Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Pengujian Kekuatan bending testting dan penetrant test terhadap


Square groove pada Baja ATSM A36 menggunakan las SMAW

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Program Studi Diploma III Jurusan Teknik Perkapalan

Disusun :

M ARIF
1103191155

JURUSAN D3-TEKNIK PERKAPALAN POLITEKNIK


NEGERI BENGKALIS TAHUN 2021
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir ini adalah asli hasil
karya saya dan tidak terdapat karya yang pernah dilakukan memperoleh gelar
diploma III di perguruan tinggi Politeknik Negeri Bengkalis.

Bengkalis, 21 september 2021

M ARIF
Nim : 1103191155

i
HALAMAN PERSETUJUAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR

Proposal Tugas Akhir Dengan Judul :

“Pengujian Kekuatan bending test dan penetrant test terhadap


Square groove pada Baja ATSM 36 menggunakan las SMAW”
Yang dipersiapkan dan diseminarkan oleh :

M ARIF
1103191155

Proposal Tugas Akhir Ini Telah Diperiksa Dan Disetujui Untuk Diseminarkan
Dihadapan Peserta Seminar Program Studi D-III Teknik Perkapalan Politeknik
Negeri Bengkalis

Bengkalis, 21 september 2021


Pembimbing Proposal Tugas Akhir

ii
“Pengujian Kekuatan bending test dan penetrant test terhadap
Square groove pada Baja ATSM 36 menggunakan las SMAW”

Nama : m arif
Nim : 1103191155
Dosen Pembimbing :

ABSTRAK

Plat baja ASTM A36 adalah baja karbon rendah yang memiliki
kekuatan yang baik dan juga ditambah dengan sifat baja yang bisa dirubah
bentuk menggunakan mesin dan juga dilakukan pengelasan. Plat baja ASTM
A36 juga dapat dilakukan pelapisan galvanish maupun coating untuk
memberikan ketahanan terhadap korosi. Jenis pengelasan yang tepat sangat
dibutuhkan agar sambungan las yang dihasilkan dapat maksimal. Pengelasan
SMAW (Shielded Metal Arc Welding) adalah salah satu teknik pengelasan yang
banyak digunakan dalam perindustrian dan rangka konstruksi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hasil kekuatan bending test, dari sambungan las
jenis square groove dengan visual test dan penentrant test terlebih dahulu.

Kata Kunci : SMAW, square groove, uji bending, uji visual, uji penetrant.

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SWA. Berkat limpahan dan Rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan Proposal Tugas Akhir tepat pada waktunya. Pada penyusunan
laporan ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan materi maupun
spiritual. Untuk itu saya ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya ingin saya
tujukan kepada :

1. Kedua orang tua kami Bapak isnandar dan Ibu handayani yang tercinta
atas doa restu, dukungan moril dan materil selama pengerjaan proposal
Tugas Akhir.
2. Bapak Pardi,ST.,MT. Selaku dosen pembimbing Tugas Akhir.
3. Seluruh teman-teman mahasiswa Teknik Perkapalan Politeknik Negeri
Bengkalis yang telah memberikan inspirasi dalam penulisan proposal
Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Proposal Tugas Akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan-kekurangan dari segi kualitas dan
kuantitas maupun dari ilmu pengetahuan yang penulis kuasai. Oleh karena itu
saya selaku penulis mohon kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan pembuatan proposal dimasa mendatang. Atas perhatian dan
waktunya saya ucapkan terima kasih.

Bengkalis, 21 september 2021


Penullis

M arif
1103191155

iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan utama dari konstruksi suatu kapal adalah baja. Salah satu
klasifikasi jenis baja yaitu baja karbon rendah. Baja karbon rendah memiliki
kandungan unsur karbon dalam struktur baja kurang dari 0,3% C. Baja
karbon rendah ini memiliki ketangguhan dan keuletan tinggi akan tetapi
memiliki sifat kekerasan dan ketahanan aus yang rendah. Pada umumnya
baja jenis ini digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan komponen
struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, bodi mobil, dan lain-lainnya.
Plat baja ASTM A36 adalah baja karbon rendah yang memiliki kekuatan
yang baik dan juga ditambah dengan sifat baja yang bisa dirubah bentuk
menggunakan mesin dan juga dilakukan pengelasan. Plat baja ASTM A36
juga dapat dilakukan pelapisan galvanish maupun coating untuk
memberikan ketahanan terhadap korosi.
Pengelasan yang sering digunakan dalam dunia kontruksi secara
umum adalah pengelasan dengan menggunakan metode pengelasan dengan
busur nyala logam terlindung atau biasa disebut Shielded Metal Arc
Welding (SMAW). Metode SMAW banyak digunakan pada masa ini karena
penggunaannya lebih praktis, lebih mudah pengoperasiannya, dapat
digunakan untuk segala macam posisi pengelasan dan lebih efisien.
Ada bebebrapa sambungan yang terdapat dalam pengelasana salah
satu nya adalah but joint. But joint Merupakan sambungan yang dibentuk
dengan cara menyatukan ujung pada kedua bagian. Pada sambungan las butt
joint, bedua bagian objek yang ingin dilas diletakkan pada bidang yang
sama dan saling berdampingan. Secara pengaplikasian, sambungan butt
joint ini adalah sambungan yang paling sederhana yang digunakan untuk
menyatukan objek las. Butt joint biasanya digunakan pada bahan dengan
tebal minimal 3/16 In. Sambungan ini tidak disarankan untuk digunakan
pada logam yang bekerja untuk beban tinggi.
Dalam pengujian ini akan menggunakan dua metode pengujian yaitu
pengujian bending dan penetrant test.
Uji tekuk (bending test) merupakan salah satu bentuk pengujian
untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Proses pembebanan
menggunakan mandrel atau pendorong yang dimensinya telah ditentukan
untuk memaksa bagian tengah bahan uji atau spesimen tertekuk diantara dua
penyangga yang dipisahkan oleh jarak yang telah ditentukan. Selanjutnya
bahan akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya yang berlawanan
bekerja pada saat yang bersamaan.
Penetrant Test adalah jenis pengujian tidak merusak atau non destructive
test (NDT) yang bertujuan memeriksa permukaan material terdapat cacat las
atau tidak. Dalam pengujian ini didasarkan dari prinsip kapilaritas, yaitu
masuk serta keluarnya cairan penetrant ke dalam diskontinuitas dan dari
kontinuitas ke permukaan.

Prinsip Kerja Uji Penetran adalah Cairan penetran yang masuk ke dalam
diskontinuitas kemudian akan keluar ke permukaan dengan bantuan
developer atau cairan pengembang. Developer ini harus mempunyai warna
yang kontras dengan warna liquid penetrant agar saat proses pengamatan
hasil pengujian dapat dilakukan dengan mudah dan benar.

2
1.2 Rumusan Masalah
A. Bagaimanakah cara menentukan hasil pengelasan baik atau tidak pada
sambungan tersebut saat di visual test dan penetrant test untuk di
lanjutkan ke bending test.
B. Berapakah kekuatan sambungan las pada plat baja ASTM A36 dari
variasi square groove setelah dilakukan Impact test?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang di atas maka maksud dan tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengukur kekuatan material akibat pembebanan dan
kekenyalan hasil sambungan las baik di weld metal maupun HAZ.
Dalam pemberian beban dan penentuan dimensi mandrel ada
beberapa factor yang harus diperhatikan, yaitu  :
a.      Kekuatan tarik (Tensile Strength)
b.     Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan
C.
2. Untuk mengetahui hasil pengelasan baik atau tidak nya melalui
visual test dan penetrant test untuk di lanjut kan ke tahap pengujian
berikutnya yaitu bending test.
3. Untuk Memperoleh kekuatan pengelasan single square groove
joint pada saat bending test.

1.4 Batasan Masalah


a. Pengujian hanya dilakukan pada plat Baja ATSM A36.
b. Pengujian hanya dilakukan bebnding test penentrant test.
c. Tebal plat baja Carbon adalah 10mm
d. Plat di las dengan posisi 1G (Down Hand).
e. Tipe dari pengelasan ini menggunakan jenis pengelasan SMAW

1.5 Manfaat Penelitian


1. Menambah pengetahuan tentang pengelasan.
2. Menambah pengetahuan tentang bending test dan penetrant test.
3
3. Sebagai acuan pengujian selanjutnya jika ingin melakukan pengujian
sesuai dengan batasan masalah.

4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelasan
Fungsi pengelasan diantaranya adalah sebagai penyambung dua
komponen yang berbahan logam selain itu fungsi pengelasan adalah sebagai
media atau alat pemotong. Faktor – faktor pertimbangan dalam pengelasan
adalah jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang
diperlukan, urutan pelaksanaan, persiapan pengelasan, pemilihan las,
pemilihan mesin las, penunjukan ahli las, pemilihan elektroda,penggunaan
jenis kampuh.
Pengelasan yang paling populer diindonesia yaitu pengelasan
SMAW (Shield Metal Arc Welding), yang juga disebut las busur listrik
adalah proses pengelasan yang menggunakan panas untuk mencairkan
material dasar dan elektroda (bahan pengisi). Proses terjadinya pengelasan
ini karena adanya kontak antara ujung elektroda dan material dasar sehingga
terjadi hubungan pendek, saat terjadi hubungan pendek tersebut tukang las
harus menarik elektroda sehingga terbentuk busur listrik yaitu lompatan ion
yang menimbulkan panas. Panas akan mencairkan elektroda dan material
dasar sehingga cairan elektroda dan cairan material dasar akan menyatu
membentuk logam lasan.

2.1.1 Defenisi Pengelasan.


Untuk memahami tentang pengelasan penulis mengkaji
beberapa tintauan pustaka dan dasar teori. Ditunjukkan sebagai
berikut.
•Wiryosumarto (2000) pengelasan adalah metode penyambungan
beberapa logam dengan menggunakan energi panas.
•Berdasarkan DIN, las adalah sebuah ikatan metarlugi pada
sambungan logam atau logam panduan yang dilakukan dengan
keadaan lummer

•Suratman (2001), mengelas yaitu salah satu cara menyambung


dua bagian logam secara permanen dengan menggunakan tenaga
panas.

5
•Berdasarkan AWS pengelasan adalah proses penyambungan yang
menghasilkan gabungan dari material dengan cara memanaskan
material pada suhu pengelasan dengan atau tanpa ditambahkan
dengan tekanana dan dengan atau tanpa ditambahkan logam
pengisi.

2.1.2 Klasifikasi Pengelasan


Dalam klasifikasi pengelasan yang dibedakan adalah cara
kerja. Proses pengelasan dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu:
• Pengelasan cair
Pengelasan ini dilakukan dengan cara memanaskan
sambungan sampai mencair dengan sumber panas listrik atau api
gas yang dibakar.
• Pematrian.
Pengelasan dengan cara penyambungan yang disatukan
dengan menggunakan paduan logam lain. Logam utama yang akan
dipatri tidak akan ikut mencair
• Pengelasan tekan
Pengelasan dengan cara logam dipanaskan lalu ditekan
hingga menjadi satu.

2.1.3 Parameter Pengelasan


Agar mendapatakan pengelasan yang baik terdapat beberapa
parameter yang diperhatikan. Parameter yang diperhatikan adalah
sebagai berikut:
• Tegangan busur las
Dalam pengerjaan pengelasan tinggi tegangan busur tergantung
pada panjang bususr yang dibutuhkan.

• Besar arus pengelasan


Besar arus pada pengelasan berbeda-beda, tergantung dari
bahan dan ukuran material yang akan dilas.
• Kecepatan pengelasan

6
Dalam hal kecepatan tergantung dengan elektroda, jenis
sambungan dan ketelitian sambungan.
• Polaritas listrik
Untuk menentukan polaritas ini hal yang dapat diperhatikan
adalah pembungkus elektroda dan kapasitas panas dari
elektroda.
• Penetrasi pengelasan
Biasanya penetrasi bergantung pada sifat fluks, polaritas, besar
arus, kecepatan las, dan tegangan yang digunakan.
• Kondisi pengelasan
Kondisi dalam pengelasan bergantung pada syarat seperti tebal
pelat, dimeter elektroda, bentuk sambungan, dan lain
sebagainya.

2.2 Bagian-bagian Las SMAW


1. Klem masa
Berfungsi sebagai penghubung kabel masa dan mesin las logam yang
akan dilas dan dijepitkan pada logam lasan tersebut. Klem masa sangat
penting pada saat proses pengelasan karena apabila klem masa tersebut
longgar ataupun tidak terpasang dengan baik, maka arus yang mengalir
menjadi tidak stabil sehingga mempengaruhi nyala busur listrik pada saat
pengelasan.

2. Mesin las smaw


Mesin las merupakan sumber arus listrik yang digunakan pada
pengelasan busur listrik SMAW, mesin las terbagi menjadi 2 jenis yaitu
mesin las DC dan mesin las AC, pada mesin las AC bagian dalam mesin
las terdapat sebuah trafo las, sedangkan pada mesin las DC bagian dalam
mesin las tersebut juga terdapat trfo yang dilengkapi dengan sebuah diode
atau rectifier (mengubah arus bolak-balik menjadi arus searah)

4. Elektroda

7
Elektroda merupakan sebuah kawat logam yang dilapisi oleh
salutan atau fluks yang berfungsi untuk menyalakan bususr listrik pada
las SMAW. Salutan elektroda berfungsi sebagai pelindung logam hasil
pengelasan dari paparan lingkungan sekitar. Lapisan elektroda atau
fluks ini merupakan campuran dari beberapa bahan kimia yang sesuai
dengan kegunaan pada saat pengelasan.

5. Kabel masa dan kabel elektroda


Berfungsi sebagai penyalur aliran listrik dari mesin las menuju
kelogam pengelasan dan kembali ke mesin las. Diameter penampang
dari kabel masa tersebut harus memiliki diameter yang cukup besar
agar mampu mengalirkan arus listrik yang besar, apabila kabel yang
digunakan kurang besar atau tidak memenuhi standar maka akan
menimbulkan panas yang diakibatkan besarnya muatan listrik yang
tidak sebanding dengan besarnya luas penampang pada kabel sehingga
dapat merusak isolasi kabel dan meleleh karena panas tersebut.

6. Elektroda las SMAW


Elektroda merupakan salah satu bagian yang penting pada
pengelasan SMAW karena elektroda merupaan sebagai penghantar
arus listrik dari pemegang (holder) menuju kelogam lasan sehingga
menghasilkan nyala busur listrik.
Elektroda terdiri dari logam inti sebagai pengisi dan salutan yang
berfungsi untuk melindungi cairan logam lasan dari pengaruh
lingkungan sekitar

.
7. Arti kode dalam elektroda
Dalam pengelasan SMAW terdapat kode atau simbol yang
tercantum pada elektroda yang menyatakan spesifikasi dalam elektroda

8
tersebut, berikut ini arti kode dan simbol yang tercantum pada
elektroda.
• (E) menyatakan jenis elektroda untuk jenis pengelasan SMAW.
• (E60xx) pada dua digit pertama (60) yaitu menunjukkan besarnya
kekuatan tarik pada satuan kilo pons-square inch.
• (Exx1x) pada digit ketiga (1) yaitu menunjukkan posisi pengelasan
yang cocok digunakan pada elktroda tersebut Angka (1) dapat
digunakan pada semua posisi pengelasan.
Angka (2) dapat digunakan pada posisi horizontal dan plat.
Angka (3) digunakan hanya pada posisi flat/datar.
• (Exxx2) pada digit ke empat (2) yaitu menunjukkan spesifiksi
Penis salutan
Penetrasi busur
Arus las
Serbuk besi (%)
8. Polaritas pada mesin las SMAW
Pada pengelasan SMAW arus listrik yang dihasilkan oleh mesin las
dapat dibedakan berdasarkan jenis arusnya yaitu:
1. Mesin dengan arus bolak balik (DC)
2. Mesin dengan arus searah (AC)
3. Mesin dengan kombinasi bolak balik (AC) dan arus searah (DC).

2.3 Jenis Sambungan Las


Pada saat ini, beragam jenis industri dan proses manufaktur sangat
bergantung pada pengelasan, yang mana pada proses pengelasan perlu
pemahaman khusus mengenai jenis-jenis sambungan pada proses
pengelasan. Jenis sambungan pengelasan ini disesuaikan pada jenis
pekerjaan dan pengaplikasian sambungan las itu sendiri. Berikut kami akan
bahas 5 jenis sambungan las agar yang selama ini digunakan.

2.3.1 Sambungan T (Tee Joint)


Sesuai namanya, T joint adalah jenis sambungan yang
berbentuk menyerupai huruf T. Tipe sambungan ini banyak sekali
9
diaplikasikan untuk konstruksi atap, konveyor, dan beberapa jenis
konstruksi lainnya. Sambungan T dibuat dengan memotong 2 bagian
pada sudut 90° dengan satu bagian yang terletak di tengah bagian
lainnya secara tegak lurus yang membentuk huruf T.

Gambar 2.3.1 Sambungan T (Tee Joint)

2.3.2 Butt Joint


Merupakan sambungan yang dibentuk dengan cara menyatukan
ujung pada kedua bagian. Padasambungan las butt joint, berdua
bagian objek yang ingin dilas diletakkan pada bidang yang sama
dan saling berdampingan. Secara pengaplikasian, sambungan butt
joint ini adalah sambungan yang paling sederhana yang digunakan
untuk menyatukan objek las. Butt joint biasanya digunakan pada
bahan dengan tebal 3/16 In. Sambungan ini tidak disarankan untuk
digunakan pada logam yang bekerja untuk beban tinggi. Berikut
beberapa jenis pengelasan pada butt joint adalah :

10
Gambar 2.3.2 Butt joint

2.3.3 Lap Joint


Adalah sambungan yang terdiri dari dua benda kerja / objek
las yang saling bertumpukan (tumpeng tindih). Pengaplikasian
sambungan ini biasanya cenderung untuk objek berbentuk plat tipis
seperti body kereta. Lap joint bisa di aplikasikan oada salah satu sisi
saja atau pada kedua sisi agar kekuatan las lebih baik. Beberapa jenis
pengelasan lap joint adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3.3 Lap joint


2.3.4 Corner Joint
Corner Joint adalah sambungan yang dibentuk dari dua buah
benda kerja / objek dengan cara lasnya membentuk sudut berbentuk
huruf “L. Hampir sama dengan Tee Joint, bedanya sambungan ini

11
dibentuk pada ujung objek lainnya. Berikut adalah beberapa jenis
corner joint :

Gambar 2.3.4 corner joint


2.3.5 edge joint
Edge joint diaplikasikan dengan cara menggabungkan 2
buah objek/benda las yang dibentuk secara parallel. Kedua bagian
tersebut juga dapat dibuat sejajar atau memiliki flensing edge.
Jenisjenis pengelasan pada edge joint adalah :

Gambar 2.3.5 Edge joint

12
2.4 Baja SS400
Baja SS 400/ JIS G3101/ASTM A36, baja dengan kadar karbon
rendah (max 0.17 %C) / Low C Steel, material ini tidak dapat di keraskan
(hardening)/ perlakuan panas (heat treatment) melalui proses quench and
temper. Material ini hanya bisa dikeraskan melalui pengerasan permukaan
(surface hardening) sepertikarburisasi (carburizing), nitriding atau
carbonitriding, dimana kekerasan permukaan bisa mencapai 500 Brinell
(kira-kira 50 HRC) pada kedalaman permukaan 10 hingga 20 mikron
tergantung parameter process-nya.

2.5 Destructive Test (Uji Rusak)


Uji rusak adalah sebuah pengujian dan spesimen ataupun material
dengan cara merusak. Pengujian rusak yang dilakukan bisa berupa
pemberian beban tarik, tekan dan yang sampai kemampuan batas dari
spesimen material tersebut.
Uji Bending
Alat uji bending adalah alat yang digunakan untuk melakukan

pengujian kekuatan lengkung (bending) pada suatu bahan atau material. Pada

umumnya alat uji bending memiliki beberapa bagian utama, seperti: rangka,

alat tekan, point bending dan alat ukur. Rangka berfungsi sebagai penahan

gaya balik yang terjadi pada saat melakukan uji bending. Rangka harus

memiliki kekuatan lebih besar dari kekuatan alat tekan, agar tidak terjadi

kerusakan pada rangka pada saat melakukan pengujian. Alat tekan berfungsi

sebagai alat yang memberikan gaya tekan pada benda uji pada saat melakukan

pengujian. Alat penekan harus memiliki kekuatan lebih besar dari benda yang

di uji (ditekan). Point bending berfungsi sebagai tumpuan benda uji dan juga

sebagai penerus gaya tekan yang dikeluarkan oleh alat tekan. Panjang pendek

tumpuan point bending berpengaruh terhadap hasil pengujian. Alat ukur

13
adalah suatu alat yang yang menunjukan besarnya kekuatan tekan yang terjadi

pada benda uji.

Uji bending adalah suatu proses pengujian material dengan cara di

tekan untuk mendapatkan hasil berupa data tentang kekuatan lengkung

(bending) suatu material yang di uji. Proses pengujian bending memiliki 2

macam pengujian, yaitu 3 point bending dan 4 point bending.

6
Untuk melakukan uji bending ada factor dan aspek yang harus

dipertimbangkan dan dimengerti yaitu :

a. Tekanan (p)

Tekanan adalah perbandingan antara gaya yang terjadi dengan luasan

benda yang dikenai gaya. Besarnya tekanan yang terjadi dipengaruhi oleh

dimensi benda yang di uji. Dimensi mempengaruhi tekanan yang terjadi

karena semakin besar dimensi benda uji yang digunakan maka semakin besar

pula gaya yang terjadi. Selain itu alat penekan juga mempengaruhi besarnya

tekanan yang terjadi. Alat penekan yang digunakan menggunakan system

hidrolik. Hal lain yang mempengaruhi besar tekanan adalah luas penampang

dari torak yang digunakan. Maka daya pompa harus lebih besar dari daya yang

dibutuhkan. Dan motor harus bias melebihi daya pompa, perhitungan tekanan

(Sularso & Tahara, 1983):

14
p = ....................................................................................................
(2.1)

P = tekanan (Kgf/ )

F = gaya atau beban (kgf)

A = luas penampang (m2)

P= ..................................................................... (2.2)
P = daya

(kw)p =

tekanan

(bar)

Q= laju
aliran
(l/min)
b. Benda uji

Benda uji adalah suatu benda yang di uji kekuatan lengkungnya

dengan menggunakan alat uji bending. Jenis material benda uji yang

digunakan sebagai benda uji sangatlah berpengaruh dalam pengujian bending.

Karena tiap jenis material memiliki kekuatan lengkung yang berbeda-beda,

yang nantinya berpengaruh terhadap hasil uji bending itu sendiri.

c. Point Bending

15
Point bending adalah suatu sistem atau cara dalam melakukan

pengujian lengkung (bending). Point bending ini memiliki 2 tipe, yaitu: three

point bending dan four point bending.

Perbedaan dari kedua cara pengujian ini hanya terletak dari bentuk

dan jumlah point yang digunakan, three point bending menggunakan 2 point

pada bagian bawah yang berfungsi sebagai tumpuan dan 1 point pada bagian

atas yang berfungsi sebagai penekan sedangkan four point bending

menggunakan 2 point pada bagian bawah yang berfungsi sebagai tumpuan dan

2 point (penekan) pada bagian atas yang berfungsi sebagai penekan. Selain itu

juga terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari cara pengujian three

point dan four point.

Tabel 2.1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Uji Three Point Bending dan
Four Point Bending (Khamid, 2011)

Three Point Bending Four Point Bending


Kelebihan
+ Kemudahan persiapan spesimen + Penggunaan rumus
dan pengujian perhitungan lebih mudah
+ Pembuatan point lebih mudah + Lebih akurat hasil
pengujiannya
Kekurangan
- Kesulitan menentukan titik tengah - Pembuatan point lebih rumit
persis, karena jika posisi tidak di - 2 point atas harus bersamaan
tengah persis penggunaan rumus menekan benda uji. Jika salah
berubah satu point lebih dulu menekan
- Kemungkinan terjadi pergeseran, benda uji maka terjadi three
sehingga benda yang diuji point bending, sehingga rumus
pecah/patah tidak tepat di tengah yang digunakan berbeda.
maka rumus yang digunakan
kombinasi tegangan lengkung
dengan tegangan geser
Secara umum proses pengujian bending memiliki 2 cara pengujian,

yaitu: Three point bending dan Four point bending. Kedua cara pengujian ini
16
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing karena tiap cara pengujian

memilki cara perhitungan yang berbeda-beda.

a. Three Point Bending

Three point bending adalah cara pengujian yang menggunakan 2

tumpuan dan 1penekan.

Gambar 2.1. Three point bending (Khamid, 2011)

Perhitungan yang digunakan (West Conshohocken,1996):

σf = .................................................................................................
(2.3)

Keterangan rumus:

σf = Tegangan lengkung (kgf/mm2)

P = beban atau Gaya yang terjadi (kgf)

L = Jarak point (mm) b = lebar benda

uji (mm) d = Ketebalan benda uji (mm)

b. Four Point Bending

Four point bending adalah cara pengujian yang menggunakan 2

tumpuan dan 2 penekan

17
Gambar 2.2. Four point bending (Khamid, 2011)

Perhitungan yang digunakan (West Conshohocken,1996):

σf = ..................................................................................................
(2.4)

Keterangan:

σf = Tegangan lengkung (kgf/mm2 )


P = beban atau Gaya yang terjadi (kgf)

L = Jarak point (mm) b = lebar benda

uji (mm) d = Ketebalan benda uji (mm)

d. Rangka

Rangka berfungsi sebagai penahan kekuatan balik dari gaya tekan yang

dihasilkan oleh alat penekan pada saat proses pengujian. Selain itu rangka juga

berfungsi sebagai dudukan komponen-komponen lain, sehingga ukuran dari

rangka haruslah lebih besar dari komponen-komponen tersebut.

e. Alat Ukur

18
Alat ukur befungsi sebagai pembaca data hasil pengukuran pada saat

pengujian berlangsung. Angka-angka yang di tunjukkan oleh alat ukur

nantinya di olah lagi dalam perhitungan untuk mendapatkan data yang

inginkan. Pada umunya alat ukur yang digunakan adalah alat pengukur

tekanan.

2.6 Non Destructive Test (NDT) adalah teknik analisis yang dilakukan untuk
mengevaluasi suatu
material tanpa merusak fungsi dari benda uji tersebut.
2.6.1 penetrant test

Liquid Penetrant Test merupakan salah satu uji tidak merusak (Non Destructive
Test) yang bertujuan untuk mengetahui cacat yang terjadi pada bagian surface
(permukaan) benda uji. Pengujian ini biasa dilakukan pada material setelah
dilakukan pengelasan. Metode pengujian penetrant ini menggunakan pinsip
kapilaritas, dimana kapilaritas ini lah yang nantinya akan menunjukkan letak-letak
discontinuitas yang terjadi.

19
@wikipedia
Sejarah Penetrant Test

Apabila kita melihat ke belakang, sejarah uji penetrant ini bermula ketika awal
tahun 1900 an metode kapilaritas digunakan dalam industri perkeretaapian untuk
memeriksa komponen mesin pada lokomotip, ketika itu uji penetrant masih
disebut dengan metoda “minyak dan kapur”, hal ini dikarenakan untuk
pengaplikasiannya menggunakan minyak lumas hitam dan bubuk kapur.

Minyak lumas hitam yang sudah diencerkan menggunakan minyak tanah


diaplikasikan sebagai penetrant, yang kemudian dibersihkan lalu dilanjutkan
dengan pengaplikasian bubuk kapur sebagai developer, selanjutnya oli yang masih
tersisa dan masuk di sela-sela cacat material akan muncul ke permukaan dan
menunjukan indikasi cacat. Pada tahun 1940an, penetrant berkembang kembali
dengan adanya zat pewarna merah dan fluorescent yang dicampurkan ke dalam oli
sebagai bahan pengujian.

20
Klasifikasi Prosedur

Berdasarkan ASME section V artikel 6 yang menjelaskan mengenai Liquid


Penetrant Test, dijelaskan bahwasannya klasifikasi prosedur Liquid Penetrant Test
adalah sebagai berikut :

Peralatan dan Bahan :

Bahan-bahan yang akan kita gunakan dalam pengujian penetrant ini, antara lain
adalah sebagai berikut :

1. Material Uji
2. Penetrant
3. Cleaner/Remover
4. Developer
Sedangkan peralatan yang kita gunakan dalam melakukan uji penetrant
antara lain adalah sebagai berikut :
5. Lampu Tambahan (jika diperlukan)
6. Lap Pembersih/Tisu
7. Light Meter
Note : Sebuah light meter yang terkalibrasi harus dipakai untuk memeriksa
intensitas cahaya pada permukaan benda uji. Light meter harus dikalibrasi
minimum setahun sekali atau apabila light meter tersebut selesai di
perbaiki. Jika light meter tidak dipakai selama setahun atau lebih kalibrasi
harus dilakukan sebelum light meter tersebut digunakan (ASME Sec V
article 6 T – 660 Calibration).

Klasifikasi Penetrant Test

Cairan penetrant yang digunnakan dalam pengujian penetrant ini dapat


diklasifikasikan berdasarkan jenis zat pewarna yang ditambahkan, yaitu :

1. Visible dye penetrants : zat pewarna merah.


2. Fluorescent penetrants : zat pewarna hijau-kuning (fluorescent).
3. Dual sensitivity penetrants : kombinasi kedua zat pewarna, visible dan
fluorescent.

Sedangkan berdasarkan proses pembersihan sisa penetrant dari permukaan benda


uji dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut :

1. Water-washable penetrants : dapat dibilas langsung dengan air, karena


sudah mengandung zat pengemulsi.
2. Post-emulsifiable penetrants : memerlukan pengemulsi terpisah untuk
menjadikan penetrant dapat dibilas dengan air.
3. Solvent removable penetrants : memerlukan pembersihan dengan solven
khusus jika menggunakan penetrant visible dalam kaleng bertekanan.

21
Apabila dituliskan dalam tabel, maka klasifikasi keseluruhan pada pengujian
penetrant dapat dijabarkan sebagai berikut :

Keselamatan Kerja :

Sebelum melakukan pengujian, harus dipastikan bahwa penguji mematuhi


prosedur keselamatan kerja, dengan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri)
sebagai berikut :

 Pakaian dan celana bengkel


 Safety shoes
 Safety Glasses
 Sarung tangan pada saat mengetsa
 Masker

Kemudian hal-hal yang harus diperhatikan pada saat pengaplikasian uji penetrant
yaitu, antara lain :

Berhati-hatilah ketika melaksanakan langkah ini, jangan sampai terkena material


penetrant secara langsung, karena material penetrant mudah terbakar dan
cenderung beracun.

22
Selalu menggunakan sarung tangan dan masker pernapasan selama pengujian,
untuk menghindari kontak langsung dengan material penetrant dan menghirup
debu developer secara berlebihan.

2.6.3 Uji visual


Inspeksi Visual atau Visual Inspection adalah salah satu
metode NDT yang paling umum digunakan untuk mengevaluasi
kondisi dan memberikan kualitas yang lebih baik dari material atau
alat yang akan dilakukan uji evaluasi. Metode visual mudah
dilakukan, murah dan biasanya tidak memerlukan peralatan
khusus.

2.7 Menentukan Standar


Dalam menentukan standar ini untuk standar material mengikuti
WPS dengan material Base Metals, sedangkan untuk standar pengelasan
menggunakan standar QW-482 ASME SECTION-IX, untuk standar uji
visual mengikuti panduan standar AWS, untuk standar Ultrasonik
menggunakan standar QW-190 ASME SECTION-V dan untuk standar
impact tes menggunakan ASTM.

23

Anda mungkin juga menyukai