Sindrom nefrotik (SN) merupakan penyakit ginjal terbanyak pada anak.
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan adanya proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia. Sindrom nefrotik yang paling banyak dijumpai pada anak (usia 2-14 tahun) adalah sindrom nefrotik primer, yaitu jenis Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM) (Kliegman RM, 2011; 1801-7). Menurut WHO, 2015 Insidens sindrom nefrotik adalah 2 kasus per tahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 kasus tiap 100.000 anak. Pada anak-anak berumur kurang dari 16 tahun paling sering ditemukan nefropati lesi minimal yaitu 75%-85% di mana 80% dari pasien berusia kurang dari 6 tahun dan saat diagnosis dibuat dengan umur rata-rata 2,5 tahun (WHO, 2016). Angka kejadian sindrom nefrotik di Indonesia tahun 2015 dilaporkan terdapat 6 per 100.000 anak per tahun. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) terjadi pada 85-90% pasien di bawah usia 6 tahun. (Depkes RI, 2016). Angka kejadian sindrom nefrotik di Jatim tahun 2015 dilaporkan terdapat 3 per 100.000 anak per tahun. (Dinkes Jatim, 2016). Dari data yang diambil di Ruang Anak RSUD Jombang tercatat 1123 kasus pada bulan Januari sampai Maret 2017. Dengan angka kejadian : DHF 306 kasus (27,25%), bronkopnemonia 258 kasus (22,97%), typoid fever 149 kasus (13,27%), faringitis akut 118 kasus (10,51%), GEA 113 kasus (10,06%), talasemia 85 kasus (7,57%), morbili 35 kasus (3,12%), sindrom nefrotik 22 kasus (1,96%), asma bronkiale 19 (1,69%) dan lain-lain 18 kasus (1,60%). (Data Angka Kesakitan Anak RSUD Jombang Bulan Januari Sampai Maret 2017)
KATA KUNCI : SYNDROM NEFROTIK
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
33
PENDAHULUAN glomerulopati primer/idiopatik, dan
Sindrom nefrotik (SN) sekunder mengikuti penyakit merupakan penyakit ginjal terbanyak sistemik seperti pada purpura pada anak. Sindrom nefrotik adalah Henoch-Schonlein dan lupus suatu kumpulan gejala yang ditandai eritematosus sitemik. Sindrom dengan adanya proteinuria, nefrotik pada tahun pertama hipoproteinemia, edema, dan kehidupan, terlebih pada bayi berusia hiperlipidemia. Sindrom nefrotik kurang dari 6 bulan, merupakan yang paling banyak dijumpai pada kelainan kongenital (umumnya anak (usia 2-14 tahun) adalah herediter) dan mempunyai prognosis sindrom nefrotik primer, yaitu jenis buruk. Pada tulisan ini hanya akan Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal dibicarakan SN idiopatik. (SNKM) (Kliegman RM, 2011; Menurut WHO, 2015 1801-7). Pada anak usia kurang dari Insidens sindrom nefrotik adalah 2 2 tahun, jenis sindrom nefrotik kasus per tahun tiap 100.000 anak berkaitan dengan sindrom nefrotik berumur kurang dari 16 tahun, kongenital, sedangkan anak usia dengan angka prevalensi kumulatif lebih dari 14 tahun berkaitan dengan 16 kasus tiap 100.000 anak. Pada penyakit ginjal sekunder. Namun, anak-anak berumur kurang dari 16 pada umumnya klasifikasi yang tahun paling sering ditemukan sering digunakan adalah berdasarkan nefropati lesi minimal yaitu 75%- respon terapi terhadap steroid yaitu 85% di mana 80% dari pasien Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid berusia kurang dari 6 tahun dan saat (SNSS) dan Sindrom Nefrotik diagnosis dibuat dengan umur rata- Resisten Steroid (SNRS). (Widajat, rata 2,5 tahun (WHO, 2016). Angka 2011; 252-9). Semua penyakit yang kejadian sindrom nefrotik di mengubah fungsi glomerulus Indonesia tahun 2015 dilaporkan sehingga mengakibatkan kebocoran terdapat 6 per 100.000 anak per protein (khususnya albumin) ke tahun. Perbandingan antara anak dalam ruang Bowman akan laki-laki dan perempuan adalah 2:1. menyebabkan terjadinya sindrom ini. Sindrom nefrotik kelainan minimal Etiologi SN secara garis besar dapat (SNKM) terjadi pada 85-90% pasien dibagi 3, yaitu kongenital, di bawah usia 6 tahun. (Depkes RI,
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
34
2016). Angka kejadian sindrom gambaran histopatologik berdasarkan
nefrotik di Jatim tahun 2015 istilah dan terminologi menurut dilaporkan terdapat 3 per 100.000 rekomendasi International Study of anak per tahun. (Dinkes Jatim, Kidney Diseases in Children, ISKDC 2016). Dari data yang diambil di pada tahun 2011. Sindrom nefrotik Ruang Anak RSUD Jombang tercatat sekunder pula ditimbulkan oleh 1123 kasus pada bulan Januari berbagai penyakit misalnya penyakit sampai Maret 2017. Dengan angka metabolik seperti diabetes mellitus kejadian : DHF 306 kasus (27,25%), atau amiloidosis, infeksi seperti bronkopnemonia 258 kasus sifilis, malaria, atau hepatitis, (22,97%), typoid fever 149 kasus penyakit sistemik bermediasi (13,27%), faringitis akut 118 kasus imunologik contohnya lupus (10,51%), GEA 113 kasus (10,06%), eritematosus sistemik atau talasemia 85 kasus (7,57%), morbili sarkoidosis, neoplasma, ataupun 35 kasus (3,12%), sindrom nefrotik disebabkan bahan kimia atau efek 22 kasus (1,96%), asma bronkiale 19 samping dari obat-obatan. (1,69%) dan lain-lain 18 kasus Manifestasi klinis dari sindrom (1,60%). (Data Angka Kesakitan nefrotik yang utama adalah Anak RSUD Jombang Bulan Januari protenuria. Pronteinuria akan Sampai Maret 2017) menyebabkan manifestasi klinik Sindrom nefrotik bisa lainnya, seperti edema, digolongkan kepada 2 yaitu sindrom hipoalbuminemia, dan nefrotik primer atau idiopatik dan hiperkolesterolemia. Kondisi sindrom nefrotik sekunder. Pada hipoalbuminemia ini menyebabkan sindrom nefrotik primer, faktor manifestasi klinik selanjutnya yaitu etiologinya tidak diketahui atau edema yang akan berkaitan pula idiopatik dan sesuai dengan dengan kondisi berat badan anak namanya, sindrom nefrotik ini secara dengan sindrom nefrotik tersebut primer terjadi akibat kelainan pada (Noer, 2010). Komplikasi yang glomerulus itu sendiri tanpa ada terjadi sindrom nefrotik antara lain : penyebab lain. Golongan ini paling Penurunan volume intravakular sering dijumpai pada anak. Sindrom (syok hipovolemik), Kemampuan nefrotik primer dibagi lagi menurut koagulasi yang berlebihan
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
35
(thrombosis vena), Perburukan pilihan utama pengobatan awal
pernafasan (berhubungan dengan sindrom nefrotik walaupun terdapat retensi cairan), Kerusakan kulit, obat-obat alternatif lain. Sindrom Infeksi sekunder, trauma infeksi nefrotik dengan relaps berikutan kulit, Peritonitis (berhubungan waktu dosis steroid diturunkan atau dengan asites), Efek samping steroid dalam 14 hari sesudah pengobatan yang tidak diinginkan. (Noer, S, M, steroid dihentikan diklasifikasikan dkk, 2013; 16) sebagai sindrom nefrotik sensitif Saat ini pengobatan yang steroid sementara sindrom nefrotik telah ada untuk anak dengan SN bila dengan dosis penuh sampai 4 dinilai belum maksimal dan masih minggu tidak remisi, maka penderita terus dicari penatalaksanaan terbaik. didiagnosis dengan sindrom nefrotik Penatalaksanaan SN dengan resisten steroid (non responsif menggunakan kortikosteroid dan diet steroid) dan harus diberi standar sebenarnya telah dapat imunosupresif non-steroid lain. memperbaiki kondisi klinis penderita Kebanyakan pasien mengalami SN, termasuk kondisi proteinuria dan relaps berulang atau multipel, hipoalbuminemia. Namun, sehingga berisiko mengalami efek peningkatan kadar albumin yang samping akibat toksisitas steroid, dicapai memerlukan waktu selama 4 infeksi sistemik, dan komplikasi lain. minggu, yang dalam rentang waktu Sebagian kecil pasien dengan pengobatan tersebut, penderita SN sindrom nefrotik resisten steroid juga masih dalam keadaan berisiko mengalami efek samping hipoalbuminemia. Hal ini akan yang sama seperti pada pasien mengakibatkan fungsi-fungsi vital sindrom nefrotik sensitif steroid dan yang diperankan oleh albumin dalam dapat disertai komplikasi insufisiensi tubuh akan terganggu. Oleh karena renal (Naoyuki et al. 2008). itu selain terapi dengan steroid dan Berdasarkan dari latar diet standar, diperlukan pula belakang dan data di atas maka pemberian asupan protein tambahan penulis tertarik untuk menyusun untuk mempercepat peningkatan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul kadar albumin serum. (Wirya; 2009; “Asuhan Kebidanan Pada An. “B” 412). Kortikosteroid merupakan obat Umur 3 Tahun Dengan Sindrom
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
36
Nefrotik Di Ruang Anak RSUD sebanyak-banyaknya mengenai
Jombang”. faktor-faktor yang merupakan Berdasarkan permasalahan pendukung terhadap kualitas data, pada latar belakang yang ada, maka menganalisa dan kemudian di tulis penulis dapat merumuskan masalah dalam bentuk narasi (Hidayat, Aziz yaitu “Bagaimana melaksanakan Alimul. 2009 : 2) yang dibuat Asuhan Kebidanan Pada An. “B” berdasarkan keadaan situasi yang Umur 3 Tahun Dengan Sindrom nyata dengan tujuan pemecahan Nefrotik Di Ruang Anak RSUD masalah. Jombang?” Adapun teknik yang Mampu menerapkan digunakan dalam pengumpulan data gambaran yang nyata melalui pola adalah sebagai berikut : wawancara, pikir ilmiah dalam melaksanakan pemeriksaan fisik, observasi, studi asuhan kebidanan sesuai teori dan kepustakaan, studi dokumentasi praktek pada anak dengan sindrom Dalam penyusunan Karya nefrotik dengan menggunakan Tulis Ilmiah ini, dalam pengambilan manajemen SOAP serta kasus dilakukan di Ruang Anak mendapatkan pengalaman secara RSUD Jombang, tanggal 11 April nyata. 2017 pada jam 10.00 WIB Manfaat temuan dari hasil Dalam penulisan karya tulis karya tulis ilmiah bagi ilmiah ini dibuat sistematika perkembangan ilmu pengetahuan penulisan sebagai berikut : BAB I (akademik) adalah dapat PENDAHULUAN, BAB II dimanfaatkan oleh ilmuwan lain TINJAUAN PUSTAKA, BAB III dalam mengembangkan ilmu TINJAUAN KASUS, BAB IV pengetahuan dan teknologi, dan seni PEMBAHASAN, BAB V serta diaplikasikan dalam asuhan PENUTUP, DAFTAR PUSTAKA, keprofesian. (Nursalam, 2013: 209) LAMPIRAN Metode penulisan yang TINJAUAN PUSTAKA digunakan penulis dalam penulisan Sindrom Nefrotik (SN) ialah karya tulis ilmiah adalah secara penyakit dengan gejala edema, deskriptif yaitu metode penulisan proteinuria, hipoalbuminemia dan dengan mengumpulkan data
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
37
hiperkolesterolemia. (Staf Pengajar berumur antara 3 – 4 tahun dengan
Ilmu Kesehatan Anak, 2012; 832) rasio lelaki dan perempuan 2 : 1. Penyakit tersebut ditandai dengan (Susalit, E, dkk; 2013; 67) Hal sindrom klinik yang terdiri dari tersebut juga sesuai dengan kasus ini, beberapa gejala yaitu proteinuria penderita adalah seorang anak laki- masif (>40 mg/m2LPB/jam atau laki berumur 3 tahun, anak tersebut rasio protein/ kreatinin pada urin juga pernah sakit seperti ini dan sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ dirawat di RS saat berumur 2 tahun, 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, kemudian sembuh dan sekarang edema, dan hiperkolesterolemia. kambuh lagi. Meningkatkan (Widajat, 2011; 252-9) Sindroma permeabilitas dinding kapiler nefrotik adalah status klinis yang glomerular akan berakibat pada ditandai dengan peningkatan hilangnya protein plasma dan permeabilitas membrane glomerolus kemudian akan terjadi proteinuria. terhadap protein, yang Kelanjutan dari proteinuria mengakibatkan kehilangan protein menyebabkan hypoalbuminemia. urinarius yang massif (Wong, Dengan menurunya albumin, tekanan Donna. L. 2013) Sindroma nefrotik osmotic plasma menurun sehingga merupakan kumpulan gejala yang cairan intravascular berpindah ke disebabkan oleh adanya injury dalam interstisial. Perpindahan glomerular yang terjadi pada anak cairan tersebut menjadikan volume dengan karakteristik proteinuria, cairan intravascular berkurang hypoproteinuria, hypoalbuminemia, sehingga menurunkan jumlah aliran hyperlipidemia dan edema (Suriadi darah ke renal karena hypovolemi. & Rita Yulianni, 2011). Sebab yang Menurunya aliran darah ke renal, pasti belum diketahui. Akhir-akhir ginjal akan melakukan kompensasi ini di anggap suatu penyakit auto dengan merangsang produksi rennin immune. Jadi merupakan suatu angiotensin dan peningkatan sekresi reaksi antigen-anti bodi. SN pada antidiuretik hormone (ADH) dan umumnya dapat muncul sejak sekresi aldosteron yang kemudian pertama kehidupan, tetapi biasanya terjadi retensi natrium dan air. mulai dari umur 2 tahun, dan angka Dengan retensi natrium dan air akan kejadian SN terbanyak pada anak menyebabkan edema. Terjadi
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
38
peningkatan cholesterol dan onkotik plasma tetap rendah maka
triglyceride serum akibat dari cairan di kapiler akan berpindah lagi peningkatan stimulasi produksi ke interstisial sehingga edema makin lipoprotein karena penurunan plasma bertambah. Dalam proses ini akibat albumin atau penurunan ontotik adanya hipovolemia juga terjadi plasma. Adanya hyperlipidemia juga perangsangan terhadap hormon akibat dari meningkatnya produksi antidiuretik (ADH) dan peptida lipoprotein dalam hati yang timbul natriuretik atrial (ANP = Atrial oleh karena kompensasi hilangnya Natriuretic peptide). ADH meningkat protein dan lemak akan banyak hingga menambah retensi air, ANP dalam urine (lipiduria). Menurunya menurun dengan akibat terjadi respon imun karena sel imun retensi Natrium di tubulus. Hipotesis tertekan, kemungkinan di sebabkan “OVERFILL” Pada hipotesis ini oleh karena hypoalbunemia, mekanisme utama adalah defek hyperlipidemia atau difesiensi seng. tubulus primer di ginjal (intra renal). Ada 2 hipotesis yang menjelaskan Di tubulus distal terjadi restensi terjadinya retensi Natrium dan natrium (primer) dengan akibat Edema pada sindrom nefrotik terjadi hipervolemia dan edema. Jadi Hipotesis “UNDERFILL” Menurut edema terjadi akibat overfilling hipotesis ini proteinuria masih cairan ke jaringan interstisial. Pada menyebabkan terjadinya hipotesis overfill karena terjadi hipoalbuminemia dan tekanan hipervolemia, sistem RAAS onkotik plasma menurun. Cairan (aldosteron) akan menurun. berpindah dari intravaskuler ke Demikian pula ADH tetapi kadar jaringan interstisial sehingga terjadi ANP meningkat karena tubulus edema dan hipovolemia. resisten terhadap ANP. Akibatnya Hipovolemia merangsang sistem retensi Na tetap berlangsung dengan saraf simpatis, sistem rennin- akibat terjadi edema. Kelompok angiotensin-aldosteron (RAAS). pertama (underfill) disebut juga tipe Aldosteron akan mereabsorpsi garam nefrotik dan yang paling sering dan air di tubulus ginjal, dengan terjadi SN kelainan minimal. Pada tujuan menambah volume cairan keadaan ini retensi Na dan air intravaskular, tetapi karena tekanan bersifat sekunder, terhadap
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
39
hipovolemia dan kadar renin dan protein–uria pada glomerulonefritis
aldosteron menurun, ANP rendah membrosa). Agens pengalkilasi atau normal. Kelompok kedua (sitotoksik) – klorambusil dan (overfill) disebut tipe Nefritik siklofostamid (untuk sindroma biasanya dijumpai pada SN bukan nefrotik tergantung steroid dan kelainan (BKM) atau pasien yang sering mangalami glomerulonefritis kronik. SN BKM kekambuhan). Obat nyeri (untuk pada dasarnya memang suatu mangatasi ketidaknyamanan glomerulonefritis kronik. Selain berhubungan dengan edema dan adanya hipervolemia juga sering terapi invasive). Antibiotic untuk dijumpai hipertensi, kadar renin dan mencegah infeksi. Terapi albumin aldosteron rendah atau normal dan jika oral dan output urin kurang. ANP tinggi. (Susalit, E, dkk; 2013; Pembatasan sodium jika anak 68). Pengobatan : Istirahat cukup hypertensi (Susalit, E, dkk; 2013, 79) sampai edema tinggal sedikit. Istilah tumbuh kembang Dietetik, Diuretik, Kortikosteroid, sebenarnya mencakup 2 peristiwa Antibiotika. Penatalaksanaan medis yang sifatnya berbeda, tetapi saling untuk sindom nefrotik mencakup berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu komponen perawatan berikut ini : pertumbuhan dan perkembangan. Pemberian kortikosteroid (prednison) Sedangkan pengertian mengenai apa dengan dosis 2 mg/kg/per hari sesuai yang diamaksud dengan program. Penggantian protein (dari pertumbuhan dan perkembangan makanan atau 25% albumin). definisi adalah sebagai berikut: Pengurangan edema melalaui terapi Pertumbuhan (growth) berkaitan diuretic dan restriksi narium (diuretic dengan masalah perubahan dalam hendaknya dilakukan secara cermat besar, jumlah, ukuran atau dimensi untuk mencegah terjadinya tingkat sel, organ maupun individu, penurunan volume intravaskuler, yang bisa diukur dengan ukuran pembentukan thrombus dan berat (gram, pound, kilogram), ketidakseimbangan elektrolit). ukuran panjang (cm, meter), umur Rumatan keseimbangan elektrolit. tulang dan keseimbangan metabolik Inhibitor enzim pengkonverensi– (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). angiotensin (menurunkan banyaknya Perkembangan (development) adalah
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
40
bertambahnya kemampuan (skill) setiap anak. Tujuan Ilmu Tumbuh
dalam struktur dan fungsi tubuh yang Kembang adalah mempelajari lebih kompleks dalam pola yang berbagai hal yang berhubungan teratur dan dapat diramalkan, sebagai dengan segala upaya untuk menjaga hasil dari proses pematangan. Disini dan mengoptimalkan tumbuh menyangkut adanya proses kembang anak baik fisik, mental, dan diferensiasi dari sel-sel tubuh, sosial. Juga menegakkan diagnosis jaringan tubuh, organ-organ dan dini setiap kelainan tumbuh kembang sistem organ yang berkembang dan kemungkinan penanganan yang sedemikian rupa sehingga masing- efektif, serta mencari penyebab dan masing dapat memenuhi fungsinya. mencegah keadaan tersebut. Mencari Termasuk juga perkembangan emosi, penyebab dan mencegah keadaan intelektual dan tingkah laku sebagai tersebut. Periode penting dalam hasil interaksi dengan tumbuh kembang anak adalah masa lingkungannya. Sehingga dapat balita. Karena pada masa ini disimpulkan bahwa pertumbuhan pertumbuhan dasar yang akan mempunyai dampak terhadap aspek mempengaruhi dan menentukan fisik, sedangkan perkembangan perkembangan anak selanjutnya. berkaitan dengan pematangan fungsi Pada masa balita ini perkembangan organ/ individu. Walaupun demikian, kemampuan berbahasa, kreativitas, kedua peristiwa itu terjadi secara kesadaran sosial, emosional dan sinkron pada setiap individu. intelegensia berjalan sangat cepat Sedangkan untuk tercapainya dan merupakan landasan tumbuh kembang yang optimal perkembangan berikutnya. tergantung pada potensi biologisnya. Perkembangan moral serta dasar- Tingkat tercapainya potensi biologis dasar kepribadian juga dibentuk pada sesorang, merupakan hasil interaksi masa ini. Bahkan ada sarjana yang berbagai faktor yang saling mengatakan bahwa “the child is the berkaitan, yaitu faktor genetik, father of the man”. Sehingga setiap lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial kelainan atau penyimpangan sekecil dan perilaku. Proses yang unik dan apapun apabila tidak terdeteksi hasil akhir yang berbeda-beda yang apalagi tidak ditangani dengan baik, memberikan ciri tersendiri pada akan mengurangi kualitas sumber
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
41
daya manusia kelak kemudian hari. Pada data obyektif
Dalam perkembangan anak terdapat didapatkan keadaan umum : lemah, masa kritis, dimana diperlukan kesadaran : composmentis, TTV : rangsangan/ stimulasi yang berguna Nadi : 120x/menit, Suhu : 37,5C, agar potensi berkembang, sehingga RR : 23x/menit, BB : 18 kg, TB : perlu mendapat perhatian. 100 cm, Status gizi : baik. Perkembangan psiko-sosial sangat Pemeriksaan fisik khusus didapatkan dipengaruhi lingkungan dan interaksi Muka : Pucat oedem, Mata : antara anak dengan orang tuanya/ konjungtiva pucat, oedema, Mulut : orang dewasa lainnya. Mukosa bibir kering, stomatitis, Perkembangan anak akan optimal tidak caries, Genetalia : Bersih, jenis bila interaksi sosial diusahakan kelamin perempuan, Ekstremitas atas sesuai dengan kebutuhan anak pada : tangan kanan terpasang infus D5 berbagai tahap perkembanganya, 1/4 NS. 500 cc / 24 jam. bahkan sejak bayi masih di dalam Pemeriksaan laboratorium kandungan. Sedangkan lingkungan didapatkan : Proteinuria : +++ yang tidak mendukung akan (positif 3), Sediment : leukosit 2 – 4/ menghambat perkembangan anak. LPB, eritrosit 0 – 1/ LPB, dan epitel (Nursalam, 2010; 41) penuh/ LPK. Protein total serum : 3,8 mg/100 mL Albumin : 2,0 mg/100 TINJAUAN KASUS mL. Cholesterol total : 361 mg/100 Pada data subyektif mL. Ureum : 35,2 mg/100 mL, didapatkan An. ”B” umur 3 tahun Creatinin : 0,16 mg/100 mL. Hb : badannya bengkak. Pada riwayat 11,8 gr/dL, Trombosit : kesehatan sekarang didapatkan ibu 591.000/mm3, Ht : 35%, Leukosit : pasien mengatakan sejak seminggu 13.100/mm3, LED : 80 mm/jam. yang lalu anaknya menderita sakit Pada analisa ditemukan panas dan pada tanggal 09 April diagnosa An “B” umur 3 tahun 2017 seluruh badan bengkak dengan sindrom nefrotik. sehingga pada hari itu keluarga Pada penatalaksanaan sudah memutuskan untuk membawa pasien dilakukan sesuai dengan rencana ke RSUD Jombang untuk mendapat meliputi: Melakukan pendekatan perawatan. terapeutik kepada orang tua pasien
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
42
dengan komunikasi “5S” yaitu pustaka dengan tinjauan kasus
senyum, salam, sapa, sentuh, sopan. karena didapatkan oedem pada Menjelaskan pada ibu hasil muka. Dengan demikian pada pemeriksaan. Memberi HE tentang langkah ini tidak ditemukan adanya nutrisi. Memberitahukan pada ibu kesenjangan antara tinjauan pustaka tentang kebersihan diri dan dengan tinjauan kasus. Jadi pada menganjurkan pada ibu agar selalu langkah ini tidak ditemukan adanya menjaga kebersihan minuman dan kesenjangan antara tinjauan pustaka makanan, serta mencuci tangan dengan tinjauan kasus karena sebelum dan sesudah makan. penatalaksanaan dilakukan sesuai Menganjurkan kepada keluarga rencana. pasien untuk kompres air biasa pada seluruh tubuh anak (jika suhu anak > PENUTUP 37,5C) dan memberi contoh pada Pada data subyektif ibu memakai baju anaknya yang tipis didapatkan An. ”B” umur 3 tahun agar suhunya menurun. badannya bengkak. Pada riwayat Menganjurkan kepada ibu pasien kesehatan sekarang didapatkan ibu bedrest total yang teratur sampai pasien mengatakan sejak seminggu oedemanya berkurang. Memberitau yang lalu anaknya menderita sakit ibu pasien tentang menghindari panas dan pada tanggal 09 April makanan yang asin karena 2017 seluruh badan bengkak mengandung yodium. Menganjurkan sehingga pada hari itu keluarga ibu pasien untuk memberikan minum memutuskan untuk membawa pasien yang banyak pada anaknya. ke RSUD Jombang untuk mendapat Kolaborasi dengan pasien dan tenaga perawatan. Pada data obyektif kesehatan dalam pemberian terapi didapatkan keadaan umum : lemah, kesadaran : composmentis, TTV : PEMBAHASAN Nadi : 120x/menit, Suhu : 37,5C, Jadi tidak terdapat RR : 23x/menit, BB : 18 kg, TB : kesenjangan antara tinjauan pustaka 100 cm, Status gizi : baik. dengan tinjauan kasus dikarenakan Pemeriksaan fisik khusus didapatkan An. ”B” badannya bengkak. Jadi Muka : Pucat oedem, Mata : tidak ada kesenjangan antara tinjauan konjungtiva pucat, oedema, Mulut :
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
43
Mukosa bibir kering, stomatitis, Menganjurkan kepada keluarga
tidak caries, Genetalia : Bersih, jenis pasien untuk kompres air biasa pada kelamin perempuan, Ekstremitas atas seluruh tubuh anak (jika suhu anak > : tangan kanan terpasang infus D5 37,5C) dan memberi contoh pada 1/4 NS. 500 cc / 24 jam. ibu memakai baju anaknya yang tipis Pemeriksaan laboratorium agar suhunya menurun. didapatkan : Proteinuria : +++ Menganjurkan kepada ibu pasien (positif 3), Sediment : leukosit 2 – 4/ bedrest total yang teratur sampai LPB, eritrosit 0 – 1/ LPB, dan epitel oedemanya berkurang. Memberitau penuh/ LPK. Protein total serum : 3,8 ibu pasien tentang menghindari mg/100 mL Albumin : 2,0 mg/100 makanan yang asin karena mL. Cholesterol total : 361 mg/100 mengandung yodium. Menganjurkan mL. Ureum : 35,2 mg/100 mL, ibu pasien untuk memberikan minum Creatinin : 0,16 mg/100 mL. Hb : yang banyak pada anaknya. 11,8 gr/dL, Trombosit : Kolaborasi dengan pasien dan tenaga 3 591.000/mm , Ht : 35%, Leukosit : kesehatan dalam pemberian terapi 13.100/mm3, LED : 80 mm/jam. Diharapkan adanya Pada analisa ditemukan diagnosa An peningkatan sarana untuk “B” umur 3 tahun dengan sindrom memberikan perawatan yang optimal nefrotik. Pada penatalaksanaan sudah khususnya bagi klien penderita dilakukan sesuai dengan rencana sindrom nefrotik. Hendaknya meliputi: Melakukan pendekatan menambah buku sebagai bahan terapeutik kepada orang tua pasien pustaka bagi mahasiswa sehingga dengan komunikasi “5S” yaitu wawasan mahasiswa menjadi lebih senyum, salam, sapa, sentuh, sopan. luas. Diharapkan dapat menerapkan Menjelaskan pada ibu hasil manajemen kebidanan dalam upaya pemeriksaan. Memberi HE tentang mendeteksi secara dini permasalahan nutrisi. Memberitahukan pada ibu yang ada pada klien dengan tentang kebersihan diri dan menggunakan metode pendekatan menganjurkan pada ibu agar selalu dan pemecahan masalah sesuai menjaga kebersihan minuman dan dengan manajemen SOAP. makanan, serta mencuci tangan Diharapkan perkembangan klien sebelum dan sesudah makan. setelah dilakukan asuhan kebidanan
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
44
jauh lebih baik dan diharapkan Salemba Medika
pelayanan yang telah diberikan Kliegman RM, Stanton BF, Schor membuat klien puas NF, III JWSG, Behrman RE (2011). Nelson Textbook of Pediatrics. 19 ed. DAFTAR PUSTAKA Philadelphia: Elsevier Saunders Depkes RI. (2010). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Nursalam, dkk. (2010). Asuhan Neonatal Esensial. Jakarta : Keperawatan Bayi dan Anak JHPIEGO untuk Perawat dan Bidan. Jakarta : Salemba Medika Depkes RI. (2010). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Nursalam. (2010). Konsep & Jakarta : PT. Raja Grafindo Penerapan Metodologi Persada Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis & Depkes RI. (2010). Manajemen Instrumen Penelitian Terpadu Balita Sakit. Jakarta Keperawatan. Jakarta : : Depkes RI Salemba Medika Dinas Kesehatan Kabupaten Rekam Medik Rumah Sakit Umum Jombang. (2015). Profil Daerah Jombang, 2017 Kesehatan Kabupaten Jombang Tahun 2015. Suriadi & Yuliana. (2011). Asuhan Surabaya : Dinas Kesehatan Keperawatan pada Anak Kabupaten Jombang Edisi 1. Jakarta : EGC Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Susalit, E dkk. (2013). Buku Ajar Timur (2015). Laporan Hasil Ilmu Penyakit dalam II. Riskesdas Jawa Timur 2015. Jakarta : Balai penerbit Jawa Timur : Dinkes Jatim FKUI. Donna L. Wong (2008). Pedoman Varney, Hellen. (2010). Buku Saku Klinis Keperawatan Pediatrik Bidan. Jakarta : EGC Edisi 4. Jakarta : EGC Varney, Hellen. (2011). Buku Ajar H.M. S. Noer. 2013. Buku Ajar Ilmu Asuhan Kebidanan. Edisi Penyakit Dalam Jilid I Edisi Empat, Jakarta : EGC Ketiga. Jakarta: Balai penerbit. FKUI. Widajat HRR, Muryawan MH, Mellyana O (2011). Sindrom Hidayat, Aziz Alimul. (2005). Nefrotik Sensitif Steroid. In: Asuhan Neonatus, Bayi & Buku Ajar Ilmu Kesehatan Balita. Jakarta : EGC Anak. Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Hidayat. Aziz Alimul A (2008). Universitas Diponegoro. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Jakarta : World Health Organization (2015). Managing Newborn
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019
45
Problems : A Guide For
Doctors, Nurses, And Midwifes. Jakarta : EGC
Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019