Anda di halaman 1dari 9

TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI FOOD INGREDIENT

DARI TAPIOKA TERMODIFIKASI


Heny Herawati

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jalan Tentara Pelajar No 12, Bogor 16114
Telp. (0251) 8321762, 8350920, Faks. (0251) 8321762,
E-mail: bb-pascapanen@litbang.deptan.go.id, herawati_heny@yahoo.com

Diajukan: 25 Juli 2011; Diterima: 20 April 2012

ABSTRAK
Indonesia memiliki potensi bahan baku yang cukup besar untuk produksi pati termodifikasi. Salah satu potensi
tersebut yaitu ubi kayu yang dapat diolah menjadi tapioka. Pengembangan proses produksi ubi kayu menjadi
beberapa produk lanjutan memiliki potensi yang cukup besar, terkait dengan peningkatan nilai tambah, salah
satunya yaitu dapat digunakan sebagai food ingredient. Impor produk pati termodifikasi di Indonesia masih cukup
besar sehingga perlu dilakukan pengembangan teknologi proses produksi food ingredient dari tapioka termodifikasi.
Makalah ini membahas teknologi modifikasi tapioka dan aplikasinya untuk food ingredient, yang meliputi pati
ester, dekstrin, dan pati resisten (tahan cerna). Berdasarkan peluang tersebut, diharapkan tulisan ini dapat memberikan
kontribusi bagi pengembangan produk lanjutan dari ubi kayu dalam upaya meningkatkan nilai tambah, menekan
impor produk pati termodifikasi, dan menambah pendapatan para pelaku bisnis di bidang tersebut.
Kata kunci: Ubi kayu, tapioka, teknologi proses, food ingredient

ABSTRACT
Alternative production process technology of food ingredient from modified tapioca

Indonesia has a great potential of raw materials for modified starch production. One of them is cassava which can
be processed to be tapioca. Development of tapioca processing into food ingredients will increase added value of
cassava. Diversification of tapioca products is urgently required due to large number of import of modified starch
products in Indonesia. This paper reviewed tapioca modifications and its implementation for food ingredients such
as esterified starch, dextrin and resistant starch which are useful for development of high economic value products.
Based on this opportunity, information in this article would contribute to the development of starch products in
Indonesia in efforts to increase added value, decrease import of modified starch products, and enhance income of
bussines actors.
Keywords: Cassava, tapioca, process technology, food ingredient

I ndonesia merupakan negara tropis


yang memiliki potensi produksi ubi
kayu cukup besar. Produksi ubi kayu
mengangkat citra produk ubi kayu. Ubi
kayu mempunyai kandungan gizi yang
baik sebagai sumber karbohidrat, namun
ekspor dalam bentuk pelet atau tapioka
(Herawati 2008a). Sebaliknya, pada tahun
2002 Indonesia mengimpor produk pati
Indonesia terus meningkat dari 16,09 juta juga memiliki beberapa kekurangan, antara termodifikasi 80.000 ton (Triyono 2008).
ton pada tahun 2000 menjadi 20,83 juta lain kandungan proteinnya rendah, rasa Pada tahun 2006, impor produk berbasis
ton pada tahun 2009. Namun, ekspor dan aromanya kurang enak, serta tidak ubi kayu Indonesia meningkat hingga
produk berbasis ubi kayu dari Indonesia tahan lama disimpan. Untuk memperbaiki mencapai 283.046 ton (Departemen
ke negara lain hingga akhir 2006 baru produk dari ubi kayu, berbagai teknologi Pertanian 2009). Nilai impor pati ter-
mencapai 139.096 ton (Departemen Per- pengolahan telah dihasilkan dalam rangka modifikasi di Indonesia masih sangat
tanian 2009). Berdasarkan aspek keter- meningkatkan mutu produk dan pene- tinggi, padahal Indonesia merupakan
sediaan bahan baku, Indonesia memiliki rimaannya oleh konsumen (Herawati produsen ubi kayu yang sangat besar dan
potensi yang cukup besar sebagai penye- 2006a). saat ini baru dimanfaatkan sebagai bahan
dia bahan baku berbasis ubi kayu. Walaupun Indonesia memproduksi pangan biasa yang belum memiliki nilai
Berbagai upaya maupun teknologi tapioka dalam jumlah cukup besar, peman- tambah yang cukup tinggi.
pengolahan telah dikembangkan untuk faatannya masih terbatas sebagai sumber Tapioka merupakan pati yang diambil
meningkatkan nilai tambah, nilai gizi, dan karbohidrat (makanan pokok) serta di- dari ubi kayu dan dimanfaatkan sebagai

68 Jurnal Litbang Pertanian, 31(2), 2012


bahan pangan atau bahan pembantu protein 0,03−0,60%, dan abu 0,02−0,33% dan amilopektin. Amilosa merupakan
industri nonpangan. Namun, pemanfaatan (Rickard et al. 1992). bagian polimer linier dengan ikatan α-(1Æ
tapioka asli ini masih sangat terbatas Pati dari tapioka terdiri atas 17% 4) unit glukosa. Derajat polimerisasi (DP)
karena sifat fisik dan kimia tapioka yang amilosa dan 83% amilopektin (Rickard et amilosa berkisar antara 500−6.000 unit
kurang universal untuk digunakan secara al. 1992). Granula tapioka berbentuk glukosa, bergantung pada sumbernya.
luas. Nilai ekonomi tapioka akan lebih semibulat dengan salah satu bagian Adapun amilopektin merupakan polimer
tinggi jika sifat-sifatnya dimodifikasi ujungnya mengerucut dengan ukuran 5− α-(1 Æ 4) unit glukosa dengan rantai
melalui perlakuan fisik, kimia, atau kom- 35 µm. Suhu gelatinisasinya berkisar samping α-(1Æ 6) unit glukosa. Ikatan α-
binasi keduanya (Liu et al. 2005). antara 52−64°C, kristalinisasi 38%, (1Æ6) unit glukosa ini jumlahnya sangat
Food ingredient merupakan kom- kekuatan mengembang 42, dan kelarutan sedikit dalam suatu molekul pati, berkisar
ponen bahan makanan yang digunakan 31%. Kekuatan mengembang dan kela- antara 4−5%. Namun, jumlah molekul
dalam memproduksi makanan siap saji. rutan tapioka lebih kecil dibanding pati dengan rantai cabang, yaitu amilopektin,
Dalam praktik, timbul istilah ingredient kentang, tetapi lebih besar dari pati jagung sangat banyak dengan DP berkisar antara
utama dan komponen bahan yang (Rickard et al. 1992). Menurut Wurzburg 105 dan 3x106 unit glukosa (Jacobs dan
ditambahkan dalam jumlah tertentu. (1989), suhu gelatinisasi tapioka berkisar Delcour 1998).
Menurut Rezzoug et al. (1998), interaksi antara 58,5−70,0°C, bergantung pada Amilosa dan amilopektin merupakan
ingredient dalam proses pengolahan varietas ubi kayu yang digunakan untuk komponen penting pembentuk struktur
bahan pangan akan menciptakan karak- memproduksi tapioka. dasar pati, dan sangat memengaruhi karak-
teristik tertentu pada produk yang diha- Tapioka memiliki karakteristik yang teristik fisiko kimia pati yang dihasilkan.
silkan. Komponen bahan makanan yang spesifik terkait dengan suhu gelatinisasi, Karakteristik amilosa dan amilopektin
ditambahkan dalam jumlah sedikit untuk kemampuan mengembang (swelling secara fisik tertera pada Tabel 2. Amilosa
memperbaiki kualitas bahan makanan power), dan kelarutan dibandingkan memiliki karakteristik rantai relatif lurus,
disebut sebagai food additives. dengan pati lainnya (Tabel 1). Berdasar- dapat membentuk film yang kuat, struktur
Salah satu contoh penggunaan pati kan data pada tabel tersebut maka tapioka gel kuat, serta apabila diberi pewarna iodin
termodifikasi adalah sebagai bahan pe- memiliki kisaran suhu gelatinisasi yang akan menghasilkan warna biru. Sementara
ngisi dalam pembuatan permen gum dan cukup lebar. Tapioka juga memiliki ke- itu, amilopektin memiliki karakteristik
untuk memberikan sifat produk yang lebih mampuan mengembang yang cukup rantai bercabang, membentuk film yang
padat (Afrianti 2002). Pati termodifikasi tinggi dibandingkan dengan produk lemah, struktur gel lembek, dan apabila
memiliki potensi yang sangat besar untuk serupa. Selain itu, tapioka mempunyai diberi pewarna iodin akan menghasilkan
memenuhi kebutuhan bahan tambahan karakteristik gel yang cukup kuat dan warna coklat kemerahan.
pangan maupun sebagai sumber bahan transparan yang sangat mendukung Modifikasi pati dapat dilakukan secara
baku untuk industri farmasi, kertas, dan sebagai komponen bahan pengisi serta fisik melalui beberapa cara, antara lain
tekstil. Industri pati termodifikasi dari perekat. pengeringan, ekstrusi, pemanasan, pendi-
tapioka berkembang cukup pesat karena nginan, pemasakan maupun perlakuan fisik
adanya dukungan sumber bahan baku lainnya (Herawati 2008a). Proses modi-
yang murah serta peluang pemanfaat- fikasi pati juga dapat dilakukan secara
annya untuk memenuhi kebutuhan bahan PATI TERMODIFIKASI kimia melalui cross linking, substitusi atau
tambahan pangan dari tapioka. kombinasi keduanya dengan menggu-
Tulisan ini menyajikan teknologi Struktur Dasar nakan bahan kimia sebagai bahan pem-
pengolahan pati yang prospektif untuk bantu reaksi selama proses pengolahan.
dikembangkan dan diimplementasikan Pati adalah karbohidrat yang merupakan Berdasarkan proses tersebut, pati termo-
sebagai food ingredient (pati ester, polimer glukosa, yang terdiri atas amilosa difikasi dapat dikelompokkan menjadi pati
dekstrin, dan pati tahan cerna).

KARAKTERISTIK TAPIOKA
Tabel 1. Suhu gelatinisasi, kemampuan mengembang, dan kelarutan
Ubi kayu umumnya dimanfaatkan oleh
beberapa jenis pati.
masyarakat sebagai bahan pangan dengan
direbus, dikukus, digoreng atau dibuat Suhu gelatinisasi Kemampuan Kelarutan
Jenis pati
gaplek, tiwul, gatot, tape, getuk, dan (°C) mengembang (%)
produk lainnya. Ubi kayu juga diolah
Jagung 62−72 24 25
menjadi tapioka, yang dapat dimanfaatkan
Sorgum 68,5−75 22 22
lebih lanjut menjadi produk turunan Gandum 52−63 21 41
seperti pati termodifikasi, etil alkohol, Beras 61−77,5 19 18
glukosa, dekstrin, monosodium glutamat, Jagung kaya amilosa 63−72 64 23
sorbitol, manitol, asam oksalat, asam Tapioka 58,5−70 71 48
Kentang 56−66 >1.000 12
glutamat, dan asam sitrat (Herawati
2006b). Tapioka memiliki komposisi kimia Sumber: Wurzburg (1989).
pati 73,3−84,9%, lemak 0,08−1,54%,

Jurnal Litbang Pertanian, 31(2), 2012 69


gugus OH, yaitu gugus OH yang terda-
pat pada C-2, C-3, dan C-4 (ketiganya

V
Amilosa
CH2OH
CH2OH
O O
CH2OH
O merupakan gugus OH sekunder), dan C-

V
O OH O OH
OH
O OH
OH
6 yang merupakan gugus OH primer.
OH

6
CH 2OH Gugus OH sekunder, terutama gugus
5 O

1 OH C-2 lebih reaktif dibandingkan


4 OH
OH 3 2 OH gugus OH primer (Tuschoff 1989).
OH
Kereaktifan gugus OH C-2 adalah 60−
α-D glukopiranosa
65%, gugus OH C-3 adalah 20%, dan
O
gugus OH C-6 berkisar antara 15−20%
CH2OH
(Van de Burgt et al. 2000).
Amilopektin
V

OH O

V
O
CH2OH CH2OH CH2OH
O O O

O OH O OH O OH
OH
Faktor yang Memengaruhi
OH OH

Proses Modifikasi Pati

Gambar 1. Rumus struktur amilosa dan amilopektin (Fen 2007). Terdapat beberapa parameter yang me-
mengaruhi proses modifikasi pati, di
antaranya ukuran partikel, suhu, waktu
reaksi, konsentrasi substrat, konsentrasi
Tabel 2. Karakteristik amilosa dan amilopektin. pereaksi, dan kombinasi proses lainnya.

Karakteristik Amilosa Amilopektin


Ukuran Partikel
Bentuk Relatif lurus Bercabang
Ikatan α-(1Æ4); [beberapa α-(1Æ6)-] α-(1Æ4) dan α-(1Æ6) Ukuran partikel sangat erat kaitannya
Berat molekul < 0,5 juta g/mol 50−500 juta g/mol dengan laju reaksi. Menurut Saraswati
Film Kuat Lemah
Struktur gel Kuat Lembek
(1982), semakin kecil ukuran pati maka
Warna dengan iodin Biru Coklat kemerahan semakin cepat reaksi berlangsung karena
ukuran partikel yang kecil akan mening-
Sumber: Thomas dan Atwell (1997).
katkan luas permukaan serta kelarutannya
dalam air. Berdasarkan tinjauan nano
teknologi, struktur granula pati disajikan
pada Gambar 3. Tinjauan nano kristal
dengan perlakuan asam, perlakuan basa, Gugus OH yang terdapat pada pati tersebut sangat penting terkait dengan
pemutihan, oksidasi, perlakuan enzim, dapat disubstitusi dengan gugus lain, di perubahan struktur serta modifikasi yang
penggunaan fosfat, penggunaan gliserol, mana satu unit anhidroglukosa ada empat dapat dilakukan untuk menghasilkan
esterifikasi fosfat dengan natrium tri-
metafosfat, fosfatisasi fosfat, asetilasi
fosfat, esterifikasi asetat dengan anhidrat
asetat, esterifikasi asetat dengan vinil
asetat, asetilisasi adipat, asetilisasi
gliserol, penggunaan hidroksi-propil, hid- Ikatan Substitusi
roksi-propilasi fosfat, hidroksi-prolilasi silang
gliserol, dan perlakuan natrium oktenil Modifikasi
suksinat (Hustiany 2006). kimiawi

Konversi
Modifikasi Pati V
Pra-
gelatinisasi
Modifikasi pati dilakukan untuk meng-
Pati
ubah sifat kimia dan atau sifat fisik pati
V
V

secara alami. Modifikasi pati dapat


dilakukan dengan cara pemotongan Modifikasi Modifikasi
struktur molekul, penyusunan kembali enzimatik fisik
struktur molekul, oksidasi atau dengan Perlakuan
cara substitusi gugus kimia pada molekul Gelombang panas
pati (Wurzburg 1989). Secara garis besar,
teknologi proses produksi pati ter-
modifikasi disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Skema teknologi modifikasi pati.

70 Jurnal Litbang Pertanian, 31(2), 2012


tinggi nilai DS tapioka ester (Herawati
2010). Herawati (2010) melakukan modi-
fikasi pati ester dengan menggunakan
konsentrasi asam suksinat dan asam
asetat 1,3% dan 5%.

Kombinasi Faktor

Demikian halnya untuk proses lain yang


menggunakan bahan kimia untuk proses
modifikasi, optimasi proses dan produk
dapat dilakukan. Kombinasi beberapa
faktor yang memengaruhi parameter
dalam modifikasi pati dapat digunakan
untuk menghasilkan karakteristik fisiko
kimia tertentu dari pati termodifikasi.

Gambar 3. Struktur nano kristal granula pati (Fen 2007).


TEKNOLOGI PROSES

karakteristik produk sesuai dengan tujuan Namun demikian, semakin lama waktu Pengolahan pangan pada industri komer-
pemanfaatan pati termodifikasi itu sendiri. proses reaksi akan semakin banyak din- sial bertujuan antara lain untuk memper-
Struktur nano merupakan alternatif ding sel granula pati yang pecah sehingga panjang masa simpan, mengubah atau
struktur yang makin banyak dimanfaat- terjadi perlubangan pada granula pati meningkatkan karakteristik produk (warna,
kan oleh berbagai kalangan untuk termodifikasi. Hal ini menyebabkan cita rasa, tekstur, dan lain-lain), memper-
mengoptimalkan kemudahan daya serap, permukaan granula pati menjadi tidak rata mudah penanganan dan distribusi, mem-
kemampuan sebagai bahan pelapis (nano sehingga tekstur yang dihasilkan menjadi berikan lebih banyak pilihan dan ragam
encapsulation), nano emulsifier maupun kasar (Subagio et al. 2008). Waktu reaksi produk pangan di pasaran, meningkatkan
nano stabilizer. sangat terkait pula dengan perubahan nilai ekonomis bahan baku dan memper-
warna. Warna coklat akibat reaksi pencok- tahankan atau meningkatkan mutu, ter-
latan perlu dihindarkan untuk memenuhi utama mutu gizi, daya cerna, ketersediaan,
Suhu standar produk pati termodifikasi yang dan lain-lain (Herawati 2008b).
dihasilkan.
Suhu berhubungan langsung dengan laju
reaksi. Berdasarkan persamaan Arrhenius, Esterifikasi
semakin tinggi suhu maka reaksi akan Konsentrasi Substrat
berlangsung makin cepat. Hal ini terkait Pati ester yang dapat digunakan sebagai
dengan konstanta laju reaksi yang akan Konsentrasi substrat atau perbandingan bahan tambahan makanan yaitu pati asetat
meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan air dan pati menjadi penting dan pati suksinat. Pati suksinat dapat
suhu operasi. Namun demikian, proses terkait dengan kelarutan pati dan efisiensi dimanfaatkan lebih lanjut untuk produk
reaksi harus memperhitungkan pula penggunaan pelarut dalam proses reaksi pangan beku dalam kaleng serta materi
karakteristik titik gelatinisasi tapioka. Pada modifikasi. Herawati (2010) melakukan enkapsulasi flavor (Herawati et al. 2010c).
saat titik gelatinisasi tercapai, tapioka akan penelitian substitusi pati ester dengan DS adalah jumlah rata-rata gugus per
berubah bentuk menjadi gel dan menge- menggunakan konsentrasi substrat 30% unit anhidroglukosa yang disubstitusi-
ras (Nwokocha et al. 2009) sehingga untuk dan 40%. Hasilnya menunjukkan bahwa kan oleh gugus lain. Apabila gugus yang
proses modifikasi dengan menggunakan semakin meningkat jumlah substrat dan menggantikan berupa satu gugus anhid-
bahan kimia, seperti substitusi, sebaik- konsentrasi asam yang ditambahkan, roksil pada tiap unit anhidroglukosa
nya suhu dipertahankan di bawah titik semakin tinggi nilai DS pati ester yang diesterifikasi dengan satu buah gugus
gelatinisasinya. dihasilkan. acetil maka nilai DS sebesar 1 (Wurzburg
1989). Nilai DS tertinggi diperoleh de-
ngan perlakuan konsentrasi substrat 40%
Waktu Reaksi Konsentrasi Bahan Kimia dan asam suksinat 5% dengan metode
microwave, yaitu 0,0929 (Herawati et al.
Waktu reaksi berpengaruh terhadap Konsentrasi substrat sangat memenga- 2010b).
optimasi proses dan produk. Waktu pro- ruhi DS, polimerasi, dekstrinasi maupun Penggunaan Na2CO3 yang berlebihan
ses yang kurang dapat mengakibatkan optimasi proses lainnya. Secara garis besar, sebagai katalis dapat menghambat proses
belum tercapainya kondisi optimal produk semakin meningkat penggunaan bahan DS pada produk pati suksinat. Nilai DS
sesuai karakteristik yang diharapkan. kimia untuk proses modifikasi, semakin dengan perlakuan asam suksinat 20%

Jurnal Litbang Pertanian, 31(2), 2012 71


pada penambahan Na2CO3 20% meng-
hasilkan nilai DS lebih tinggi, yaitu Derajat substitusi
0,166955, dibandingkan perlakuan asam
0,12
suksinat 20% pada penambahan Na2CO3
1234
2% yang menghasilkan nilai DS 0,112916
1234 1234
0,10 123 123 1234 1234
1234 123
(Herawati et al. 2010b). Varavinit et al. 123 123 1234 1234 123 123 123
(2001) melaporkan bahwa pati tapioka 123 123 1234 1234 123 123 123
123
123 123
123 1234
1234 1234
1234 123
123 123
123 123
123
0,08
stearat (DS 0,016−0,008) dapat dijadikan 123 123 1234 1234 123 123 123
matriks minyak lemon. Semakin besar DS 123
123 123
123 1234
1234 1234
1234 123
123 123
123 123
123
0,06
123
123 123
123 1234
1234 1234
1234 123
123 123
123 123
123
pati, semakin baik pula efisiensi enkap- 123 123 1234 1234 123 123 123
sulasi minyak lemonnya. 123
123 123
123 1234
1234 1234
1234 123
123 123
123 123
123
Karakteristik fisik pati dapat diamati 0,04
123
123 123
123 1234
1234 1234
1234 123
123 123
123 123
123
dengan menggunakan parameter reologi,
123
123 123
123 1234
1234 1234
1234 123
123 123
123 123
123
123
123 123
123 1234
1234 1234
1234 123
123 123
123 123
123
yang meliputi viskositas, kemampuan 0,02 123 123 1234 1234 123 123 123
123 123 1234 1234 123 123 123
mengembang maupun tingkat kelarutan 123
123 123
123 1234
1234 1234
1234 123
123 123
123 123
123
tapioka suksinat yang dihasilkan, se- 0
bagaimana tertera pada Tabel 3. Visko- 2 5 10 20 40 60 80
sitas pati suksinat berbeda nyata antar- Konsentrasi Na2CO 3 (%)
perlakuan, yaitu viskositas semakin
meningkat seiring dengan penambahan
konsentrasi asam suksinat. Penggunaan Gambar 4. Hubungan antara peningkatan konsentrasi Na2CO3 dan nilai derajat
metode pengeringan juga memengaruhi substitusi (konsentrasi substrat 40%, microwave, konsentrasi asam
viskositas pati yang dihasilkan. suksinat 5%) (Herawati et al. 2010b).
Kemampuan mengembang merupakan
suatu proses pengukuran kapasitas
hidrasi produk karena berat pati yang
diukur berhubungan dengan kemampuan
mengembang granula pati di dalam air. Tabel 3. Viskositas, kemampuan mengembang, dan kelarutan pati suksinat.
Modifikasi pati memengaruhi kemampuan
mengembang, yang tidak bergantung Sampel Konsentrasi
pada konsentrasi substrat maupun kon- Viskositas Kemampuan Kelarutan
Metode konsentrasi suksinat
(dpas) mengembang (% g/ml)
sentrasi asam yang ditambahkan, tetapi substrat (%) (%)
merupakan hasil interaksi ketiga faktor
Oven 30 1 24 5,3963 10,198
yang digunakan. Kadar amilosa dan 30 3 26 6,7152 10,257
komposisi ikatan amilopektin menjadi 30 5 29 6,8550 12,290
komponen utama sebagai pembentuk gel 40 1 33 5,3933 12,227
(Tang et al. 2005). Hubungan negatif dan 40 3 39 6,0526 10,596
positif antara kemampuan mengembang 40 5 69 6,5649 11,618
Microwave 30 1 42,5 5,6204 11,454
dengan amilopektin dan amilosa di- 30 3 46 5,6973 12,157
sampaikan oleh Sasaki dan Masuki (1998) 30 5 49 8,2390 12,670
dan Srichowang et al. (2005). Semakin 40 1 21 5,2326 13,562
meningkat kadar amilosa, semakin tinggi 40 3 31 5,6225 10,454
kemampuan mengembang, sebagaimana 40 5 34,5 5,8038 12,835
hasil penelitian Davies et al. (2008). Sumber: Herawati et al. (2010c).
Tingkat kelarutan yang tinggi menun-
jukkan bahwa pati memiliki daya cerna
yang tinggi pula (Daramola dan Osanyin-
lusi 2006). Tingkat kelarutan pati ter-
modifikasi dipengaruhi oleh kombinasi
antarperlakuan. Pada proses modifikasi, mengalami proses esterifikasi hanya seperti pati beras terasetilasi pada media
semakin lama waktu operasi, makin menjadi lebih berdekatan sebagaimana air. Pati beras asli berbentuk poligonal
banyak senyawa amilopektin yang terlihat pada Gambar 5. Diameter granula pada bagian tepinya dan membentuk
tereduksi sehingga pati yang dihasilkan tapioka berkisar antara 5,75−16,5 µm, kelompok-kelompok dengan ukuran 4,46−
makin mudah larut dalam air (Artiani dan dengan diameter rata-rata 11,67 µm. 7,2 µm. Apabila dilakukan modifikasi
Avrelina 2009). Granula tapioka berbentuk semibulat menjadi pati beras terasetilasi, maka pati
Tapioka sebelum dan sesudah proses dengan salah satu bagian ujungnya beras menjadi kehilangan bentuk poligonal
esterifikasi tidak mengalami perubahan mengerucut dengan ukuran 5−35 µm pada bagian tepinya dan permukaannya
bentuk karena proses esterifikasi ber- (Rickard et al. 1992). menjadi kasar serta cenderung membentuk
langsung di bawah suhu gelatinisasinya. Bentuk dan ukuran granula pati ter- gumpalan dengan ukuran granula 3,9−6,5
Granula pati pada pati yang telah modifikasi tidak mengalami perubahan, µm (Gonzales dan Perez 2002).

72 Jurnal Litbang Pertanian, 31(2), 2012


Dekstrinasi dapat menghasilkan indigestible dextrin terdiri atas enam gugus glukosa, β-
sebagai alternatif pengganti sukrosa siklodekstrin tujuh unit glukosa, dan
Dekstrin adalah produk hidrolisis zat pati, (Lin dan Lee 2005). Beberapa paten telah γ-siklodekstrin delapan unit glukosa
berbentuk zat amorf berwarna putih dihasilkan terkait dengan optimalisasi dalam struktur melingkar (Herawati
sampai kekuningan (SNI 1989). Dekstrin proses produksi dekstrin, seperti hasil 2010).
merupakan produk degradasi pati yang penelitian Kazuhiro et al. (1994) mengenai
dapat dihasilkan dengan beberapa cara, indigestible dextrin, Kazuhiro et al. (1995)
yaitu memberikan perlakukan suspensi untuk dekstrin rendah kalori, Haren et al.
Proses Resistensi Pati
pati dalam air dengan asam atau enzim (2003) untuk teknologi proses dekstrinasi,
pada kondisi tertentu, atau degradasi/ Claus et al. (2002) untuk produksi limit
Pati tak tercerna (resistant starch/RS)
pirolisis pati dalam bentuk kering dengan dekstrin, serta beberapa paten lain terkait
secara alamiah terdapat dalam bahan
menggunakan perlakuan panas atau karakterisasi dan implementasi produk.
pangan mentah maupun produk olahan.
kombinasi antara panas dan asam atau Berdasarkan alternatif teknologi proses
Kadar RS dipengaruhi oleh sumber pati
katalis lain. Dekstrin mempunyai rumus produksi, dekstrin dapat diklasifikasikan
dan kondisi pengolahan (Purwani et al.
kimia (C6H10O5)n dan memiliki struktur serta berdasarkan parameter warna dan proses
2010). Ada empat jenis RS, yaitu RS1, RS2,
karakteristik intermediate antara pati seperti disajikan pada Tabel 4.
RS3, dan RS4. RS1 secara fisik terpe-
dan dekstrosa (Herawati 2010). Klasifikasi dekstrin berdasarkan
rangkap di dalam matriks sehingga tidak
Produksi dekstrin pada umumnya reaksi warna dapat dilakukan dengan
dapat diakses oleh enzim. RS2 adalah
dilakukan secara enzimatis menggunakan menggunakan pereaksi warna dengan
granula pati mentah yang didominasi oleh
enzim alfa-amilase dan beta-amilase (Ross yodium, di mana amilodekstrin akan
struktur kristal sehingga sulit dihidrolisis
et al. 2003). Every dan Ross (1996) me- memberikan warna biru, eritrodekstrin
oleh enzim. RS3 adalah pati retrogradasi
lakukan penelitian pengolahan dekstrin merah kecoklatan, dan akrodekstrin ti-
dan RS4 adalah pati termodifikasi (Goni
dengan menggunakan enzim alfa-amilase. dak menghasilkan warna. Berdasarkan
dan Alonso 2000). Beberapa sumber pati
Dengan menggunakan kombinasi proses Schardinger, dikenal siklodekstrin yang
lainnya, seperti pati ubi jalar varietas
enzimatis, teknologi produksi dekstrin strukturnya melingkar. Alfa-siklodekstrin
Sukuh berpotensi sebagai sumber bahan
baku RS3 (Purwani et al. 2010). Sumber
pati beramilosa tinggi terbukti mampu
menghasilkan kadar pati resisten (RS)
yang tinggi. Kadar amilosa pati sagu dan
beras masing-masing 45,30% dan 38,93%
memiliki kadar pati resisten 31,65% dan
25,23%. Bahan baku pati yang diguna-
kan dalam proses produksi pati resisten
sangat memengaruhi rendemen yang
dihasilkan. Hi maize memiliki kadar pati
resisten 33,09, beras 25,23%, dan sagu
31,65% (Herawati 2010).
Wasserman et al. (2007) menyatakan
bahwa sumber pati beramilosa tinggi cen-
derung memiliki suhu leleh yang tinggi
pula. Suhu leleh amilosa adalah 140oC,
sementara amilopektin dapat meleleh
Gambar 5. Partikel tapioka pada pengamatan dengan SEM, perbesaran 750 kali, pada suhu 60−70oC. Pada suhu lelehnya,
(a) tapioka, (b) tapioka suksinat-oven, (c) tapioka suksinat-microwave, struktur kristal amilosa dan amilopektin
(d) tapioka asetat-oven, dan (e) tapioka asetat-microwave (Herawati akan rusak. Pati resisten dapat digunakan
2009). sebagai substrat bagi pertumbuhan
mikroflora kolon, salah satunya Clostri-
dium butyricum BCC B2571. Untuk
meningkatkan kadar pati resisten, hidro-
Tabel 4. Klasifikasi jenis dekstrin. lisis enzimatik dengan debranching
enzyme sebaiknya dilakukan sebelum
Klasifikasi dekstrin proses retrogradasi sehingga pemben-
Reaksi warna
Warna Schardinger Metode proses tukan rantai linier panjang dapat optimal
(Herawati et al. 2010a). Pati resisten dapat
Amilodekstrin Putih α-siklodekstrin Basah–asam dimanfaatkan sebagai food ingredient,
Eritrodekstrin Kuning β-siklodekstrin Basah–enzim terutama sebagai bahan makanan fung-
Akrodekstrin British gum γ-siklodekstrin Kering sional untuk kesehatan pencernaan, di
Sumber: Herawati (2010). samping dapat menurunkan kolesterol
dalam darah (Herawati 2011).

Jurnal Litbang Pertanian, 31(2), 2012 73


Pemanasan dengan bahan asam, oksidasi, cross-linking, memproduksi makanan siap saji. Menurut
Gelombang Pendek esterifikasi, eterifikasi, dan kationik. Modi- Rezzoug et al. (1998), interaksi ingredient
fikasi pati secara kimia dapat menyebab- dalam proses pengolahan pangan akan
Gelombang pendek merupakan salah satu kan terjadinya cross-linking sehingga menghasilkan karakteristik tertentu pada
gelombang radio dengan frekuensi tinggi memperkuat ikatan hidrogen dalam mole- produk. Komponen bahan makanan yang
dengan rentang 300−300.000 juta Hertz. kul pati (Yavus et al. 2003). ditambahkan dalam jumlah sedikit untuk
Oleh karena itu, gelombang pendek dapat Proses modifikasi pati lainnya dapat memperbaiki kualitas bahan makanan
masuk dengan sangat mudah ke dalam dilakukan dengan penambahan asam, disebut sebagai food additives.
suatu bahan (Wujie 2003). Gelombang basa, garam maupun unsur halogen. Re- Data mengenai pemanfaatan pati
pendek dapat digunakan sebagai sumber aksi hidrolisis pada prinsipnya diarahkan termodifikasi cukup sulit diperoleh,
tenaga untuk memanaskan dan me- untuk memecah molekul menjadi molekul terutama untuk produk selain pemanis.
ngeringkan suatu bahan (Liu et al. 2005), yang lebih sederhana seperti glukosa, mal- Tingkat permintaan produk tapioka ter-
dan mengkatalis reaksi kimia dalam tosa maupun dekstrin, sedangkan proses modifikasi di Thailand untuk kebutuhan
pembuatan bahan industri dan pertanian. reaksi oksidasi-reduksi untuk proses pangan menurut Sriroth et al. (2000)
Penggunaan gelombang pendek seba- produksi gula alkohol (sorbitol, manitol, adalah: MSG/lysine 232.980 t/tahun,
gai alternatif untuk memodifikasi struktur maltitol, xylitol, dan gula alkohol lainnya). glukosa 60.000 t/tahun, high fructose
pati maupun komponen bahan pangan Proses reaksi dengan halogenasi yang 54.000 t/tahun, sorbitol 30.000 t/tahun,
telah dikembangkan sejak 1940 (Mermel- melibatkan unsur halogen seperti klorin dextrose monohydrate 20.000 t/tahun,
stein 1997). Teknik penggunaan gelom- sebagai pensubstitusi gugus hidroksil dan dextrose anhydrous 500 t/tahun.
bang pendek secara luas telah dikem- dilakukan untuk pemutihan tepung. Pro- Produk pati termodifikasi dapat di-
bangkan dalam industri pangan dan kimia ses aminasi dan karbamolasi pati melalui manfaatkan baik sebagai komponen
(Ayappa et al. 1991). substitusi gugus hidroksil dengan amino utama maupun bahan tambahan makanan
Modifikasi pati akan berhasil dilaku- dilakukan dalam produksi pakan ternak. dalam koridor food ingredient. Berbagai
kan jika energi gelombang pendek di- Teknologi modifikasi masih cukup produk seperti produk derivatif, matrik
gabungkan dengan aktivitas proton yang luas terkait dengan tujuan proses dan enkapsulasi, texturizer, stabilizer, emul-
berasal dari asam mineral (anorganik) pemanfaatan produk lanjutannya. Kom- sifier, sweetener, fat replacer, thickening
(Muzimbaranda dan Tomasik 1994). Hasil binasi proses seperti penggunaan bahan agent, dan filler merupakan bagian dari
pemanasan pati dengan sumber panas kimia yang dikombinasikan dengan food ingredient yang dapat dikembangkan
konvensional dan gelombang pendek gelombang pendek akan menjadi sebuah dengan basis pati termodifikasi.
menunjukkan bahwa pemanasan dengan peluang alternatif dalam praktik modifikasi Dalam penggunaannya sebagai kom-
pemanas konvensional mengakibatkan pati, khususnya tapioka ester. ponen pangan, pati dapat dimanfaatkan
lebih banyak kerusakan pada struktur pati sesuai dengan karakteristik dan tujuan
(Muzimbaranda dan Tomasik 1994). pemanfaatan produk. Taggart (2004) men-
Prinsip pemanasan menggunakan FOOD INGREDIENT deskripsikan karakteristik sensoris bebe-
gelombang pendek adalah berdasarkan rapa jenis pati. Pengembangan teknologi
tumbukan langsung dengan materi polar Implementasi Produk produksi pati termodifikasi sangat erat
atau pelarut dan diatur oleh dua fenomena, kaitannya dengan komponen sensoris
yaitu konduksi ionik dan rotasi dipol. Food ingredient merupakan komponen pati seperti struktur, penampakan fisik, dan
Pada sebagian besar kasus, kedua feno- bahan makanan yang digunakan untuk cita rasa. Berbagai jenis pati termodifikasi
mena tersebut berjalan secara simultan.
Konduksi ionik mengacu pada migrasi
elektroporetik ion dalam pengaruh pe-
rubahan medan listrik. Resistensi yang Food ingredient
ditimbulkan oleh larutan terhadap proses
migrasi ion menghasilkan friksi yang akan Produk derivatif
memanaskan larutan. Penggunaan gelom- Pangan Matrik enkapsulasi
bang pendek diharapkan dapat membantu Pati Edible coating
Farmasi Texturizer
memperbaiki karakteristik tapioka, ter-
utama pola gelatinisasi dan kemampuan- Stabilizer
W Kertas Emulsifier
nya untuk mengkatalis reaksi substitusi
pada proses modifikasi tapioka (Herawati Teknologi Sweetener
W

2010). modifikasi Tekstil Replacer (Fat, etc)


Thickening agent
Energi Filler
Modifikasi Pati Lainnya
Lainnya 1234567890123456789012345678901212345
12345678901234567890123456789012123
1234567890123456789012345678901212345
12345678901234567890123456789012123
Pati alami dapat dimodifikasi dengan 12345678901234567890123456789012123
12345678901234567890123456789012123
12345678901234567890123456789012123
cara fisika atau kimia (Daramola dan
Osanyinlusi 2006). Modifikasi pati secara
kimia dapat dilakukan dengan penam- Gambar 6. Bagan produk food ingredient dari tapioka.

74 Jurnal Litbang Pertanian, 31(2), 2012


Tabel 5. Berbagai jenis pati tapioka termodifikasi serta sifat dan aplikasinya dalam bidang pangan.

Jenis pati Sifat/fungsi Aplikasi

Pati pragelatinisasi Larut dalam air dingin bahan pengisi Sup instan, puding instan, saus, campuran bakery,
makanan beku
Pati hidrolisis asam Viskositas rendah, retrogradasi tinggi, gel kuat Gum, permen, formulasi pangan cair
Dekstrin Bahan pengikat, enkapsulasi Confectionary, baking, perisa, rempah, minyak
Pati teroksidasi Penstabil, perekat, pengegel, penjernih Formulasi pangan, gum, confectionary
Pati eter Penstabil Sup, puding, makanan beku
Pati ester Penstabil, bahan pengisi, penjernih Permen, emulsi
Pati reaksi silang Bahan pengisi, penstabil, bahan teksturizer Pengisi pie, roti, makanan beku, bakery, puding,
makanan instan, sup, salad dressing, saus

Sumber: Hustiany (2006).

serta pemanfaatannya pada produk pati teroksidasi, pati fosfat, pati suksinat, proses pengolahan tapioka termodifikasi.
pangan tertera pada Tabel 5. pati asetat, pati fosfat, pati hidroksilfos- Teknologi proses produksi tersebut
fat, pati asetat adipat, dan pati asetat meliputi esterifiksi, dekstrinasi, dan
fosfat. pembuatan pati resisten. Penggunaan
Standar Mutu Standardisasi mutu produk pati ter- bahan kimia untuk produk food ingre-
modifikasi sangat diperlukan terutama dient perlu memerhatikan batasan
untuk modifikasi yang menggunakan maksimal yang diperbolehkan untuk
Standar mutu produk pati termodifikasi di
bahan kimia. Hal ini terkait dengan residu pangan. Pati termodifikasi sangat pros-
Indonesia masih terbatas pada produk
bahan kimia yang mungkin masih ter- pektif untuk dikembangkan lebih lanjut
dekstrin. Standar mutu produk diperlu-
tinggal dan terbawa pada produk pangan untuk memperbaiki kualitas bahan pangan
kan untuk keamanan pangan (Herawati
(Herawati 2010). dan produk makanan, terutama terkait
2010). Standar mutu produk di Thailand
dengan potensi Indonesia yang memiliki
mengacu kepada International Number-
bahan baku ubi kayu yang cukup me-
ing System (INS) dan EC Number untuk
limpah.
produk bahan tambahan makanan. INS KESIMPULAN
mencakup standar konsentrasi pengguna-
an bahan kimia untuk proses produksi Teknologi proses produksi food ingre-
pati pragelatinisasi, pati masak, pati alkali, dient merupakan bagian diversifikasi

DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L.H. 2002. Pati termodifikasi di- Davies, E.M., M.T. Labuschagne, E. Koen, availability and glicemic index. J. Starch 52
butuhkan oleh industri makanan. www. I.R.M. Benesi, and J.D.K. Saka. 2008. Some Nutr. 2−3: 81−84.
pikiranrakyat.com. [9 September 2009] properties of starches from cocoyam (Colo-
Gonzales, Z. and E. Perez. 2002. Effect of
casia esculenta) and cassava (Manihot
Artiani, P.A. dan Y.R. Avrelina. 2009. Modifikasi acetylation on some properties of rice starch.
esculenta Crantz) grown in Malawi. Afr. J.
cassava starch dengan proses asetyolasi asam Starch/Starke 54: 148−154.
Food Sci. (2): 102−111.
asetat untuk produk pangan. Laporan Pene-
Haren, A.A.M.M., J.C.P.H. Makkum, and R.P.W.
litian. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Departemen Pertanian. 2009. Data produksi
K. Ananen. 2003. Dextrinization of starch.
Universitas Diponegoro, Semarang. komoditas pertanian. http://database.
United States Patent 6613.152.B1.
deptan. go.id/bdsp/hasil kom asp [27 Januari
Ayappa, K.G., H.T. Davis, and J. Gordon. 1991.
2009]. Herawati, H. 2006a. Potensi ubi kayu (Manihot
Analysis of microwave heating of material
esculenta Crantz) sebagai pangan pokok
with temperature dependent properties. Every, D. and M. Ross. 1996. The role of untuk mendukung program ketahanan pang-
AIChE J. 37(3): 313−322. dextrins in the stickiness of bread crumb an. Prosiding Seminar Optimasi Peman-
Claus, C., P. Sven, and C.T. Rex. 2002. Method made from pre-harvest sprouted wheat or
faatan Sumber Daya Pertanian melalui Akse-
for Production of Maltose and a Limit flour containing exogenous alpha-amylase. lerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi
Dextrin, the Limit Dextrin, and Use of J. Cereal Sci. 23: 247–256. Berbasis Pertanian, Bandung, 29 November
the Limit Dextrin. United States Patent Fen, H.L. 2007. Physicochemical and Functional 2005.
6361809. Properties of Enzyme Modified Tapioca Herawati, H. 2006b. Inovasi teknologi peng-
Daramola, B. and S.A. Osanyinlusi. 2006. Starches. Thesis. Faculty of Sains, Universiti olahan untuk diversifikasi produk dari
Investigation on modification of cassava Sains Malaysia. tapioka. Prosiding Seminar Optimasi Pe-
starch using active components of ginger Goni, I. and A.G. Alonso. 2000. Effect of manfaatan Sumber Daya Pertanian melalui
roots (Zingiber officinale Roscoe). Afr. J. processing on potato starch: in vitro Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Tek-
Biotechnol. 5: 917−920.

Jurnal Litbang Pertanian, 31(2), 2012 75


nologi Berbasis Pertanian, Bandung, 29 modification assisted by microwaves as cultivars of cassava starch. Carbohydrate
November 2005. applied to starch granules. Carbohydrate Polymers 38: 161–170.
Polymers 61: 374−378.
Herawati, H. 2008a. Peluang pengembangan Subagio, A., W. Siti, Y. Witono, dan F. Fahmi.
alternatif produk modified starch dari Mermelstein, N.H. 1997. How food technology 2008. Prosedur Operasi Standar (POS)
tapioka. Seminar Nasional Pengembangan covered microwaves over the years. Food Produksi Mocal Berbasis Klaster. Southeast
Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Sura- Technol. 51(5): 82−84. Asian Food and Agricultural Science and
karta, 7 Agustus 2008. Technology (SEAFAST) Center, Institut
Muzimbaranda, C. and P. Tomasik. 1994. Micro-
Pertanian Bogor, Bogor.
Herawati, H. 2008b. Penentuan umur simpan wave in physical and chemical modification
pada produk pangan. Jurnal Penelitian dan of starch. Starch 46(12): 469−474. Taggart, P. 2004. Starch as an ingredients:
Pengembangan Pertanian 27(4): 124−130. manufacture and applications. Dalam: A.C.
Nwokocha, L.M., N.A. Aviara, C. Senans, and
Herawati, H. 2009. Modifikasi Ester-Gelombang Eliasson (Ed). Starch in Food: Structure,
P.A. Williams. 2009. A comparative study
Pendek untuk Produksi Pati Termodifikasi Function, and Application. CRC Press, Boca
of some properties of cassava (Manihot
dari Tapioka. Tesis Magister Teknik Kimia, Raton, Florida.
esculenta Crantz) and cocoyam (Colocasia
Universitas Diponegoro, Semarang. esculenta, Linn) starches. Carbohydrate Tang, H., T. Mitsunaga, and Y. Kawamura. 2005.
Herawati, H. 2010. Standarisasi pati ter- Polymers. 76: 362−367. Functionality of starch granules in milling
modifikasi untuk produk pangan. Makalah fractions of normal wheat grain. Carbo-
Purwani, E.Y., M.T. Suhartono, H. Herawati, and
disampaikan pada acara PPIS–BSN 2010, hydrate Polymers 59: 11−17.
P.P. Dewi. 2010. Type of resistant starch
Jakarta, 11 November 2010. affected butyrate production by Clostridium Thomas, D. and W. Atwell. 1997. Gelatinization,
Herawati, H., I.N. Widiasa, dan D. Permanasari. butyricum BCC B2571. International Semi- pasting, and retrogradation. pp. 25−30. In
2010a. Nilai derajat substitusi pati ester dari nar on Emerging Issues and Developments Starches. Minnesota: The American Asso-
beberapa metode pengolahan. Seminar Reka- in Foods and Ingredients, Jakarta, 29−30 ciation of Cereal Chemists, Inc.
yasa Kimia dan Proses, 4−5 Agustus 2010. September 2010.
Triyono, A. 2008. Potensi sumber pati dari umbi-
Herawati, H., I.N. Widiasa, and Kendriyanto. Rezzoug, Z.M., J.M. Bouvier, K. Allaf, and C. umbian dalam proses produksi pati ter-
2010b. The influence of several variables to Patras. 1998. Effect of principal ingredients modifikasi secara hidrolisa enzimatik sebagai
the degree of substitution value of modified on rheological behaviour of biscuit dough bahan untuk industri pangan. Prosiding
tapioca. International Seminar on Emerging and on quality of biscuits. J. Food Engin. 35: Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan
Issues and Developments in Foods and 23−42. Proses. Fakultas Teknik, Universitas Dipo-
Ingredients, Jakarta, 29−30 September 2010. negoro, Semarang.
Rickard, J.E., J.M.V. Blanshard, and M. Asaoka.
Herawati, H., I.N. Widiasa, dan Kendriyanto. 1992. Effects of cultivar and growth season Tuschoff, J.V. 1989. Hydroxypropylated starches.
2010c. Modifikasi asam suksinat-gelombang on the gelatinization properties of cassava In O.B. Wurzburg (Ed.). Modified Starchs:
pendek untuk produksi tapioka suksinat. (Manihot esculenta) starch. J. Sci. Food Properties and uses. CRC Press Boca Raton,
Agritek 30(4): 230−237. Agric. (59): 53–58. Florida.

Herawati, H. 2011. Potensi pengembangan Ross, H.A., J. Sungurtas, L. Ducreux, J.S. Van de Burgt, Y.E.M., J. Bergsma, I.P. Bleeker,
produk pati tahan cerna sebagai pangan Swanston, H.V. Davies, and G.J. Mc Dougal. H.C. Mijland, J.P. Kamerling, and J.F.G.
fungsional. Jurnal Penelitian dan Pengem- 2003. Limit dextrinase in barley cultivars Vliegenthart. 2000. Structural studies on
bangan Pertanian 30(1): 31−39. of differing malting quality: activity, inhi- methylated starch granules: Reviews. Starch/
bitors and limit dextrin profiles. J. Cereal Starke 52: 40−43.
Hustiany, R. 2006. Modifikasi Asilasi dan Sci. 38: 325–334.
Suksinilasi Pati Tapioka sebagai Bahan Varavinit, S., N. Chaokkasem, and S. Shobsngob.
Enkapsulasi Komponen Flavor. Disertasi Saraswati. 1982. The Problems to be Solved in 2001. Studies of flavor encapsulation by
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Starch Processing Technologies in Indo- agents produced from modified sago and
Bogor, Bogor. nesia. Badan Pengkajian dan Penerapan tapioca starches. Starch/Starke 53: 281−287.
Teknologi, Jakarta.
Jacobs, H. and J.A. Delcour. 1998. Hydrothermal Wasserman, L.A., M. Signorelli, A. Schiraldi, V.
modifications of granular starch, with Sasaki, T. and J. Masuki. 1998. Effect of wheat Yuryev, G. Boggini, S. Bertini, and S. Fessas.
retention of the granular structure: a review. structure on swelling power. Cereal Chem. 2007. Preparation of wheat resistant starch:
J. Agric. Food Chem. 46(8): 2895−2905. 75: 525−529. treatment of gels and DSC characterization.
J. Therm. Anal. Cal. 87(1): 153–157.
Kazuhiro, O., H. Yoshio, I. Kasuyuki, M. Isao, Srichowang, S., T.C. Sunarti, T. Mishima, N.
and K. Yasuo.1994. Indigestible Dextrin. Isono, and M. Hisamatsu. 2005. Starches Wujie. 2003. The Producing Technology of
United States Patent 5364652. from different botanical sources II: Contri- Microwave Food. Scientific and Technical
bution of starch structure to swelling and Documents, 5.
Kazuhiro, O., M. Isao, and H. Yoshio. 1995.
pasting properties. Carbohydrate Polymers
Method for Preparing Low Calorie Dextrin. Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starchs: Pro-
62: 25−34.
United States Patent 5430141. perties and uses. CRC Press Boca Raton
Sriroth, K., V. Santisopasri, C. Petchalanuwat, Florida.
Lin, S.D. and C.C. Lee. 2005. Qualities of chiffon
K. Kurotjanawong, K. Piyachomkwan, and
cake prepared with indigestible dextrin and Yavus, Hulya, and B. Ceyhun. 2003. Preparation
C.G. Oates. 2000. Cassava starch granule
sucralose as replacement for sucrose. Cereal and biogradation of starch/polycaprolactone
structure–function properties: influence of
Chem. 82(4): 405–413. film. J. Polymer Environ. 11(3): 107−113.
time and conditions at harvest on four
Liu, Z., L. Peng, and J.F. Kennedy. 2005. The
technology of molecular manipulation and

76 Jurnal Litbang Pertanian, 31(2), 2012

Anda mungkin juga menyukai