Anda di halaman 1dari 24

SIROSIS HEPATIS

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Klinik Medikal Bedah 1
Dosen Pengampu: Monika Ginting S. Kep., Ners., M. Kep

Disusun Oleh:
1. Putri Adya Hutami (1420118007)
2. Rafli Gunawan (1420118019)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
JL. K.H. WAHID HASYIM NO. 161 BOJONGLOA KIDUL
KOTA BANDUNG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hati merupakan organ yang penting serta memiliki fungsi yang
kompleks dalam tubuh. di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi
kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energy, pengaturan metabolism
kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. Sehingga
dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada
hati.
Sirosis Hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi
dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi stuktur hepar dan hilangnya
sebagian besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis
adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknyya sel-sel fibrotik (sel mast),
regenerasi sel dan jaringan perut yang menggantikan sel-sel normal.
Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan fungsinya dan distorsi
strukturnya. Hepar yang sirotik akan menyebabkan sirkulasi intrahepatik
tersumbat (obstruksi intrahepatik)
Sirosis Hepatis dapat disebabkan oleh intrahepatik dan ekstrahepatik,
kolestasis, hepatitis virus, dan hepatotoksin. Alkoholisme dan malnutrisi
adalah dua faktor pencetus utama untuk sirosis Laennec. Sirosis pascanekrotik
akibat hepatotoksin adalah sirosis yang paling sering dijumpai.
Di Negara maju, hepatitis C kronis pada konsumsi alkohol yang
berlebihan merupakan penyebab paling umum dari sirosis. Sirosis ditandai
dengan fibrosis jaringan dan konversi hati yang normal menjadi nodul
struktural yang abnormal. Akibatnya, bentuk hati yang normal akan berubah
disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran
darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal (Pinzani et al.,
2011).
Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab
kematian ke delapan belas di dunia, hal ini ditandai dengan semakin
meningkatnya angka kesakitan dan kematian akibat sirosis hati. Data WHO
(2008) menunjukkan pada ahun 2006 sekitar 170 juta umat manusia menderita
sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi manusia di
dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis bertambah 3-4 juta. The
Journal for Nurse Practitioners mengatakan bahwa di Amerika Serikat,
penyakit hati kronis adalah penyebab kematian ke dua belas. Sekitar 5,5 juta
orang di Amerika Serikat memiliki sirosis.
Komplikasi yang dialami pasien sirosis hati antara lain hipertensi
portal, ascites, spontaneous bakterial peritonitis (SBP), varises esophagus, dan
ensefalopati hepatik. Antara komplikasi satu dengan yang lain saling terkait.
Ascites hanya akan muncul jika pasien mengalami hipertensi portal. Pasien
yang mengalami varises esofagus akan berisiko terjadi pendarahan karena
ruptur esofagus, pada keadaan pendrahan akan menjadi salah satu faktor
pemicu terjadinya ensefalopati hepatik (Tasnif dan Hebert, 2011).
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Sirosis Hepatis


Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam
susunan parenkim hati (Mansjoer, FKUI, 2001).
Sirosis Hepatis adalah sekelompok penyakit hati kronik yang
mengakibatkan kerusakan di sel hati dan sel tersebut digantikan oleh jaringan
parut sehingga terjadi penurunan jumlah jaringan hati normal. Peningkatan
jaringan parut tersebut menimbulkan distorsi struktur hati yang normal,
sehingga terjadi gangguan aliran darah melalui hati dan terjadi gangguan
fungsi hati. Sirosis Hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata
yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati
dekompensata yang ditandai gejala-gejala tanda klinis yang jelas.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. (Sudoyo
Aru, dkk 2009).
Penyakit hati kronis ini dicirikan dengan destorsi arsiitektus hati yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati,
yang tidak berkaitan dengan vascular normal. (Sylvia A. price).
Prognosis Sirosis Hati dipengaruhi berbagai faktor, seperti etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child merupakan salah satu parameter untuk menilai derajat
keparahan pasien sirosis hepatis, dimana variabelnya meliputi konsentrasi
bilirubin, albumin, ada tidaknya ascites dan ensefalopati, serta status nutrisi.
Klasifikasi ini terdri dari Child kelas A, B, dan C.
Pasien dengan sirosis hati dalam perjalanan penyakitnya, sering
mengalami gangguan ginjal, dimana pada stadium awal gangguan fungsi
ginjal ini bersifat reversible, yaitu dapat membaik dengan intervensi medis.
Stadium ekstrim dari gangguan fungsi ginjal ini adalah sindrom hepatorenal
(SHR) yang umumnya bersifat ireversibel. SHR adalah gangguan fungsi
ginjal sekunder pada penyakit hati tingkat berat baik akut maupun kronik yang
bersifat fungsional dan progresif. Sekitar 20% pasien sirosis hati dengan asites
disertai fungsi ginjal yang normal, akan mengalami SHR setelah 1 tahun, dan
39% setelah 5 tahun perjalanan penyakit.

B. ETIOLOGI
Penyebab sirosis belum teridentifikasi jelas, meskipun hubungan antara
sirosis dan minum alkohol berlebihan telah di tetapkan dengan baik. Negara
dengan insidensi sirosis tertinggi memiliki konsumsi alkohol perkapita terbesar.
Kecenderungan keluarga dengan predisposisi genetik, juga hypersensitivitas
terhadap alkohol, tampak pada sirosis alkoholik.
Ada juga 3 tipe sirosis hepatis:
1. Sirosis Laennec (disebut juga sirosis alkoholik, porta, dan sirosis gizi),
dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal itu disebabkan
oleh alkoholis kronis
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya
3. Sirosis biliaris, dimana pembentukan jaringan perut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
C. PATOFISIOLOGI
Sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe cidera hati. Sirosis hati
biasanya memiliki konsistensi noduler, dengan berkas fibrosis (jaringan parut)
dan daerah kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan luas hepatosit.
Perubahan bentuk hati mengubah aliran sistem vascular dan limfatik serta
jalur duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu,
endapan jaundis.
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis,
konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor pnyebab yang utama.
Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras.
Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan
kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan
merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan
konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah
terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum inuman keras dan
pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang
tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai
oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang
uniform, dan sedikit nodul regenerative. Sehingga kadang-kadang disebut
sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera
hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati
alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2001).
Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak di ketahui atau
penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari ensefalopati
hepatikum, infeksi bakteri (gram negatif), peritonitis (bakteri), hepatoma
(tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan pasien:
- Pruritis
- Urine berwarna gelap
- Ukuran lingkar pinggang meningkat
- Turunnya selera makan da
n turunnya berat badan
- Ikterus(kuning pada kulit dan mata) muncul belakangan
2. Tanda Klasik
- Telapak tangan merah
- Pelebaran pembuluh darah
- Ginekomastia
- Bukan tanda yang spesifik
- Peningkatan waktu protombin adalah tanda yang lebih khas
- Ensefelopati hepatitis dengan hepatitis yang akut dapat terjadi dalam
waktu singkat dan pasien akan merasa mengantuk,delirium,kejang,dan
koma dalam waktu 24 jam
- Onset enselopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lambat dan
lemah.
(yuliana elin,2009)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lab
a) Tes fungsi hati
b) Tes anti body
c) Tes protein
d) Tes darah
e) Pemeriksaan serologi
f) Pemeriksaan igM dengue, igG dengue, igM anti-HAV, HBsAg
2. Pemeriksaan Radiologi
a) USG Perut
b) Rontgen

F. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu antara lain:
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya: cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya pada sirosis hati akibat
infeksi virus Hepatitis C dapat dicoba dengan interferon.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a. Asites
b. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut:
- Dicurigai sebagai sirosis tingkat B dan C dengan asites.
- Gambaran klinis mungkin tidak ada dan leukosit tetap normal
- Protein asites biasanya <1g/dl
- Biasanya monomicrobial dan bakteri Gram-Negative
- Mulai pemberian antibotik jika asites > 250 mm polymorphs
- 50% mengalami kematian dan 69% sembuh dalam 1 tahun.
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III
(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara
oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat
diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
c. Hepatorenal Syndrome
Adapun kriteria diagnostik dapat dilihat sebagai berikut:
- Majo: penyakit htai kronis dengan asites, glomerular fitration rate
yang rendah, Serum creatin > 1,5 mg/dl, Creatine Clearance (24
hour)< 4,0 ml/minute, tidak ada syok, infeksi berat, kehilangan
cairan dna obat-obatan Nephrotoxic, Proteinuria < 500 mg/hari,
tidak ada penin
- gkatan ekspansi volume plasma.
- Minor: volume urine < 1 liter/hari, sodium urine < 10 mmol/liter,
osmolaritas urine > osmolaritas plasma, konsentrasi sodium serum
< 13 mmol/liter.
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik
yang berlebihan, pengenal secara dini setiap penyakit seperti
gangguan elektrolit, pendarahan dan infeksi. Penanganan secara
konservatif dapat dilakukan berupa: Retriksi cairan, garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang
Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan
Asidosis intraseluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak
bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. Pilihan
terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan
fungsi ginjal.
a. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi. Prinsip penanganannya:
- Pasien diistirahatkan dan dipuaskan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau
perlu transfuse
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai
banyak sekali kegunaannya yaitu: untuk mengetahui
perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan,
evaluasi perdarahan
- Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2,
Antifibrinolitik, Vitamin K, Vasopressin, Octriotide
dan Somatostatin.
- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam
rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan
Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi/Ligasi
atau Oesophageal Transection.
b. Ensefalophaty Hepatic
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita
penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur,
perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma.
Faktor pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro
intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic. Prinsip penanganan ada
3 sasaran:
- Mengenali dan mengobati faktor pencetus
- Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi
amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus
dengan jalan: diet rendah protein, pemberian antibiotik
(neomisin), pemberian lactulose/lactikol.
- Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter:
secara langsung (Bromocriptin, Flumazemil) dan Tak
langsung (Pemberian AARS).
G. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Hipertensi portal
2. Coma/ ensefalopaty hepatikum
3. Hepatoma
4. Asites
5. Peritonitis bakterial spontan
6. Kegagalan hati (hepatoselular)
7. Sindrom hepatorenal
H. Pathway

Multifactor penyebab: Sirosis Hepatis Nyeri


- Malnutrisi
- Kolestasis kronik Kelainan jar Fungsi hati Resiko gangguan
- Toksik/Infeksi Iflamasi akut
parenkim hati terganggu fungsi hati
- Metabolic: DM
- Alcohol
- Hepatitis virus B dan C Kronis Ggn metabolism Ggn metabolism Ggn metabolism
bilirubin protein zat besi

Hipertensi Portal Ansietas Bilirubin tak Asam amino relative Ggn asam folat
terkunjugasi (albumin,globulin)

Varises Esofagus Ggn sintesis vit K


Ikterik Feses pucat
Urine gelap Faktor pembekuan darah
terganggu, sintesis
prosumber terganggu
Ggn citra tubuh Penumpukan
garam empedu
Resiko perdarahan
dibawah kulit
Perdarahan Peningkatan tekanan Penurunan produksi
gastrointestinal: hidrostatik, peningkatan sel darah
hematemesis melena permeabilitas vaskuler Pruritas merah/anemia
Kelemahan
Hipokalemia, anemia Filtrasi cairan Kerusakan Sintesis vit A,B
keruang ketiga integritas kulit complek, B12
Intoleransi aktivitas melalui hati menurun

Asites dan Ggn metabolism


edema perifer vitamin

Kelebihan volume cairan Ekspansi paru


terganggu
Ggn pembentukan
Alkalosis Ketidakefektifan perfusi empedu
jaringan perifer Ketidakefektifan
pola nafas
Koma
Lemak tdk dpt
Peningkatan
diemulsikan dan tdk dpt
Metabolic peristaltic usus
diserap oleh usus halus
ensefalopati
Diare

Kematian Ketidakmampuan Ketidakseimbangan


Resiko
koping keluarga nutrisi kurang dari
ketidakseimbangan
elektrolit kebutuhan tubuh
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Mengidentifikasi identitas klien seperti (nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, alamat, pekerjaan, status perkawinan, tanggal asuk
rumah sakit, nomor RM, tanggal pengkajian, dan sumber informasi)
kemudian dikaitkan dengan apakah ada faktor resiko yang menyertainya.
2. Anamnesis
a. Keluhan utama: nyeri
b. Riwayat penyakit sekarang: Pasien mengatakan nyeri dan begah di
bagian perut nyeri,nyeri hilang timbul,nyeri seperti ditusuk-tusuk dan
terasa penuh di perut bagian kanan atas sehingga pasien sulit untuk
bergerak,nyeri berkurang apabila posisi semifowler.nyeri muncul
apabila pasien duduk dan saat melakukan aktifitas terlalu berat
sehingga pasien hanya berada di atas tempat tidur sepanjang hari.
Pasien mengatakan rasa sakitnya sudah dirasakan sejak 2 minggu lalu
tanggal 6 SEPTEMBER 2019, namun rasa sakitnya tidak dapat
ditahan lagi mulai tiga hari sebelum masuk rumah sakit yakni tanggal
19 september 2019. Pasien juga mengeluh mual dan tidak nafsu makan
serta nyeri di daerah perut. Nyeri pasien terkaji pada skala nyeri 7
(nyeri berat terkontrol) menurut skala Smeltzer (0-10). Nyeri muncul
saat pasien bergerak dan beraktifitas, sehingga pasien hanya berbaring
di tempat tidur. Nyeri itu muncul saat pasien mulai kesulitan makan
karena mual. Pasien juga mengatakan saat malam sering sesak napas
karena perutnya yang semakin membesar sehingga sulit digunakan
untuk bernafas dan akan berkurang jika pasien duduk dalam posisi
semifowler. Sesak nafas itu selalu terjadi saat malam hari dan sangat
mengganggu aktifitas. Rasa sakitnya sangat dirasakan pasien terutama
di daerah dada dan paru-paru. Gejala di mulai sejak 2 minggu lalu
sebelum pasien masuk rumah sakit  atau tepatnya tanggal 6 september
2019.
c. Riwayat penyakit dahulu: Pasien mengatakan punya riwayat penyakit
kuning 6 bulan yang lalu yakni sekitar bulan Maret 2019 dan dirawat
di RS Cilegon. Pasien juga mengatakan  selama ini telah
mengkonsumsi obat-obatan seperti : Lactolac 3x CI, Sucralent 3 x CI,
Spironolakton 4x25 mh/hari, dan Furosemid.
d. Riwayat penyakit keluarga: keluarga pasien mengatakan bahwa tidak
ada keluarga yang mempunyai penyakit dengan yang sama dengan
pasien
e. Obat-obatan yang digunakan: pasien tidak mempunyai riwayat alergi
obat.
B. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Mekanisme koping biasanya maladaptif yang diikuti perubahan
mekanisme peran dalam keluarga, kemampuan ekonomi untuk
pengobatan, serta prognosis yang tidak jelas merupakan faktor-faktor
pemicu kecemasan dan ketidakefektifan koping individu dan keluarga.
C. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak lemah
b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan
cairan)
c. Selera ikterik, konjungtiva anemis
d. Distensi vena jugularis dileher
e. Dada :
i. Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
ii. Penurunan ekspansi paru
iii. Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan
iv. Disritmia, gallop
v. Suara abnormal paru (rales)
f. Abdomen:
i. Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
ii. Penurunan bunyi usus
iii. Ascites/tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
iv. Nyeri tekan ulu hati
g. Urogenital:
i. Atropi testis
ii. Hemoroid (pelebaran vena sekitar rectum)
h. Integumen:
Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis
i. Ekstremitas:
Edema, penurunan kekuatan otot
D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu:
i. Darah lengkap
Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan
SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi
besi. Leucopenia mungkin ada sebagai akibat hiperplenisme.
ii. Kenaikan kadar SGOT, SGPT
iii. Albumin serum menurun
iv. Pemeriksaan kadar elektrolit: hipokalemia
v. Pemanjangan masa protombin
vi. Glukosa serum: hipoglikemi
vii. Fibrinogen menurun
viii. BUN meningkat
b. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Smeltzer & Braze (2001) yaitu:
i. Radiologi
Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi
portal.
ii. Esofagoskopi
Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
iii. USG
iv. Angiografi
Untuk mengukur tekanan vena porta.
v. Skan/biopsi hati
Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
vi. Partografi transhepatik perkutaneus
Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.

E. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepats
menurut Doenges (2000) antara lain:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
asites.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam
empedu pada kulit.
f. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
h. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan
ammonia dalam darah.
F. Intervensi dan Rasional
Menurut Doenges (2000) pada klien sirosis hepatis ditemukan diagnosa
keperaatan dengan intervensi dan rasional sebagai berikut:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
asites.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola
nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil:
a. Melaporkan pengurangan gejala sesak nafas.
b. Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal )12-18 x/menit)
tanpa terdengarnya suara pernafasan tambahan.
c. Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala
pernafasan dangkal.
d. Tidak mengalami gejala sianosis.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Awasi frekuensi, kedalaman, Pernafaan dangkal cepat/dipsnea
dan upaya pernafasan. mungkin ada sehubungan dengan
hipoksia dan/atau akumulasi cairan
dalam abdomen
2. Auskultasi bunyi nafas, catat Menunjukkan terjadinya komplikasi
krekels, mengi, ronki (contoh adanya bunyi tambahan
menunjukkan akumulasi
cairan/sekresi; tak ada/menurunkan
bunyi atelektasis) meningkatkan
risiko infeksi.
3. Selidiki perubahan tingkat Perubahan mental dapat
kesadaran menunjukkan hipoksemia dan gagal
pernafasan, yang sering disertai
koma hepatik.
4. Pertahankan kepala tempat tidur Memudahkan pernafasan dengan
tinggi, posisi miring. menurunkan tekanan pada diafragma
dan meminimalkan ukuran aspirasi
secret.
5. Ubah posisi dengan sering; Membantu ekspansi paru dan
dorong nafas dalam, latihan dan memobilisasi secret.
batuk
6. Awasi suhu. Catat adanya Menunjukkan timbulnya infeksi,
menggigil, meningkatnya batuk, contoh pneumonia
perubahan warna/karakter
sputum.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


inadekuat.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kritera hasil:
a. Menunjukkan peningkatan berat badan secara progresif.
b. Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Ukur masukan diet harian Memberikan informasi tentang
dengan jumlah kalori kebutuhan pemasukan/defisiensi
2. Timbang berat badan. Mungkin sulit untuk menggunakan
Bandingkan perubahan status berat badan sebagai indicator
cairan. Riwayat berat badan. langsung status nutrisi karena ada
Ukuran kulit trisep. gambaran edema/asites. Lipatan
kulit trisep berguna dalam mengkaji
perubahan massa otot dan simpanan
lemak subkutan.
3. Bantu dan dorong pasien untuk Diet yang tepat penting untuk
makan; jelaskan alasan tipe diet. penyembuhan. Pasien mungkin
Beri pasien makan bila pasien makan lebih baik bila keluarga
mudah lelah, atau biarkan orang terlibat dan makanan yang disukai
terdekat membantu pasien sebanyak mungkin.
4. Dorong pasien untuk makan Pasien mungkin mencungkil atau
semua makanan/makanan hanya makan sedikit gigitan karena
tambahan kehilangan minat pada makanan dan
mengalami mual, kelemahan umum,
malaise.
5. Berikan makan sedikit dan Buruknya toleransi terhadap makan
sering banyak mungkin berhubungan
dengan peningkatan tekanan intra
abdomen/asites.
6. Batasi masukan kafein, Membantu dalam menurunkan iritasi
makanan yang menghasilkan gaster/diare dan ketidaknyamanan
gas atau berbumbu dan terlalu abdomen yang dapat mengganggu
panas atau terlalu dingin. pemasukan oral/pencernaan.
7. Berikan makanan halus, hindari Perdarahan dari varises esofagus
makanan kasar sesuai indikasi dapat terjadi pada sirosis berat.
Kolaborasi
1. Awasi pemeriksaan Glukosa menurun karena gangguan
laboratorium. Contoh glukosa glikogenesis, penurunan sipanan
serum, albumin, total protein, glikogen, atau masukan tak adekuat.
ammonia. Protein menurun karena gangguan
metabolisme, penurunan sintesis
hepatic, atau kehilangan ke rongga
peritoneal (asites). Peningkatan
kadar ammonia perlu pembatasan
masukan protein untuk mencegah
komplikasi serius.
2. Pertahankan status puasa bila Pada awalnya, pengistiahatan GI
diindikasikan diperlukan untuk menurunkan
kebutuhan pada hati dan produksi
ammonia/urea GI.
3. Berikan makanan dengan Mungkin diperlukan untuk diet
selang, hiperalimentasi, lipid tambahan untuk memberikan
sesuai indikasi. nutrient bila pasien terlalu mual atau
anoreksia untuk mkan atau varises
esofagus mempengaruhi masukan
oral.
4. Berikan obat sesuai indikasi, Pasien biasanya kekurangan vitamin
contoh: tambahan vitamin, karena diet yang buruk sebelumnya.
tiamin, besi, asam folat. Juga hati yang rusak tak dapat
menyimpan vitamin A, B, Komplek,
D dan K. juga dapat terjadi
kekurangan besi dan asam foat yang
menimbulkan anemia.
5. Enzim pencernaan, contoh Meningkatkan pencernaan lemak
pankreatin (viokase) dan dapat menurunkan
streatorea/diare
6. Ntiemetik, contoh Digunakan dengan hati-hati ntuk
trimetobenzamid (Tigan) menurunkan mual/muntah dan
meningkatkan masukan oral.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu


pada kuli.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
integritas kuli terjaga.
Kriteria hasil:
a. Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang
tubuh
b. Tidak memperlihatkan luka pada tubuh
c. Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema. Perubahan
warna atau peningkatan suhu di daerah tonjolan tulang.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Lihat permukaan kulit/titik Edema jaringan lebih cenderung untuk
tekanan secara rutin. Pijat mengalami kerusakan dan terbentuk
peninjolan tulang atau area dekubitus. Asites dapat meregangkan
yang tertekan terus menerus. kulit sampai pada titik robekan pada
Gunakan lotion minyak; batasi sirosis berat.
penggunaan sabun untuk mandi
2. Ubah posisi pada jadwal eratur, Pengubahan posisi menurunkan tekanan
aat dikursi/tempat tidur; bantu pada jaringan edema untuk memperbaiki
dengan latihan rentan gerak sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi
aktif/pasif dan perbaikan/mempertahankan mobilitas
sendi.
3. Tinggikan ekstremitas bawah Meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan edema pada ekstremitas

4. Pertahankan sprei kering dan Kelembaban meningkat pruritus dan


bebas lipatan eningkatkan risiko kerusakan kulit
5. Berikan perawatan perineal Mencegah ekskoriasi kulit dari garm
setelah berkemih dan defekasi empedu
6. Berikan lition kelamin, berikan Mungkin menghentikan gatal sehubungan
mandi soda kue. Berikan dengan ikterik, garam empedu pada kulit.
kolestiramin (Questran) bila
diindikasikan
Kolaborasi
1. Batasi natrium seperti yang Meminimalkan pembentukan edema.
diresepkan
2. Berikan perhatian dan Jaringan dan kulit yang edematous
perawatan yang cermat pada mengganggu suplai nutrient dan sangat
kulit. rentan terhadap tekanan serta trauma.
3. Balik dan ubah posisi klien Meminimalkan tekanan yang lama dan
dengan sering meningkatkan mobilisasi edema
4. Lakukan latihan gerak secara Meningkatkan mobilisasi edema
pasif, tinggikan ekstremitas
edematous.
5. Letakkan bantalan busa yang Melindungi tonjolan tulang dan
kecil dibawah tumit, dan meminimalkan trauma jika dilakukan
tonjolan tulang lain. dengan benar.

8. Implementasi Keperawatan
Dari hasil intervensi tersebut yang telah tertulis implementasi atau pelaksanaan
yang dilakukan sesuai dengan keadaan pasien dirumah sakit. Pelaksanaan
merupakan pengololahan dan perwujudan, dan rencana tindakan yang meliputi
beberapa bagian yaitu validasirca, rencana keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan, dan pengumpulan data.
9. Evaluasi
1. Evaluasi adalah perbandingan yang simpetemik tentang keresahan klien
dengan berdasarkan tujuan yang ditetapkan.
2. Dalam evaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu:
a. Tujuan tercapai : pasien menunjukan perubahan dengan standar yang telah
ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian: pasien menunjukan perubahan sebagai sebagian
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai: pasien tidak menunjukan perubahan dan kemajuan
sama sekali
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai