Anda di halaman 1dari 6

1 Imunisasi dan Vaksinasi sebagai upaya pencegahan

primer
DASAR-DASAR IMUNISASI DAN VAKSIN

Pendahuluan

Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama. Imunisasi adalah
salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian
bayi dan balita. Imunisasi merupakan hal mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi adalah
sarana untuk mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi.
Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di negara-
negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan yang luas.

Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar diperlukan pengetahuan dan
keterampilan tentang vaksin ( vaksinologi ), ilmu kekebalan ( imunologi ) dan cara atau prosedur
pemberian vaksin yang benar. Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya
memberikan perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena
terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi. Banyak penyakit
menular yang bisa menyebabkan gangguan serius pada perkembangan fisik dan mental anak.
Imunisasi bisa melindungi anak-anak dari penyakit melaui vaksinasi yang bisa berupa suntikan atau
melalui mulut. 

Imunisasi Upaya Pencegahan Primer

Angka kematian bayi ( AKB ) dalam dua dasawarsa terakhir ini menunjukkan penurunan yang
bermakna, yaitu apabila pada tahun 1971 masih sebesar 142 dan menjadi 112 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 1980 ( memerlukan 10 tahun ). Pada tahun 1985 ke tahun 1990 ( hanya lima
tahun ) dari 71 menjadi 54 per 1000 kelahiran hidup. Penurunan tersebut diikuti dengan menurunnya
angka kematian BALITA atau AKABA menjadi 56 per 1000 kelahiran hidup. Keberhasilan tersebut
adalah hasil teknologi tepat guna yang dilaksanakan di seluruh Indonesia sejak tahun 1977 dengan
menggunakan kartu menuju sehat ( KMS ) dalam memantau tumbuh kembang anak, pemakaian
cairan oralit pada anak yang menderita diare, meningkatkan pemberian ASI secara eksklusif kepada
bayinya dan imunisasi sesuai Program Pembangunan Imunisasi ( PPI ). Yaitu BCG, Polio, DPT,
hepatitis B dan campak. Pada tahun 1990 Indonesia telah mencapai lebih dari 90% cakupan
vaksinasi dasar tersebut yang dikenal sebagai Universal Child Immunization ( UCI ). Ditambah lagi
dengan gerakan PIN ( Pekan Imunisasi Nasional ) terhadap penyakit polio pada tahun 1995-1996-
1997-2002 secara berturut-turut dan serentak di seluruh tanah air yang kemudian karena masih ada
kejadian virus polio liar di regional WHO-SEARO. Pin diulang kembali pada tahun 2002. Pada
kesempatan PIN diberikan juga vaksinasi tetanus dan campak dengan harapan dapat mengurangi
kesakitan dan kematian karena kedua penyakit tersebut.

Seiring dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian anak pada umumnya maka kualitas hidup
bangsa angka meningkat pula. Hasil penelitian di dunia mengatakan bahwa angka kelahiran dan usia
harapan hidup di suatu negara berkaitan, yaitu bahwa makin rendah angka kelahiran makin tinggi
usia harapan hidup. Untuk itu pencegahan terhadap penyakit infeksi merupakan upaya yang
menentukan situasi tersebut dan mutlak harus dilakukan pada anak sedini mungkin guna dapat
mempertahankan kualitas hidup yang prima dalam perjalanan hidupnya .

Vaksinasi atau lazim dipakai dengan istilah imunisasi merupakan suatu teknologi yang sangat
berhasil di dunia kedokteran yang oleh Katz ( 1999 ) dikatakan sebagai “ sumbangan ilmu
pengetahuan yang terbaik yang pernah dapat diberikan oleh para ilmuwan di dunia ini “. Satu upaya
kesehatan yang paling efektif dan efisien dibandingkan dengan upaya kesehatan lainnya. Kekebalan
atau imunitas tubuh terhadap ancaman penyakit dari lingkungannya adalah tujuan utama dari
pemberian vaksinasi. Imunitas tersebut sebenarnya dapat diperoleh secara alamiah yaitu terjangkit
suatu penyakit dan menjadi imun maupun secara aktif dibuat oleh manusia. Pada hakekatnya pada
kedua cara mendapatkan imunitas tubuh dapat diperoleh dengan cara pasif maupun aktif. Dikatakan
pasif karena tidak menyangkut sama sekali sistem imun tubuh sendiri dan hanya menerima secara
pasif antibodi ke dalam tubuhnya, yaitu dapat terjadi melalui plasenta ke janin dari ibu kandungnya
maupun dengan memberikan antibodi melalui suntikan ke dalam tubuh anak. Pemberian antigen
dengan sengaja sehingga tubuh manusia kemudian memberikan respon imun adalah prinsip dari
vaksinasi. 

Imunisasi dan Vaksinasi

Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif, sedangkan istilah vaksinasi
dimaksudkan sebagai pemberian vaksin ( antigen ) yang dapat merangsang pembentukan imunitas
(antibodi) dari sistem imun di dalam tubuh.

Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu imunoglobulin yang
non-spesifik atau disebut juga gamaglobulin dan imunoglobulin yang spesifik yang berasal dari
plasma donor yang sudah sembuh atau baru saja mendapatkan vaksinasi penyakit tertentu.
Imunuglobulin non-spesifik digunakan pada anak dengan defisiensi imunoglobulin sehingga
memberikan perlindungan dengan segera dan cepat yang seringkali dapat terhindar dari kematian.
Hanya saja perlindungan tersebut tidaklah permanen melainkan hanya berlangsung beberapa minggu
saja. Selain itu cara tersebut juga mahal dan memungkinkan anak justru menjadi sakit karena secara
kebetulan atau karena suatu kecelakaan serum yang diberikan tidak bersih dan masih mengandung
kuman yang aktif. Sedangkan imunoglobulin yang spesifik diberikan pada anak yang belum
terlindungi karena belum pernah mendapatkan vaksinasi dan kemudian terserang misalnya difteria,
tetanus, hepatitis A dan B.

Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan pada suatu antigen
berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak
menimbulkan sakit namun memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini
menirukan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan.
Tujuannya adalah memberikan “ infeksi ringan “ yang tidak berbahaya namun cukup untuk
menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya dikemudian hari
anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen /
penyakit yang masuk tersebut.

Vaksinasi mempunyai keuntungan :


 Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya.
 Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif.
 Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang
daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut secara almiah.

Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Dilihat dari
cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif.
Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu
sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang
diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena
akan langsung dimetabolisme oleh tubuh. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh
sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan
aktif biasanya berlangsung lebih lama karena adanya memori imunologi.

TUJUAN IMUNISASI adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat ( populasi ) atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar.

Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen,
untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu : 1) mekanisme
pertahanan nonspesifiik disebut juga komponen nonadaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya
untuk satu macam antigen , tetapi untuk berbagai macam antigen, 2) mekanisme pertahanan tubuh
spesifik atau komponen adptif ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, terbentuknya antibodi
lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya. Hal ini disebabkan telah
terbentuknya sel memori pada pengenalan antigen pertama kali. Bila pertahanan nonspesifik belum
dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mikroorganisme
yang pertama kali dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan oleh sel makrofag ( APC = antigen
presenting cel ) Pada sel T untuk antigen TD ( T dependent ) sedangkan antigen TI ( T independent )
akan langsung diperoleh oleh sel B.

Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas selular dan imunitas humoral. Imunitas humoral
akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen. Semua antibodi adalah protein dengan
struktur yang sama yang disebut imunoglobulin ( Ig ) yang dapat dipindahkan secara pasif kepada
individu yang lain dengan cara penyuntikan serum. Berbeda dengan imunitas selular hanya dapat
dipindahkan melalui sel, contohnya pada reaksi penolakan organ transplantasi oleh sel limfosit dan
pada graft versus-host-disease. 

Proses imun terdiri dari dua fase :


 Fase pengenalan, diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen ( APC = antigen
presenting cells ), sel limfosit B, limfosit T.
 Fase efektor, diperankan oleh antibodi dan limfosit T efektor

Keberhasilan Imunisasi
 Tergantung dari beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktor genetik pejamu, serta
kualitas dan kuantitas vaksin.
Status imun pejamu

Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi
keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa fetus mendapat antibodi maternal spesifik
terhadap virus campsk, bila vaksinasi campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak
masih tinggi akan membeikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu ( ASI ) yang
mengandung IgA sekretori ( sIgA ) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan vaksinasi
polio yang diberikan secara oral. Namun pada umumnya kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI
sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan.

Pada penelitian di Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA FKUI/RSCM, Jakarta ternyata sIgA polio
sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat pada
kolostrum. Karena itu bila vaksinasi polio diberikan pada masa pemberian kolostrum ( kurang atau
sama dengan 3 hari setelah bayi lahir ), hendaknya ASI ( kolostrum ) jangan diberikan dahulu 2 jam
sebelum dan sesudah vaksinasi.

Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus fungsi makrofag
masih kurang. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang. Jadi dengan
sendirinya, vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak.
Maka, apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa memberikan imunisasi
ulangan.

Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat imunosupresan,
menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang menimbulkan defisiensi imun
sekunder seperti pada penyakit keganasan juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Bahkan
adanya defisiensi imun merupakan kontraindikasi pemberian vaksin hidup karena dapat menimbulkan
penyakit pada individu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada individu yang menderita penyakit
infeksi sistemik seperti campak, tuberkulosis milier akan mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi.

Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti makrofag dan limfosit.
Imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar globulin
normal atau bahkan meninggi, imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan
baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar
komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya respons terhadap vaksin
atau toksoid berkurang. 

Faktor genetik pejamu

Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik respons
imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan rendah terhadap antigen tertentu. Ia
dapat memberikan respons rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat lebih
tinggi. Karena itu tidak heran bila kita menemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.

Kualitas dan kuantitas vaksin 

Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa sehingga patogenisitas
atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung sifat antigenisitas. Beberapa faktor kualitas
dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan vaksinasi, seperti cara pemberian, dosis,
frekuensi pemberian ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin.
 Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul. Misalnya vaksin polio
oral akan menimbulkan imunitas lokal disamping sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan
memberikan imunitas sistemik saja.
 Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons imun yang terjadi.
Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan. Sedang dosis terlalu rendah
tidak merangsang sel-sel imunokompeten.Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena
itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.
 Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Disamping frekuensi,
jarak pemberianpun akan mempengaruhi respons imun yang terjadi. Bila pemberian vaksin
berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk segera
dinetralkan oleh antibodi spesifik yang masih tinggi tersebut sehingga tidak sempat merangsang sel
imunkompaten. Bahkan dapat terjadi apa yang dinamakan reaksi arthus, yaitu bengkak kemerahan di
daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen antibodi lokal sehingga terjadi
peradangan lokal. Karena itu pemberian ulang ( booster ) sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan
sesuai dengan hasil uji klinis.
 Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun terhadap
antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan mempertahankan antigen pada atau dekat
dengan tempat suntikan, dan mengaktivasi APC ( antigen presenting cells ) untuk memproses antigen
secara efektif dan memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya.
 Jenis Vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik dibanding vaksin mati
atau yang diinaktivasi ( killed atau inactivated ) atau bagian ( komponen ) dari mikroorganisme.
Vaksin hidup diperoleh dengan cara atenuasi. Tujuan atenuasi adalah untuk menghasilkan organisme
yang hanya dapat menimbulkan penyakit yang sangat ringan. Atenuasi diperoleh dengan
memodifikasi kondisi tempat tubuh mikroorganisme, misalnya suhu yang tinggi atau rendah, kondisi
anerob, atau menambah empedu pada media kultur seperti pada pembuatan vaksin BCG yang sudah
ditanam selama 13 tahun. Dapat pula dipakai mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain tetapi
untuk manusia avirulen, misalnya virus cacar sapi.

Persyaratan vaksin
1. Mengaktivasi APC untuk mempresentasikan antigen dan memproduksi interleukin.
2. Mengaktivasi sel T dan sel B untuk membentuk banyak sel memori
3. Mengaktivasi sel T dan sel Tc terhadap beberapa epitop, untuk mengatasi variasi
respons imun yang ada dalam populasi karena adanya polimorfisme MHC.
4. Memberi antigen yang persisten, mungkin dalam sel folikular dendrit jaringan limfoid
tempat sel B memori direkrut sehingga dapat merangsang sel B sewaktu-waktu menjadi sel
plasma yang membentuk antibodi terus-menerus sehingga kadarnya tetap tinggi.
Vaksin yang dapat memenuhi ke empat persyaratan tersebut adalah vaksin virus hidup.

Jenis Vaksin 

Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

 Live attenuated ( bakteri atau virus hidup yang dilemahkan )


 Inactivate ( bakteri, virus atau komponenmnya dibuat tidak aktif )
Vaksin hidup attenuated
Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit.
Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak
( replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.

Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar ( wild ) penyebab penyakit. Virus atau bakteri liar ini
dilemahkan ( attinuated ) dilaboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya
vaksin campak yang dipakai sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak menjadi
virus vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan penanaman pada jaringan media
pembiakan secara serial dari seorang anak yang menderita penyakit campak pada tahun 1954.
 Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus berkembang biak
( mengadakan replikasi ) di dalam tubuh resipien.
 Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol ( misalnya panas atau cahaya ) atau
pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh ( antibodi yang beredar ) dapat
menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif.
 Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama dengan yang
diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak membedakan antara suatu infeksi dengan virus
vaksin yang dilemahkan dan infeksi dengan virus liar.
 Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk patogenik seperti
semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup.
 Antibodi dari sumber apapun ( misalnya transplasental, transfusi ) dapat mempengaruhi
perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak adanya respons ( non response ).
Vaksin campak merupakan mikroorganisme yang paling sensitif terhadap antibodi yang beredar
dalam tubuh. Virus vaksin polio dan rotavirus paling sedikit terkena pengaruh.
 Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila kena panas dan
sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.
Vaksin hidup attenuated yang tersedia
 Berasal dari virus hidup : Vaksin campak, gondongan ( parotitis ), rubela, polio, rotavirus,
demam kuning ( yellow fever ).
 Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.
Vaksin Inactivated
 Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau virus dalam media
pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat tidak aktif dengan penambahan bahan kimia ( biasanya
formalin ).
 Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis antigen
dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit ( walaupun pada orang dengan
defisiensi imun ) dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated
tidak dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan saat antibodi berada
di dalam sirkulasi darah.
 Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada dosis pertama tidak
menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau menyiapkan sistem imun. Respons imun
protektif baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin hidup, yang
mempunyai respons imun yang mirip atau sama dengan infeksi alami, respons imun terhadap vaksin
inactivated sebagian besar humoral, hanya sedikit atau tak menimbulkan imunitas selular. Titer
antibodi terhadap antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu.
 Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit masih
memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun vaksin bakterial seluruh sel bersifat paling
reaktogenik dan menyebabkan paling banyak reaksi ikutan atau efek samping. Ini disebabkan
respons terhadap komponen-komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan untuk perlindungan
( contoh antigen pertusis dalam vaksin DPT ).
Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :
 Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A.
 Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.
 Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis a-seluler, tifoid
Vi, lyme disease.
 Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.
 Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan haemophilus influenzae tipe b.
 Gabungan polisakarida ( haemophillus influenzae tipe B dan pneumokokus ).

Anda mungkin juga menyukai