Anda di halaman 1dari 2

Gimana penanganan kondisi khusus bagi ibu hamil penderita kanker serviks?

Kemungkinan kanker serviks menyerang ibu hamil juga sama besarnya dengan
mereka kaum wanita yang sedang tidak hamil. Jika seseorang ibu hamil didiagnosa menderita
kanker serviks pada masa kehamilan maka tindakan penanganan yang harus diambil
tergantung pada berapa usia kehamilan tersebut. Resiko kanker serviks pada masa kehamilan
adalah bayi lahir premature, bayi lahir secara sesar, bahkan untuk kemungkinan terburuknya
yaitu terjadinya keguguran dan janin dalam kandungan ibu hamil harus diangkat.
Sebenarnya wanita yang menderita penyakit kanker serviks hampir tidak mempunyai
kemungkinan untuk hamil. Karena untuk tahap tertentu perawatan dan penanganan penyakit
kanker serviks mengharuskan untuk dilakukan pengangkatan Rahim. Namun seiringnya
berkembangnya jaman, pengobatan untuk kanker serviks pada masa kehamilan bisa
dilakukan dengan tetap memperhatikan usia kehamilan serta seberapa ganas kanker serviks
yang diderita ibu hamil.
Untuk itu pengobatan yang bisa dilakukan adalah menjalani operasi atau kemoterapi.
Regimen kemoterapi berbasis platin bisa menjadi pilihan untuk pengobatan selama trimester
kedua dan ketiga kehamilan. Kemoterapi tidak dianjurkan setelah 33 minggu kehamilan
karena risiko tinggi kelahiran prematur spontan. Dan juga dapat dilakukan Operasi caesar
pada usia kehamilan 35-37 minggu dan setelah itu dapat dilakukan pembedahan, radioterapi
atau kemoterapi untuk mengobati kanker serviksnya.

Mengapa ya eso rata2 dalam kemoterapi obat kanker serviks ini, emetik atau mual
muntah ya? knp bisa terjadi demikian? Dan bagaimana solusi untuk mencegah efek
sampingnya?
Jadi gini Cisplatin, misalnya, diklasifikasikan sebagai obat yang sangat emetogenik. Ini
adalah obat kemoterapi umum yang digunakan dalam pengobatan kanker serviks. Obat-obat
kemoterapi ini tu dapat menyebabkan iritasi pada lambung atau lapisan gastrointestinal yang
menghasilkan pelepasan neurotransmitter. Neurotransmitter yang terlibat termasuk dopamin,
histamin (reseptor H1), asetilkolin dan serotonin. Hal ini dapat mengirim sinyal ke pusat
muntah di otak yaitu Chemoreceptor Trigger Zone atau (CTZ). Yang dimana Chemoreceptor
Trigger Zone atau (CTZ) ini merupakan bagian otak yang terlibat dalam penginderaan obat –
obatan, pengobatan dan hormon. Maka dari itu pasien bisa mengalami mual dan muntah.
Untuk mencegah efek samping mual dan muntah, bisa diberikan obat anti emetik seperti
metoclopramide dan domperidone. Dan bahkan Olanzapine juga sekarang direkomendasikan
dalam berbagai pedoman nasional dan internasional untuk pencegahan kanker serviks pada
pasien yang menerima kemoterapi yang sangat emetogenik. Dimana Olanzapine ini
merupakan antipsikotik atipikal yang bekerja dengan cara menyeimbangkan zat kimia alami
yang ada di otak yang dimana akan memengaruhi kerja dan jumlah dopamin dan serotonin di
otak.
Hubungan terapi hormonal/kemoterapi dengan patofisiologisnya?
Patofisiologis pada kanker seviks dimulai pada perkembangan kanker invasive yang dimana
berawal terjadinya lesi neoplastic pada lapisan epitel serviks. Setelah itu, lesi menjadi lebih
besar dan terlihat jelas. Dari neoplasia intaepitel serviks (NIS) 1 menjadi NIS 2 dan menjadi
NIS 3 (karsinoma in situ). Nah setelah menembus membrane basalis akan berkembang
menjadi karsinoma mikroinvasif (KANKER) dan invasif. Pada stage awal2 bisa dilakukan
dilakukan seperti ablasi laser, pada stadium 1 dan 2 bisa dilakukan pengangkatan Rahim
(histerektomi total atau radikal), pada stadium 3 keatasbisa dilakukan kemoterapi berbasis
cisplantin dan kombinasi radiasi. Dimana kemoterapi atau terapi hormonal ini untuk
mencegah sampainya hormon ke sel kanker dan mencegah pemakaian hormon oleh sel
kanker. Terapi hormonal ini umumnya membuat sel kanker memblokir hormone yang
diperlukannya untuk tumbuh sehingga diharapkan agar sel kanker tidak membesar. Terapi
hormon ini contohnya cisplantin dimana mekanisme kerjanya menghambat pertumbuhan dan
proliferasi sel.

Anda mungkin juga menyukai