Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL PENELITIAN

“ANALISIS KADAR C-REAKTIVE PROTEIN PADA PASIEN PENDERITA

TUBERKULOSIS”

Diajukan Sebagai Syarat Dalam Meraih Sarjana Terapan Kesehaan (S. Tr. Kes) Pada
Program Studi Diploma Empat (D-IV) Teknologi Laboratorium Medis Fakultas
Teknologi Kesehatan Universitas Mega Rezky Makassar

DORTJE LOUISA HUKUBUN


17 3145 353 091

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


FAKULTAS TEKNOLOGI RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS MEGA REZKY
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................4
C. TUJUAN PENELITIAN.................................................................................4
D. MANFAAT PENELITIAN............................................................................4
BAB II...........................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................5
A. TUBERKULOSIS PARU...............................................................................5
B. MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS....................................................15
Gambar 1 : mycobacterium tuberculosis................................................................15
C. C-REAKTIVE PROTEIN (CRP).................................................................19
D. KERANGKA TEORI...................................................................................21
E. KERANGKA KONSEP..................................................................................21
F. DEFINISI OPERASIONAL............................................................................22
BAB III......................................................................................................................23
METODE PENELITIAN..........................................................................................23
B. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................23
C. Populasi dan Sampel.....................................................................................23
D. Kriteria Penelitian.........................................................................................24
E. Alat dan Bahan................................................................................................25
F. Alur Kerja Penelitian.......................................................................................25
G. Alur Penelitian..............................................................................................26
H. Teknik Pengumpulan Data............................................................................27
I. Analisa Data....................................................................................................27
J. Etika Penelitian................................................................................................27

i
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................28
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mycobacterium Tuberculosis………………………………………. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis atau dikenal dengan istilah TB merupakan suatu penyakit menular

yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis yang biasanya

mempengaruhi organ paru-paru namun dapat juga mempengaruhi organ lain selain

paru-paru. Penyakit ini dapat menular melalui udara dari orang yang teridentifikasi ke

orang lain, salah satunya melalui batuk. (Fitria et al., 2017)

Menurut data dari WHO dalam Global Report Tuberculosis tahun 2020, secara

geografis, kebanyakan orang yang mengembangkan TB pada 2019 berada di wilayah

WHO di Asia Tenggara (44%), Afrika (25%), dan Pasifik Barat (18%), dengan

persentase lebih kecil di Mediterania Timur (8,2%), Amerika (2,9%), dan Eropa

(2,5%). Delapan negara menyumbang dua pertiga dari total global : India (26%),

Indonesia (8,5%), Cina (8,4%), Filipina (6,0%), Pakistan (5,7%), Nigeria (4,4%),

Bangladesh (3,6%), dan Afrika Selatan (3,6%). 22 negara lain dalam daftar 30

negara dengan beban TB tinggi WHO menyumbang 21% dari total global. Angka

kejadian TB di tingkat nasional bervariasi dari kurang dari 5 hingga lebih dari 500

kasus baru dan kambuh per 100.000 penduduk per tahun. Pada tahun 2019, 54 negara

memiliki insidensi TB yang rendah (<10 kasus 100.000 penduduk per tahun).

Sebagian besar di wilayah WHO di Amerika dan Eropa, ditambah beberapa negara di

1
2

Mediterania Timur dan Wilayah Pasifik Barat. Negara-negara ini berada pada posisi

tetap untuk menargetkan perhapusan TB. (WHO, 2020)

Setiap tahun didapatkan 250.000 kasus TB baru di Indonesia dan kira-kira

100.000 kematian karena TB. Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor

satu diantara penyakit infeksi dan menduduki tempat ketiga sebagai penyebab

kematian pada semua umur setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit infeksi

saluran napas akut. Pasien TB di Indonesia terutama berusia 15-5 tahun, merupakan

kelompok usia produktif. Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus

TB baru di Indonesia 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar

140.000 orang per tahun. (I Wayan, et al,. 2020)

Menurut Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2020, menunjukkan

bahwa jumlah penderita TB Paru di Sulawesi Selatan tahun 2019 sebanyak 19.071

kasus, dengan rincian laki-laki sebanyak 11.226 orang dan perempuan sebanyak

7.845 orang. Jumlah BTA+ Ssebesar 11.476 orang (60.17%) yang terdaftar dan

diobati, dengan kesembuhan pada tahun 2019 berjalan sebanyak 5.366 orang

(46.75%)

Mycobacterium tuberculosis merupakan kelompok mikrobakteria mycobacterium

tuberculosis (MTBC). Sebagai penyebab penyakit tuberkulosis mycrobacterium

tuberculosis memiliki morfologi berbentuk batang, ramping, lurus atau sedikit

bengkok dengan ujung bulat dan lebar bervariasi dari 0,3-0,6µm dan panjang 1-4

µm, tahan asam, tidak berspora dan tidak berkapsul. Mycrobacterium tuberculosis
3

complex merupakan bakteri obligat aerob yang artinya ridak dapat tumbuh tanpa

oksigen, dengan sifat pertumbuhan yang sangat lambat dengan waktu pembelahan

14-18 jam, wallaupun sudah dalam kondisi yang optimal untuk pertumbuhannya.

Mycrobaterium tuberculosis complex memiliki sifat biokimia yaitu uji niacin positif,

uji reduksi nitrat positif, uji katalase positif, uji urease positif, tidak menghidrolisis

tween 80 dan mampu tumbuh dalam media yang mengandung thiophene-2-

carboxilic hydraze (TCH) . ( Ni Made Mertaniasih, dkk. 2013)

C- Reactive Protein adalah anggota dari protein pentraxin. CRP dikenalkan

pertama kali oleh Tillet dan Francis pada tahun 1930. Alasa dinamkan C-Reactive

Protein dikarenakan senyawa ini dapat bereaksi dengan polisakarida C somatic

Streptococcus pneumonia. Kadarnya akan meningkat 100x dalam kurun waktu 24-

28 jam setelah terjadi luka pada jaringan. 11 tahun kemudian, Mac Leod don Avery

memperkenalkan istilah “fase akut” pada penderita infeksi akut untuk menunjukkan

sifat dari CRP. Pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk menentukan sejauh mana

proses infeksi telah menginvasi sistem pernafasan. (Arif Muttaqin, 2012)

Hasil penelitian (Nurmawan, Aini,Jumari Ustiawaty, 2019) Rata-rata kadar CRP

pada penderita tuberkulosis dengan BTA positif adalah sebesar 36 mg/L. sedangkan

rata-rata kadar CRP pada penderita TBC dengan BTA negatif adalah sebesar 0,9

mg/L. Hasil korealsi bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kadar CRP dengan

penderita tuberkulosis.

Sehingga ulasan tersebut mendorong penulis melakukan penelitian dalam analisis


4

kadar CRP pada penderita tuberkulosis di kota Makassar.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana analisis kadar C-Reactive Protein pada pasien tuberkulosis aktif ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui analisis kadar C-Reactive Protein pada pasien tuberkulosis

aktif

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui hasil pemeriksaan kadar C-Reactive Protein pada pasien

tuberkulosis aktif

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa pemeriksaan CRP dapat

dijadikan sebagai salah satu pemeriksaan untuk meninjau penyakit tuberkulosis

paru

2. Manfaat Praktisi

Membagikan bukti penerapan bahwa pemeriksaan CRP dapat dijadikan sebagai

salah satu pemeriksaan untuk meninjau penyakit tuberkulosis paru


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TUBERKULOSIS PARU

1. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium Tuberculosis.TB paru merupakan salah satu penyakit yang

telah lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan

diberbagai negara di dunia. Menurut World Health Organitation (WHO) tahun 2016,

ada sekitar 8,6 juta orang jatuh sakit dengan TB Paru dan 1,3 juta meninggal akibat

TB Paru. Lebih dari 95% kematian akibat TB Paru di negara berpenghasilan rendah

dan menengah (Sukirawati, 2020)

Tuberkulosis dianggap sebagai salah satu penyakit tertua sejalan dengan tuanya

sejarah manusia itu sendiri.Temuan kerangka manusia prehistoric di Jerman sekitar

tahun 8000 SM membuktikan adanya penyakit ini.Tiga dari beberapa temuan

kerangka neolitik mengarah ke penyakit Pott, walaupun tidak dapat dibuktikan

dengan menemukan bakteri tahan asam. Tahun 1964 ditemukan sekitar 31 mumi

orang mesir yang berumur sekitar tahunn 3700-1000 SM oleh Morse dan kawan-

kawan yang menunjukkan bukti adanya penyakit ini,yaitu bentuk tulang belakang

kifosis. Bukti terpenting adalah ditemukannya bakteri tahan asam pada tulang

belakang (vertebrata lumbal) mumi anak laki-laki berumur 8 tahun, hidup kira-kira

700 tahun SM dan menunjukkan adanya penyakit Pott. (Arif Muttaqin, 2012)

5
6

Fracastoro yang lahir tahun 1478 telah memperkirakan bahwa penularan penyakit

ini pada manusia terjadi melalui partikel hidup yang terdapat diudara.Hipotesis

fracastoro ini telah dikemukakan jauh sebelum ditemukan bakteri TB (yang dikenal

bakteri tahan asam oleh Robert Koch pada April 1882). Penemuan ini merupakan

awal dari kemajuan penelitian di bidang TB baik secara teoritis,klinis dan terapi.

Hipotesis fracastoro ini kemudian terbukti dengan diketahuinya bahwa penularan

utama penyakit TB adalah oleh bakteri yang terdapat dalam droplet yang dikeluarkan

penderita sewaktu batuk, bersin, bahkan berbicara.Sehingga tidak mengherankan jika

dilingkungan yang populasinya sangat padat, angka kejadian TB yang baru

(insidensi) tinggi. (Arif Muttaqin, 2012)

2. Penyebab Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:

M.tuberculosis, M.afri canum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai

Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain

Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas

dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang

bias mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB.

Penyebab utama yang mempengaruhi meningkatnya beban TB antara lain:

a. Belum optimalnya pelaksanaan program TB selama ini diakibatkan karena masih

kurangnya komitmen pelaksana pelayanan, pengambil kebijakan, dan pendanaan

untuk operasional, bahan serta sarana prasarana.


7

b. Belum memadainya tata laksana TB terutama di fasyankes yang belum

menerapkan layanan TB sesuai dengan standar pedoman nasional dan ISTC

seperti penemuan kasus/diagnosis yang tidak baku, paduan obat yang tidak baku,

tidak dilakukan pemantauan pengobatan, tidak dilakukan pencatatan dan

pelaporan yang baku.

c. Masih kurangnya keterlibatan lintas program dan lintas sektor dalam

penanggulangan TB baik kegiatan maupun pendanaan.

d. Belum semua masyarakat dapat mengakses layanan TB khususnya di Daerah

Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), serta daerah risiko tinggi seperti

daerah kumuh di perkotaan, pelabuhan, industri, lokasi permukiman padat seperti

pondok pesantren, asrama, barak dan lapas/rutan.

e. Belum memadainya tatalaksana TB sesuai dengan standar baik dalam penemuan

kasus/diagnosis, paduan obat, pemantauan pengobatan, pencatatan dan pelaporan.

f. Besarnya masalah kesehatan lain yang bisa berpengaruh terhadap risiko terjadinya

TB secara signifikan seperti HIV, gizi buruk, diabetes mellitus, merokok, serta

keadaan lain yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh.

g. Meningkatnya jumlah kasus TB Resistant Obat (TB-RO) yang akan

meningkatkan pembiayaan program TB.

h. Faktor sosial seperti besarnya angka pengangguran, rendahnya tingkat pendidikan

dan pendapatan per kapita, kondisi sanitasi, papan, sandang dan pangan yang

tidak memadai yang berakibat pada tingginya risiko masyarakat terjangkit

TB.Menurut laporan WHO tahun 2015, Indonesia sudah berhasil menurunkan


8

angka kesakitan dan kematian akibat TB di tahun 2015 ji ka dibandingkan dengan

tahun 1990. Angk a prevalensi TB yang pada tahun 1990 sebesar > 900 per

100.000 penduduk, pada tahun 2015 menjadi 647 per 100.000 penduduk. Dari

semua indikator MDG’s untuk TB di Indonesia saat ini baru target penurunan

angka insidens yang sudah tercapai. Untuk itu perlu upaya yang lebih besar dan

terintegrasi supaya Indonesia bisa mencapai target SDG’s pada tahun 2030 yang

akan datang. (Permenkes, 2016)

3. Epidemiologi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya penanggulangan TB telah

dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995. Menurut laporan WHO tahun 2015,

ditingkat global diperkirakan 9,6 juta kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus

diantaranya adalah perempuan. Dengan 1,5 juta kematian karena TB dimana 480.000

kasus adalah perempuan. Dari kasus TB tersebut ditemukan 1,1 juta (12%) HIV

positif dengan kematian 320.000 orang (140.000 orang adalah perempuan) dan

480.000 TB Resistan Obat (TB-RO) dengan kematian 190.000 orang. Dari 9,6 juta

kasus TB baru, diperkirakan 1 juta kasus TB Anak (di bawah usia 15 tahun) dan

140.000 kematian/tahun.Jumlah kasus TB di Indonesia menurut Laporan WHO tahun

2015, diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk)

dengan 100.000 kematian pertahun (41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan 63.000

kasus TB dengan HIV positif (25 per 100.000 penduduk). Angka Notifikasi Kasus

(Case Notification Rate/CNR) dari semua kasus, dilaporkan sebanyak 129 per
9

100.000 penduduk.Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus, diantaranya 314.965 adalah

kasus baru. Secara nasional perkiraan prevalensi HIV diantara pasien TB

diperkirakan sebesar 6,2%. Jumlah kasus TB-RO diperkirakan sebanyak 6700 kasus

yang berasal dari 1,9% kasus TB-RO dari kasus baru TB dan ada 12% kasus TB-RO

dari TB dengan pengobatan ulang. (Permenkes, 2016)

4. Patogenesis Tuberkulosis Paru

Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin atau berbicara, maka secara tak

sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai atau tempat lainnya.Akibat

terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi

menguap.Menguapnya, droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan

anginakan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei

terbang ke udara.Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu

berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkulosis.Penularan bakteri lewat udara disebut

dengan istilah air-borne infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan

mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana

terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri

tuberkulosis dan fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer atau fokus

ghon.Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang beersama dengan focus

primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru

terkena infeksi akan menjadi sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri

tuberculosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.
10

Berpangkal dari kompleks primer,infeksi dapat menyebar keseluruh tubuh melalui

berbagai jalan, yaitu :

a. Percabangan bronkus

Penyebaran infeksi lewat percabangan bronkus dapat mengenai area paru atau

melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke

saluran pencernaan.

b. Sistem saluran limfe

Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfa denopati atau

akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui

duktus limfatikus dan menimbulkan tuberkulosis milier.

c. Aliran darah

Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut

material yang mengandung bakteri tubekulosis dan bakteri ini dapat mencapai

berbagai organ melalui aliran darah yaitu tulang,ginjal, kelenjar adrenal,otak, dan

meningen.

d. Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)

Jika pertahanan tubuh (inang) kuat maka, infeksi primer tidak berkembang lebih

jaun dan bakteri tuberculosis tidak dapat berkembang biak lebih lanjut dan

menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit

lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama,

maka bakteri tuberculosis yang dorman dapat aktif kembali.Inilah yang disebut

reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca-primer.Infeksi ini dapat terjadi


11

bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi.Selain itu, infeksi pasca-primer juga

dapat diakibatkan oleh bakteri tuberculosis yang baru masuk kedalam tubuh

(infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru

tempat timbulnya infeksi pasca primer terutama berada di daerah apeks paru.

(Arif Muttaqin, 2012)

5. Gejala Klinis

Gejala dan tanda TB yang meliputi:

a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.

Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk

darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari

satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan

gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu

atau lebih.

b. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,

seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang

yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai

seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung.

c. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang dengan

faktor risiko, seperti : kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah padat
12

penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang bekerja dengan

bahan kimia yang berrisiko menimbulkan paparan infeksi paru. (Permenkes,

2016)

6. Klasifikasi Tuberkulosis Paru

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit :

1) Tuberkulosis paru : Adalah TB yang berlokasi pada parenkim (jaringan) paru.

Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.

Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,

diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.

2) Tuberkulosis ekstraparu: Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru,

misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput

otak dan tulang. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum)

atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada

paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Diagnosis TB ekstra paru dapat

ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB

ekstra paru harus diupayakan secara bakteriologis dengan ditemukannya

Mycobacterium tuberculosis. Bila proses TB terdapat dibeberapa organ,

penyebutan disesuaikan dengan organ yang terkena proses TB terberat.

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB

sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (˂ dari

28 dosis).
13

2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan

OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya

diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu Pasien kambuh

adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan

saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis

(baik karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi). Pasien yang diobati

kembali setelah gagal adalah pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan

gagal pada pengobatan terakhir. Pasien yang diobati kembali setelah putus

berobat (lost to follow-up) adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan

lost to follow up. (Klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien

setelah putus berobat /default). Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati

namun hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui. Adalah pasien TB

yang tidak masuk dalam kelompok 1) atau 2).

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Pengelompokan pasien disini

berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji Mycobacterium tuberculosisterhadap OAT dan

dapat berupa:

1) Mono resistan (TB MR): Mycobacterium tuberculosisresistan terhadap salah

satu jenis OAT lini pertama saja.

2) Poli resistan (TB PR): Mycobacterium tuberculosisresistan terhadap lebih dari

satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
14

bersamaan.

3) Multi drug resistan (TB MDR): Mycobacterium tuberculosisresistan terhadap

Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan, dengan atau tanpa diikuti

resitan OAT lini pertama lainnya.

4) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga

Mycobacterium tuberculosis resistan terhadap salah satu OAT golongan

fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan

(Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).

5) Resistan Rifampisin (TB RR): Mycobacterium tuberculosisresistan terhadap

Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi

menggunakan metode genotip (tes cepat molekuler) atau metode fenotip

(konvensional).

d.Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV

1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV): adalah pasien TB

dengan:

a) Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART, atau

b)Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.

2) Pasien TB dengan HIV negatif: adalah pasien TB dengan:

a) Hasil tes HIV negatif sebelumnya, atau

b) Hasil tes HIV negative pada saat diagnosis TB.

Catatan:Apabila pada pemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV

menjadi positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai


15

pasien TB dengan HIV positif.

d. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TB tanpa ada bukti

pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan. Catatan:Apabila pada

pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV pasien, pasien harus

disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil tes HIV terakhir. .

(Permenkes, 2016)

B. MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS

1. Klasifikasi

Kingdom : Bacteria

Phylum : Actinobacteria

Ordo : Actinomycetales

Subordo : Corynebacterineae

Keluarga : Mycobacteriaceae

Genus : Mycobacterium ()

2. Morfologi
16

Gambar 1 : mycobacterium tuberculosis


Mycobacterium tuberculosis ini berbentuk batangdengan ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5

µm, bentuknya beragam,tidak berspora dan tidak bersimpai. Pada biakan, terlihat

bentuknya bervariasi mulai dari bentuk kokoid sampai berupa filament. Beberapa

strain tertentu berbeda dalam pertumbuhannya, yaitu berbentuk batang dan tersusun

seperti tali yang disebut cord formation. (Arif Muttaqin, 2012)

Dinding selnya mengandung lipid sampai 60% dari berat seluruhnya , sehingga

sangat sukar diwarnai dan perlu cara khusus agar terjadi penetrasi zat warna. Ada

beberapa teknik pewarnaan tahan asam untuk mewarnai bakteri ini. Salah satu jenis

pewarnaan yanglazim digunakan adalah pewarnaan Ziehl-Neelsen. Cara lainnya

adalah pewarnaan Kinyoun-Gabbet atau pewarnaan Than Thiam Hok. Pada

pewarnaan tersebut bakteri akan tampak berwarna merah dengan latar belakang biru.

Pada pewarnaan berfluoresensi dengan warna kuning oranye. (Arif Muttaqin, 2012)

Kandungan lipid yang tinggi pada dinding sel menyebabkan bakteri ini sangat

tahan terhadap asam,basa,dan kerja antibiotic bakterisidal. Selain itu, bahan-bahan

makanan juga sukar mengadakan penetrasi melalui dinding selnya sehingga untuk

pertumbuhannya perlu waktu yang cukup lama. Tuberculin positif dapat ditransfer

oleh sel monosit dari seseorang dengan tuberculin positif kepada seorang dengan

tuberkulin negative. Tuberkulin positif mempunyai anti pada infeksi sebelumnya

dengan mycrobacterium, akan tetapi tidak menunjukkan bahwa penyakitnya dalam

keadaan aktif kecuali hasil tes positif pada anak-anak. Tes ini menunjukkan
17

reaktivitas sebulan setelah infeksi dan akan menetap sampai beberapa tahun. (Arif

Muttaqin, 2012)

3. Sifat-sifat Pertumbuhan

Bakteri ini memerlukan oksigen untuk tumbuh dan kelangsungan hidupnya

(obligat aerob obligat).Energi diperoleh dari hasil oksidasi senyawa karbon sderhana.

Karbon dioksida dapat merangsang pertumbuhan dengan suhu pertumbuhan 30- 40°

C dan suhu optimum 37-38°C. Bakteri akan mati dengan pemanasan pada suhu 60°C

selama 15-20 menit. Pada suhu 30° C atau atau 40-45° C, bakteri sukar tumbuh atau

bahkan tidak dapat tumbuh. Pengurangan oksigen menurunkan penbakteri lainnya

karena sifat hidrofobik pada permukaan selnya.Bakteri ini tahan terhadap asam, alkali

dan zat warna lainnya.Bakteri pada sputum kering yang melekat pada debu dapat

tahan hidup selama 8-10 hari. Proses pasteurisasi dan penggunaan fenol 5% selama

24 jam dapat membunuh bakteri ini. Pengggunaan eter dapat menghilangkan sifat

tahan asam bakteri tuberculosis. (Arif Muttaqin, 2012)

4. Reaksi Tuberkulin

Reaksi ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat, spesifik untuk

bakteri TB dan Mycrobacterium lain yang sangat erat hubungannya dengan reaksi

tuberculin. Dua macam tuberkulin, yaitu :

a. Old Tuberculin (OT), diperoleh dari biakan bakteri the dalam medium gliserol

yang berumur enam minggu dan dipekatkan menjadi 1:10 volume dan disterilkan.

OT mengandung protein tuberculin yang spesifik, zat-zat lain dari medium

pembiakan.
18

b. Purified Protein Derivative (PPD), merupakan ekstrak protein bakteri TB yang

sudah dimurnikan secara kimiawi sehingga hanya terdiri atas tuberculin protein

saja. PPD lebih murni dan lebih baik daripada OT karena komposisi dan

potensinya konstan serta tidak mengandung zat-zat nonspesifik. (Arif Muttaqin,

2012)

5. Struktur Antigen

Komponen antigen di dinding sel dan sitoplasma, yakni komponen lipid,

polisakarida dan protein awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya menebal/

sklerotik.Kavitas bisa meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik

baru.Sarang pneumonik dapat memadat dan membungkus diri

(tuberkuloma).Tuberkuloma bisa mengapur dan menyembuh, atau bisa aktif kembali,

mencair lagi dan menjadi kavitas lagi.Kavitas dapat menjadi bersih dan menyembuh

(open healed cavity). Kavitas dapat menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya

mengecil seperti bintang (stellate shaped). (Setiawan & Nugraha, 2016)

6. Patogenesis

Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam saluran pernafasan melalui

droplet dan sampai di alveolus dimana terdapat makrofag dan dendritik sel. Proses

berikutnya adalah fagositosismycobacterium tuberculosis oleh makrofag dan

dendritik sel. Makrofag dan dendritik sel kemudian mengeluarkan sitokin

proinflamatori seperti IL-12 dan IL-18. Proses inflamasi ini memicu datangnya

monosit dan memfagositosis kuman yang masih hidup. Di dalam


19

makrofag,mycobacterium tuberculosis menghambat pertemuan antara fagosom dan

lisosom sehingga makrofag hancur sedangkan mycobacterium

tuberculosisbertumbuh. TNF-terbentuk dan memicu respon hipersensitivitas tipe

lambat yang akan menghancurkan makrofag dengan mycobacterium tuberculosisdi

dalamnya. Sebagai hasilnya, akan terbentuk sentral nekrosis kaseosa yang dikelilingi

oleh makrofag aktif, sel T, dan sel imun lainnya. Jika respon imun tubuh buruk, maka

Mycobacterium tuberculosisdapat bermultiplikasi dan beberapa akan masuk ke dalam

sistem limfatik dan sirkulasi menuju ke organ – organ lain, termasuk mata.

Sebaliknya, jika respon imun tubuh baik, maka mycobacterium tuberculosisakan

dimakan oleh sel T sebelum dapat bermultiplikasi dan menyebar. Setelah sampai di

organ mata, mycobacterium tuberculosisdapat langsung aktif dan menimbulkan gejala

klinis, namun dapat juga memasuki fase dorman selama bertahun – tahun dan bisa

menjadi aktif kapan saja. (Setiawan & Nugraha, 2016)

C. C-REAKTIVE PROTEIN (CRP)

1. Pengertian CRP

C-Reaktive Protein adalah suatu protein fase akut yang terdapat dalam

sirkulasi orang sehat dalam jumlah kecil = 1ng / L. Sebagai akut fase protein

konsentrasinya dapat meningkat 100x atau lebih pada cedera jaringan, infeksi atau

inflamasi. CRP diproduksi oleh sel hepatosit hati sebagai respon terhadap sitokin IL-

1, IL-6 dan TNF.CRP pertama kali di diskripsikan oleh William Tilled dan Thomas

Francis di institut Rockefeller pada tahun 1930.(Kedokteran et al., 2021)


20

2. Fungsi CRP

CRP yang diproduksi di hati merupakan suatu glycoprotein fase akut yang

konsentrasi akan meningkat pada cedera jaringan, infeksi atau inflamasi. Waktu

dilakukannya pemeriksaan CRP menjadi penting untuk mengetahui berapa lama

sudah terjadi resiko penyakit.CRP di duga berperan pada innate system

immune.Seperti juga immunoglobullin G (IgG) CRP mengaktifkan komplemen,

berikatan pada Fc reseptor, berperan penting pada pembentukan sitokin

proinflamatory yang meningkatkan reaksi inflamasi.CRP dapat mengubah molekul

“self” dan molekul asing berdasarkan pola pengenalan.Dengan demikian CRP

berperan sebagai molekul pengawas terhadap molekul “self’ yang telah berubah dan

sebagai molekul patogen. (Kedokteran et al., 2021)

Pengenalan ini membentuk suatu pertahanan dini dan berperan sebagai

signal proinflammatory dan mengaktifkan immun humoral, adaptive. Jadi beberapa

peran CRP dapat disebutkan: inisiasi, proses opsonisasi dan fagositosis, mengaktifkan

komplemen, makrofag, neutrofil dan monosit. CRP berperan berperan penting pada

pengenalan organisme mikrobial dan sebagai immunomodulator pada sistem

pertahanan tubuh, CRP juga berperan pada pengenalan jaringan nekrotik.

(Kedokteran et al., 2021)

3. Indikasi
21

Penentuan CRP dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis dari keadaan

penyakit yang bersangkutan dengan proses peradangan dan nekrosis jaringan, juga

memantau hasil pengobatan (effectiveness of therapy) dari beberapa penyakit dengan

radang akut atau kerusakan jaringan. (Kedokteran et al., 2021)

D. KERANGKA TEORI

Mycobacterium Infeksi
tuberculosis Tuberkulosis

Gejala klinis TB :
1. Batuk berdahak selama 2
minggu atau lebih
2. Sesak nafas
3. Nafsu makan menurun
4. Berkeringat di malam haari

Pasien TB Pasien Non-TB

Analisis Kadar Pengolahan Hasil


CRP Analisis

E. KERANGKA KONSEP

Analisis Pengolahan
Pasien TB Serum Pasien Kadar CRP Hasil Analisis
22

Keterangan :

: variable dependen

: variable independen

F. DEFINISI OPERASIONAL

1. Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium Tuberculosis

2. Mycobacterium tuberculosismasuk ke dalam saluran pernafasan melalui droplet

dan sampai di alveolus dimana terdapat makrofag dan dendritik sel. Proses

berikutnya adalah fagositosismycobacterium tuberculosis oleh makrofag dan

dendritik sel. Makrofag dan dendritik sel kemudian mengeluarkan sitokin

proinflamatori seperti IL-12 dan IL-18. Proses inflamasi ini memicu datangnya

monosit dan memfagositosis kuman yang masih hidup

3. CRP yang diproduksi di hati merupakan suatu glycoprotein fase akut yang

konsentrasi akan meningkat pada cedera jaringan, infeksi atau inflamasi

4. Penentuan CRP dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis dari keadaan

penyakit yang bersangkutan dengan proses peradangan dan nekrosis jaringan,

juga memantau hasil pengobatan (effectiveness of therapy) dari beberapa

penyakit dengan radang akut atau kerusakan jaringan.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan menganalisis

kadar C-Reaktive Protein (CRP) pada penderita tuberkulosis. Penelitian cross

sectional studi adalah penelitian pada beberapa populasi yang diamati pada

waktu yang sama untuk menganalisis kadar C-Reaktive Protein pada penderita

tuberkulosis.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi

Pengambilan sampel akan dilakukan pada pasien dengan suspek

tuberculosis di Rumah Sakit Pelamonia Makassar.

Proses penelitian direncanakan akan dilakukan di Laboratorium Rumah

Sakit Pelamonia Makasssar

2. Waktu

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada bulan Juli – Agustus

2021

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria

penelitian yang akan dilakukan, yaitu sampel darah dari pasien yang

23
24

terkonfirmasi mengidap penyakit tuberculosis di Rumah Sakit Pelamonia

Makassar.

2. Sampel

Jumlah sampel yang harus terpenuhi dalam penelitian menggunakan

rumus Lemeshsow :

Za2 . p . q
n=
d2

Dimana :

p = proporsi kasus tuberkulosis dalam populasi = 0,02

q = 1 – p = 1 – 0,02 = 0,98

Za = 1,96 (tingkat kepercayaan)

d = 5% (tingkat kegagalan) = 0,05

n = jumlah sampel yang dicari

1,96 2 . 0,02. 0,98


Makan= =30,11
0,052

n=30,11

Berdasarkan rumus tersebut di dapatkan jumlah sampel sebesar 30,11.

Dalam penelitian ini jumlah sampel tersebut akan dibulatkan menjadi 30

sampel. Sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 30 sampel darah pasien

dengan suspek tuberkulosis.


25

D. Kriteria Penelitian
1. Kriteria Inklusi

a. Pasien yang telah didiagnosa menderita tuberkulosis

b. Pasien yang bersedia menjadi responeden

2. Kriteria Ekslusi

a. Pasien yang tidak lengkap data rekam mediknya

b. Pasien dengan diagnosa penyakit infeksi lainnya

E. Alat dan Bahan


1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada penelitian yaitu, cup sampel, sentrifuge,

tabung merah, mikropipet, tip dan Cobas C311 Analyzer.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu serum darah,

reagen pada alat dan buffer pada alat.

F. Alur Kerja Penelitian


1. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel darah pasien tuberkulosis di Rumah Sakit Pelamonia

Makassar, Sulawesi Selatan.

2. Pemeriksaan Sampel

Sampel berupa darah yang disimpan dalam tabung merah, disentrifus

selama 15 menit dengan kecepatan 3000rpm, sehingga serum akan

terpisah dengan sel-sel darah (serum dibagian atas dan sel-sel darah
26

dibagian bawah). Setelah disentrifus serum dipipet sebanyak 500 µl lalu di

masukkan ke dalam cup sampel yang sudah diberi label. Kemudian, data

tersebut di input pada alat Cobas C311 Analyzer lalu pilih parameter

pemeriksaan CRP (C-Reactive Protein). Sampel dimasukkan ke dalam rak

yang tersedia pada alat sesuai dengan nomor sampel atau nomor rak yang

tertera pada monitor. Kemudian tekan tombol start, hasil analisis akan

ditampilkan dalam waktu 15 menit.

G. Alur Penelitian
A. Disiapkan Alat
dan Bahan
Sampel disentrifus selama 15 menit

Pipet serum sebanyak 500µl

Serum dimasukkan ke dalam cup


sampel berlabel

Input data pada alat Cobas


C311 Analyzer

Pilih parameter pemeriksaan CRP

Sampel dimasukkan ke dalam rak


sampel, sesuai dengan nomor yang
tertera pada monitor

Tekan start dan hasil akan


keluar dalam 15 menit
27

H. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini yang digunakan adalah data primer. Data primer dilakukan

dengan diambil sampel darah pada penderita tuberkulosis di Rumah Sakit

Pelamonia dan melakukan pemeriksaan di Laboratorium Rumah Sakit

Pelamonia, Makassar.

I. Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif yaitu

pemeriksaan CRP pada sampel serum penderita tuberkulosis.

J. Etika Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan sampel dari manusia sebagai subjek sehingga

dalam pelaksaannya tidak boleh bertentangan dengan etika penelitian :

1. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden tetapi lembaran tersebut diberi kode

2. Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok

data tertentu akan dilporkan sebagai hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Biak, P., Baliasa, I. W., Pingkan, W., Kaunang, J., & Ralph, B. H. (2020). Journal of.
1, 63–69.

Fitria, E., Ramadhan, R., & Rosdiana, R. (2017). Karakteristik Penderita


Tuberkulosis Paru di Puskesmas Rujukan Mikroskopis Kabupaten Aceh Besar.
Sel Jurnal Penelitian Kesehatan, 4(1), 13–20.
https://doi.org/10.22435/sel.v4i1.1441

Irianti,R,T, Kuswandi Yasin, N. M, & Kusumangningtyas, R,A. 2016 “Mengenal


Anti Tuberkulosis”. Yogyakarta

Kedokteran, F., Indonesia, U. M., & Tilled, W. (2021). C-REAKTIVE PROTEIN Budi
Darmanta Sembiring. 11(April), 35–39.

Kemenkes RI, 2020. “Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan”

Mutaqqih,Arif, 2012. “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernafasan”. Salemba Medika. Jakarta

Mertaniasih, N.M, Koendhori, E.B, Kusumaningrum,D. 2013. “Buku Ajar


Tuberkulosis Diaagnosis Mikrobiologis”. Universitas Airlangga. Surabaya

Nurmawan, Aini & Ustiawaty, J. 2020. “Hubungan Antara Kadar Laju Endap Darah
(LED) Dengan Kadar C-Reactive Protein (CRP) Pada Penderita Tuberkulosis
(TBC) di Wilayah Kerja Puskesmas Alas Barat.” Politeknik Medica Farma
Husada, Mataram

Permenkes RI, 2016, “Penanggulangan Tuberkulosis”

Setiawa, H. Nugraha, J. 2016. “Analisis Kadar IFN-ƴ dan IL-10 pada PBMC
Penderita Tuberkulosis Aktif, Laten dan Orang Sehat, Setelah di Stimulasi
Dengan Antigen ESAT-6.” Universitas Airlangga

Sukirawati, S. (2020). Partisipasi Keluarga Menggunakan Family Folder Dalam


Pengawasan Menelan Obat Pada Penderita TB Paru di wilayah Kerja Puskesmas
Parigi Kabupaten Gowa. Jurnal Kesehatan Yamasi, 4(1), 98–110.
http://jurnal.yamasi.ac.id/index.php/Jurkes/article/view/106

World Health Organization, 2020. “Global Report Tuberculosis”

28
29

Anda mungkin juga menyukai