Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Nyeri

1. Definisi

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif

dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan

mengevaluasi perasaan tersebut. Secara umum, nyeri dapat

didefinisikan sebagai perasaan yang tidak nyaman, baik ringan

maupun berat (Mubarak dan Chayatin, 2008 : 204).

2. Fisiologis Nyeri

Menurut Potter dan Perry (2010 : 215-217), terdapat empat proses

fisiologis dari nyeri nosiseptif (saraf-saraf yang menghantarkan

stimulus nyeri ke otak) yaitu:

a. Transduksi

Stimulus suhu, kimia, atau mekanik biasanya dapat menyebabkan

nyeri. Energi dari stimulus-stimulus ini dapat berubah menjadi

energi listrik. Perubahan ini dinamakan transduksi. Transduksi

dimulai di perifer, ketika stimulus terjadinya nyeri mengirimkan

impuls yang melewati serabut saraf nyeri perifer yang terdapat di

pancaindra (saraf pancaindra yang menghantarkan stimulus nyeri

ke otak) maka akan menimbulkan potensi aksi.

b. Transmisi

Pada fase ini terdiri dari tiga bagian. Pada bagian pertama, nyeri

merambat dari serabut saraf perifer ke medula spinalis. Dua jenis

5
6

serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut adalah

serabut C, yang mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan,

serta serabut A-Delta yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan

terlokalisasi. Bagian kedua adalah transmisi nyeri dari medula

spinalis menuju batang otak dan talamus melalui jaras

spinotalamikus (spinothalamic tract [STT]). STT merupakan suatu

sistem diskriminatif yang membawa informasi mengenai sifat dan

lokasi stimulus ke talamus. Selanjutnya, pada bagian ke tiga, sinyal

tersebut di teruskan ke korteks sensorik somatik, tempat nyeri

dipersepsikan. Impuls yang ditransmisikan melalui STT

mengaktifkan respon otonomi dan limbik.

c. Persepsi

Pada fase ini, individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya

persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur korteks sehingga

memungkinkan munculnya berbagai strategi perilaku-kognitif

untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri.

d. Modulasi

Fase ini juga disebut “sistem desenden”. Pada fase ini, neutron di

batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medula spinalis.

Serabut desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid,

serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat impuls asenden

yang membahayakan di bagian dorsal medula spinalis.


7

3. Jenis-Jenis Nyeri

Menurut Potter dan Perry (2010 : 219-222), nyeri dikategorikan

dengan durasi atau lamanya nyeri berlangsung atau dengan kondisi

patologis yaitu:

a. Nyeri akut atau sementara

Nyeri akut bersifat melindungi, memiliki penyebab yang dapat

diidentifikasi, berdurasi pendek dan memiliki sedikit kerusakan

jaringan serta respon emosional. Nyeri akut biasanya berlangsung

tidak lebih dari enam bulan. Nyeri akut dapat diprediksi waktu

penyembuhannya dan penyebabnya dapat diidentifikasi. Penting

untuk menyadari bahwa nyeri akut yang tidak terobati dapat

berkembang menjadi nyeri kronis.

b. Nyeri kronis atau menetap

Perbedaan utama antara nyeri kronis dan nyeri akut adalah nyeri

kronis bukanlah suatu hal yang bersifat protektif, sehingga menjadi

tak bertujuan. Nyeri kronis berlangsung lebih lama yaitu lebih dari

enam bulan, tidak selalu memiliki penyebab yang dapat

diidentifikasi, dan dapat memicu penderitaan yang teramat sangat

bagi seseorang. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak

dapat disembuhkan.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri meliputi (Potter dan Perry

2010 : 224-226):
8

a. Faktor fisiologis

1) Usia

Usia dapat mempengaruhi nyeri, terutama pada bayi dan lansia.

Anak-anak lebih mengalami kesulitan dalam mengenal atau

memahami nyeri dibanding lansia. Anak usia 1-3 tahun

(toddler) dan usia 4-5 tahun (prasekolah) belum mampu

mengingat penjelasan tentang nyeri atau yang berhubungan

dengan nyeri, dengan pengalaman yang terjadi pada situasi

yang berbeda-beda. Disisi lain, prevalensi pada individu lansia

lebih tinggi karena penyakit akut atau kronis yang mereka

derita.

2) Kelemahan (fatigue)

Kelemahan meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan

menurunkan kemampuan untuk mengatasi masalah. Persepsi

terhadap nyeri akan lebih besar.

3) Gen

Penentuan sel-sel genetik kemungkinan dapat menentukan

ambang nyeri seseorang atau toleransi tehadap nyeri.

4) Fungsi neurologis

Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi atau mengganggu

penerimaan atau persepsi nyeri yang normal (contoh: cedera

medula spinalis, neuropatik perifer, atau penyakit-penyakit

saraf) dapat mempengaruhi kesadaran dan respons klien

terhadap nyeri.
9

b. Faktor sosial

1) Perhatian

Tingkatan dimana klien memfokuskan perhatiannya terhadap

nyeri yang dirasakan mempengaruhi persepsi nyeri.

2) Pengalaman sebelumnya

Individu yang pernah mengalami nyeri atau menyaksikan

penderitaan orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung

merasa terancam.

3) Keluarga dan dukungan sosial

Orang dengan nyeri terkadang tergantung pada keluarga atau

teman dekat untuk dukungan, bantuan, atau perlindungan.

Meski masih merasa nyeri, tetapi kehadiran keluarga dapat

membuat pengalaman nyeri yang menyebabkan stres sedikit

berkurang.

c. Faktor spiritual

Spiritualitas menjangkau dan mencakup pencarian secara aktif

terhadap makna situasi di mana seseorang menemukan dirinya

sendiri.

d. Faktor psikologis

1) Kecemasan

Hubungan antara nyeri dan kecemasan bersifat kompleks.

Kecemasan terkadang meningkatkan persepsi terhadap nyeri,

tetapi nyeri juga menyebabkan perasaan cemas.


10

2) Teknik koping

Teknik koping mempengaruhi kemampuan untuk mengatasi

nyeri. Seseorang yang memiliki kontrol terhadap situasi

internal merasa bahwa mereka dapat mengontrol kejadian-

kejadian dan akibat yang terjadi dalam hidup mereka, seperti

nyeri.

e. Faktor budaya

1) Arti dari nyeri

Sesuatu yang diartikan seseorang sebagai nyeri akan

mempengaruhi pengalaman nyeri sebagaimana seseorang

beradaptasi terhadap kondisi tersebut.

2) Suku bangsa

Nilai-nilai dan kepercayaan terhadap budaya mempengaruhi

bagaimana seseorang mengatasi rasa sakitnya. Individu belajar

tentang apa yang diharapkan dan diterima oleh budayanya,

termasuk bagaimana reaksi terhadap nyeri.

5. Penatalaksanaan

Menurut Prasetyo (2010 : 56-73), penatalaksanaan nyeri dibagi

menjadi:

a. Farmakologi

Kategori obat-obatan analgesik:

1) Analgesik non-opiat sering digunakan untuk berbagai keadaan

yang mengakibatkan nyeri seperti trauma, pembedahan, atau

kanker.
11

2) Analgesik opiat bekerja dengan mengikat reseptor opiat pada

neuron afferen, sehingga impuls nyeri akan terhenti pada spinal

cord dan tidak ditransmisikan ke korteks.

3) Analgesik opiat agonist-antagonist merupakan opiat campuran,

komponen yang menghambat efek opiat pada salah satu

reseptor dan memproduksi efek opiat pada reseptor lain.

4) Analgesik opiat antagonist efek samping yang ditimbulkan

adalah efek sedasi, depresi pernapasan dan mual.

5) Patient Controlled Analgesia (PCA) merupakan terapi

farmakologi yang diberikan melalui seperangkat alat, yang

memungkinkan klien untuk mengontrol pemberian obat secara

mandiri melalui intravena, epidural, maupun subkutaneus dan

merupakan cara yang efektif dengan sistem pompa yang sudah

terprogram.

6) Analgesi epidural adalah pemberian opiat melalui kateter yang

dimasukkan ke ruang epidural.

7) Anestesi lokal merupakan manajemen nyeri yang efektif

tujuannya untuk menghilangkan sensasi pada lokalisasi bagian

tubuh tertentu.

b. Non-Farmakologi

1) Membangun hubungan terapeutik perawat-klien.

2) Bimbingan antisipasi.

3) Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental

dan fisik dari ketegangan dan nyeri.


12

4) Imajinasi terbimbing dapat digunakan bersamaan saat

melakukan relaksasi, atau merupakan tindakan terpisah.

5) Distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke

hal-hal lain di luar nyeri, yang dengan demikian diharapkan

dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan

meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Contoh: menonton TV,

mendengarkan musik dan lain-lain.

6) Akupuntur merupakan terapi pengobatan kuno dari China,

dimana akupuntur menstimulasi titik-titik tertentu pada tubuh

untuk meningkatkan aliran energi di sepanjang jalur yang

disebut meridian.

7) Biofeedback merupakan metode elektronik yang mengukur

respon fisiologis, seperti gelombang pada otak, kontraksi otot,

atau temperatur kulit kemudian “mengembalikan” memberikan

informasi tersebut ke klien.

8) Stimulasi kutaneus, teknik ini bekerja dengan menstimulasi

permukaan kulit untuk mengontrol nyeri.

9) Akupresur dapat dilakukan oleh klien sendiri dengan cara

menggunakan ibu jari atau jari untuk memberikan tekanan pada

titik akupresur untuk membebaskan ketegangan otot kepala,

bahu atau leher.

10) Psikoterapi dapat menurunkan persepsi nyeri pada beberapa

klien, terutama pada klien yang sangat sulit sekali mengontrol

nyeri.
13

6. Proses Keperawatan

a. Pengkajian

Menurut Potter dan Perry (2010 : 231-240), pengkajian meliputi:

1) Ekspresi klien terhadap nyeri

Laporan klien terhadap nyeri yang dirasakan merupakan satu-

satunya indikator yang sangat dapat dipercaya tentang adanya

rasa nyeri dan intensitas nyeri yang dirasakan.

2) Intensitas nyeri

Salah satu karakteristik yang paling subjektif dan paling

berguna dalam pelaporan nyeri adalah “kehebatannya” atau

intensitasnya. Variasi skala nyeri telah tersedia bagi klien untuk

mengkomunikasikan intensitas nyeri mereka.

a) Skala nyeri menurut Hayward:

No Skala Keterangan
1 Skala 0 tidak nyeri
2 Skala 1-3 nyeri ringan
3 Skala 4-6 nyeri sedang
4 Skala 7-9 sangat nyeri namun masih dapat dikontrol
dengan aktivitas yang biasa dilakukan
5 Skala 10 nyeri dan tidak bisa dikontrol
b) Skala nyeri menurut Wong-Baker FACES

3) Karakteristik nyeri

Pengkajian terhadap karakteristik nyeri yang lazim membantu

perawat untuk memperoleh suatu pemahaman terhadap jenis


14

nyeri, pola nyeri, serta jenis intervensi yang dapat memberikan

pertolongan terhadap nyeri.

4) Permulaan serangan/onset dan durasi

Memberi pertanyaan untuk menentukan permulaan serangan,

durasi, dan rangkaian nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan?

Berapa lama nyeri telah berlangsung? Apakah nyeri terjadi

pada waktu yang sama setiap hari? Berapa sering nyeri tersebut

muncul?

5) Lokasi

Untuk mengkaji lokasi nyeri, minta klien untuk mengatakan

atau menunjukkan semua area di mana klien merasa tidak

nyaman. Nyeri di klasifikasikan oleh lokasi, apakah

dipermukaan (superfisial) atau kutaneus, dalam (viseral),

berlokasi di bagian lain dari tubuh, atau meluas.

6) Kualitas

Nyeri yang berhubungan dengan infark miokard sering kali

digambarkan sebagai sensasi hebat dan menusuk, sebaliknya

nyeri karena insisi bedah sering kali digambarkan sebagai

sensasi hebat.

7) Pola nyeri

Berbagai macam faktor mempengaruhi pola nyeri. Hal ini

membantu untuk mengkaji kajian atau kondisi tertentu yang

memicu atau memperburuk nyeri.


15

8) Tindakan mengurangi nyeri

Seperti mengubah posisi, menggunakan perilaku yang bersifat

kebiasaan (berjalan, mengayun, menggosok), makan, meditasi,

berdoa, atau memberikan sensasi hangat atau dingin pada lokasi

nyeri.

9) Gejala-gejala yang menyertai

Ada beberapa gejala yang menjadi penyebab memburuknya

nyeri, seperti depresi, cemas, lemas, anoreksia, dan lain-lain.

10) Efek nyeri terhadap klien

Nyeri mengubah gaya hidup seseorang dan mempengaruhi

kesejahteraan psikologis.

11) Efek perilaku

Ketika klien mengalami nyeri, kaji ekspresi, respon verbal,

gerakan wajah dan tubuh, serta interaksi sosial.

12) Pengaruh terhadap aktivitas sehari-hari

Klien yang hidup dengan nyeri setiap hari memiliki sedikit

kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas harian, dimana

hal ini akan memicu penurunan ketahanan fisik klien tersebut.

13) Harapan klien

Beberapa klien mengalami nyeri selama beberapa jam atau

beberapa hari sebelum mencari pertolongan perawatan

kesehatan.
16

b. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kasus yaitu nyeri akut.

Definisi, batasan karakteristik, faktor yang berhubungan dengan

diagnosa tersebut seperti dipaparkan oleh Herdman dan Kamitsuru,

ed. (2015 : 469) dalam NANDA-I 2015-2017, meliputi:

1) Definisi

Nyeri akut merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak

menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual atau

potensial, atau digambarkan sebagai suatu kerusakan

(International Association for the study of Pain); awitan yang

tiba-tiba lambat dengan intensitas dari ringan hingga berat,

terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat

diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga (>3)

bulan.

2) Batasan karakteristik

a) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa

nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya

(mis., Neonatal Infant Pain Scale, Pain Assessment

Checklist for Senior with Limited Ability to Communicate).

b) Diaforesis.

c) Dilatasi pupil.

d) Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya,

tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu

fokus, meringis).
17

e) Fokus menyempit (mis., persepsi waktu, proses berpikir,

interaksi dengan orang dan lingkungan).

f) Fokus pada diri sendiri.

g) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala

nyeri (mis., skala Wong-Baker FACES, skala analog

visual, skala penilaian numerik).

h) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan

standar instrumen nyeri (mis., McGill Pain Questionnaire,

Brief Pain Inventory).

i) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (mis.,

anggota keluarga, pemberian asuhan).

j) Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek,

menangis, waspada).

k) Perilaku distraksi.

l) Perubahan pada parameter fisiologis (mis., tekanan

frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen,

dan end tidal karbon dioksida [CO2]).

m) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri.

n) Perubahan selera makan.

o) Putus asa.

p) Sikap melindungi area nyeri.

q) Sikap tubuh melindungi.

3) Fakor yang berhubungan

a) Agens cedera biologis (mis., infeksi, iskemia, neoplasma).


18

b) Agens cedera fisik (mis., abses, amputasi, luka bakar,

terpotong, mengangkat berat, prosedur bedah, trauma,

olahraga berlebihan).

c) Agens cedera kimiawi (mis., luka bakar, kapsaisin, metilen

klorida, agens mustard).

c. Perencanaan

1) NOC (Nursing Outcome Classification)

Menurut Moorhead, et al., ed (2016 : 247 dan 577), NOC untuk

diagnosa nyeri akut antara lain:

a) NOC 1: Kontrol nyeri

Definisi: tindakan pribadi untuk mengontrol nyeri.

Skala
No Indikator
1 2 3 4 5
Mengenali kapan nyeri
1.
terjadi
Menggambarkan
2.
faktor penyebab
Menggunakan
3.
tindakan pencegahan
Menggunakan
4. analgesik yang
direkomendasikan
Melaporkan nyeri
5.
yang terkontrol
Keterangan skala:

1. Tidak pernah menunjukkan


2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan

b) NOC 2: Tingkat nyeri


19

Definisi: keparahan dari nyeri yang diamati atau

dilaporkan.

Kriteria hasil:

Skala
No Indikator
1 2 3 4 5
1. Nyeri yang dilaporkan
2. Mengerang dan menangis
3. Ekspresi nyeri wajah
4. Tidak bisa beristirahat
5. Tidak nafsu makan
Keterangan skala:

1. Berat

2. Cukup berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada

2) NIC (Nursing Intervention Classification)

Menurut Bulechek, et al., ed (2016 : 191 dan 198), NIC untuk

kontrol nyeri tersebut antara lain:

a) NIC 1: Manajemen nyeri

Definisi: pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada

tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.

Aktivitas:

(1) Lakukan penilaian yang komprehensif dari rasa sakit

untuk mengenal lokasi, karakteristik, onset, frekuensi,

kualitas, intensitas atau beratnya nyeri.


20

(2) Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai

ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak

dapat berkomunikasi secara efektif.

(3) Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat

menurunkan atau memperberat nyeri.

(4) Gunakan tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri

bertambah berat.

(5) Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan

dukungan.

(6) Dukung istirahat atau tidur yang adekuat untuk

membantu penurunan nyeri.

(7) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat

mempengaruhi respon pasien terhadap

ketidaknyamanan.

(8) Dorong pasien untuk menggunakan obat-obatan

penurun nyeri yang adekuat.

(9) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri.

(10) Ajarkan metode farmakologi untuk menurunkan nyeri.

(11) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat, dan tim

kesehatan lainnya untuk memilih dan

mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri

nonfarmakologi, sesuai kebutuhan.

b) NIC 2: Manajemen lingkungan : kenyamanan


21

Definisi: manipulasi lingkungan pasien untuk mendapatkan

kenyamanan yang optimal.

Aktivitas:

(1) Mempertimbangkan penempatan pasien di kamar

dengan beberapa tempat tidur.

(2) Mempertimbangkan sumber ketidaknyamanan seperti

balutan yang lembab, posisi selang, balutan yang

tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang

mengganggu.

(3) Memonitor kulit terutama daerah tonjolan tubuh

terhadap adanya tanda-tanda tekanan atau iritasi.

(4) Memberikan atau menyingkirkan selimut untuk

meningkatkan kenyamanan terhadap suhu, seperti

yang diindikasikan.

(5) Menyediakan kamar terpisah jika terdapat preferensi

dan kebutuhan pasien (dan keluarga) untuk

mendapatkan ketenangan dan istirahat jika

memungkinkan.

(6) Menciptakan lingkungan yang tenang dan

mendukung.

(7) Menyediakan lingkungan yang aman dan bersih.

(8) Menyesuaikan suhu ruangan yang paling

menyamankan individu, jika memungkinkan.


22

(9) Memposisikan pasien untuk memfasilitasi

kenyamanan.

(10) Kolaborasi dengan keluarga untuk menyediakan

pencahayaan dalam pemenuhan kebutuhan kegiatan

pasien.

B. Masalah Nyeri pada Pasien Post Operasi Sectio Cesaria

1. Pengertian Sectio Cesaria

Sectio Cesaria adalah suatu persalinan buatan, di mana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500

gram (Wiknjosastro, Syaifuddin, dan Rachimhadhi, 2007 : 133).

Menurut Handerson (2005), sebagaimana yang dikutip oleh

Muttaqin dan Sari (2009 : 506), sectio cesaria adalah pengeluaran janin

melalui insisi abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi ibu

menimbulkan distress pada janin atau jika telah terjadi distress janin.

Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi

janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsio sefalopelvis janin

dan ibu. Sectio cesaria dapat merupakan prosedur elektif atau darurat.

2. Indikasi Sectio Cesaria

Menurut Mitayani (2009 : 112), ada beberapa indikasi yaitu:

a. Indikasi ibu

1) Panggul sempit.

2) Disproporsi sefalopelvic.
23

3) Tumor-tumor jalan lahir menimbulkan obstruksi.

4) Stenosis vagina.

5) Plasenta previa.

6) Ruptur uterus.

7) Diabetes (kadang-kadang).

8) Riwayat obstetri yang buruk.

9) Riwayat sectio cesaria klasik.

10) Infeksi hipervirus tipe II (genetik).

b. Indikasi janin

1) Letak janin yang tidak stabil tidak bisa dikoreksi.

2) Presentasi bokong.

3) Penyakit atau kelainan berat pada janin seperti eritoblastosis

atau retardasi pertumbuhan yang nyata.

4) Gawat janin.

3. Mekanisme Masalah Nyeri pada Post Operasi Sectio Cesaria

Sectio Cesaria adalah suatu persalinan buatan, di mana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500

gram (Wiknjosastro, Syaifuddin, dan Rachimhadhi, 2007 : 133).

Menurut Handerson (2005), sebagaimana yang dikutip oleh

Muttaqin dan Sari (2009 : 506), sectio cesaria adalah pengeluaran janin

melalui insisi abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi ibu

menimbulkan distress pada janin atau jika telah terjadi distress janin.
24

Menurut Hidayat dan Uliyah (2014 : 224-225), nyeri karena

pembedahan mengalami sedikitnya dua perubahan, pertama karena

pembedahan itu sendiri menyebabkan rangsang nosisepsif, kedua

setelah pembedahan karena terjadinya respon inflamasi pada daerah

sekitar operasi dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia oleh jaringan

yang rusak dan sel-sel inflamasi. Reseptor nyeri adalah nociceptor,

merupakan ujung-ujung sangat bebas yang memiliki sedikit atau

bahkan tidak memiliki myelin. Reseptor nyeri dapat memberikan

respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut

dapat berupa zat kimiawi seperti histamin, bradikinin, prostaglandin,

dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada

jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain berupa

termal, listrik, atau mekanis. Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh

reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke

sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yang bermielin rapat

atau serabut A (delta) dan serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls

yang ditansmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor

yang ditransmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke

spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn.

Dorsal horn terdiri atas beberapa lapisan atau lamina yang saling

bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga berbentuk substantia

gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls

nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan

bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur


25

spinothalamic tract (STT) atau jalur spinotalamus dan spinoreticular

tract (SRT) yang membawa informasi sifat dan lokasi nyeri.

4. Pathway

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015 : 111), pathway sectio cesaria

adalah sebagai berikut:

Indikasi SC: Sectio Cesaria

 Cephalopelvic
disproportion Luka post operasi Jaringan terbuka

(CPD)
 Gawat janin Jaringan terputus Proteksi kurang

 Presentasi
Merangsang area Invasi bakteri
bokong
sensorik
 Penyakit
Resiko infeksi
kelaninan berat
Gangguan rasa
pada janin.
nyaman

Nyeri

5. Komplikasi

Menurut Sofian (2013 : 87), komplikasi persalinan sectio cesaria

adalah sebagai berikut:

a. Infeksi puerperal (nifas)

1) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.

2) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai

dehidrasi dan perut sedikit kembung.

3) Berat : dengan peritonitis, sepsis, dan ileus paralitik.

Infeksi berat sering kita jumpai pada partus terlantar; sebelum

timbul infeksi nifas, telah terjadi infeksi intrapartum karena


26

ketuban yang telah pecah terlalu lama. Penanganannya adalah

dengan pemberian cairan, elektrolit, dan antibiotik yang

adekuat dan tepat.

b. Perdarahan karena:

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.

2) Atonia uteri.

3) Perdarahan pada placental bed.

c. Luka kandung kemih, emboli paru, dan keluhan kandung kemih

bila reperitonialisasi terlalu tinggi.

d. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.

6. Penatalaksanaan Pasca Operasi Sectio Cesaria

Menurut Liu, ed (2008 : 229), penatalaksanaan post operasi sectio

cesaria meliputi:

a. Kaji tanda-tanda vital dengan interval teratur (15 menit). Pastikan

kondisinya stabil.

b. Lihat tinggi fundus, adanya perdarahan dari luka dan jumlah lokea.

c. Pertahankan keseimbangan cairan.

d. Pastikan analgesia yang adekuat. Penggunaan analgesia epidural

secara kontinu sangat berguna.

e. Tangani kebutuhan khusus dengan indikasi langsung untuk sectio

cesaria, misalnya kondisi medis seperti diabetes.

f. Anjurkan fisioterapi dan ambulasi dini jika tidak ada

kontraindikasi.
27

g. Ingat trombo-profilaksis. Ambulasi dini dan perhatian terhadap

hidrasi yang mencukupi untuk ibu dengan resiko rendah dengan

kehamilan tanpa komplikasi dan tidak ada faktor resiko. Hindari

penggunaan Dextran 70. Heparin subkutan atau metode mekanik

diperlukan jika resiko diyakini sedang. Untuk riwayat trombo-

embolisme yang lalu pada kehamilan atau masa nifas, trombo-

profilaksis harus dilanjutkan untuk 6 minggu pasca melahirkan.

h. Sebelum pemulangan harus diberikan kesempatan yang sesuai

dengan keadaan dan jawab pertanyaan-pertanyaan pasien.

i. Jadwalkan kesempatan untuk melakukan pengkajian ulang pasca

melahirkan guna memastikan penyembuhan total, mendiskusikan

kehamilan berikutnya dan memastikan tindak lanjut perawatan

untuk kondisi medisnya.

7. Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa sesudah persalinan dan

kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk

memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan

waktu kurang lebih enam minggu (Saleha, 2009 : 4). Menurut

Kumalasari (2015 : 155-167), hal-hal yang perlu diperhatikan saat

masa nifas yaitu:

a. Tahapan masa nifas:

1) Puerperium dini

Kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-

jalan.
28

2) Puerperium intermedial

Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8

minggu.

3) Remote puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna

terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai

komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-

minggu, bulanan, tahunan.

b. Tujuan masa nifas

1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun

psikologis.

2) Mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi

komplikasi pada ibu maupun bayinya.

3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan

diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, imunisasi, serta

perawatan bayi sehari-hari.

4) Memberikan pelayanan KB.

Anda mungkin juga menyukai