Status gizi masyarakat sangat dipengaruhi oleh sistem pangan dan gizi. Sistem pangan
dan gizi menyangkut serangkaian aspek sejak tahap produksi sampai tahap pemanfaatan oleh
tubuh. Karena banyaknya faktor yang berpengaruh dan pelaku yang terlibat dalam
pembangunan pangan dan gizi maka diperlukan pendekatan sistem.
A. Sistem dan Subsistem Dalam Pangan dan Gizi
Sistem pangan dan gizi adalah suatu rangkaian masukan, proses, dan keluaran sejak pangan
masih dalam tahap produksi (berupa bahan produk primer maupun olahan) sampai dengan
tahap akhir, yaitu pemanfaatannya dalam tubuh manusia yang diwujdkan oleh status gizi. Hal
ini berarti dalam sistem tersebut terdapat serangkaian komponen atau subsistem, yaitu
produksi, ketersediaan pangan, distribusi, konsumsi, dan gizi.
B. Pendekatan Sistem Dalam Pangan dan Gizi
Pembangunan pangan dan gizi melibatkan banyak pelaku, meliputi berbagai aspek dan
mencakup interaksi antar wilayah. Oleh sebab itu, pemantapan pembangunan pangan dan gizi
hanya dapat diwujudkan melalui suatu kerjasama kolektif dari seluruh pihak yang terkait
(Stakebolders), khususnya masyarakat produsen, pengolah, pemasar, dan konsumen pangan.
Kinerja para pihak tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi sosial, politik dan
keamanan, pelayanan prasarana publik sidang transportasi, perhubungan, telekomunikasi, dan
pemodalan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, pengembangan teknologi, perlindungan
serta kelestarian sunberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian, pangan merupakan
resultan dari potensi sumberdaya alam dan sistem sosial yang mencakup jumlah penduduk,
manajemen, iptek, dan kelembagaan.
Mengingat luasnya substansi, faktor-faktor yang berpengaruh serta banyaknya pelaku yang
terlibat dalam pembangunan pangan dan gizi maka diperlukan pendekatan sistem.
Pendekatan tersebut dikenal sebagai sistem panagan dan Gizi.
SISTEM :
Contoh : tubuh manusia mrpkan suatu system dgn komponen jaringan, organ, saraf,
pembuluh darah, dsb dgn tujuan menjaga keseimbangan fungsi tubuh.
1. penyediaan pangan
2. distribusi pangan
3. konsumsi makanan
4. utilisasi makanan
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat
pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan
masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 7 tahun
1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah menyelenggarakan
pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat
menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan
sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu,
aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka.
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai
peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan
dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya,
kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan,
mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi
pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Di PP tersebut juga
disebutkan dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah dilakukan
distribusi pangan melalui upaya pengembangan sistem distribusi pangan secara efisien, dapat
mempertahankan keamanan, mutu dan gizi pangan serta menjamin keamanan distribusi
pangan.
Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan
dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan
teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk
mengkonsumsi anekaragam pangan dengan gizi seimbang. PP Ketahanan Pangan juga
menggarisbawahi untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan pengembangan sumber
daya manusia yang meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang pangan, penyebarluasan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan di bidang pangan. Di samping
itu, kerjasama internasional juga dilakukan dalam bidang produksi, perdagangan dan
distribusi pangan, cadangan pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta
riset dan teknologi pangan.
Dari uraian di atas terlihat ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan
banyak sektor pembangunan. Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan sangat
ditentukan tidak hanya oleh performa salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor lainnya.
Dengan demikian sinergi antar sektor, sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia
usaha) merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan.
Menyadari hal tersebut di atas, Pemerintah pada tahun 2001 telah membentuk Dewan
Ketahanan Pangan ( DKP) diketuai oleh Presiden RI dan Menteri Pertanian sebagai Ketua
Harian DKP. DKP terdiri dari 13 Menteri termasuk Menteri Riset dan Teknologi dan 2
Kepala LPND. Dalam pelaksanaan sehari-hari, DKP dibantu oleh Badan Bimas Ketahanan
Pangan Deptan, Tim Ahli Eselon I Menteri Terkait (termasuk Staf Ahli Bidang Pangan
KRT), Tim Teknis dan Pokja.
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan pasal 9
menyebutkan: (1) penganekaragaman pangan diselenggarakan untuk meningkatkan
ketahanan pangan dengan memperhatikan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, (2)
penganekaragaman pangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat1 dilakukan dengan a.
Meningkatkan keragaman pangan, b. Mengembangkan teknologi pengolahan dan produk
pertanian dan c. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi anekaragam
pangan dengan prrinsip gizi berimbang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diajukan beberapa rumusan masalah, antara
lain :
1. Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan?
2. Bagaimana tujuan dari pembangunan ketahanan pangan?
3. Bagaimana strategi dalam upaya pembangunan ketahanan pangan?
4. Apa saja sub sistem ketahanan pangan?
5. Aspek-aspek apa saja yang berkaitan dengan permasalahan dan tantangan yang dihadapi
oleh pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan?
6. Bagaimana program dalam upaya ketahanan pangan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang diperoleh dari rumusan masalah tersebut adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari ketahanan pangan
2. Untuk mengetahui tujuan dari pembangunan ketahanan pangan
3. Untuk mengetahui strategi dalam upaya pembangunan ketahanan pangan
4. Untuk mengetahui sub sistem ketahanan pangan
5. Untuk mengetahui aspek-aspek yang berkaitan dengan permasalahan dan tantangan yang
dihadapi oleh pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan
6. Untuk mengetahui program dalam upaya ketahanan pangan.
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat kita petik dari makalah ini adalah kita dapat mengetahui tentang
ketahanan pangan yang ada di Indonesia sehingga dengan adanya ketahanan pangan ini,
masyarakat dapat lebih memahami hal-hal apa yang perlu di perhatikan dalam ketahanan
pangan mereka.
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya
Conference of Food and Agriculture tahum 1943 yang mencanangkan konsep secure,
adequate and suitable supply of food for everyone”. Definisi ketahanan pangan sangat
bervariasi, namun umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan
Frankenberger (1992) yakni “akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk
hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a healthy life). Studi pustaka
yang dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator
tentang ketahanan pangan (Weingärtner, 2000). Berikut disajikan beberapa definisi ketahanan
yang sering diacu :
1. Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau.
2. USAID (1992: kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik
dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif.
3. FAO (1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun
ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga
tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
4. FIVIMS 2005: kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, social dan
ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan
kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang
aktif dan sehat.
5. Mercy Corps (2007) : keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses
fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk
kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat.
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan
memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :
a. Berorientasi pada rumah tangga dan individu.
b. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses.
c. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan
social.
d. Berorientasi pada pemenuhan gizi.
e. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif.
Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1)
tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata;
dan (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih
dipahami sebagai berikut:
1) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan
pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk
memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya,
yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
2) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia, serta aman dari kaidah agama.
3) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia
setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
4) Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah
tangga dengan harga yang terjangkau.
2.2 Tujuan Pembangunan Ketahanan Pangan
Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah mencapai ketahanan dalam bidang
pangan dalam kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga dari produksi pangan
nasional yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, jumlah dan mutu, aman, merata
dan terjangkau seperti diamanatkan dalam UU pangan.
Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi pangan yang terdiri dari
subsistem ketersediaan meliput produksi , pasca panen dan pengolahan, subsistem distribusi
dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan. Ketiga subsistem
tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya
alam, kelembagaan, budaya, dan teknologi. Proses ini akan hanya akan berjalan dengan
efisien oleh adanya partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah.
Partisipasi masyarakat ( petani, nelayan dll) dimulai dari proses produksi, pengolahan,
distribusi dan pemasaran serta jasa pelayanan di bidang pangan. Fasilitasi pemerintah
diimplementasikan dalam bentuk kebijakan ekonomi makro dan mikro di bidang
perdagangan, pelayanan dan pengaturan serta intervensi untuk mendorong terciptanya
kemandirian pangan. Output dari pengembangan kemandirian pangan adalah terpenuhinya
pangan, SDM berkualitas, ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.
2.5 Aspek-aspek tentang permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah
dalam mencapai ketahanan pangan
a. Aspek Ketersediaan Pangan
Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan
menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh
faktor faktor teknis dan sosial - ekonomi;
1) Teknis
a) Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke non pertanian
seperti industri dan perumahan (laju 1%/tahun).
b) Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.
c) Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
d) Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan kemampuannya
semakin menurun.
e) Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-15%).
f) Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada musim
kering yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir .
2) Sosial- ekonomi
a) Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
b) Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena besarnya
jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi yang semakin sempit dan
terfragmentasi (laju 0,5%/tahun).
c) Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah
kecuali beras.
d) Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor yang
melindungi kepentingan petani.
e) Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi penyediaan
pangan.
e. Aspek Manajemen
Keberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh
efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang meliputi aspek
perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan
dan program. Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah:
1) Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten , dipercaya dan mudah diakses yang
diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan.
2) Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang
pangan.
3) Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup instansi dan antar
instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan daerah dan
antar daerah.
6. Kebijakan Makro
Kebijakan dalam bidang pangan perlu ditelaah dan dikaji kembali khususnya yang
mendorong tercapainya ketahanan pangan dalam waktu 1-5 tahun. Beberapa hal yang perlu
dikaji seperti pajak produk pangan, retribusi, tarif bea masuk, iklim investasi, dan
penggunaan produksi dalam negeri serta kredit usaha.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah ketahanan pangan dalam kebijaksanaan dunia, pertama kali digunakan pada
tahun 1971 oleh PBB, tetapi Inodonesia secara formal baru mengadopsi ketahanan pangan
dalam kebijakan dan program pada tahun 1992, yang kemudian definisi ketahanan pangan
pada undang-undang pangan no:7 ada pada tahun 1996.
Ketahanan pangan merupakan basis utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi,
ketahanan nasional yang berkelanjutan. Ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi
utama dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai
ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif pilihan apakah swasembada atau kecukupan.
Dalam pencapaian swasembada perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan
Dalam pengembangannya, teknologi pangan diharapkan mampu memfasilitasi program
pasca panen dan pengolahan hasil pertanian, serta dapat secara efektif mendukung kebijakan
strategi ketahanan pangan.
Mengacu pada permasalahan dan program pengolahan dan pemasaran hasil pertanian
serta kebijakan strategi ketahanan pangan (ketersediaan, distribusi dan konsumsi), dan
keberhasilan swasta (kasus Garudafood) dan daerah (kasus Pemerintah Daerah Gorontalo)
dalam pengembangan agribisnis jagung dapat dirumuskan kebijakan strategis pengembangan
teknologi pangan. Kebijakan strategis tersebut mencakup aspek pengembangan kualifikasi
teknologi; keterpaduan pengolahan dan pemasaran; relevansi dan efektivitas teknologi;
pemberian otonomi luas kepada daerah; pelibatan swasta/pemilihan komoditas prospektif
berbasis pemberdayaan/dan pengembangan jaringan kerja secara luas; pengembangan
program kemitraan berawal/berbasis pemasaran; dan pengembangan program Primatani
berbasis industri pengolahan.
3.2 Saran
Adapun saran yang bisa di berikan adalah sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan
masalah ketahanan pangan yang ada di Indonesia. Karena masih banyak masyarakat yang
belum memahami bagaimana cara atau strategi yang baik guna menjaga ketahanan pangan
mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Suryana, 2001. Kebijakan Nasional Pemantapan Ketahanan Pangan. Makalah pada Seminar
Nasional Teknologi Pangan, Semarang , 9-10 Oktober 2001
Anonim, 1996. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Kantor Menteri Negara Pangan RI.
Anonim , 2000. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional.
Siswono Yudo Husodo. 2001.Kemandirian di Bidang Pangan, Kebutuhan Negara Kita. Makalah
Kunci pada Seminar Nasional Teknologi Pangan, Semarang , 9-10 Oktober 2001
Dewan Ketahanan Pangan. 2006. kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009. Departemen
Pertanian, Jakarta.