Anda di halaman 1dari 14

33

ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN


SINDROM NEFROTIK

Randiana Hoar1, Ardiyanti Hidayah2


12
STIKes Husada Jombang

ABSTRAK

Sindrom nefrotik (SN) merupakan penyakit ginjal terbanyak pada anak.


Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan adanya
proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia. Sindrom nefrotik yang
paling banyak dijumpai pada anak (usia 2-14 tahun) adalah sindrom nefrotik
primer, yaitu jenis Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM) (Kliegman RM,
2011; 1801-7). Menurut WHO, 2015 Insidens sindrom nefrotik adalah 2 kasus per
tahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi
kumulatif 16 kasus tiap 100.000 anak. Pada anak-anak berumur kurang dari 16
tahun paling sering ditemukan nefropati lesi minimal yaitu 75%-85% di mana
80% dari pasien berusia kurang dari 6 tahun dan saat diagnosis dibuat dengan
umur rata-rata 2,5 tahun (WHO, 2016). Angka kejadian sindrom nefrotik di
Indonesia tahun 2015 dilaporkan terdapat 6 per 100.000 anak per tahun.
Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Sindrom nefrotik
kelainan minimal (SNKM) terjadi pada 85-90% pasien di bawah usia 6 tahun.
(Depkes RI, 2016). Angka kejadian sindrom nefrotik di Jatim tahun 2015
dilaporkan terdapat 3 per 100.000 anak per tahun. (Dinkes Jatim, 2016). Dari data
yang diambil di Ruang Anak RSUD Jombang tercatat 1123 kasus pada bulan
Januari sampai Maret 2017. Dengan angka kejadian : DHF 306 kasus (27,25%),
bronkopnemonia 258 kasus (22,97%), typoid fever 149 kasus (13,27%), faringitis
akut 118 kasus (10,51%), GEA 113 kasus (10,06%), talasemia 85 kasus (7,57%),
morbili 35 kasus (3,12%), sindrom nefrotik 22 kasus (1,96%), asma bronkiale 19
(1,69%) dan lain-lain 18 kasus (1,60%). (Data Angka Kesakitan Anak RSUD
Jombang Bulan Januari Sampai Maret 2017)

KATA KUNCI : SYNDROM NEFROTIK

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


33

PENDAHULUAN glomerulopati primer/idiopatik, dan


Sindrom nefrotik (SN) sekunder mengikuti penyakit
merupakan penyakit ginjal terbanyak sistemik seperti pada purpura
pada anak. Sindrom nefrotik adalah Henoch-Schonlein dan lupus
suatu kumpulan gejala yang ditandai eritematosus sitemik. Sindrom
dengan adanya proteinuria, nefrotik pada tahun pertama
hipoproteinemia, edema, dan kehidupan, terlebih pada bayi berusia
hiperlipidemia. Sindrom nefrotik kurang dari 6 bulan, merupakan
yang paling banyak dijumpai pada kelainan kongenital (umumnya
anak (usia 2-14 tahun) adalah herediter) dan mempunyai prognosis
sindrom nefrotik primer, yaitu jenis buruk. Pada tulisan ini hanya akan
Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal dibicarakan SN idiopatik.
(SNKM) (Kliegman RM, 2011; Menurut WHO, 2015
1801-7). Pada anak usia kurang dari Insidens sindrom nefrotik adalah 2
2 tahun, jenis sindrom nefrotik kasus per tahun tiap 100.000 anak
berkaitan dengan sindrom nefrotik berumur kurang dari 16 tahun,
kongenital, sedangkan anak usia dengan angka prevalensi kumulatif
lebih dari 14 tahun berkaitan dengan 16 kasus tiap 100.000 anak. Pada
penyakit ginjal sekunder. Namun, anak-anak berumur kurang dari 16
pada umumnya klasifikasi yang tahun paling sering ditemukan
sering digunakan adalah berdasarkan nefropati lesi minimal yaitu 75%-
respon terapi terhadap steroid yaitu 85% di mana 80% dari pasien
Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid berusia kurang dari 6 tahun dan saat
(SNSS) dan Sindrom Nefrotik diagnosis dibuat dengan umur rata-
Resisten Steroid (SNRS). (Widajat, rata 2,5 tahun (WHO, 2016). Angka
2011; 252-9). Semua penyakit yang kejadian sindrom nefrotik di
mengubah fungsi glomerulus Indonesia tahun 2015 dilaporkan
sehingga mengakibatkan kebocoran terdapat 6 per 100.000 anak per
protein (khususnya albumin) ke tahun. Perbandingan antara anak
dalam ruang Bowman akan laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
menyebabkan terjadinya sindrom ini. Sindrom nefrotik kelainan minimal
Etiologi SN secara garis besar dapat (SNKM) terjadi pada 85-90% pasien
dibagi 3, yaitu kongenital, di bawah usia 6 tahun. (Depkes RI,

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


34

2016). Angka kejadian sindrom gambaran histopatologik berdasarkan


nefrotik di Jatim tahun 2015 istilah dan terminologi menurut
dilaporkan terdapat 3 per 100.000 rekomendasi International Study of
anak per tahun. (Dinkes Jatim, Kidney Diseases in Children, ISKDC
2016). Dari data yang diambil di pada tahun 2011. Sindrom nefrotik
Ruang Anak RSUD Jombang tercatat sekunder pula ditimbulkan oleh
1123 kasus pada bulan Januari berbagai penyakit misalnya penyakit
sampai Maret 2017. Dengan angka metabolik seperti diabetes mellitus
kejadian : DHF 306 kasus (27,25%), atau amiloidosis, infeksi seperti
bronkopnemonia 258 kasus sifilis, malaria, atau hepatitis,
(22,97%), typoid fever 149 kasus penyakit sistemik bermediasi
(13,27%), faringitis akut 118 kasus imunologik contohnya lupus
(10,51%), GEA 113 kasus (10,06%), eritematosus sistemik atau
talasemia 85 kasus (7,57%), morbili sarkoidosis, neoplasma, ataupun
35 kasus (3,12%), sindrom nefrotik disebabkan bahan kimia atau efek
22 kasus (1,96%), asma bronkiale 19 samping dari obat-obatan.
(1,69%) dan lain-lain 18 kasus Manifestasi klinis dari sindrom
(1,60%). (Data Angka Kesakitan nefrotik yang utama adalah
Anak RSUD Jombang Bulan Januari protenuria. Pronteinuria akan
Sampai Maret 2017) menyebabkan manifestasi klinik
Sindrom nefrotik bisa lainnya, seperti edema,
digolongkan kepada 2 yaitu sindrom hipoalbuminemia, dan
nefrotik primer atau idiopatik dan hiperkolesterolemia. Kondisi
sindrom nefrotik sekunder. Pada hipoalbuminemia ini menyebabkan
sindrom nefrotik primer, faktor manifestasi klinik selanjutnya yaitu
etiologinya tidak diketahui atau edema yang akan berkaitan pula
idiopatik dan sesuai dengan dengan kondisi berat badan anak
namanya, sindrom nefrotik ini secara dengan sindrom nefrotik tersebut
primer terjadi akibat kelainan pada (Noer, 2010). Komplikasi yang
glomerulus itu sendiri tanpa ada terjadi sindrom nefrotik antara lain :
penyebab lain. Golongan ini paling Penurunan volume intravakular
sering dijumpai pada anak. Sindrom (syok hipovolemik), Kemampuan
nefrotik primer dibagi lagi menurut koagulasi yang berlebihan

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


35

(thrombosis vena), Perburukan pilihan utama pengobatan awal


pernafasan (berhubungan dengan sindrom nefrotik walaupun terdapat
retensi cairan), Kerusakan kulit, obat-obat alternatif lain. Sindrom
Infeksi sekunder, trauma infeksi nefrotik dengan relaps berikutan
kulit, Peritonitis (berhubungan waktu dosis steroid diturunkan atau
dengan asites), Efek samping steroid dalam 14 hari sesudah pengobatan
yang tidak diinginkan. (Noer, S, M, steroid dihentikan diklasifikasikan
dkk, 2013; 16) sebagai sindrom nefrotik sensitif
Saat ini pengobatan yang steroid sementara sindrom nefrotik
telah ada untuk anak dengan SN bila dengan dosis penuh sampai 4
dinilai belum maksimal dan masih minggu tidak remisi, maka penderita
terus dicari penatalaksanaan terbaik. didiagnosis dengan sindrom nefrotik
Penatalaksanaan SN dengan resisten steroid (non responsif
menggunakan kortikosteroid dan diet steroid) dan harus diberi
standar sebenarnya telah dapat imunosupresif non-steroid lain.
memperbaiki kondisi klinis penderita Kebanyakan pasien mengalami
SN, termasuk kondisi proteinuria dan relaps berulang atau multipel,
hipoalbuminemia. Namun, sehingga berisiko mengalami efek
peningkatan kadar albumin yang samping akibat toksisitas steroid,
dicapai memerlukan waktu selama 4 infeksi sistemik, dan komplikasi lain.
minggu, yang dalam rentang waktu Sebagian kecil pasien dengan
pengobatan tersebut, penderita SN sindrom nefrotik resisten steroid juga
masih dalam keadaan berisiko mengalami efek samping
hipoalbuminemia. Hal ini akan yang sama seperti pada pasien
mengakibatkan fungsi-fungsi vital sindrom nefrotik sensitif steroid dan
yang diperankan oleh albumin dalam dapat disertai komplikasi insufisiensi
tubuh akan terganggu. Oleh karena renal (Naoyuki et al. 2008).
itu selain terapi dengan steroid dan Berdasarkan dari latar
diet standar, diperlukan pula belakang dan data di atas maka
pemberian asupan protein tambahan penulis tertarik untuk menyusun
untuk mempercepat peningkatan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
kadar albumin serum. (Wirya; 2009; “Asuhan Kebidanan Pada An. “B”
412). Kortikosteroid merupakan obat Umur 3 Tahun Dengan Sindrom

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


36

Nefrotik Di Ruang Anak RSUD sebanyak-banyaknya mengenai


Jombang”. faktor-faktor yang merupakan
Berdasarkan permasalahan pendukung terhadap kualitas data,
pada latar belakang yang ada, maka menganalisa dan kemudian di tulis
penulis dapat merumuskan masalah dalam bentuk narasi (Hidayat, Aziz
yaitu “Bagaimana melaksanakan Alimul. 2009 : 2) yang dibuat
Asuhan Kebidanan Pada An. “B” berdasarkan keadaan situasi yang
Umur 3 Tahun Dengan Sindrom nyata dengan tujuan pemecahan
Nefrotik Di Ruang Anak RSUD masalah.
Jombang?” Adapun teknik yang
Mampu menerapkan digunakan dalam pengumpulan data
gambaran yang nyata melalui pola adalah sebagai berikut : wawancara,
pikir ilmiah dalam melaksanakan pemeriksaan fisik, observasi, studi
asuhan kebidanan sesuai teori dan kepustakaan, studi dokumentasi
praktek pada anak dengan sindrom Dalam penyusunan Karya
nefrotik dengan menggunakan Tulis Ilmiah ini, dalam pengambilan
manajemen SOAP serta kasus dilakukan di Ruang Anak
mendapatkan pengalaman secara RSUD Jombang, tanggal 11 April
nyata. 2017 pada jam 10.00 WIB
Manfaat temuan dari hasil Dalam penulisan karya tulis
karya tulis ilmiah bagi ilmiah ini dibuat sistematika
perkembangan ilmu pengetahuan penulisan sebagai berikut : BAB I
(akademik) adalah dapat PENDAHULUAN, BAB II
dimanfaatkan oleh ilmuwan lain TINJAUAN PUSTAKA, BAB III
dalam mengembangkan ilmu TINJAUAN KASUS, BAB IV
pengetahuan dan teknologi, dan seni PEMBAHASAN, BAB V
serta diaplikasikan dalam asuhan PENUTUP, DAFTAR PUSTAKA,
keprofesian. (Nursalam, 2013: 209) LAMPIRAN
Metode penulisan yang
TINJAUAN PUSTAKA
digunakan penulis dalam penulisan
Sindrom Nefrotik (SN) ialah
karya tulis ilmiah adalah secara
penyakit dengan gejala edema,
deskriptif yaitu metode penulisan
proteinuria, hipoalbuminemia dan
dengan mengumpulkan data

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


37

hiperkolesterolemia. (Staf Pengajar berumur antara 3 – 4 tahun dengan


Ilmu Kesehatan Anak, 2012; 832) rasio lelaki dan perempuan 2 : 1.
Penyakit tersebut ditandai dengan (Susalit, E, dkk; 2013; 67) Hal
sindrom klinik yang terdiri dari tersebut juga sesuai dengan kasus ini,
beberapa gejala yaitu proteinuria penderita adalah seorang anak laki-
masif (>40 mg/m2LPB/jam atau laki berumur 3 tahun, anak tersebut
rasio protein/ kreatinin pada urin juga pernah sakit seperti ini dan
sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ dirawat di RS saat berumur 2 tahun,
2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, kemudian sembuh dan sekarang
edema, dan hiperkolesterolemia. kambuh lagi. Meningkatkan
(Widajat, 2011; 252-9) Sindroma permeabilitas dinding kapiler
nefrotik adalah status klinis yang glomerular akan berakibat pada
ditandai dengan peningkatan hilangnya protein plasma dan
permeabilitas membrane glomerolus kemudian akan terjadi proteinuria.
terhadap protein, yang Kelanjutan dari proteinuria
mengakibatkan kehilangan protein menyebabkan hypoalbuminemia.
urinarius yang massif (Wong, Dengan menurunya albumin, tekanan
Donna. L. 2013) Sindroma nefrotik osmotic plasma menurun sehingga
merupakan kumpulan gejala yang cairan intravascular berpindah ke
disebabkan oleh adanya injury dalam interstisial. Perpindahan
glomerular yang terjadi pada anak cairan tersebut menjadikan volume
dengan karakteristik proteinuria, cairan intravascular berkurang
hypoproteinuria, hypoalbuminemia, sehingga menurunkan jumlah aliran
hyperlipidemia dan edema (Suriadi darah ke renal karena hypovolemi.
& Rita Yulianni, 2011). Sebab yang Menurunya aliran darah ke renal,
pasti belum diketahui. Akhir-akhir ginjal akan melakukan kompensasi
ini di anggap suatu penyakit auto dengan merangsang produksi rennin
immune. Jadi merupakan suatu angiotensin dan peningkatan sekresi
reaksi antigen-anti bodi. SN pada antidiuretik hormone (ADH) dan
umumnya dapat muncul sejak sekresi aldosteron yang kemudian
pertama kehidupan, tetapi biasanya terjadi retensi natrium dan air.
mulai dari umur 2 tahun, dan angka Dengan retensi natrium dan air akan
kejadian SN terbanyak pada anak menyebabkan edema. Terjadi

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


38

peningkatan cholesterol dan onkotik plasma tetap rendah maka


triglyceride serum akibat dari cairan di kapiler akan berpindah lagi
peningkatan stimulasi produksi ke interstisial sehingga edema makin
lipoprotein karena penurunan plasma bertambah. Dalam proses ini akibat
albumin atau penurunan ontotik adanya hipovolemia juga terjadi
plasma. Adanya hyperlipidemia juga perangsangan terhadap hormon
akibat dari meningkatnya produksi antidiuretik (ADH) dan peptida
lipoprotein dalam hati yang timbul natriuretik atrial (ANP = Atrial
oleh karena kompensasi hilangnya Natriuretic peptide). ADH meningkat
protein dan lemak akan banyak hingga menambah retensi air, ANP
dalam urine (lipiduria). Menurunya menurun dengan akibat terjadi
respon imun karena sel imun retensi Natrium di tubulus. Hipotesis
tertekan, kemungkinan di sebabkan “OVERFILL” Pada hipotesis ini
oleh karena hypoalbunemia, mekanisme utama adalah defek
hyperlipidemia atau difesiensi seng. tubulus primer di ginjal (intra renal).
Ada 2 hipotesis yang menjelaskan Di tubulus distal terjadi restensi
terjadinya retensi Natrium dan natrium (primer) dengan akibat
Edema pada sindrom nefrotik terjadi hipervolemia dan edema. Jadi
Hipotesis “UNDERFILL” Menurut edema terjadi akibat overfilling
hipotesis ini proteinuria masih cairan ke jaringan interstisial. Pada
menyebabkan terjadinya hipotesis overfill karena terjadi
hipoalbuminemia dan tekanan hipervolemia, sistem RAAS
onkotik plasma menurun. Cairan (aldosteron) akan menurun.
berpindah dari intravaskuler ke Demikian pula ADH tetapi kadar
jaringan interstisial sehingga terjadi ANP meningkat karena tubulus
edema dan hipovolemia. resisten terhadap ANP. Akibatnya
Hipovolemia merangsang sistem retensi Na tetap berlangsung dengan
saraf simpatis, sistem rennin- akibat terjadi edema. Kelompok
angiotensin-aldosteron (RAAS). pertama (underfill) disebut juga tipe
Aldosteron akan mereabsorpsi garam nefrotik dan yang paling sering
dan air di tubulus ginjal, dengan terjadi SN kelainan minimal. Pada
tujuan menambah volume cairan keadaan ini retensi Na dan air
intravaskular, tetapi karena tekanan bersifat sekunder, terhadap

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


39

hipovolemia dan kadar renin dan protein–uria pada glomerulonefritis


aldosteron menurun, ANP rendah membrosa). Agens pengalkilasi
atau normal. Kelompok kedua (sitotoksik) – klorambusil dan
(overfill) disebut tipe Nefritik siklofostamid (untuk sindroma
biasanya dijumpai pada SN bukan nefrotik tergantung steroid dan
kelainan (BKM) atau pasien yang sering mangalami
glomerulonefritis kronik. SN BKM kekambuhan). Obat nyeri (untuk
pada dasarnya memang suatu mangatasi ketidaknyamanan
glomerulonefritis kronik. Selain berhubungan dengan edema dan
adanya hipervolemia juga sering terapi invasive). Antibiotic untuk
dijumpai hipertensi, kadar renin dan mencegah infeksi. Terapi albumin
aldosteron rendah atau normal dan jika oral dan output urin kurang.
ANP tinggi. (Susalit, E, dkk; 2013; Pembatasan sodium jika anak
68). Pengobatan : Istirahat cukup hypertensi (Susalit, E, dkk; 2013, 79)
sampai edema tinggal sedikit. Istilah tumbuh kembang
Dietetik, Diuretik, Kortikosteroid, sebenarnya mencakup 2 peristiwa
Antibiotika. Penatalaksanaan medis yang sifatnya berbeda, tetapi saling
untuk sindom nefrotik mencakup berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu
komponen perawatan berikut ini : pertumbuhan dan perkembangan.
Pemberian kortikosteroid (prednison) Sedangkan pengertian mengenai apa
dengan dosis 2 mg/kg/per hari sesuai yang diamaksud dengan
program. Penggantian protein (dari pertumbuhan dan perkembangan
makanan atau 25% albumin). definisi adalah sebagai berikut:
Pengurangan edema melalaui terapi Pertumbuhan (growth) berkaitan
diuretic dan restriksi narium (diuretic dengan masalah perubahan dalam
hendaknya dilakukan secara cermat besar, jumlah, ukuran atau dimensi
untuk mencegah terjadinya tingkat sel, organ maupun individu,
penurunan volume intravaskuler, yang bisa diukur dengan ukuran
pembentukan thrombus dan berat (gram, pound, kilogram),
ketidakseimbangan elektrolit). ukuran panjang (cm, meter), umur
Rumatan keseimbangan elektrolit. tulang dan keseimbangan metabolik
Inhibitor enzim pengkonverensi– (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
angiotensin (menurunkan banyaknya Perkembangan (development) adalah

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


40

bertambahnya kemampuan (skill) setiap anak. Tujuan Ilmu Tumbuh


dalam struktur dan fungsi tubuh yang Kembang adalah mempelajari
lebih kompleks dalam pola yang berbagai hal yang berhubungan
teratur dan dapat diramalkan, sebagai dengan segala upaya untuk menjaga
hasil dari proses pematangan. Disini dan mengoptimalkan tumbuh
menyangkut adanya proses kembang anak baik fisik, mental, dan
diferensiasi dari sel-sel tubuh, sosial. Juga menegakkan diagnosis
jaringan tubuh, organ-organ dan dini setiap kelainan tumbuh kembang
sistem organ yang berkembang dan kemungkinan penanganan yang
sedemikian rupa sehingga masing- efektif, serta mencari penyebab dan
masing dapat memenuhi fungsinya. mencegah keadaan tersebut. Mencari
Termasuk juga perkembangan emosi, penyebab dan mencegah keadaan
intelektual dan tingkah laku sebagai tersebut. Periode penting dalam
hasil interaksi dengan tumbuh kembang anak adalah masa
lingkungannya. Sehingga dapat balita. Karena pada masa ini
disimpulkan bahwa pertumbuhan pertumbuhan dasar yang akan
mempunyai dampak terhadap aspek mempengaruhi dan menentukan
fisik, sedangkan perkembangan perkembangan anak selanjutnya.
berkaitan dengan pematangan fungsi Pada masa balita ini perkembangan
organ/ individu. Walaupun demikian, kemampuan berbahasa, kreativitas,
kedua peristiwa itu terjadi secara kesadaran sosial, emosional dan
sinkron pada setiap individu. intelegensia berjalan sangat cepat
Sedangkan untuk tercapainya dan merupakan landasan
tumbuh kembang yang optimal perkembangan berikutnya.
tergantung pada potensi biologisnya. Perkembangan moral serta dasar-
Tingkat tercapainya potensi biologis dasar kepribadian juga dibentuk pada
sesorang, merupakan hasil interaksi masa ini. Bahkan ada sarjana yang
berbagai faktor yang saling mengatakan bahwa “the child is the
berkaitan, yaitu faktor genetik, father of the man”. Sehingga setiap
lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial kelainan atau penyimpangan sekecil
dan perilaku. Proses yang unik dan apapun apabila tidak terdeteksi
hasil akhir yang berbeda-beda yang apalagi tidak ditangani dengan baik,
memberikan ciri tersendiri pada akan mengurangi kualitas sumber

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


41

daya manusia kelak kemudian hari. Pada data obyektif


Dalam perkembangan anak terdapat didapatkan keadaan umum : lemah,
masa kritis, dimana diperlukan kesadaran : composmentis, TTV :
rangsangan/ stimulasi yang berguna Nadi : 120x/menit, Suhu : 37,5C,
agar potensi berkembang, sehingga RR : 23x/menit, BB : 18 kg, TB :
perlu mendapat perhatian. 100 cm, Status gizi : baik.
Perkembangan psiko-sosial sangat Pemeriksaan fisik khusus didapatkan
dipengaruhi lingkungan dan interaksi Muka : Pucat oedem, Mata :
antara anak dengan orang tuanya/ konjungtiva pucat, oedema, Mulut :
orang dewasa lainnya. Mukosa bibir kering, stomatitis,
Perkembangan anak akan optimal tidak caries, Genetalia : Bersih, jenis
bila interaksi sosial diusahakan kelamin perempuan, Ekstremitas atas
sesuai dengan kebutuhan anak pada : tangan kanan terpasang infus D5
berbagai tahap perkembanganya, 1/4 NS. 500 cc / 24 jam.
bahkan sejak bayi masih di dalam Pemeriksaan laboratorium
kandungan. Sedangkan lingkungan didapatkan : Proteinuria : +++
yang tidak mendukung akan (positif 3), Sediment : leukosit 2 – 4/
menghambat perkembangan anak. LPB, eritrosit 0 – 1/ LPB, dan epitel
(Nursalam, 2010; 41) penuh/ LPK. Protein total serum : 3,8
mg/100 mL Albumin : 2,0 mg/100
TINJAUAN KASUS mL. Cholesterol total : 361 mg/100
Pada data subyektif mL. Ureum : 35,2 mg/100 mL,
didapatkan An. ”B” umur 3 tahun Creatinin : 0,16 mg/100 mL. Hb :
badannya bengkak. Pada riwayat 11,8 gr/dL, Trombosit :
kesehatan sekarang didapatkan ibu 591.000/mm3, Ht : 35%, Leukosit :
pasien mengatakan sejak seminggu 13.100/mm3, LED : 80 mm/jam.
yang lalu anaknya menderita sakit Pada analisa ditemukan
panas dan pada tanggal 09 April diagnosa An “B” umur 3 tahun
2017 seluruh badan bengkak dengan sindrom nefrotik.
sehingga pada hari itu keluarga Pada penatalaksanaan sudah
memutuskan untuk membawa pasien dilakukan sesuai dengan rencana
ke RSUD Jombang untuk mendapat meliputi: Melakukan pendekatan
perawatan. terapeutik kepada orang tua pasien

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


42

dengan komunikasi “5S” yaitu pustaka dengan tinjauan kasus


senyum, salam, sapa, sentuh, sopan. karena didapatkan oedem pada
Menjelaskan pada ibu hasil muka. Dengan demikian pada
pemeriksaan. Memberi HE tentang langkah ini tidak ditemukan adanya
nutrisi. Memberitahukan pada ibu kesenjangan antara tinjauan pustaka
tentang kebersihan diri dan dengan tinjauan kasus. Jadi pada
menganjurkan pada ibu agar selalu langkah ini tidak ditemukan adanya
menjaga kebersihan minuman dan kesenjangan antara tinjauan pustaka
makanan, serta mencuci tangan dengan tinjauan kasus karena
sebelum dan sesudah makan. penatalaksanaan dilakukan sesuai
Menganjurkan kepada keluarga rencana.
pasien untuk kompres air biasa pada
seluruh tubuh anak (jika suhu anak > PENUTUP
37,5C) dan memberi contoh pada Pada data subyektif
ibu memakai baju anaknya yang tipis didapatkan An. ”B” umur 3 tahun
agar suhunya menurun. badannya bengkak. Pada riwayat
Menganjurkan kepada ibu pasien kesehatan sekarang didapatkan ibu
bedrest total yang teratur sampai pasien mengatakan sejak seminggu
oedemanya berkurang. Memberitau yang lalu anaknya menderita sakit
ibu pasien tentang menghindari panas dan pada tanggal 09 April
makanan yang asin karena 2017 seluruh badan bengkak
mengandung yodium. Menganjurkan sehingga pada hari itu keluarga
ibu pasien untuk memberikan minum memutuskan untuk membawa pasien
yang banyak pada anaknya. ke RSUD Jombang untuk mendapat
Kolaborasi dengan pasien dan tenaga perawatan. Pada data obyektif
kesehatan dalam pemberian terapi didapatkan keadaan umum : lemah,
kesadaran : composmentis, TTV :
PEMBAHASAN Nadi : 120x/menit, Suhu : 37,5C,
Jadi tidak terdapat RR : 23x/menit, BB : 18 kg, TB :
kesenjangan antara tinjauan pustaka 100 cm, Status gizi : baik.
dengan tinjauan kasus dikarenakan Pemeriksaan fisik khusus didapatkan
An. ”B” badannya bengkak. Jadi Muka : Pucat oedem, Mata :
tidak ada kesenjangan antara tinjauan konjungtiva pucat, oedema, Mulut :

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


43

Mukosa bibir kering, stomatitis, Menganjurkan kepada keluarga


tidak caries, Genetalia : Bersih, jenis pasien untuk kompres air biasa pada
kelamin perempuan, Ekstremitas atas seluruh tubuh anak (jika suhu anak >
: tangan kanan terpasang infus D5 37,5C) dan memberi contoh pada
1/4 NS. 500 cc / 24 jam. ibu memakai baju anaknya yang tipis
Pemeriksaan laboratorium agar suhunya menurun.
didapatkan : Proteinuria : +++ Menganjurkan kepada ibu pasien
(positif 3), Sediment : leukosit 2 – 4/ bedrest total yang teratur sampai
LPB, eritrosit 0 – 1/ LPB, dan epitel oedemanya berkurang. Memberitau
penuh/ LPK. Protein total serum : 3,8 ibu pasien tentang menghindari
mg/100 mL Albumin : 2,0 mg/100 makanan yang asin karena
mL. Cholesterol total : 361 mg/100 mengandung yodium. Menganjurkan
mL. Ureum : 35,2 mg/100 mL, ibu pasien untuk memberikan minum
Creatinin : 0,16 mg/100 mL. Hb : yang banyak pada anaknya.
11,8 gr/dL, Trombosit : Kolaborasi dengan pasien dan tenaga
3
591.000/mm , Ht : 35%, Leukosit : kesehatan dalam pemberian terapi
13.100/mm3, LED : 80 mm/jam. Diharapkan adanya
Pada analisa ditemukan diagnosa An peningkatan sarana untuk
“B” umur 3 tahun dengan sindrom memberikan perawatan yang optimal
nefrotik. Pada penatalaksanaan sudah khususnya bagi klien penderita
dilakukan sesuai dengan rencana sindrom nefrotik. Hendaknya
meliputi: Melakukan pendekatan menambah buku sebagai bahan
terapeutik kepada orang tua pasien pustaka bagi mahasiswa sehingga
dengan komunikasi “5S” yaitu wawasan mahasiswa menjadi lebih
senyum, salam, sapa, sentuh, sopan. luas. Diharapkan dapat menerapkan
Menjelaskan pada ibu hasil manajemen kebidanan dalam upaya
pemeriksaan. Memberi HE tentang mendeteksi secara dini permasalahan
nutrisi. Memberitahukan pada ibu yang ada pada klien dengan
tentang kebersihan diri dan menggunakan metode pendekatan
menganjurkan pada ibu agar selalu dan pemecahan masalah sesuai
menjaga kebersihan minuman dan dengan manajemen SOAP.
makanan, serta mencuci tangan Diharapkan perkembangan klien
sebelum dan sesudah makan. setelah dilakukan asuhan kebidanan

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


44

jauh lebih baik dan diharapkan Salemba Medika


pelayanan yang telah diberikan Kliegman RM, Stanton BF, Schor
membuat klien puas NF, III JWSG, Behrman RE
(2011). Nelson Textbook of
Pediatrics. 19 ed.
DAFTAR PUSTAKA Philadelphia: Elsevier
Saunders
Depkes RI. (2010). Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Nursalam, dkk. (2010). Asuhan
Neonatal Esensial. Jakarta : Keperawatan Bayi dan Anak
JHPIEGO untuk Perawat dan Bidan.
Jakarta : Salemba Medika
Depkes RI. (2010). Gizi dan
Kesehatan Masyarakat. Nursalam. (2010). Konsep &
Jakarta : PT. Raja Grafindo Penerapan Metodologi
Persada Penelitian Ilmu Keperawatan
Pedoman Skripsi, Tesis &
Depkes RI. (2010). Manajemen Instrumen Penelitian
Terpadu Balita Sakit. Jakarta Keperawatan. Jakarta :
: Depkes RI Salemba Medika
Dinas Kesehatan Kabupaten Rekam Medik Rumah Sakit Umum
Jombang. (2015). Profil Daerah Jombang, 2017
Kesehatan Kabupaten
Jombang Tahun 2015. Suriadi & Yuliana. (2011). Asuhan
Surabaya : Dinas Kesehatan Keperawatan pada Anak
Kabupaten Jombang Edisi 1. Jakarta : EGC
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Susalit, E dkk. (2013). Buku Ajar
Timur (2015). Laporan Hasil Ilmu Penyakit dalam II.
Riskesdas Jawa Timur 2015. Jakarta : Balai penerbit
Jawa Timur : Dinkes Jatim FKUI.
Donna L. Wong (2008). Pedoman Varney, Hellen. (2010). Buku Saku
Klinis Keperawatan Pediatrik Bidan. Jakarta : EGC
Edisi 4. Jakarta : EGC
Varney, Hellen. (2011). Buku Ajar
H.M. S. Noer. 2013. Buku Ajar Ilmu Asuhan Kebidanan. Edisi
Penyakit Dalam Jilid I Edisi Empat, Jakarta : EGC
Ketiga. Jakarta: Balai
penerbit. FKUI. Widajat HRR, Muryawan MH,
Mellyana O (2011). Sindrom
Hidayat, Aziz Alimul. (2005). Nefrotik Sensitif Steroid. In:
Asuhan Neonatus, Bayi & Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Balita. Jakarta : EGC Anak. Semarang: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak
Hidayat. Aziz Alimul A (2008). Universitas Diponegoro.
Pengantar Ilmu Keperawatan
Anak Buku 2. Jakarta : World Health Organization (2015).
Managing Newborn

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019


45

Problems : A Guide For


Doctors, Nurses, And
Midwifes. Jakarta : EGC

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai