Chapter II
Chapter II
Beras
merupakan sumber nutrisi utama pada beras. Karbohidrat pada beras terdiri dari
sebagian besar pati dan sebagian kecil pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula.
Pati pada beras berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Beras mengandung
pentosa berkisar 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari berat beras pecah kulit. Dengan
sifat-sifat patinya, karena pati merupakan penyusun utama beras (Haryadi, 2006).
Komponen terbesar dari beras adalah pati yaitu sekitar 80-85%. Beras juga
mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air.
Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat yaitu, amilosa (pati dengan
struktur tidak bercabang) dan amilopektin (pati dengan struktur bercabang dan
warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera).
(kadar amilosa < 10%), beras beramilosa rendah (kadar amilosa 10-20%), beras
(kadar amilosa > 25%) (Juliano, 1993). Perbandingan komposisi kedua golongan
pati sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket,
lunak, keras, atau pera). Ketan hamper sepenuhnya didominasi oleh amilopektin
sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi
20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras
(Dianti, 2010).
nasi yang lengket, mengkilap, tidak mengembang, dan tetap menggumpal setelah
dingin. Beras dengan kadar amilosa tinggi setelah dimasak akan menghasilkan
nasi yang tidak lengket, dapat mengembang, dan menjadi keras setelah dingin,
(Damardjati, 1995). Susunan kimia ubi kayu, kentang, dan beras dapat dilihat
pada Tabel 2.
Ubi Jalar
fisik dan usia tanam. Berdasarkan tekstur daging umbi, ubi jalar dibedakan dalam
dua golongan, yaitu umbi berdaging lunak karena ubi jalar banyak mengandung
air dan umbi berdaging keras karena ubi jalar mengandung banyak pati. Ubi jalar
juga dibedakan berdasarkan warna kulit, warna daging, bentuk daun, dan warna
Sebagian besar karbohidarat pada ubi jalar dalam bentuk pati. Komponen
lain yang terkandung adalah serat pangan dan beberapa jenis gula yang bersifat
larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Ubi jalar banyak
mengandung sukrosa. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64% hingga
38% (bb). Kandungan gula pada ubi jalar yang telah dimasak meningkat jika
dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo, 2006).
Keistimewaan kandungan gizi pada ubi jalar terletak pada kandungan beta
karoten yang cukup tinggi dibanding jenis tanaman pangan lainnya. Kandungan
beta karoten pada ubi jalar mencapai 7100 IU, sehingga ubi jalar sangat baik
untuk mengatasi dan mencegah penyakit mata, namun, tidak semua varietas/jenis
ubi jalar mengandung beta karoten yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang
yang tinggi. Varietas/jenis ubi jalar yang warna daging ubinya kuning atau putih
mengandung beta karoten yang lebih rendah. Kandungan gizi ubi jalar dapat
terkandung relatif rendah. Rata-rata kandungan bahan kering pada ubi jalar sekitar
30%. Sebagai bahan pangan, ubi jalar memiliki keistimewaan pada nilai gizinya.
Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga sebagai sumber vitamin A,
vitamin C, mineral, kalium, besi, dan fosfor. Namun ubi jalar memiliki kandungan
protein dan lemak yang relatif rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi
oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi (Widodo dan Ginting, 2004).
Kentang
lain varietas, keadaan tanah yang ditanami, pupuk yang digunakan, umur umbi
perubahan komposisi umbi selama pertumbuhan meliputi naiknya kadar pati dan
sukrosa serta turunnya kadar air dan gula pereduksi. Komposisi kimia kentang
dengan pati jagung. Hal ini dikarenakan pati kentang memiliki kandungan amilosa
yang rendah. Amilosa yang relatif rendah menyebabkan kemampuan membentuk
Kedelai
Kandungan gizi yang utama pada kacang kedelai adalah protein. Kadar
protein pada kedelai lebih dari 40% serta kadar lemak yang mencapai 10-15%.
Jumlah protein pada kedelai mendekati kandungan protein pada daging yaitu
(Jayadi, dkk., 2012). Sampai saat ini, kedelai merupakan sumber protein nabati
yang paling murah sehingga tidak mengherankan jika total kebutuhan kedelai
mencapai 95% (Adisarwanto, 2005). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada
Tabel 5.
Dari berbagai jenis kacang, kedelai memiliki kandungan gizi yang sangat
baik, yaitu mengandung protein yang tinggi (35-38%) dan mengandung lemak
yang cukup tinggi (±20%). Dari jumlah lemak tersebut, ada sekitar 85%
merupakan asam lemak essensial (linoleat dan linolenat). Protein pada kedelai
tersusun dari asam-asam amino essensial yang lengkap dan memiliki mutu yang
baik (Afandi, 2001). Kedelai memiliki asam amino lisin yang tinggi, melebihi
persyaratan (FAO). Asam amino lisin pada kedelai lebih tinggi daripada asam
amino lisin yang terkandung pada beras (94%) dan gandum (67%) yaitu 154%.
Kedelai juga mengandung 1,5-3,0% lesitin yang sangat berguna baik dalam
industri pangan maupun non pangan. Protein pada kedelai memiliki sifat
fungsional yaitu sifat pengikat air dan lemak, sifat mengemulsi dan mengentalkan
Protein dapat mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen yang kuat,
mempengaruhi daya lekat, pembentukan film, dan serat. Semakin banyak air
yang terikat, semakin baik kualitas tekstur bahan pangan yang dihasilkan
(Kusnandar, 2011).
Kandungan gizi protein pada kedelai akan memiliki mutu yang lebih baik
dari jenis kacang-kacangan yang lain jika kedelai tersebut difermentasi dan
yang mengandung semua asam amino essensial yang sangat diperlukan oleh
kadar lemaknya tinggi seperti kedelai dan tepung yang lemaknya rendah seperti
kacang hijau dan kacang tunggak. Tepung kedelai biasanya digunakan sebagai
campuran pada pembuatan makanan bayi, roti, dan industri bahan makanan
seperti tepung beras, tepung tapioka, dan tepung umbi-umbian (Ginting, 1999).
Xanthan Gum
Rantai cabang xanthan gum terdiri dari mannosa asetat, mannose, dan asam
glukoronat (Chaplin, 2003). Struktur molekul xanthan gum dapat dilihat pada
Gambar 1.
penyediaan serat terlarut (soluble fiber). Penambahan xanthan gum dalam formula
produk pangan disamping untuk meningkatkan sifat fungsional juga untuk sumber
serat terlarut. Jumlah serat terlarut dari berbagai jenis gum rata-rata diatas 75%.
Xanthan gum termasuk salah satu tipe serat terlarut (soluble fiber) sehingga
mempunyai sifat dapat membentuk gel jika bercampur dengan cairan (liquid),
merupakan bagian penting dari makanan yang menyehatkan sebab kedua serat
berinteraksi dengan komponen lain, seperti pati dan protein. Xanthan gum bersifat
mengikat air selama pembentukan adonan sehingga saat pemanggangan, air yang
dibutuhkan untuk gelatinisasi pati tersedia dan gelatinisasi lebih cepat terjadi.
Selain itu xanthan gum dapat membentuk lapisan film tipis dengan pati sehingga
dapat berfungsi seperti gluten dalam roti. Hasil interaksi tersebut mampu
sensoris roti tawar tanpa gluten. Penggunaan xanthan gum pada produk bakery
xanthan gum sebanyak 0,5% dalam pembuatan roti tawar non gluten yang dibuat
dari satu macam tepung saja, yaitu tepung beras, maizena, atau tapioka. Namun
gliadin dengan xanthan gum. Dengan demikian xanthan gum diharapkan dapat
flour. Roti yang dihasilkan pun memiliki kestabilan, penampakan estetis, dan sifat
(Sibuea, 2001).
Tepung
granula yang berbeda-beda. Tepung biasanya terbuat dari padi-padian dan umbi-
umbian yang melalui berbagai tahapan proses hingga menjadi tepung kering.
Tepung memiliki sifat tidak larut air, sehingga akan mengendap jika dicampur
dengan air, tetapi jika dicampur dengan air panas sambil diaduk tepung akan
gelatinisasi. Tepung akan mengental pada suhu 64-72oC. Jika tepung tapioka,
tepung kentang, tepung jagung dimasak dengan air maka tepung-tepung ini akan
menjadi kental dan bening, dan lebih jernih dari bubur dan tepung beras atau
akan larut menjadi gelatin. Gelatin akan mengikat air dan membuat adonan
menjadi kental. Kandungan air, dan bahan padatan yang terdapat pada tepung
kedelai yaitu protein, lemak dan abu dapat mempengaruhi viskositas. Selain
gelatin, pati juga akan mengikat air sehingga semakin tinggi penambahan pati
ubi jalar sebagai bahan baku produk cake dan cookies dapat dilakukan sampai
Keunikan tepung ubi jalar adalah warna produk yang beraneka ragam,
mengikuti warna daging umbi bahan bakunya. Proses yang tepat dapat
menghasilkan tepung dengan warna sesuai warna umbi bahan. Sebaliknya, proses
yang kurang tepat akan menurunkan mutu tepung, dimana tepung yang dihasilkan
akan berwarna kusam, gelap, atau kecokelatan. Untuk menghindari hal tersebut
disarankan untuk merendam hasil irisan atau hasil penyawutan dalam sodium
bisulfit 0,3% selama kurang lebih satu jam. Hal ini dilakukan untuk mencegah
adanya kontak antara bahan dengan udara, yang dapat menyebabkan terjadinya
reaksi pencoklatan (Widowati, dkk., 2002). Standar mutu tepung gaplek ubi kayu
Pati Kentang
pati yang terbentuk, suhu gelatinisasi semakin lambat tercapai sampai suhu
tertentu kekentalan tidak berubah atau bahkan menurun. Konsentrasi yang terbaik
dalam membuat larutan gel adalah 20%. Semakin tinggi konsentrasi gel yang
terbentuk maka gel yang terbentuk semakin kurang kental dan beberapa waktu
Kadar abu pada pati cenderung lebih rendah karena perbedaan proses
pengolahan antara pati dan tepung. Pati yang dihasilkan dari proses ekstraksi dan
dan ikut terbuang bersama ampas. Tepung dan pati yang mengandung protein
tinggi dapat menyebabkan turunnya nilai viskositas pati, karena protein dan pati
rendah. Selain itu, kadar lemak di dalam pati dan tepung dapat mengganggu
akan diabsorbsi oleh permukaan granula hingga terbentuk lapisan lemak yang
pengikatan air oleh granula pati, sehingga kekentalan dan kelekatan pati
Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana sifat birefringence dan pola difraksi
sinar-X granula pati mulai hilang. Suhu gelatinisasi dapat ditandai saat terjadi
pembengkakan pada granula pati di dalam air panas secara irreversible dan
diakhiri granula pati telah kehilangan sifat kristalnya. Suhu gelatinisasi pati
berbeda-beda, ini disebabkan karena perbedaan ukuran, bentuk, dan energi yang
dikelompokkan atas 4 jenis, yaitu profil tipe A merupakan pati yang memiliki
breakdown). Profil tipe B mirip dengan pati tipe A, tetapi viskositas maksimum
lebih rendah. Profil tipe C adalah pati yang telah mengalami proses
tinggi). Profil tipe D adalah pati yang mengalami proses pengembangan yang
dimana semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi pula nilai kelarutannya.
Kenaikan nilai swelling power dan kelarutan ditentukan oleh lamanya waktu dan
suhu pemanasan yang menyebabkan terjadinya degradasi dari pati sehingga rantai
pati tereduksi dan cenderung lebih pendek sehingga mudah menyerap air. Air
yang terserap pada setiap granula menyebakan nilai swelling power meningkat,
air pati. Semakin tinggi kandungan amilosa, maka kemampuan pati untuk
menyerap air dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai
amilopektin. Semakin tinggi kadar amilosa pati maka kelarutannya di dalam air
juga akan meningkat karena amilosa memiliki sifat polar (Juliano, 1994).
pembentukan gel memerlukan waktu yang lama dan suhu yang cukup tinggi. Hal
tinggi. Kandungan amilopektin yang cukup tinggi pada tepung campuran serta
amilopektin yang memiliki ikatan cabang 1,6 α–glukosa mempunyai sifat sedikit
menyerap air dan sukar larut di dalam air. Tingginya kandungan amilopektin pada
tepung campuran sehingga pada saat pendinginan energi yang diperlukan untuk
membentuk gel tidak cukup kuat untuk melawan kecenderungan molekul amilosa
untuk menyatu kembali. Pada saat dilakukan proses pendinginan, pasta pati yang
rantai C-nya, apakah bentuk rantai molekulnya lurus atau bercabang. Pati
fraksi yaitu fraksi yang larut dalam air panas namanya amilosa dan fraksi yang
tidak larut dalam air panas namanya amilopektin. Amilosa mempunyai struktur
dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total. Struktur kimia
HO OH H O OH H O OH H OH
H OH H OH H OH
CH2OH CH2OH
O O
H H H H H H
O OH H O OH H O Ikatan a -1,6
H OH H
CH2
CH2OH CH2OH
O O O
H H H H H H H H H
O OH H O OH H O OH H O
H OH H OH H OH
Ikatan a -1,4
fungsional yang serupa dengan bahan dasar produk sebelumnya. Dalam hal ini
konsentrat protein ikan juga sering dilakukan terutama di Amerika Selatan. Dari
segi gizi, protein ini merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung serealia,
asam amino, terutama lisin dalam protein. Jika protein-protein ini ditambahkan
sampai 12% dari berat tepung, dapat merusak sifat-sifat rheologis tepung gandum,
misalnya volume roti kecil dan roti yang dibuat dari campuran tepung dan protein
nilai yang digunakan adalah nilai dari sistem Hunter. Sistem Hunter dicirikan
dengan 3 parameter warna, yaitu warna kromatik (hue) yang ditulis dengan
berarti hitam sampai 100 yang berarti putih. Notasi a menunjukkan warna
kromatik campuran merah-hijau dan nilai a(+) berkisar antara 0 sampai +100
untuk warna merah dan nilai a(-) berkisar antara 0 sampai -80 untuk warna hijau.
berkisar 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b(-) berkisar 0 sampai -70
ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia patinya. Sifat-sifat ini juga akan
produk makanan dengan mutu yang lebih baik, ditinjau dari komposisi maupun
penampilan produknya (Haryadi, 1989). Sifat fisik dan amilograf tepung komposit
terigu dan ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 9 dan
komposisi kimia tepung komposit terigu ubi jalar pada berbagai konsentrasi dapat
Tabel 9. Sifat fisik dan amilografi tepung komposit terigu dan ubi jalar pada
berbagai konsentrasi
Konsentrasi Gelatinisasi Granula Pecah Viskositas
(%)
Derajat
tepung
putih Waktu Suhu Waktu Suhu Puncak 50oC Balik
komposit
(%) (menit) (oC) (menit) (oC) (BU) (BU) (BU)
terigu : ubi
jalar
100 : 0 82,17 20,0 60,0 40,5 90,8 1025 1495 470
90 : 10 81,20 20,8 61,1 40,0 90,0 477,5 995 517,5
80 : 20 75,50 22,3 65,3 40,5 92,0 530 770 240
70 : 30 76,93 23,5 65,3 42,0 93,9 400 725 325
60 : 40 72,28 24,0 66,0 41,3 91,9 410 595 335
50 : 50 74,23 27,0 70,5 41,0 91,5 372,5 555 182,5
0 : 100 74,43 32,5 78,8 39,5 90,0 1815 1510 -305
Sumber : Antarlina (1998)
Tabel 10. Komposisi kimia tepung komposit terigu ubi jalar pada berbagai
konsentrasi
Konsentrasi Komposisi (% basis basah)
terigu : ubi Serat
Air Lemak Protein Abu Karbohidrat
jalar kasar
100 : 0 12,29 0,75 9,43 0,68 76,85 0,41
90 : 10 11,58 0,83 9,09 0,81 77,69 0,62
80 : 20 11,79 0,86 9,33 1,13 76,90 0,85
70 : 30 11,28 0,88 7,76 1,56 78,52 1,14
60 : 40 10,62 0,77 6,66 2,08 79,87 1,38
50 : 50 10,63 0,85 4,95 2,05 81,52 1,41
Sumber : Antarlina (1998)