Rho  

Cross-section random 0.019196 0.3720


Idiosyncratic random 0.024940 0.6280

Weighted Statistics

R-squared 0.630418    Mean dependent var 0.019717


Adjusted R-squared 0.623818    S.D. dependent var 0.040224
S.E. of regression 0.024700    Sum squared resid 0.034164
F-statistic 95.52239    Durbin-Watson stat 1.999184
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.648589    Mean dependent var 0.032820


71

Sum squared resid 0.053513    Durbin-Watson stat 1.276348


Sumber: Output Eviews 10

Perhatikan bahwa karena nilai durbin watson statisitik (1,276)

tidak berada dalam rentang pengujian tidak ada autokorelasi -2<

dw<2. Maka asumsi non autokorelasi telah terpenuhi.

c. Hasil Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamataan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual

satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas, tidak

heteroskedastisitas (Ghozali, 2011).

Heteroskedastisitas ditandai dengan adanya sebaran titik dalam

grafik analisis residual (scatter plot) tidak menyebar secara acak

(systematic pattern) di sekitar 0 (around zero). Jika sebaran titik

dalam grafik analisis residual (scatter plot) menyebar secara acak

(unsystematic pattern) di sekitar 0 (around zero), maka indikasi

tidak terjadi heteroskedastisitas.

Selain itu, heteroskedastisitas juga dapat diketahui melalui uji

Glejser. Jika probabilitas signifikansi masing-masing variabel

independen > 0,05, maka dapat disimpulkan tidak terjadi


72

heteroskedastisitas dalam model regresi (Ghozali, 2011). Hasil uji

heteroksedastisitas adalah sebagai berikut:

Gambar 4.3 Hasil Uji Heterokedastisitas dengan


Grafik Analisis Residual
.3

.2

.1
.12
.0
.08
-.1
.04
-.2
.00

-.04

-.08

- 18
- 17
- 19
- 18
- 17
- 19
- 18
- 17
- 19
- 18
- 17
- 19
- 18
- 17
- 19
- 17
- 19
- 18
- 17
- 19
- 18
- 17
- 19
- 18
- 17
- 19
- 18
- 17
- 19
10
11
11
12
13
13
14
15
15
16
17
17
18
19
19
1
2

5
5

7
8
9
1

3
3
4

6
7

Residual Actual Fitted

Sumber: Output aplikasi Eviews 10

Perhatikan bahwa pada Gambar 4.3 di atas, diduga tidak terjadi

heteroskedastisitas. Hal ini dapat dilihat dari sebaran titik dalam

grafik analisis residual menyebar secara acak (systematic pattern)

di sekitar 0 (around zero), maka indikasinya tidak terjadi

heteroskedastisitas. Alternatif lain untuk melakukan uji

heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan Uji likelihood

rasio (LR). Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji LR adalah

sebagai berikut:
73

Tabel 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji LR


Panel Period Heteroskedasticity LR Test
Null hypothesis: Residuals are homoskedastic
Equation: UNTITLED
Specification: DACIT FCF C

Value Df Probability
Likelihood ratio  0.062156  20  1.0000

LR test summary:
Value Df
Restricted LogL  120.3792  56
Sumber; Output aplikasi Eviews 10

Tabel 4.8 menunjukkan nilai likelihood ratio sebesar 1,000 lebih

besar dari 0.05, maka asumsi heteroskedastisitas telah terpenuhi.

4. Hasil Pengujian Hipotesis

a. Persamaan Regresi Data Panel

DAC = β0 + β1 X1it + ε

Tabel 4.9 Persamaan Regresi Data Panel dengan Random


Effects Method

Dependent Variable: DACIT


Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 08/12/21 Time: 17:01
Sample: 2017 2019
Periods included: 3
Cross-sections included: 20
Total panel (unbalanced) observations: 58
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.  


74

FCF 0.535166 0.055289 9.679357 0.0000


C 0.041972 0.005511 7.616716 0.0000

Effects Specification
S.D.   Rho  

Cross-section random 0.019196 0.3720


Idiosyncratic random 0.024940 0.6280

Weighted Statistics

R-squared 0.630418     Mean dependent var 0.019717


Adjusted R-squared 0.623818     S.D. dependent var 0.040224
S.E. of regression 0.024700     Sum squared resid 0.034164
F-statistic 95.52239     Durbin-Watson stat 1.999184
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.648589     Mean dependent var 0.032820


Sum squared resid 0.053513     Durbin-Watson stat 1.276348

Sumber: Output Eviews 8

Berdasarkan kolom Coefficient pada Tabel 4.9, maka dapat ditulis

persamaan regresi sebagai berikut:

DAC¿ 0,041972+0,535166 X 1+e

Berdasarkan persaman regresi tersebut, dapat dijelaskan bahwa:

1) Konstanta C sebesar 0,041972 menunjukkan bahwa jika nilai

dari variabel independen, yakni free cash flow, adalah

konstan (0), maka nilai variabel dependen managemen laba

(Y) adalah sebesar 0,041972.

2) Koefisien regresipositif variabel independen free cash flow

(X1) menunjukkan bahwa free cash flow memiliki hubungan


75

positif terhadap managemen laba. Koefisien regresi sebesar

0,535166 artinya setiap peningkatan nilai free cash flow

sebesar 1 satuan, maka manajemen laba pada perusahaan jasa

sektor property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2017-2019 akan meningkat sebesar

0,535166 dalam hal ini faktor lain dianggap tetap.

b. Hasil Uji t

Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabel penjelas/independen secara individual (parsial) dalam

menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Apabila

nilai t dari parameter yang diestimasi lebih besar dibandingkan

dengan nilai t-tabel, maka secara parsial variabel independen

mempengaruhi variabel dependen.

Hasil Uji t (uji regresi parsial) dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Dengan melihat kolom t-Statistic dan Probability dapat dijelaskan

bahwa nilai t-hitung variabel independen X1 sebesar 9,67 lebih

besar (>) dari nilai t-tabel yaitu 1,645, atau nilai probabilitas

sebesar 0.0000 lebih kecil (<) dari 0,05, maka H 0 ditolak. Artinya,

hal ini menunjukkan Free cash flow berpengaruh positif terhadap

manajemen laba secara signifikan, terima Hipotesis Alternatif 1

(Ha.1).

c. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)


76

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) juga dapat dilihat

pada Tabel 4.9. Jika dilihat Adjusted R-squared maka dapat

dijelaskan bahwa nilai Uji Koefisien Determinasi (R2) adalah

sebesar 0,630. Artinya, hal ini menunjukkan bahwa free cash

flow mempunyai kontribusi menjelaskan managemen laba

sebesar 63%, sedangkan sisanya sebesar 137% dijelaskan oleh

variabel lain yang tidak diteliti atau tidak dimasukkan dalam

model penelitian ini.

D. Pembahasan

1. Pengaruh Free Cash Flow Terhadap Manajemen Laba

Berdasarkan hasil penelitian dari ini, model yang digunakan dalam

membentuk model regresi adalah Random Effect Model (REM). Hal ini

berdasarkan uji Chow dan uji Hausman yang sudah dilakukan. Free cash

flow merupakan arus kas yang benar-benar tersedia untuk dibayarkan

kepada investor (pemegang saham dan kreditur) setelah perusahaan

melakukan investasi pada asset tetap, produk baru, dan modal kerja yang

dibutuhkan perusahaan dalam mempertahankan operasi yang sedang

berjalan (Brigham dan Houston, 2010). Perusahaan yang memiliki free

cash flow yang tinggi akan memiliki peluang yang cukup besar untuk

melakukan manajemen laba karena perusahaan tersebbut terindikasi

menghadapi masalah keagenan yang lebih besar (Agustia, 2013).


77

Berdasarkan table 4.9 maka dapat diketahui bahwa nilai

probabilitas free cash flow yaitu sebesar Nilai t-hitung variabel

independen X1 sebesar 9,67 lebih besar (>) dari nilai t-tabel yaitu 1,645,

atau nilai probabilitas sebesar 0.0000 lebih kecil (<) dari 0,05, maka H 0

ditolak. Artinya, hal ini menunjukkan free cash flow berpengaruh positif

terhadap manajemen laba secara signifikan. Artinya, perusahaan yang

memiliki free cash flow yang tinggi cendrung melakukan tindakan

manajemen laba.

Semakin besar free cash flow suatu perusahaan maka hal ini

menandakan kondisi keuangan perusahaan tersebut semakin bagus,

karena perusahaan memiliki dana yang cukup besar untuk operasional

perusahaan, pembayaran utang dan pembagian dividen. Akan tetapi, jika

perusahaan memiliki arus kas bebas yang tinggi tanpa adanya

pengontrolan yang memadai, manajer diduga akan menghamburkan free

cash flow tersebut sehingga terjadi ketidakefisienan pada perusahaan atau

manajer menginvestasikan free cash flow dengan keuntungan yang

rendah (Smith da Kim, 1994 dalam Cinthyia dan Idriani , 2015).

Menurut Chung et al. (2005) manajer tidak menyediakan

pengungkapan yang cukup untuk investor terkait investasi free cash flow

yang dilakukan atau alasan yang mendasari proyek tersebut. Karena

kurangnya informasi, investor tidak tau prospek serta keuntungan


78

maupun kerugian yang diperoleh atas projek investasi yang dilakukan.

Hal ini karena sulitnya akses informasi dalam perusahaan

Berdasarkan kondisi tersebut, maka berdampak pada peningkatan

praktik manajemen laba untuk meningkatkan pelaporan laba, sehingga

dengan adanya ketidakefektifan pada penggunaan arus kas tersebut bisa

tertutupi (Bukit dan Iskandar, 2009).

Free cash flow yang dimiliki perusahaan besar, semakin besar pula

indikasi manajemen dalam melakukan manajemen laba. Hal ini berkaitan

dengan teori agensi menurut Jensen dan Meckling (1976) dan Bosse &

Philips (2016) yaitu dengan adanya konflik kepentingan antara agent dan

principal. Principal menginginkan supaya free cash flow dibagikan

dalam bentuk dividen, sedangkan manajer menginginkan untuk

menggunakan free cash flow tersebut diinvestasikan kembali, walaupun

hasil dari investasikan yang dilakukan tidak memberikan laba bagi

perusahaan. Meskipun tindakan ini memperbesar ukuran perusahaan

tetapi perusahaan mengalami penurunan dan kerugian karena salah dalam

menggunakan free cash flow yang dilakukan oleh manajer.

Ketika target laba perusahaan tidak sesuai dengan yang

diharapkan, maka hal inilah yang memotivasi manajer dalam melakukan

manajemen laba untuk menutupi kerugian akibat tidak efektif dan kurang

optimalny dalam menggunakan free cash flow. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Achyani dan Lestari (2019) dan Sally Irawan
79

dan Prima Apriwenni (2021) serta penelitian M. Barkhordar dan Dr. R.

Tehrani menganalisis pengaruh free cash flow terhadap manajemen laba.

Peluang untuk melakukan praktik manajemen laba bisa lebih tinggi

diantara perusahaan yang memiliki free cash flow (Bukit dan Iskandar,

2009).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan serta pembahasan

yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini menjelaskan bahwa

secara parsial variabel free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap

manajemen laba pada perusahaan jasa sektor property dan real estate yang

terdaftar di Bursa efek Indonesia tahun 2017-2019. Artinya, semakin tinggi

free cash flow yang dimiliki perusahaan maka semakin tinggi pula terjadinya

tindakan manajemen.

B. Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian, maka peneliti memberikan beberapa

saran sebagai berikut:

1. Bagi investor, supaya lebih selektif dalam menggunakan laporan

keuangan dalam berinvestasi serta tidak hanya menjadikan laporan

keuangan sebagai acuan utama dalam memutuskan berinvestasi dalam

sebuah perusahaan.

2. Bagi perusahaan, supaya lebih meningkatkan lagi kontrol terkait

kinerja manajemen agar tidak terjadi manajemen laba yang bisa

merugikan perusahaan dan pemegang saham.

78
79

3. Free cash flow mempunyai kontribusi menjelaskan managemen laba

sebesar 63%, sedangkan sisanya sebesar 37% dijelaskan oleh variabel

lain yang tidak diteliti atau tidak dimasukkan dalam model penelitian

ini., maka penelitian selanjutnya bisa ditambah dengan variabel

lainnya yang memiliki pengaruh terhadap manajemen laba.

4. Penelitian ini hanya menggunakan satu jenis industri perusahaan saja

sehingga belum mampu mewakili seluruh perusahaaan yang terdaftar

di BEI, untuk penelitian selanjutnya disarankan menambah jumlah

data dengan memperluas populasi misalnya seluruh perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

5. Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder berupa annual report

sebagai sumber data, penelitian selanjutnya disarankan untuk

menambah sumber data primer seperti observasi dan wawancara untuk

mendapatkan informasi yang lebih detail sehingga jumlah sampel

menjadi banyak dan masalah ketidakelengkapan data dapat teratasi


80

DAFTAR PUSTAKA

Achyani, F., & Lestari, S. (2019). Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen
Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2015-2017). JURNAL Riset Akuntansi dan Keuangan
Indonesia. 4(1), 77-88.
Agnes Utari Widyaningdyah. 2001. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Earnings Management Pada Perusahaan Go Public Di Indonesia.
Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 3, (2), 89 – 101.

Agustia, Dian. 2013. Pengaruh Factor Good Corporate Governance, Free Cash Flow,
dan Leverage Terhadap Manajemen Laba. Jurnal akuntansi dan keuangan.
15(1) : 27-42.
Barkhordar, M & R.Tehrani (2015). Investigating the effect of free cash flow,
dividend and financial leverage on earnings management in listed companies
in Tehran Stock Exchange. International Journal of Humanities and Cultural
studies. p. 2356-5926.
Basuki, Agus Tri. 2016. Analisis Regresi dalam Ekonomi dan Bisnis Dilengkapi
Aplikasi SPSS Dan Eviews. Jakarta: Rajawali Pers.
Brigham, E., & Houston, J. (2011). Manajemen Keuanngan (Edisi Bahasa Indonesia).
Jakarta: Erlangga.
Brigham, E. F., Houston, J. F. 2010. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan (Essential
Of Financial Management). Edisi kesebelas, Buku 1. Terjemahan Oleh Ali
Akbar Yulianto. Jakarta: Salemba Empat.
Brown, G. T. 1996. “free cash flow” appraisal…A Better Way?. The Appraisal
Journal. Page 171.
Bukit, R. B. Dan T. M. Iskandar. 2009. Surplus Free Cash Flow, Earning
Management and Audit Committee. Internationsl Journal Of Economics And
Management. 3(1): 204-223.
Bosse, Doughlas A. dan Robert A. Philps. (2016). Agency Theory and Bounded Self
Interest. Academy of Management Review and Journal. Vol. 41 (2): 204-233.
Bukit, R. B., dan Nasution, F. N. 2015. Employee diff, free cash flow, corporate
governance and earning management. Procedia social and behavioral
science. Vol 211. Page. 585-594.
81

Chung R., M. Firth and J.-B. Kim. 2005. Earnings Management, Surplus Free Cash
Flow, and External Monitoring. Journal of Business Research, Vol. 58 (b), pp.
766-776.
Dechow, P,. 1995 Accounting Earnings and Cash Flow as Measures Of Firm
Performance: The Role Of Accounting Accrual. Journal Of Accounting And
Economic. 18: p. 3-42.
Dewi, R. P,. Dan Priyadi, M. P,. 2016. Pengaruh Free Cash Flow, Kinerja Keuangan
Terhadap Earnings Management Dimoderasi Corporate Governance. Jurnal
Ilmu Dan Riset Akuntansi. Vol 5 No. 2.
Eisenhardt, Kathleem M, 1989. Agency Theory: An Assesment and Review. Academy
of management Review. 14, hal 57-74.
Erlina. 2011. Metodologi Penelitian. Medan: USU Press.
Fischer, Marily; Kenneth Rosenzweig, 1995. Attitude of Students and Accounting
Practitioners Concerning the Ethical Acceptability of Earnings Management.
Journal of Business Ethics. Vol. 14. p. 433–444.

Ghazali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Edisi
Kelima. Semarang : Badan Penerbit Universotas Diponegoro.
Ghazali, I. 2013. Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghazali, dkk. (2015). Earnings Management: An Analysis Of Opportunistic
Behavior, Monitoring Mevhanism and Financial Distress. Procedia Economic
and Finance. 28 190-201.
Gull, Ferdinand dan Tsui, Judi. 1999. Free cash flow, Debt Monitoring and Audit
Pricing: Further Evidence on the Role of Director Equity Ownership. Journal
of Accounting and Economics.
Guna dan Herawaty. 2010. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance,
Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Factor Lainnya Terhadap
Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. 12(1) :53-68.
Gunawan, dkk. (2015). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Leverage
Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi Program S1 Universitas
Pendidikan Ganesha.
Handayani, Sri. 2014.Dampak Manajemen Laba Terhadap Relevansi Informasi
Akuntansi. Jurnal Al Hisbah Vol 2 No.1.
82

Hutapea, Sartika. (2018). Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan, dan
Leverage Terhadap Earnings Management pada Perusahaaan Manufaktur
yang Terdaftar di BEI. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Irawan dan Apriwenni (2021). Pengaruh Free Cash Flow, Financial Distress, Dan
Investment Opportunity Set Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi
Bisnis. 3 (1) : 1979-360X.
Indriantoro, dkk. (1999). Metodologi Penelitian Bisnis, untuk Akuntansi dan
Manajemen. Edisi Pertama. BPFE: Yogyakarta.
Indrianto, Nur dan Bambang Supomo. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen. Edisi 1. Cetakan ke- 12. Yogyakarta: BPFE.
Jensen, M., & Meckling, W. 1976. Theory Of The Firm.: Managerial Behavior,
Agency Cost and Ownership Structure. Journal Of Financial Economics.
3(4). 305-360.
Jones, Jennifer, J. 1991. Earnings Management During Import Relief Investigations.
Journal Of Accounting Research. Vol. 29 No. 2.
Kodriyah, Dan Fitri, A. 2017. Pengaruh Free Cash Flow dan Leverage Terhadap
Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI. Jurnal
Akuntansi. Vol 3 No. 2.
Kumala, Izza. 2016. Pengaruh Corporate Governance, Ukuran Perusahaan dan
Leverage Terhadap Earning Management. Skripsi. Sidoarjo: Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Mapanyukki, R., Prakoso H.D., Irwandi, S. A. 2016. The Impact of Free Cash Flow
and Good Corporate Governance on Earning Management of Banking
Companie Listed on The Indonesia Stock Exchange. Research Journal Of
Finance And Accounting. Vol 7. No. 20.
Nazalia, Nisa dan Triyanto. (2018). Pengaruh Free Cash Flow, Financial Distress, dan
Employee Diff Terhadap Manajemen Laba Jurnal Akutansi, Audit dan Sistem
Informasi Akutansi. Jurnal Akuntansi . Vol. 2. No.3.
Prabayanti dan Yasa. 2010. Perataan Laba (Income Smoothing) dan Analisis Faktor-
Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Akuntansi. Vol. 6 No. 1.
Universitas Udayana.
Rahma, Nabila Zafira. (2019). Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Komite
Audit, Leverage dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba. Skripsi.
Universitas Jember.
83

Ross, dkk. (2000). Fundamentals Of Corporate Finance, Irwin Mcgraw-Hill,Boston.


Fifth Edition.
Ross, Westerfield, Jordan. 1997. Pengantar Keuangan Perusahaan (Corporate Finance
Fudamental), Edisi Kedelapan. Jakarta: Salemba Empat.
Uma, Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Schipper, K. 1989. Earnings Management. Accounting Horizons 3, 91-106.
Susilowati dan Turyanto. 2011. Reaksi Signal Rasio Profitabilitas dan Rasio
Solvabilitas Terhadap Return Saham Perusahaan. Dinamika Keuangan dan
Perbankan. Vol. 3 No. 1.
Sugiyono. 2013. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Scott, W. R. 200. Financial Accounting Theory. USA: Prentuce-Hal.
Suharyadi dan S. K. Purwanto. 2016. Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan
Modern. Jakarta: Salemba Empat.
Sulistiyanto, H. Sri. 2008. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris. Jakarta:
Grasindo.
Widita, Normalita Tungga. 2017. Pengaruh Corporate Governance dan Free Cash
Flow Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan yang Terdaftar Di BEI.
Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Winarno, Wing Wahyu. 2011. Analisis Ekonometrika dan statistika dengan Eviews.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Wiryadi, A., dan N. Sebrina. (2013). Pengaruh Asimetri Informasi, Kualitas Audit
dan Struktur Kepemilikan terhadap Manajemen Laba. WRA.Vol.1, No. 2.
Worthy, Ford’s (1984), “Manipulating Profits: How it done, “Fortune, June 25, 1984,
pp50-54.
84

LAMPIRAN
Daftar Nama Perusahaan yang Dijadikan Sampel

No Kode Nama Perusahaan


1 ASRI Alam Sutera Realty Tbk
2 BCIP Bumi Citra Permai Tbk
3 BEST Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk
4 DILD Intiland Development Tbk
5 FMII Fortune Mate Indonesia Tbk
6 FORZ Forza Land Indonesia Tbk
7 GAMA Aksara Global Development Tbk
8 GPRA Perdana Gapuraprima Tbk
JRPT Jaya Real Property Tbk
9
10 GWSA Greenwood Sejahtera Tbk
11 KIJA Kawasan Industri Jababeka Tbk
12 MDLN Modernland Realty Tbk
13 LPCK Lippo Cikarang Tbk
14 MMLP Mega Manunggal Property Tbk
15 MTLA Metropolitan Land Tbk
16 PLIN Plaza Indonesia Realty Tbk
17 PWON Pakuwon Jati Tbk
18 RDTX Roda Vivatex Tbk
19 PPRO PP Properti Tbk
20 SMRA Summarecon Agung Tbk
85

LAMPIRAN
Free Cash Flow

NO. KODE Nama Perusahaan 2017 2018 2019


Aksara Global Development
1 GAMA Tbk -0.057 0.031 -0.009
2 ASRI Alam Sutera Realty Tbk 0.088 0.065 0.077
Bekasi Fajar Industrial Estate
3
BEST Tbk 0.122 0.111 -0.003
4 BCIP Bumi Citra Permai Tbk -0.009 0.011 -0.000
5 FMII Fortune Mate Indonesia Tbk 0.015 0.034 0.016
6 FORZ Forza Land Indonesia Tbk -0.327 -0.181 -0.084
7 GWSA Greenwood Sejahtera Tbk -0.020 -0.019 -0.022
8 DILD Intiland Development Tbk -0.040 -0.002 -0.071
9 JRPT Jaya Real Property Tbk 0.062 0.096 0.039
Kawasan Industri Jababeka
10 KIJA Tbk 0.055 0.011 0.030
11 LPCK Lippo Cikarang Tbk 0.275 -0.051 -0.020
12 MDLN Modernland Realty Tbk -0.046 0.044 0.021
Mega Manunggal Property
13 MMLP Tbk -0.002 0.022 0.020
14 MTLA Metropolitan Land Tbk 0.016 0.101 0.072
15 GPRA Perdana Gapuraprima Tbk 0.006 0.007 0.001
16 PLIN Plaza Indonesia Realty Tbk 0.031 0.037 0.049
17 PWON Pakuwon Jati Tbk 0.096 0.094 0.067
18 PPRO PP Properti Tbk 0.005 -0.001 -0.010
19 RDTX Roda Vivatex Tbk 0.111 0.101 0.096
20 SMRA Summarecon Agung Tbk -0.018 -0.005 0.020
Rata-Rata 0.022 0.020 0.015
Maximum 0.275 0.111 0.096
Minimum -0.327 -0.181 -0.084
86

LAMPIRAN 3
Manajemen Laba

NO. KODE Nama Perusahaan 2017 2018 2019


Aksara Global Development
1 GAMA Tbk 0.064 -0.025 0.014
2 ASRI Alam Sutera Realty Tbk -0.013 -0.012 -0.027
Bekasi Fajar Industrial Estate
3
BEST Tbk -0.039 -0.044 0.064
4 BCIP Bumi Citra Permai Tbk 0.080 0.053 0.028
5 FMII Fortune Mate Indonesia Tbk -0.026 -0.032 -0.011
6 FORZ Forza Land Indonesia Tbk 0.203 0.208 0.086
7 GWSA Greenwood Sejahtera Tbk 0.051 0.053 0.042
8 DILD Intiland Development Tbk 0.070 0.019 0.106
9 JRPT Jaya Real Property Tbk 0.062 0.002 0.057
Kawasan Industri Jababeka
10 KIJA Tbk -0.020 0.013 -0.001
11 LPCK Lippo Cikarang Tbk -0.054 0.219 0.067
12 MDLN Modernland Realty Tbk 0.102 0.053 0.013
Mega Manunggal Property
13 MMLP Tbk 0.078 0.028 0.023
14 MTLA Metropolitan Land Tbk 0.120 0.221 0.018
15 GPRA Perdana Gapuraprima Tbk 0.020 0.031 0.036
16 PLIN Plaza Indonesia Realty Tbk -0.019 0.006 -0.001
17 PWON Pakuwon Jati Tbk -0.001 0.030 0.067
18 PPRO PP Properti Tbk 0.067 0.061 0.049
19 RDTX Roda Vivatex Tbk -0.002 0.006 -0.014
20 SMRA Summarecon Agung Tbk 0.046 0.040 0.007
Rata-Rata 0.038 0.050 0.032
Maximum 0.203 0.221 0.106
Minimum -0.054 -0.044 -0.027
87

LAMPIRAN 4
Statistik Deskriptif dari DAC DAN FCF

DACIT FCF
 Mean  0.039065  0.017914
 Median  0.029367  0.015753
 Maximum  0.221166  0.275463
 Minimum -0.054044 -0.327908
 Std. Dev.  0.061083  0.079006
 Skewness  1.359587 -1.000810
 Kurtosis  5.071415  9.362644

 Jarque-Bera  29.21167  111.2243


 Probability  0.000000  0.000000

 Sum  2.343900  1.074850


 Sum Sq. Dev.  0.220138  0.368275

 Observations  60  60

LAMPIRAN 5
88

Hasil Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic   d.f.  Prob. 

Cross-section F 3.269710 (19,39) 0.0009


Cross-section Chi-square 57.167441 19 0.0000

Cross-section fixed effects test equation:


Dependent Variable: DACIT
Method: Panel Least Squares
Date: 08/12/21 Time: 16:38
Sample: 2017 2019
Periods included: 3
Cross-sections included: 20
Total panel (balanced) observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.  

FCF -0.502055 0.077203 -6.503072 0.0000


C 0.048059 0.006205 7.745758 0.0000

R-squared 0.421677    Mean dependent var 0.039065


Adjusted R-squared 0.411706    S.D. dependent var 0.061083
S.E. of regression 0.046851    Akaike info criterion -3.250923
Sum squared resid 0.127311    Schwarz criterion -3.181112
Log likelihood 99.52770    Hannan-Quinn criter. -3.223616
F-statistic 42.28995    Durbin-Watson stat 1.500900
Prob(F-statistic) 0.000000

LAMPIRAN 6
89

Hasil Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. 

Cross-section random 1.246376 1 0.2642

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed   Random  Var(Diff.)  Prob. 

FCF -0.624576 -0.555819 0.003793 0.2642

Cross-section random effects test equation:


Dependent Variable: DACIT
Method: Panel Least Squares
Date: 08/12/21 Time: 16:39
Sample: 2017 2019
Periods included: 3
Cross-sections included: 20
Total panel (balanced) observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.  

C 0.050254 0.004924 10.20528 0.0000


FCF -0.624576 0.100883 -6.191096 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.776962    Mean dependent var 0.039065


Adjusted R-squared 0.662584    S.D. dependent var 0.061083
S.E. of regression 0.035482    Akaike info criterion -3.570381
Sum squared resid 0.049099    Schwarz criterion -2.837360
Log likelihood 128.1114    Hannan-Quinn criter. -3.283656
F-statistic 6.792905    Durbin-Watson stat 3.701336
Prob(F-statistic) 0.000000
LAMPIRAN 7
90

Hasil Uji Normalitas


24
Series: Standardized Residuals
20 Sample 2017 2019
Observations 60
16
Mean 1.87e-17
Median -0.010884
12
Maximum 0.228481
Minimum -0.066934
8
Std. Dev. 0.046646
Skewness 2.459324
4 Kurtosis 11.92878

0 Jarque-Bera 259.7904
-0.05 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25
Probability 0.000000

Uji normalitas setelah delete perusahaan ke 15 (2018) dan perusahaan ke 13 (2018)


12
Series: Standardized Residuals
10 Sample 2017 2019
Observations 58
8
Mean 0.000306
Median -0.005068
6
Maximum 0.087067
Minimum -0.060198
4
Std. Dev. 0.030639
Skewness 0.534191
2 Kurtosis 3.246681

0 Jarque-Bera 2.905542
-0.06 -0.04 -0.02 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08
Probability 0.233921

LAMPIRAN 8
Hasil Uji Autokorelasi
91

Dependent Variable: DACIT


92

Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)


Date: 08/12/21 Time: 16:58
Sample: 2017 2019
Periods included: 3
Cross-sections included: 20
Total panel (unbalanced) observations: 58
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.  

FCF 0.535166 0.055289 9.679357 0.0000


C 0.041972 0.005511 7.616716 0.0000

Effects Specification
S.D.   Rho  

Cross-section random 0.019196 0.3720


Idiosyncratic random 0.024940 0.6280

Weighted Statistics

R-squared 0.630418    Mean dependent var 0.019717


Adjusted R-squared 0.623818    S.D. dependent var 0.040224
S.E. of regression 0.024700    Sum squared resid 0.034164
F-statistic 95.52239    Durbin-Watson stat 1.999184
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.648589    Mean dependent var 0.032820


Sum squared resid 0.053513    Durbin-Watson stat 1.276348

\
LAMPIRAN 9
Uji Heteroskedastisitas
-.08
-.04
.00
.04
.08
.12
1 - 17
1 - 19
2 - 18
3 - 17
3 - 19
4 - 18
5 - 17
5 - 19
6 - 18
7 - 17
7 - 19
8 - 18

Residual
9 - 17
9 - 19
10 - 18
11 - 17
11 - 19

Actual
12 - 18

LAMPIRAN 10
13 - 17
13 - 19
14 - 18
15 - 17
Fitted 15 - 19
16 - 18

Hasil Regresi Random Effect Model I (REM)


17 - 17
17 - 19
18 - 18
19 - 17
19 - 19
.0
.1
.2
.3

-.2
-.1
93
94

Dependent Variable: DACIT


Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 08/12/21 Time: 17:01
Sample: 2017 2019
Periods included: 3
Cross-sections included: 20
Total panel (unbalanced) observations: 58
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.  

FCF 0.535166 0.055289 9.679357 0.0000


C 0.041972 0.005511 7.616716 0.0000

Effects Specification
S.D.   Rho  

Cross-section random 0.019196 0.3720


Idiosyncratic random 0.024940 0.6280

Weighted Statistics

R-squared 0.630418     Mean dependent var 0.019717


Adjusted R-squared 0.623818     S.D. dependent var 0.040224
S.E. of regression 0.024700     Sum squared resid 0.034164
F-statistic 95.52239     Durbin-Watson stat 1.999184
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.648589     Mean dependent var 0.032820


Sum squared resid 0.053513     Durbin-Watson stat 1.276348

Anda mungkin juga menyukai