c
Vertigo adalah ilusi dari pergerakan tubuh atau lingkungan. Vertigo dapat dihubungkan
dengan gejala-gejala lain seperti impulsi (suatu sensasi yang menyebabkan tubuh menjadi
seperti terlempar atau tertarik terhadap ruang), oscillopsia (ilusi visual dari pergerakan
kedepan dan kebelakang), nausea, vomiting atau gait ataksia.
Ataksia serebelar dihasilkan oleh lesi serebelum atau pada hubungan afferent atau efferent
dalam pedunkula serebelar, nukleus merah, pons atau medula spinalis (gambar 3-2). Oleh
karena hubungan persilangan antara korteks serebelar frontal dan serebelum, penyakit frontal
kadang-kadang juga mirip dengan gangguan hemisfer serebelar kontralateral. Manifestasi
klinik ataksia serebelar tediri dari iregularitas kecepatan, ritmik, amplitudo dan kekuatan
pergerakan volunter.
!"
Ataksia serebelar biasanya dihubungkan dengan hipotonia, yang mengakibatkan penderita
kurang baik mempertahankan postur. Tungkai atau lengan biasanya mudah dirubah oleh
kekuatan yang relatif kecil dan saat berjabat tangan dengan pemeriksa, memperlihatkan
peningkatan jarak penyimpangan. Jarak ayunan lengan selama berjalan peningkatannya sama.
Refleks tendon terletak pada kualitas pendular, sehingga beberapa osilasi lengan atau tungkai
dapat terjadi sesudah refleks didapatkan, walaupun tidak ada peningkatan laju refleks. Saat
otot berkontraksi melawan tahanan yang kemudian dilepaskan, otot antagonis gagal untuk
menyesuaikan pergerakan dan kompensasi relaksasi otot yang tidak terjadi pada waktunya.
Ini menghasilkan rebound movement dari tungkai atau lengan.
RIWAYAT
c
$
Vertigo sebenarnya harus dapat dibedakan dari light-headed atau sensasi presyncopal.
Vertigo secara khas dideskripsikan sebagai rasa berputar, rotasi atau pergerakan, tapi saat
dideskripsikan menjadi samar, pasien harus ditanyai secara spesifik jika gejala yang ada
berhubungan dengan rasa pergerakan. Keadaan seputar gejala-gejala yang terjadi dapat
membantu secara diagnosis. Vertigo sering timbul dengan perubahan posisi kepala. Gejala-
gejala yang terjadi sering timbul sesudah prolonge recumbency adalah gambaran yang sering
terjadi pada hipotensi ortostatik, dan dizzines nonvertigo dihubungkan dengan vertigo
sebenarnya. Jika masalah sudah diidentifikasi sebagai vertigo, gejala-gejala yang
berhubungan dapat membantu melokalisasi sisi yang terlibat. Keluhan hearing loss atau
tinitus kuat, diduga adanya gangguan dari aparatus vestibular perifer (labirin atau nervus
akustik). Disartria, disphagia, diplopia atau kelemahan fokal atau sensory loss yang
mempengaruhi wajah atau tungkai menunjukkan kemungkinan lesi sentral (batang otak).
Ataksia dihubungkan dengan vertigo diduga terjadi kerusakan pada vestibular, apakah ada
numbness atau tingling pada tungkai, sering terjadi pada pasien dengan ataksia sensorius.
Oleh karena defisit proprioceptif dapat mengalami perluasan, dikompensasi melalui isyarat
sensorius, pasien dengan ataksia sensorius dapat mengeluhkan bahwa keseimbangan mereka
terganggu saat mereka melihat kaki mereka saat berjalan atau saat menggunakan tongkat.
Mereka juga menemukan bahwa mereka tidak stabil dalam keadaan gelap dan dapat
mengalami kesulitan khusus dalam menaiki tangga.
'&(
Riwayat medis harus diteliti untuk menemukan fakta penyakit yang mempengaruhi sensory
pathway (defisiensi vitamin B12, syphilis) atau serebelum (hypothyroidisme, syndrome
paraneoplastik, tumor) dan obat yang menghasilkan ketidak seimbangan dengan merusak
vestibular atau fungsi serebelar (ethanol, obat sedatif, phenytoin, antibiotik aminoglikosida,
quinin, salisilat).
'&(
Gangguan herediter degeneratif dapat menyebabkan ataksia serebelar progresif. Sebagai
gangguan yang melibatkan degenerasi spinocerebelar, Friedreich¶s ataksia, ataksia-
telangiektasi, dan Wilson¶s disease.
' )
Berbagai gambaran dari pemeriksaan fisik umum dapat menyediakan petunjuk apa yang
mendasari penyakit ini. Hipotensi ortostatik dihubungkan dengan gangguan sensorius khusus
yang menghasilkan ataksia ± yaitu, tabes dorsalis, polyneuropathy ± dan dengan beberapa
kasus degenerasi spinoserebelar. Kulit dapat memperlihatkan telangiektasi okulokutaneus
(ataksia-telangiektasi), atau kulit dapat terlihat kering, dengan rambut yang rapuh
(hypothyroidisme) atau terlihat berwarna kuning seperti lemon (defisiensi vitamin B).
Pigmentasi kornea (Kayser-Fleischer) ring terlihat pada Wilson¶s disease (lihat bab 7).
Abnormalitas skeletal dapat muncul. Kyphoscoliosis adalah tanda khas pada ataksia
Friedreich¶s disease; sendi hipertrofi atau hiperekstensibel biasanya pada tabes dorsalis dan
pes cavus merupakan gambaran nyata neuropathi herediter. Abnormalitas pada junction
craniocervical dapat dihubungkan dengan malformasi Arnold-Chiari atau abnormalitas
kongenital lain yang melibatkan fossa posterior.
' '%*%c
+
Observasi berdiri dan melangkah sangat membantu dalam membedakan antara serebelar,
vestibular dan ataksia sensorius. Pada beberapa pasien ataksia, berdiri dan melangkah dengan
dasar melebar dan tidak stabil, sering dihubungkan dengan pergerakan terhuyung-huyung
atau tiba-tiba.
A. Berdiri
Pasien ataksia yang diminta berdiri dengan kedua kaki bersamaan dapat memperlihatkan
keengganan atau ketidak mampuan untuk melakukannya. Dengan desakan persisten, pasien
secara berangsur-angsur bergerak dengan kaki saling medekat tapi akan meninggalkan ruang
antar keduanya. Pasien dengan ataksia sensorik dan beberapa dengan ataksia vesetibular,
meskipun pada akhirnya mampu untuk berdiri dengan kedua kakinya, kompensasi terhadap
kehilangan satu sumber input sensorius (proprioceptif atau labyrintin) dengan yang
mekanisme lain (yaitu visual). Kompensasi ini diperlihatkan pada saat pasien menutup mata,
mengeliminasi isyarat visual. Dengan gangguan sensorius atau vestibular, keadaan tidak
stabil meningkat dan dapat mengakibatkan pasien jatuh (tanda Romberg). Dengan lesi
vestibular, kecenderungan untuk jatuh kesisi lesi. Pasien dengan ataksi serebelar tidak
mampu mengadakan kompensasi terhadap defisit dengan menggunakan input visual dan
ketidak mampuan pada tungkai mereka apakah pada saat mata tertutup ataupun terbuka.
B. Melangkah
Langkah terlihat dalam ataksia serebelar dengan dasar-luas, sering dengan keadaan
terhuyung-huyung dan dapat diduga sedang mabuk. Osilasi kepala dan trunkus (titubasi)
dapat juga ada. Jika lesi hemisfer serebelar unilateral yang bertanggung jawab, maka
kecenderungan yang terjadi adalah deviasi kearah sisi lesi saat pasien mencoba untuk berjalan
pada garis lurus atau lingkaran atau berbaris pada tempat dengan mata tertutup. Langkah
tandem (tumit ke jari kaki).
Pada ataksia sensorius langkah juga dengan dasar-lebar dan langkah tandem rendah. Sebagai
tambahan, saat berjalan khas dikarakteristik oleh mengangkat kaki tinggi dari tanah dan
membanting kebawah dengan kuat (steppage gait) karena kerusakan proprioceptif. Stabilitas
dapat diperbaiki secara dramatikal dengan membiarkan pasien menggunakan tongkat atau
sedikit mengistirahatkan tangan pada lengan pemeriksa untuk sokongan. Jika pasien dapat
berjalan dalam gelap atau dengan mata tertutup, gait lebih banyak lagi dipengaruhi.
Gait ataksia dapat juga menjadi manifestasi dari gangguan konversi (gangguan konversi
dengan gejala motorik atau difisit) atau malinggering. Membedakannya sangat sulit, isolasi
gait ataksia tanpa ataksia dari tungkai pasien dapat dihasilkan oleh penyakit yang
mempengaruhi vermis serebelar superior. Observasi yang sangat membantu dalam
mengidentifikasi fakta gait ataksia yang dapat menyebabkan ketidak stabilan pada pasien
dengan langkah terhuyung-huyung, dapat mengalami perbaikan dalam kemampuan mereka
tanpa jatuh. Perbaikan keseimbangan dari posisi yang tidak stabil, membutuhkan fungsi
keseimbangan yang sempurna.
Nervus Oculomotor (III), Trochlearis (IV), Abducent (VI), & Acustic (VIII)
Abnormalitas fungsi saraf okular dan vestibular secara khas muncul pada penyakit vestibular
dan sering bersamaan dengan lesi serebelum. (Pemeriksaan nervus kranial III, IV dan VI
akan didiskusikan lebih detail pada bab 5).
Mata diperiksa pada posisi primer dari pandangan (melihat secara langsung ke depan) untuk
mendeteksi ketidak sejajaran bidang horisontal atau vertikal.
(
Pasien disuruh untuk mengikuti dengan mata setiap petunjuk utama untuk pandangan (kiri,
atas dan kiri, kebawah dan kiri, kanan, atas dan kanan, bawah dan kanan; lihat bab 5), untuk
menentukan apakah ada paresis pandangan (rusaknya kemampuan untuk menggerakkan 2
mata secara koordinat pada beberapa petunjuk utama pandangan) atau pandangan yang
menimbulkan nistagmus jika ada. Nistagmus ± suatu osilasi abnormalitas involunter dari
mata ± dikarakteristik dalam istilah posisi-posisi pandangan dimana nistagmus terjadi,
amplitudonya, dan arah fase cepat. Pendular nystagmus memiliki kecepatan yang sama pada
kedua arah pergerakan bola mata; jerk nystagmus dikarakteristik oleh kedua fase, cepat
(induksi vestibular) dan lambat (kortikal). Arah jerk nystagmus didefinisikan sebagai arah
komponen cepat. Pergerakan-pergerakan volunter mata yang cepat (saccades) diperoleh
melalui perubahan pandangan pasien yang cepat dari satu target ke tempat lain dalam bagian
berbeda dari lapangan pandang. Pergerakan volunter mata yang lambat (pursuit) dinilai
dengan pergerakan mata pasien mengikuti target yang bergerak lambat seperti jari pemeriksa.
Gangguan vestibular perifer menghasilkan unidirectional horizontal jerk nystagmus yang
maksimal pada pandangan meninggalkan sisi yang terlibat. Gangguan vestibular sentral dapat
menyebabkan unidirectional atau bidirectional horizontal nystagmus, atau paresis pandangan.
Lesi serebelar dihubungkan dengan jarak lebar dari abnormalitas okular, termasuk parese
pandangan, saccade defective atau pursuit, nystagmus pada beberapa atau seluruh arah, dan
diysmetria okular (melampaui target visual selama pergerakan mata saccadic).
Nystagmus pendular biasanya diakibatkan oleh gangguan visual yang dimulai pada masa
pertumbuhan.
,
Persiapan pemeriksaan nervus akustik (VIII) termasuk inspeksi ototscopic canal auditorius
dan membran timpany, penilaian ketajaman pendengaran tiap telinga, dan tes Weber dan
Rinne dilakukan dengan garpu tala 256 Hz.
Pada tes Weber, unilateral sensorius hearing loss (dari lesi koklea atau nervus koklea)
menyebabkan pasien menerima bunyi yang dihasilkan oleh vibrasi garpu tala yang
ditempatkan pada verteks tengkorak seperti datang dari telinga normal dengan gangguan
konduksi (telinga luar atau tengah), bunyi terlokalisasi pada telinga abnormal.
Tes Rinne juga dapat membedakan defek antara sensorineural atau konduktif pada telinga.
Konduksi udara (dites dengan menempatkan garpu tala yang sudah divibrasi selanjutnya pada
canal auditorius eksternal) secara normal akan menghasilkan bunyi yang lebih keras daripada
konduksi tulang (dites dengan menempatkan dasar garpu tala pada tulang mastoid). Pola ini
juga terjadi dengan lesi nervus akustik tapi kebalikannya terjadi pada tuli konduksi (tabel 3-
4).
$"
Saat pasien menunjukkan bahwa vertigo terjadi dengan perubahan posisi, manuver Nylen-
Bárány atau Dix-Hallpike (gambar 3-6) digunakan untuk mencoba memancarkan kembali
keadaan sekitar. Kepala diputar ke kanan, dengan cepat direndahkan 30 derajat horisontal
kebawah sambil pandangan dipertahankan pada sisi kanan. Proses ini diulangi dengan kepala
dan mata dibelokkan ke kiri dan kemudian diluruskan kedepan. Mata diobservasi untuk
terjadinya nystagmus, dan pasien ditanyai untuk mencatat onset, severitas dan berhentinya
vertigo.
Nystagmus posisi dan vertigo biasanya dihubungkan dengan lesi vestibular perifer dan
paling sering gambaran vertigo positional benign. Ini adalah karateristik khas distress berat,
latency beberapa detik antara asumsi posisi dan onset vertigo dan nystagmus, tendensi respon
untuk remisi spontan (fatigue) saat posisi dipertahankan, dan pelemahan dari respon
(habituasi) sebagai posisi yang terganggu diperkirakan secara berulang (tabel 3-5). Vertigo
posisi dapat juga terjadi pada penyakit vestibular sentral.
$
Gangguan pada vestibular pathway dapat dideteksi dengan tes kalori. Pasien ditempatkan
supine dengan kepala elevasi 30 derajat untuk membuat kanal semisirkular lateral pada posisi
tegak lurus. Tiap kanal telinga diirigasi dengan air dingin (33 0 C) atau hangat (440C) dalam
40 detik, dengan sedikitnya 5 menit antara tes. Air hangat cenderung menghasilkan ketidak
nyamanan yang kurang dibandingkan dengan air dingin. Peringatan: tes kalori harus
didahului oleh pemeriksaan otoskopik dengan teliti, dan tidak dapat dikerjakan jika membran
timpani mengalami perforasi.
Pada pasien normal yang bangun, stimulasi kalori air-dingin menghasilkan nystagmus dengan
fase lambat kearah telinga yang diirigasi dan fase lambat menjauhi. Irigasi air hangat
mengasilkan respon yang sebaliknya.
Pada pasien dengan labirintin unilateral, nervus vestibular, atau disfungsi nuklear vestibular,
irigasi sisi yang dipengaruhi gagal untuk menyebabkan nystagmus atau memperoleh
nystagmus pada onset berikutnya atau durasinya singkat dibanding sisi normal.
*
Papiledema dihubungkan dengan disequilibrium diduga suatu massa lesi intrakranial,
biasanya pada fossa posterior, yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Neuropathy optik dapat terlihat pada multiple sclerosis, neurosyphilis, atau defisiensi vitamin
B12. Depresi refleks kornea atau facial palsy ipsilateral pada lesi (dan ataksia) dapat
menyertai tumor sudut serebellopontine. Kelemahan lidah atau palatum, suara parau, atau
disphagia dihasilkan dari penyakit batang otak bawah.
Pemeriksaan fungsi motorik pada pasien dengan ganguan keseimbangan akan membedakan
pola dan berat ringannya ataksia dan menyingkapkan keterlibatan piramidal, extrapiramidal
atau nervus perifer yang dapat diduga sebagai penyebab. Gambaran klinik membantu
membedakan penyakit serebelar dari penyakit yang melibatkan sistem motorik yang lain,
diringkaskan pada tabel 3-6.
+
Pola beberapa kelemahan dapat diperiksa. Kelemahan neuropatik distal dapat disebabkan
oleh gangguan yang menghasilkan ataksia sensorius, seperti polyneuropathy dan ataksia
Friedreich. Paraparesis dapat terjadi bersamaan pada ataksia dengan defisiensi vitamin B12,
multiple sclerosis, lesi foramen magnum, atau tumor medula spinalis. Ataksia quadriparesis,
hemiataxia dengan hemiparesis kontralateral, atau hemiparesis ataksik diduga karena adanya
lesi pada batang otak.
'
Persepsi sensasi rasa vibrasi sering terganggu pada pasien dengan ataksia sensorius. Pasien
diminta untuk mendeteksi vibrasi garpu tala dengan frekuensi 128 Hz pada penonjolan
tulang. Sekali lagi, secara berurutan sisi yang lebih proksimal dites untuk menentukan level
defisit atas masing-masing tungkai atau daripada trunkus. Ambang pasien untuk
mengapresiasikan vibrasi dibandingkan dengan kemampuan pemeriksa sendiri untuk
mendeteksi getaran pada tangan dengan garpu tala.
$
*$
+
Pemeriksaan darah dapat menyingkapkan abnormalitas hematologik yang dihubungkan
dengan defisiensi vitamin B12, penurunan level hormon tiroid pada hipotiroidisme,
peningkatan enzim hepatik dan rendahnya ceruloplasmin dan konsentrasi copper pada
Wilson¶s disease, defisiensi immunoglobulin dan elevasi Į-fetoprotein pada ataksia
telangiektasi, antibodi terhadap antigen sel Purkinje pada degenerasi serebelar paraneoplatik,
atau abnormalitas genetik dihubungkan dengan degenerasi spinoserebelar herediter.
CT scan berguna untuk memperlihatkan tumor fossa posterior atau malformasi, infark atau
perdarahan serebelar, dan atrofi serebelar yang dihubungkan dengan gangguan degeneratif.
MRI menyediakan visualisasi yang lebih baik dari lesi fossa posterior, termasuk
serebelopontine angle tumor, dan superior CT scan untuk mendeteksi lesi dari multiple
sklerosis.
+
Pada gangguan vestibuler, tiga penelitian khusus dapat membantu
(
Audiometri digunakan bila gangguan vestibular dihubungkan dengan kerusakan auditorius;
audiometri dapat membedakan konduktif, labirintin, nervus akustik, dan penyakit batang
otak.
Tes-tes pure tone hearing abnormal saat bunyi ditransmisikan melalui udara dengan tuli
konduksi dan saat ditransmisikan melalui udara ataupun tulang dengan gangguan labyrintine
atau nervus akustik.
Diskriminasi suara adalah tanda kerusakan yang ditimbulkan oleh lesi nervus akustik, dan
kerusakan kurang dengan gangguan labirin. Diskriminasi suara normal pada keterlibatan
konduktif atau batang otak.
'
Meniere disease dikarakteristik oleh pengulangan episode vertigo dalam beberapa menit
sampai hari, bersamaan dengan tinitus dan progressive sensorineural hearing loss. Beberapa
kasus sporadik, tapi kejadian familial juga dapat ditemukan, dan dapat diantisipasi, untuk
serangan awal generasi. Beberapa kasus terlihat sebagai akibat mutasi dari gen cochlin pada
kromosom 14q12-13. Onset terjadi antara umur 20 tahun dan 50 tahun pada kira-kira 4/3
kasus, dan pria lebih banyak dibandingkan wanita. Penyebabnya akibat terjadi peningkatan
volume endolimfe labirin (endolimpatik hydrop), tapi mekanisme patogennya tidak diketahui.
Pada saat serangan pertama, pasien mulai dapat merasakan serangan tinitus, hearing loss dan
sensasi rasa penuh pada telinga. Serangan akut dikarakteristik oleh vertigo, nausea, dan
vomitus dan berulang pada interval-interval antara beberapa minggu sampai tahun.
Pendengaran memburuk dengan pola stepwise, terjadi bilateral, dilaporkan pada 10-70 %
pasien. Karena peningkatan hearing loss, vertigo cenderung kurang berat.
Pemeriksan fisik selama episode akut memperlihatkan spontaneous horizontal atau rotatory
nystagmus (atau keduanya) dapat berubah oleh arah. Walaupun nystagmus spontan khasnya
tidak muncul diatara serangan, tes kalori biasanya kerusakan fungsi vestibular dapat
ditemukan. Defisit pendengaran tidak selalu cukup terdeteksi saat perawatan. Audiometri
memperlihatkan pure-tone hearing loss frekuensi rendah, walaupun fluktuasi berat ringannya
sama dengan gangguan diskriminasi percakapan dan peningkatan sensitifitas suara keras.
Seperti yang telah dicatat, episode vertigo cenderung berlanjut sebagai hearing loss progress.
Penanganan dilakukan dengan pemberian diuretik, seperti hydrochlorothiazide dan
triamterene. Obat tercatat pada tabel 3- 8 dapat juga membantu selama serangan akut. Pada
kasus persisten, ketidak mampuan, kasus resisten obat, prosedur oprerasi seperti
endolymphatic shunting, labyrinthectomy, atau seksio nervus vestibular dapat membantu.
$ *%
$!1
')' $
Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan serangan spontan vertigo dari penyebab yang
tidak jelas yang berubah secara spontan dan ini tidak berhubungan dengan hearing loss atau
fakta adanya disfungsi sistem saraf pusat. Gangguan ini termasuk gangguan yang didiagnosa
sebagai labyrinthis akut atau vestibular neurotonitis, dimana didasarkan pada kesimpulan
lokasi mekanisme patologis.
Gangguan dikarakteristik oleh vertigo, nausea, dan vomiting pada onset akut, khas
menghilang sampai 2 minggu. Gejala dapat berulang dan berberapa derajat disfungsi
vestibular dapat permanen.
Selama serangan, pasien ± yang terlihat sakit ± akan berbaring pada sisi telinga yang
dipengaruhi dan enggan untuk menggerakkan kepalanya. Nystagmus dengan fase cepat
menghilang selalu ada pada telinga yang dipengaruhi. Respon vestibular terhadap tes kalori
kurang baik pada satu atau kedua telinga dengan frekuensi yang kira-kira sama. Ketajaman
pendengaran normal.
Vestibulopathy perifer akut harus dibedakan dari gangguan sentral yang dapat
menghasilkan vertigo akut, seperti stroke pada sirkulasi serebral posterior. Penyakit sentral
diduga oleh adanya nystagmus vertikal, perubahan kesadaran, defisit motorik atau sensorik,
atau dysarthria. Penanganan dengan menggunakan prednison dalam 10-14 hari berturut-turut,
20 mg oral 2 kali sehari, obat-obatan tercatat pada tabel 3-8.
%$%,*'%
Otosclerosis disebabkan oleh imobilitas dari stapes, tulang telinga yang mentransmisikan
getaran yang mengenai membran timpany ke telinga tengah. Tuli konduksi adalah gambaran
yang paling utama dari otosklerosis, selain itu juga biasa terjadi tuli sensorius dan vertigo.
Tinitus jarang terjadi. Gejala-gejala auditorius biasanya dimulai sebelum umur 30 tahun, dan
kejadian familial biasa terjadi.
Disfungsi vestibular sering ditunjukkan sebagai recurent episodic vertigo ± dengan atau
tanpa vertigo posisi ± dan dapat dirasakan ketidak seimbangan posisi. Gejala continous lebih
lanjut dapat terjadi, dan frekuensi dan severitas serangan dapat meningkat sepanjang waktu.
Abnormalitas vestibular pada pemeriksaan termasuk nystagmus spontaneus atau
nystagmus posisi pada tiper perifer dan melemahkan respon-respon kalorik, yang mana
biasanya unilateral.
Hearing loss selalu diperlihatkan dengan pemeriksaan audiometri. Hearing loss bisanya
dikarakteristik oleh campuran konduktif-sensorineural, dan terjadi bilateral pada kira-kira 2/3
pasien. pada pasien dengan vertigo episodik, progresif hearing loss, dan tinitus, otosclerosis
harus dibedakan dari Meniere disease. Otosclerosis (dari Meniere disease) diduga dengan
adanya riwayat keluarga, kecenderungan kearah serangan pada umur muda, dan adanya tuli
konduksi, atau kerusakan bilateral symetric auditory. Pemeriksaan imaging juga dapat
digunakan dalam mendiagnosis.
Penanganan dengan kombinasi sodium florida, kalsium glukonat dan vitamin D efektif.
Jika tidak, harus dipertimbangkan operasi stapedectomy.
$'
*
Trauma kepala merupakan faktor yang sangat sering menyebabkan vertigo posisi benign.
Kerusakan pada labirin biasanya bertanggung jawab terhadap vertigo postraumatik; fraktur
dari tulang petrosal dapat merobek nervus akustik, dan menyebabkan vertigo dan hearing
loss. Hemotympanum atau otorrhe CSF diduga adanya fraktur.
$%',' **%
%$,' * '
Cerebellopontine angle adalah daerah triangular pada fossa posterior dibatasi oleh cerebelum,
pons lateral dan petrous ridge (gambar 3-8 ). Sejauh ini banyak tumor yang terjadi pada area
ini secara histologi neuroma akustik jinak (juga dengan istilah neurilemoma, neurimoma, atau
schwannoma), yang secara khas muncul dari sarung neurilemmal bagian vestibular nervus
akustik yang ada dalam kanal auditorius internal. Tumor yang jarang terjadi pada sisi ini
termasuk meningioma dan cholesteatoma primer (ciste epidermoid). Gejala dihasilkan oleh
penekanan atau perpindahan tempat nervus kranialis, batang otak dan cerebelum dan oleh
obstruksi aliran CSF. Karena secara anatominya berhubungan dengan nervus akustik (lihat
gambar 3-8), nervus trigeminal (V) dan fascial (VII) sering dipengaruhi.
Neuroma akustik terjadi lebih sering sebagai lesi terisolasi pada pasien umur 30-60 tahun,
tetapi mereka dapat juga mengalami manifestasi neurofibromatosis. Neurofibromatosis 1
(von Recklinghausen¶s disease) biasanya merupakan gangguan autosomal dominan
dihubungkan dengan mutasi gen neurofibromin pada kromosom 17q11.2. Sebagai tambahan
terhadap neuroma akustik unilateral, neurofibromatosis 1 dihubungkan dengan cafe-au-lait
spot pada kulit, neurofibroma kutaneus, bintik-bintik aksilarius atau inguinal, glioma optik,
hamartomas iris, dan lesi tulang displastik. Neurofibromatosis 2 adalah gangguan autosomal
dominan yang jarang, disebabkan oleh mutasi pada gen neurofibromin 2 pada kromosom
22q11.1-13.1. Penandanya adalah neuroma akustik bilateral, yang dapat bersamaan dengan
tumor-tumor lain pada sistem saraf sentral atau perifer, termasuk neurofibroma, meningioma,
glioma dan schwannoma.
Temuan-temuan klinik
A. Gejala dan tanda
Hearing loss dari serangan tiba-tiba adalah gejala awal yang biasa terjadi. Yang jarang,
pasien merasakan sakit kepala, vertigo, gait ataksia, nyeri fascial, tinitus, sensasi rasa penuh
pada telinga, atau kelemahan facial. Walaupun vertigo pada akhirnya akan terbentuk pada 20-
30% pasien, suatu rasa nonspesifik yaitu perasaan limbung biasa terjadi. Sebaliknya pada
Meniere disease, kecenderungannya lebih banyak pada gejala vestibular sedang sampai
menetap diantara serangan. Gejala-gejala dapat stabil atau berlanjut sangat lambat dalam
beberapa bulan atau tahun.
Hearing loss unilateral dari tipe sensorineural sering ditemukan pada pemeriksaan.
Abnormalitas lain yang biasa ditemukan adalah facial palsy ipsilateral, depresi atau hilangnya
refleks kornea, dan sensory loss seluruh wajah. Ataksia, nystagmus spontaneus, palsi nervus
kranial bawah yang lain, dan tanda-tanda penekanan intrakranial biasanya jarang terjadi.
Disfungsi vestibular unilateral biasanya dapat ditemukan dengan pemeriksaan tes kalorik.
B. Temuan Laboratorium
Audiometri menunjukkan pola defisit sensorineural dengan high-frequency pure-tone hearing
loss, poor speech discrimination, dan tanda tone decay. Protein CSF mengalami elevasi pada
kira-kira 70 % pasien, biasanya pada kisaran 50-200 mg/dL. Pemeriksaan radiologi paling
sering digunakan yaitu MRI pada cerebellopontine angle. Neuroma akustik kadang-kadang
menyebabkan abnormalitas auditorius batang otak menimbulkan potensial pada saat
pemeriksan radiologi tidak memperlihatkan adanya abnormalitas.
Differensial diagnosis
Neuroma akustik harus dibedakan dari tumor cerebellopontine angle lain, yang paling sering
meningioma dan cholesteatoma. Meningioma harus menjadi pertimbangan pada pasien yang
pada gejala awal menunjukkan lebih dari penyakit nervus akustik sendiri. Dugaan terjadi
kolesteatoma bila muncul gejala tuli konduksi, kelemahan facial awal, atau twiching facial,
dengan protein CSF normal. Karsinoma metastatik terlihat sebagai lesi pada cerebellopontine
angle.
Penanganan
Penanganan dengan eksisi operasi. Pada kasus yang tidak ditangani, komplikasi berat dapat
terjadi dari penekanan batang otak atau hidrosefalus.
$ *%
$!1$%-,
Beberapa obat dapat menyebabkan vertigo oleh efeknya pada sistem vestibular perifer.
2 +
Alkohol menyebabkan sindrome akut vertigo posisi karena perbedaan distribusi antara cupula
dan endolimfe telinga tengah. Alkohol awalnya bedifusi kedalam cupula, menurunkan
densitas relatif endolimfe. Oleh karena perubahan densitas ini menyebabkan apparatus
vestibular perifer sangat sensitif terhadap gravitasi dan juga posisi. Dengan berjalannya
waktu, alkohol juga berdifusi kedalam endolimfe, dan membuat densitas kupula dan
endolimfe menjadi sama, menurunkan sensitifitas gravitasi. Saat level alkohol darah
menurun, alkohol meninggalkan cupula sebelum alkohol meninggalkan endolymph. Ini
menimbulkan fase kedua sensitifitas gravitasi yang menetap sampai alkohol berdifusi keluar
dari endolymph juga.
Alkohol menginduksi vertigo posisi terjadi antara 2 jam sesudah minum etanol dalam
jumlah yang cukup untuk menghasilkan level darah meningkat 40 mg/dL. Dalam klinik
khasnya muncul vertigo dan nystagmus pada posisi terlentang lateral dan menonjol pada saat
mata ditutup. Gejala-gejala akan berakhir sampai 12 jam dan terdiri dari 2 fase gejala yang
dipisahkan oleh interval asimptomatik 1-2 jam. Tanda lain intoksikasi alkohol seperti
nystagmus spontan, dysarthria, dan gait ataxia, yang disebabkan oleh disfungsi cerebellar
primer.
3
Antibiotik aminoglikosida dikenal luas sebagai ototoksin yang menghasilkan gejala
vestibular dan auditorius. Streptomicin, gentamicin, dan tobramycin adalah agent-agent yang
paling sering menyebabkan toksisitas vestibular, dan amikacin, kanamycin dan tobramycin
dihubungkan dengan hearing loss. Aminoglikoside terkonsentrasi pada perilymph dan
endolymph dan menggunakan efek ototoksiknya untuk merusak sensory hair cell. Resiko
ototoksik berhubungan dengan dosis obat, konsentrasi plasma, durasi terapi, kondisi-kondisi
seperti gagal ginjal yang mengganggu bersihan obat, disfungsi vestibular dan cochlear yang
sudah ada, dan pemberian bersama agent-agent ototoksik lain.
Gejala-gejala vertigo, nausea, vomiting, dan gait ataksia dapat mulai secara akut; temuan
fisik termasuk nystagmus spontan dan adanya tanda Romberg. Fase akut khas berakhir dalam
1-2 minggu dan diikuti oleh periode perbaikan gradual. Terapi aminoglycoside yang
memanjang atau berulang dapat dihubungkan dengan sindroma disfungsi vestibular kronik.
4
Salisilat, yang digunakan secara kronik dan pada dosis yang tinggi dapat menyebabkan
vertigo, tinnitus dan sensorineural hearing loss ± semua biasanya reversibel saat obat
dihentikan. Gejala-gejala terjadi dari kerusakan end-organ cochlear dan vestibular. Salisilat
kronik memberikan gejala khas; sakit kepala, tinitus, hearing loss, vertigo, nausea, vomiting,
rasa haus, hiperventilasi, dan kadang-kadang keadaan tidak sadar. Intoksikasi berat
dihubungkan dengan demam, skin rash, hemoragik, dehidrasi, seizure, psykosis, atau koma.
Temuan laboratorium khas adalah level plasma salicylat tinggi (kira-kira diatas 0,35 mg/mL)
dan bersamaan dengan asidosis metabolik dan alkalosis respiratorik.
Pengukuran untuk penanganan intoksikasi salisilat termasuk lavage lambung, pemberian
arang aktif, diuresis kuat, dialisis peritoneal atau hemodialisis dan hemoperfusi.
:5
5
Quinin dan Quinidine dapat menyebabkan gejala cinchonism, yang menyerupai intoksikasi
salisilat dalam beberapa hal. Prinsip manifestasi adalah tinitus, gangguan pendengaran,
vertigo, gangguan visual (termasuk gangguan penglihatan warna), nausea, vomiting, nyeri
abdominal, hot flushes kulit, dan berkeringat. Demam, encephalopathy, koma, dan kematian
dapat terjadi pada kasus berat. Gejala-gejala terjadi apakah dengan overdosis atau reaksi
idiosynratic (biasanya ringan) pada pemberian quinine dosis tunggal kecil.
6,
Cis-Platinum merupakan obat antineoplastik yang dapat menyebabkan ototoksik pada kira-
kira 50 % pasien. Tinitus, hearing loss, dan disfungsi vestibular dapat terjadi dengan
akumulasi dosis 3-4 mg/kg; dapat bersifat reversibel dengan menghentikan penggunaan obat.
'%
$!1 ,$,
Keterlibatan nervus akustik oleh penyakit sistemik jarang menyebabkan vertigo. Meningitis
basiler dari bakteri, syphilitic, atau infeksi tuberkulosis atau sarcoidosis dapat memicu
penekanan nervus akustik dan nervus kranial, tapi hearing loss merupakan akibat yang sering
muncul dibandingkan dengan vertigo. Gangguan metabolik yang sering dihubungkan dengan
neuropathy akustik termasuk hipotiroidisme, diabetes dan Paget¶s disease.
' $
2
Disfungsi pancerebellar dimanifestasikan oleh nystagmus, dysarthria, dan tungkai dan gait
ataksia, merupakan gambaran menonjol dari beberapa syndrome intoksikasi obat. Agent yang
dapat menghasilkan sindrome termasuk ethanol, hypnotic sedative (yaitu barbiturat,
benzodiazepin, meprobamate, ethchlorvynol, methaqualone), anticonvulsan (seperti
phenytoin), dan hallucinogenic (khususnya phenycylidine). Beratnya gejala berhubungan
dengan dosis; saat dosis terapeutik dari sedatif atau anticonvulsan biasanya menghasilkan
nystagmus, tanda serebellar lain menunjukkan adanya toksisitas.
Obat yang menginduksi ataksia serebelar sering dihubungkan dengan confusional state,
walaupun fungsi cognitif cenderung tahan terhadap intoksikasi phenytoin. Confusional state
yang diakibatkan oleh ethanol atau obat-obat sedativ dikarakteristik oleh somnolen,
sedangkan halusinogenik lebih sering dihubungkan dengan agitasi delirium. Pada banyak
kasus, penanganan umum cukup secara suportif. Gambaran khusus intoksikasi masing-
masing kelompok obat ini akan didiskusikan lebih mendetail pada bab 1.
Infark serebelar
Serebelum disuplay oleh 3 arteri besar: serebellar superior, serebellar anterior inferior, dan
cerebellar posterior inferior. Daerah-daerah yang disuplay oleh masing-masing pembuluh
darah ini sangat variabel, dari satu individu ke individu yang lain dan antara kedua sisi
serebelum seperti yang ditunjukkan oleh pasien. cerebellar pedunkula superior, medial dan
inferior berturut-turut disuplai oleh arteri cerebellar superior, anterior inferior dan posterior
inferior.
Infark serebellar terjadi akibat oklusi arteri cerebellar (gambar 3-11); sindroma klinik yang
dihasilkan dapat dibedakan hanya melalui hubungannya dengan temuan batang otak. Pada
tiap-tiap kasus, tanda cerebellar termasuk ataksia tungkai ipsilateral dan hypotonia. Gejala
dan tanda lain seperti sakit kepala, nausea, vomiting, vertigo, nystagmus, dysarthria, palsy
okular atau pandangan, kelemahan facial atau sensory loss, dan hemiparesis kontralateral atau
defisit hemisensory bisa ada. Infark batang otak atau penekanan oleh edema cerebellar dapat
mengakibatkan koma dan kematian.
Diagnosis infark cerebellar dibuat berdasarkan pemeriksan CT scan, MRI, yang juga dapat
membedakan antara infark dan hemoragik; ini dapat diperoleh dengan cepat. Jika terjadi
kompresi batang otak, operasi dekompresi dan reseksi jaringan infark dapat menyelamatkan
hidup.
:
+#
Banyak perdarahan cerebellar diakibatkan oleh penyakit hipertensi vaskuler; jarang
disebabkan antikoagulasi, malformasi arteri-vena, dyscrasia darah, tumor dan trauma.
Hemoragik cerebellar hipertensi biasanya berlaksi pada white matter dalam cerebellum dan
bisanya meluas kedalam ventrikel keempat.
Gambaran klinik klasik hypertensive cerebellar hemorrhage terdiri dari serangan sakit
kepala tiba-tiba, yang dapat bersama-sama dengan nausea, vomiting, dan vertigo, diikuti oleh
gait ataxia dan gangguan kesadaran, biasanya berlangsung dalam periode beberapa jam. Saat
anamnesa pasien dapat sadar penuh, kebingungan, atau comatose. Pada pasien yang sadar,
nausea dan vomiting biasanya menonjol. Tekanan darah meningkat dan rigiditas nuchal bisa
muncul. Pupil sering mengecil dan lembab reaktif. Palsy pandangan ipsilateral (dengan
pandangan selalu menjauhi sisi hemoragik) dan palsy facial perifer ipsilateral sering terjadi.
Pandangan satu arah tidak dapat berubah oleh tes kalori. Nystagmus dan depresi ipsilateral
dari refleks kornea dapat terjadi. Pasien, jika sadar, memperlihatkan ataksia saat berdiri dan
berjalan; ataxia tungkai jarang terjadi. Pada stadium akhir penekanan batang otak, kedua kaki
spastik dan respon plantar ekstensor dapat terlihat.
CSF kadang-kadang bercampur darah, tapi punksi lumbal harus dihindari jika diduga
terjadi perdarahan cerebellar, karena dapat menyebabkan sindroma herniasi.
6c
Gangguan inflamasi akut pada cerebellum dimediasi oleh infeksi atau mekanisme imun
yang penting dan sering reversibel menyebabkan ataksia. Ataksia cerebellar disebabkan oleh
infeksi virus adalah satu manifestasi prinsipil dari ensefalitis St. Louis. AIDS dementia
complex dan meningoenchepalitis dihubungkan dengan varicella, mumps, poliomyelitis,
infeksi mononukleosis, dan choriomeningitis dapat juga menghasilkan gejala cerebellar.
Infeksi bakteri adalah penyebab yang jarang menyebabkan ataxia cerebellar; 10-20 % abses
otak yang berlokasi dalam cerebellum, ataksia dapat menjadi gambaran meningitis
haemophilus influenzae pada anak. Syndrome cerebellar telah dideskripsikan dalam
Legionnaire disease, biasanya tanpa fakta klinis meningitis.
Berbagai kondisi yang dapat terjadi mengikuti penyakit febril akut atau vaksinasi yang
menyebabkan ataksia cerebellar yang diasumsikan sebagai asal autoimmun.
c cc '%
2 "#
Multiple sclerosis dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cerebellar, vestibular, atau
sensorius. Tanda cerebellar dihubungkan dengan demyelinisasi (plag) area dalam white
matter cerebellum, pedunckula cerebelar, atau batang otak. Gejala yang disebabkan multiple
sclerosis dapat mengalami remisi dan relaps.
Keterlibatan vestibular pathway pada batang otak menghasilkan vertigo, yang dapat
menyebabkan onset akut dan kadang-kadang positional. Vertigo, jarang dan menjadi gejala
pertama multiple sclerosis, jarang muncul selama perjalanan penyakit.
Gait ataksia dari keterlibatan cerebellar merupakan keluhan utama pada 10-15 % pasien.
Tanda cerebellar terlihat pada kira-kira 1 dari 3 pasien pada pemeriksaan awal.
Nystagmus adalah satu dari banyak temuan fisik; nystagmus terjadi dengan atau tanpa
fakta disfungsi cerebelar lain. Dysarthria juga sering terjadi. Bila gait ataksia terjadi, asalnya
paling sering cerebellar daripada sensory. Ataksia tungkai sering terjadi; biasanya bilateral
dan cenderung mempengaruhi apakah kedua kaki atau keseluruhan keempat tungkai.
Fakta bahwa gangguan/kerusakan cerebellar sebagai akibat dari multiple sclerosis dapat
ditemukan pada riwayat remisi atau relapsing fungsi neurologik yang mempengaruhi
berbagai sisi dalam sistem saraf pusat; dari abnormalitas sebagai neuritis optik,
opthalmoplegia internuklear, atau tanda pyramidal; atau dari pemeriksaan laboratorium.
Analisis CSF dapat menunjukkan oligoclonal band, elevasi IgG, peningkatan protein, atau
pleocystosis limfositik ringan. Respon visual, auditorius atau somatosensorik dapat
ditimbulkan dan direkam sisi-sisi subklinik yang terlibat. CT scan atau MRI dapat
memperlihatkan area demyelinisasi. Pemeriksaan CT scan dan MRI harus dilakukan, tidak
ada temuan laboratorium sendiri yang dapat menegakkan suatu diagnosis multiple sclerosis
dan riwayat dan pemeriksaan neurologik harus dipercaya sampai tiba pada diagnosis.
4
+(9
#
Terapi kronik dengan phenytoin, sering menggunakan range dosis toksik, dapat
menyebabkan degenerasi serebral yang mempengaruhi hemipharesis cerebellar dan inferior
dan posterior vermis relatif lebih tahan. Gambaran klinik termasuk nystagmus, dysarthria,
dan ataksia yang mempengaruhi tungkai, trunkus dan gait. Polyneuropathy dapat terlihat.
Gejala secara khas irreversibel, tapi cenderung stabil saat obat dihentikan.
:!"+(
Diantara gangguan neurologik yang dihubungkan dengan hypothyroidisme adalah
syndroma cerebellar progresif subakut atau kronik. Kondisi ini dapat memberi komplikasi
hipotiroidisme (pada berbagai penyebab) dan biasanya terjadi pada umur pertengahan atau
wanita lebih tua. Gejala berkembang sampai periode beberapa bulan sampai tahun. Gejala
sistemik dari mixedema biasanya didahului oleh gangguan cerebellar, tapi pasien kadang-
kadang terlihat pertama dengan ataksia.
Gait ataksia adalah temuan yang paling menonjol dan ditemukan pada semua pasien;
ataksia tungkai juga terjadi, asimetrik. Dysarthria dan nystagmus jarang terjadi. Pasien dapat
memperlihatkan gangguan neorologik lain yang berhubungan dengan hipotiroidisme,
termasuk sensory neural hearing loss, carpal tunnel syndrome, neuropathy, atau myopathy.
Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan penurunan level hormon tiroid dalam darah,
elevasi thyroid-stimulating hormon (TSH) dan sering peningkatan protein CSF.
Replacement terapy dengan levothyroxine, 25-50 ȝg, ditingkatkan secara berangsur-angsur
sampai 100-200 ȝg/d oral; biasanya menghasilkan perbaikan secara nyata tapi tidak penuh.
Temuan klinik
Evaluasi klinik secara mendetail dari sejumlah besar pasien diikuti dengan kriteria diagnosis
khusus untuk penentuan diagnosis (tabel 3-11). Manifestasi klinik hampir selalu terlihat
sesudah umur 4 tahun dan sebelum akhir pubertas.
Gejala utama adalah progressive gait ataksia, diikuti oleh ataksia seluruh tungkai dalam 2
tahun. Selama periode awal yang sama, refleks tendon lutut dan pergelangan kaki hilang dan
muncul cerebellar dysarthria; refleks-refleks lengan pada beberapa kasus, refleks lutut tetap
terjaga. Posisi sendi dan rasa vibrasi terganggu pada kaki, secara khas penambahan
komponen sensorik pada gait ataksia. Abnormalitas light touch, nyeri, dan sensasi temperatur
terjadi jarang. Kelemahan kaki dan jarang pada lengan ± adalah perkembangan lanjut dan
dapat bervariasi pada UMN atau LMN atau keduanya.
Respon ekstensor plantar biasanya terlihat selama 5 tahun pertama penyakit simptomatik.
Pes cavus (arkus tinggi pada kaki dengan clawing jari kaki disebabkan oleh kelemahan dan
wasting otot kaki intrinsik) tanda yang dikenal secara luas, tapi kelainan ini adalah temuan
terisolasi pada anggota keluarga yang tidak dipengaruhi. Ini juga merupakan gambaran klasik
gangguan neurologik lain, khususnya hereditary peripheral neuropathyes yang pasti
(misalnya, Charcot-Marie Tooth disease). Kyposcoliosis progresif berat memberi kontribusi
pada ketidak mampuan fungsional dan dapat memicu penyakit restriktif paru kronik. Sambil
melakukan cardiomyopathy kadang-kadang terdeteksi hanya melalui echocardiografi atau
vectocardiografi, ini dapat menghasilkan congestive heart failure dan menjadi penyebab
utama morbiditas dan kematian.
Abnormalitas lain termasuk gangguan visual (biasanya dari atrofi optik), nystagmus,
parestesis, tremor, hearing loss, vertigo, spastisitas, nyeri kaki dan diabetes melitus.
Differential diagnosis
Friedreich ataksia biasanya di bedakan dari degenerasi cerebellar dan spinocerebellar lain
(lihat diatas) melalui onset awalnya dan adanya gangguan sensorius menonjol, arefleksia,
abnormalitas skeletal, dan cardiomyopathy. Gangguan yang sedikit mirip akibat defisiensi
vitamin E. Ataksia serebellar yang dimulai pada masa anak-anak dapat juga disebabkan oleh
ataksia-telangiektasi; gambaran klinik yang membedakan Friedreich ataksia dari ataksia-
telangiektasi, yang selanjutnya akan didiskusikan.
Prognosis
Tidak ada penanganan yang tersedia, tapi prosedur ortophedik seperti tenotomy dapat
membantu untuk koreksi deformitas. Perbaikan dalam terapi antimikrobial telah membawa
perubahan pada perjalanan penyakit, sehingga cardiomiopathy jarang menimbulkan
kematian. Disfungsi neurologik secara khas menyebabkan ketidak mampuan untuk berjalan
tanpa bantuan diantara 5 tahun sesudah onset gejala dan pada keadaan berbaring ditempat
tidur diantara 10-20 tahun. Durasi rata-rata simptomatik penyakit kira-kira 25 tahun, dengan
kematian terjadi pada umur mean kira-kira 3 tahun.
×78
Gejala cerebellar dapat terjadi pada Wilson¶s disease, gangguan metabolisme copper
dikarakteristik oleh deposisi copper dalam berbagai jaringan. Wilson¶s disease adalah
gangguan yang diturunkan secara atosomal recessive sebagai akibat mutasi dalam gen
ATP7B pada kromosom 13q14.3-q21.1, dimana kode untuk polipeptida ȕ dari copper
transporting ATPase. Wilson¶s disease didiskusikan lebih detail pada bab 7.
Metastase ± dari paru dan payudara dan jarang pada sisi lain ± adalah tumor yang paling
sering terjadi, khususnya pada dewasa. Pada sisi tumor primer dapat atau tidak dapat menjadi
nyata pada waktu pasien juga mengalami keterlibatan dari SSP. Jika sisi yang tidak terlibat,
pemeriksaan hati-hati untuk payudara dan kulit, x-ray dada, urinalisis, dan tes untuk adanya
occult darah pada feces dapat menegakkan diagnosis.
Cerebellar astrocytoma bisanya terjadi antara umur 2 dan 20 tahun, tapi pada pasien yang
lebih tua, juga dipengaruhi. Tumor ini secara histologi jinak dan terlihat cystik. Gejala
peningkatan intrakranial, termasuk sakit kepala dan vomiting, secara khas mendahului onset
disfungsi cerebellar dalam beberapa bulan.
Meduloblastoma biasanya pada anak-anak tapi jarang pada dewasa. Meduloblastoma
dipercaya berasal dari neuroektodermal daripada sel glial. Sebaliknya astrocitoma,
meduloblastoma cenderung sangat ganas.
Neuroma akustik telah didiskusikan sebelumnya sebagai penyebab disfungsi nevus
vestibular. Tumor ini secara histologi jinak dan sering direseksi penuh. Neuroma akustik
unilateral dapat terjadi pada neurofibromatosis 1 (von Recklinghausen¶s disease), sedangkan
neuroma akustik bilateral dikarakteristik oleh neurofibromatosis 2.
Hemangioblastoma merupakan tumor jinak yang jarang yang biasanya mempengaruhi
orang dewasa. Tumor ini dapat menyebabkan abnormalitas terisolasi atau gambaran von
Hippel-Lindau disease. Pasien secara khas menunjukkan sakit kepala dan bisanya pada
pemeriksaan ditemukan papil edema, nystagmus dan ataksia. Penanganan operasi reseksi.
Meningioma fossa posterior, 9% dari selurh meningioma, tumor jinak, berasal dari
arachnoidal cap cell, dan melibatkan cerebellum secara tidak langsung melalui kompresi.
Ependymoma paling sering muncul dari dinding pleksus chroid dari ventrikel keempat.
Seperti meduloblastoma, tumor ini ganas, tumbuh kedalam sistem ventrikular dan bisanya
terjadi pada anak-anak. Karena lokasinya tumor ini dapat menyebabkan hidrosefalus; tanda
serebral disebabkan oleh penekanan yang merupakan manifestasi akhir.
23"
Perkembangan anomali mempengaruhi cerebellum dan batang otak dapat menimbulkan
gejala vestibular atau vestibular pada dewasa. Ini terjadi paling sering tipe 1 (dewasa)
Arnold-Chiari malformation, yang terdiri dari dispacement bawah dari tonsil cerebellar
melalui foramen magnum. Manifestasi klinik malformasi ini dihubungkan dengan
keterlibatan cerebellar, hidrosefalus obstruktif, kompresi batang otak dan syringomielia. Tipe
II malformasi Arnold-Chiari dihubungkan dengan meningomyelocel (penonjolan medula
spinalis, nervus root dan meninen melalui fusi defek pada kolumna vertebral) onsetnya pada
anak-anak.
$ %'
Ataksia sensory terjadi dari gangguan sensasi proprioceptif pada level nervus perifer atau
root, kolumna posterior medula spinalis, atau sensory pathway pada otak. Temuan klinik
termasuk defektif posisi sendi dan rasa vibrasi pada tungkai dan kadang-kadang lengan,
ketidakstabilan saat berdiri, ketidakstabilan saat berdiri dengan tanda Romberg, dan kualitas
gait slapping atau steppage. Ataksia sensorius dapat dihasilkan melalui polineuropathy yang
menonjol memberi efek besar, serat sensory myelinisasi (tabel 3-13) dan melalui myelopathy,
termasuk yang dihasilkan dari ataksia Friedreich¶s, neurosyphilis (tabes dorsalis), atau
defisiensi vitamin B12 (gambar 3-16). Polineuropathy, tabes dorsalis, dan defisiensi vitamin
B12 didiskusikan lebih detail pada bab 6.