Anda di halaman 1dari 22

c cc 

c 

Gangguan keseimbangan dapat diakibatkan oleh gangguan yang mempengaruhi vestibular


pathway, serebelum atau sensory pathway pada medula spinalis atau nervus perifer.Gangguan
keseimbangan dapat menimbulkan satu atau keduanya dari dua tanda kardinal: vertigo ±
suatu ilusi tubuh atau pergerakan lingkungan, atau ataxia ± inkoordinasi tungkai atau langkah.
Hemoragik serebelar dan infark menghasilkan gangguan keseimbangan yang membutuhkan
diagnosis segera, karena evakuasi operasi dari hematoma atau infark dapat mencegah
kematian karena kompresi otak.

   


Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dan bagian-
bagiannya dalam hubungannyag dengan ruang internal. Keseimbangan tergantung pada
continous visual, labirintin, dan input somatosensorius (proprioceptif) dan integrasinya
dalam batang otak dan serebelum.
Gangguan keseimbangan dihasilkan dari penyakit yang mempengaruhi sentral atau pathway
vestibular perifer, serebelum atau sensori pathway yang terlibat dalam proprioceptif.
Sebagai gangguan biasanya menunjukkan satu atau dua masalah klinik: vertigo atau ataksia.

 
Vertigo adalah ilusi dari pergerakan tubuh atau lingkungan. Vertigo dapat dihubungkan
dengan gejala-gejala lain seperti impulsi (suatu sensasi yang menyebabkan tubuh menjadi
seperti terlempar atau tertarik terhadap ruang), oscillopsia (ilusi visual dari pergerakan
kedepan dan kebelakang), nausea, vomiting atau gait ataksia.

Perbedaan antara vertigo dan gejala-gejala lain


Vertigo harus dapat dibedakan dari nonvertiginous dizziness, dimana termasuk sensasi flight-
headedness, pusing atau gamang tanpa dihubungkan dengan ilusi pergerakan. Kebalikannya
dari vertigo, sensasi ini dihasilkan oleh kondisi yang mengganggu suplai otak dari darah,
oksigen atau glukosa, - misalnya stimulasi vagal yang hipotensi orthostatik, aritmia kardiak,
iskemia miokardial, hipoksia atau hipoglikemia. ± dan dapat memuncak sampai kehilangan
kesadaran. (Sincope, lihat bab 8).

    


  
Langkah pertama mendiferensial diagnosis vertigo adalah dengan melokalisasi proses
patologik pada perifer atau sentral vestibular pathway (gambar 3-1)
Lesi vestibular perifer mempengaruhi labirint telinga tengah atau divisi vestibular dari
nervus acustik (VIII). Lesi sentral mempengaruhi nuklei vestibular batang otak atau pada
hubungannya. Yang jarang, vertigo yang berasal dari kortikal, terjadi sebagai gejala yang
dihubungkan dengan kompleks serangan parsial.

c  


Karakteristik pasti vertigo, termasuk adanya beberapa abnormalitas yang berhubungan, dapat
membantu membedakan penyebab perifer dan sentral (tabel3-1)
1. Vertigo perifer cenderung intermitten, berakhir dalam periode singkat dan lebih
menghasilkan distress daripada vertigo yang asalnya sentral. Nistagmus (osilasi ritmik dari
bola mata) selalu dihubungkan dengan vertigo perifer; biasanya unidirectional dan tidak
pernah vertikal (lihat dibawah). Lesi perifer biasanya menghasilkan gejala-gejala tambahan
dari telinga tengah atau disfungsi nervus akustik, yaitu hearing loss dan tinitus.
2. Vertigo sentral dapat terjadi dengan atau tanpa nistagmus; jika ada nistagmus, lesi dapat
vertikal, unidirectional, atau multidirectional dan dapat berbeda pada karakter kedua mata.
(nistagmus vertikal adalah osilasi permukaan vertikal; yang dihasikkan oleh pandangan
keatas atau kebawah yang tidak penting pada tingkat vertikal). Lesi sentral dapat
menghasilkan tanda batang otak atau serebelar intrinsik, seperti defisit motorik atau sensorik,
hiperrefleksia, respon plantar extensor, dysarthria, atau ataxia tungkai atau lengan.

Ataksia adalah inkoordinasi atau clumsiness dari pegerakan yang tidak dihasilkan oleh
kelemahan muskular. Ataksia disebabkan oleh gangguan vestibular, serebelar atau sensorius
(proprioceptif). Ataksia dapat mempengaruhi pergerakan bola mata, kemampuan berbicara
(menghasilkan dysarthria), tungkai sebagian, trunkus, cara berdiri atau melangkah (tabel 3-2).

  


Ataksia vestibular dapat dihasilkan oleh lesi yang sama pada sentral dan perifer yang
menyebabkan vertigo. Nystagmus seringkali muncul dan secara khas unilateral dan paling
nyata pada pandangan menjauhi sisi vestibular yang terlibat. Disarthria tidak terjadi.
Ataksia vestibular tergantung gravitas: inkoordinasi tungkai yang terlibat tidak terlihat saat
pasien diperiksa pada posisi berbaring tengkurap tapi akan terlihat saat pasien mencoba untuk
berdiri atau berjalan.

   
Ataksia serebelar dihasilkan oleh lesi serebelum atau pada hubungan afferent atau efferent
dalam pedunkula serebelar, nukleus merah, pons atau medula spinalis (gambar 3-2). Oleh
karena hubungan persilangan antara korteks serebelar frontal dan serebelum, penyakit frontal
kadang-kadang juga mirip dengan gangguan hemisfer serebelar kontralateral. Manifestasi
klinik ataksia serebelar tediri dari iregularitas kecepatan, ritmik, amplitudo dan kekuatan
pergerakan volunter.

!" 
Ataksia serebelar biasanya dihubungkan dengan hipotonia, yang mengakibatkan penderita
kurang baik mempertahankan postur. Tungkai atau lengan biasanya mudah dirubah oleh
kekuatan yang relatif kecil dan saat berjabat tangan dengan pemeriksa, memperlihatkan
peningkatan jarak penyimpangan. Jarak ayunan lengan selama berjalan peningkatannya sama.
Refleks tendon terletak pada kualitas pendular, sehingga beberapa osilasi lengan atau tungkai
dapat terjadi sesudah refleks didapatkan, walaupun tidak ada peningkatan laju refleks. Saat
otot berkontraksi melawan tahanan yang kemudian dilepaskan, otot antagonis gagal untuk
menyesuaikan pergerakan dan kompensasi relaksasi otot yang tidak terjadi pada waktunya.
Ini menghasilkan rebound movement dari tungkai atau lengan.

   


Sebagai tambahan untuk hipotonia, ataksia serebelar dihubungkan dengan inkoordinasi
pergerakan volunter. Pergerakan sederhana onsetnya terlambat, dan laju akselerasi dan
deselerasinya menurun. Laju ritme, amplitudo dan kekuatan pergerakan mengalami fluktuasi,
mengasilkan sentakan-sentakan. Oleh karena iregularitas ini paling menonjol selama awal
dan akhir pergerakan, menghasilkan manifestasi klinik yang paling nyata termasuk dysmetria
terminal, atau µmelampaui,¶ saat tungkai atau lengan mengarah langsung pada target, dan
intention tremor saat tungkai atau lengan mencapai target. Kompleks pergerakan lebih
cenderung asinergia. Pergerakan yang melibatkan perubahan cepat dalam arah atau
kompleksitas fisiologis yang lebih besar, seperti berjalan, paling berat dipengaruhi.

C!      # 


Oleh karena serebelum memiliki peran yang menonjol pada kontrol pergerakan mata,
abnormalitas okular sering merupakan akibat dari penyakit serebelar. Ini termasuk nistagmus
dan hubungan osilasi okular, parese tatapan, dan saccadic yang kurang baik dan gerakan-
gerakan mencari.
$   "    
Berbagai daerah anatomi serebelum (gambar 3-3), secara fungsional berbeda, dihubungkan
dengan organisasi somatotropik motorik, sensorik visual dan koneksi auditoriusnya (ganbar
3-4).
Lesi midline ± zona tengah serebelum ± vermis dan lobus flocculonodular dan hubungan
nuklei subkortikalnya (fastigial) ± terlibat dalam kontrol dan fungsi aksial, termasuk
pergerakan mata, postur kepala dan trunkus, cara berdiri, dan melangkah. Penyakit midline
serebral menghasilkan sindrom klinik yang dikarakteristik oleh nistagmus dan gangguan lain
dari motilitas okular, osilasi kepala dan trunkus (titubasi), instabilitas sikap berdiri, dan gait
ataksia (tabel 3-3). Keterlibatan selektif dari vermis serebelar superior, seperti yang biasa
terjadi pada degenerasi serebral alkoholik menghasilkan semata-mata atau ataksi primer gait,
seperti yang dapat diprediksi melalui peta somatotropik dari serebelum (lihat gambar 3-4).
Lesi-lesi hemisfer ± zona-zona lateral dari serebelum (hemisfer serebelum) membantu untuk
pergerakan koordinasi dan mempertahankan irama pada lengan atau tungkai ipsilateral.
Hemisfer juga memiliki peranan dalam regulasi tatapan ipsilateral. Gangguan yang
mempengaruhi hemisfer serebelar yang menyebabkan hemiataksia ipsilateral dan hipotonia
dari tungkai atau lengan, seperti juga nistagmus dan transient ipsilateral gaze (tatapan) paresis
(suatu ketidak mampuan untuk melihat secara volunter kearah sisi yang dipengaruhi).
Dysarthria dapat juga terjadi dengan lesi-lesi paramedian pada hemisfer serebelar kiri.
Penyakit diffus ± beberapa gangguan serebelar ± toksik khas, metabolik, dan kondisi
degeneratif ± mempengaruhi serebelum secara difus. Gambaran klinik seperti pada keadaan
kombinasi gambaran penyakit hemisfer midline dan bilateral.

  


Ataksia sensorius dihasilkan dari gangguan yang mempengaruhi proprioceptif pathway dalam
nevus sensorius perifer, sensory root, kolumna posterior medula spinalis, atau lemnisci
medial. Lesi talamus dan lobus parietal merupakan penyebab jarang dari hemiataksia
sensorius kontralateral. Sensasi posisi sendi dan pergerakan (kinesthesis) mula-mula pada
korpuskulae pacinin dan nevus unencapsulat berakhir pada sendi kapsul, ligamen-ligamen,
otot dan periosteum. Sensasi ditransmisikan lewat serat mielin yang tebal, suatu serat yang
primernya merupakan neuron afferent, yang masuk dorsal horn medula spinalis dan naik
tanpa melewati kolumna posterior (gambar 3-5). Informasi proprioceptif dari tungkai
disampaikan secara medial pada fasikulus gracilis, dan informasi dari lengan disampaikan
secara lateral yang terletak fasikulus kutaneus. Traktus ini bersinap pada neuron sensorius
urutan kedua dalam nukleus gracilis dan nukleus kutaneus pada medula bawah. Second-order
neuron berdekusasi sebagai serat arkuata internal dan ascenden pada lemnikus medial
kontralateral. Mereka berakhir pada nukleus ventral posterior dari thalamus, dari sini, neuron
sensorius third-order berlanjut ke korteks parietal.
Ataksia sensorius polineuropathy atau lesi-lesi kolumna posterior secara khas
mempengaruhi langkah dan tungkai secara simetrik; lengan terlibat sedikit luas atau meluas
secara menyeluruh. Pemeriksaan menunjukkan gangguan sensasi posisi sendi dan
pergerakan yang dipengaruhi oleh tungkai atau lengan, dan rasa vibrasi biasa juga terganggu.
Vertigo nistagmus, dan disarthria yang khas tidak ada.

RIWAYAT
c   $ 
 
Vertigo sebenarnya harus dapat dibedakan dari light-headed atau sensasi presyncopal.
Vertigo secara khas dideskripsikan sebagai rasa berputar, rotasi atau pergerakan, tapi saat
dideskripsikan menjadi samar, pasien harus ditanyai secara spesifik jika gejala yang ada
berhubungan dengan rasa pergerakan. Keadaan seputar gejala-gejala yang terjadi dapat
membantu secara diagnosis. Vertigo sering timbul dengan perubahan posisi kepala. Gejala-
gejala yang terjadi sering timbul sesudah prolonge recumbency adalah gambaran yang sering
terjadi pada hipotensi ortostatik, dan dizzines nonvertigo dihubungkan dengan vertigo
sebenarnya. Jika masalah sudah diidentifikasi sebagai vertigo, gejala-gejala yang
berhubungan dapat membantu melokalisasi sisi yang terlibat. Keluhan hearing loss atau
tinitus kuat, diduga adanya gangguan dari aparatus vestibular perifer (labirin atau nervus
akustik). Disartria, disphagia, diplopia atau kelemahan fokal atau sensory loss yang
mempengaruhi wajah atau tungkai menunjukkan kemungkinan lesi sentral (batang otak).

 
Ataksia dihubungkan dengan vertigo diduga terjadi kerusakan pada vestibular, apakah ada
numbness atau tingling pada tungkai, sering terjadi pada pasien dengan ataksia sensorius.
Oleh karena defisit proprioceptif dapat mengalami perluasan, dikompensasi melalui isyarat
sensorius, pasien dengan ataksia sensorius dapat mengeluhkan bahwa keseimbangan mereka
terganggu saat mereka melihat kaki mereka saat berjalan atau saat menggunakan tongkat.
Mereka juga menemukan bahwa mereka tidak stabil dalam keadaan gelap dan dapat
mengalami kesulitan khusus dalam menaiki tangga.

%      & 


Menentukan waktu terjadinya gangguan dapat menduga penyebabnya. Onset tiba-tiba ketidak
seimbangan terjadi pada infark dan hemoragik batang otak atau serebelum (misalnya,
sindrome medulari lateral, hemoragik atau infark serebelar). Episodik disequilibrium dari
onset akut diduga transient ischemik attack pada distribusi arteri basiler, benigna positional
vertigo, atau Menieres¶s disesae. Ketidak seimbangan dari transient ischemik attack yang
biasanya bersamaan dengan defisit nervus kranial, tanda neurologik pada tungkai, atau
keduanya. Meniere disease biasanya dihubungkan dengan progresive hearing loss dan tinitus
demikian juga vertigo.
Kronik, ketidak seimbangan progresif dalam jangka waktu beberapa minggu atau bulan
paling sering diduga oleh karena toksik atau gangguan nutrisi (misalnya, defisiensi vitamin
B12 atau vitamin E, paparan nitrik oksida). Perkembangan yang melebihi beberapa bulan-
tahun dikarakteristik oleh degenerasi spinocerebelar yang diturunkan.

'&( 
Riwayat medis harus diteliti untuk menemukan fakta penyakit yang mempengaruhi sensory
pathway (defisiensi vitamin B12, syphilis) atau serebelum (hypothyroidisme, syndrome
paraneoplastik, tumor) dan obat yang menghasilkan ketidak seimbangan dengan merusak
vestibular atau fungsi serebelar (ethanol, obat sedatif, phenytoin, antibiotik aminoglikosida,
quinin, salisilat).

'&(  
Gangguan herediter degeneratif dapat menyebabkan ataksia serebelar progresif. Sebagai
gangguan yang melibatkan degenerasi spinocerebelar, Friedreich¶s ataksia, ataksia-
telangiektasi, dan Wilson¶s disease.

' )
Berbagai gambaran dari pemeriksaan fisik umum dapat menyediakan petunjuk apa yang
mendasari penyakit ini. Hipotensi ortostatik dihubungkan dengan gangguan sensorius khusus
yang menghasilkan ataksia ± yaitu, tabes dorsalis, polyneuropathy ± dan dengan beberapa
kasus degenerasi spinoserebelar. Kulit dapat memperlihatkan telangiektasi okulokutaneus
(ataksia-telangiektasi), atau kulit dapat terlihat kering, dengan rambut yang rapuh
(hypothyroidisme) atau terlihat berwarna kuning seperti lemon (defisiensi vitamin B).
Pigmentasi kornea (Kayser-Fleischer) ring terlihat pada Wilson¶s disease (lihat bab 7).
Abnormalitas skeletal dapat muncul. Kyphoscoliosis adalah tanda khas pada ataksia
Friedreich¶s disease; sendi hipertrofi atau hiperekstensibel biasanya pada tabes dorsalis dan
pes cavus merupakan gambaran nyata neuropathi herediter. Abnormalitas pada junction
craniocervical dapat dihubungkan dengan malformasi Arnold-Chiari atau abnormalitas
kongenital lain yang melibatkan fossa posterior.

' '%*%c

    


Suatu keadan konfusional akut dengan ataksia merupakan ciri khas intoksikasi etanol atau
obat sedatif danWernicke¶s encephalopathy.
Demensia dengan ataksia serebelar terlihat pada penyakit Wilson, Creutsfel-Jacobs disease,
hipotiroidisme, sindrome paraneoplastik dan beberapa degenerasi spinocerebelar. Demensia
dengan ataksia sensorius diduga disebabkan oleh taboparesis syphilistik atau defisiensi
vitamin B12.
Korsakiff¶s disease syndrome dan ataksia serebelar dihubungkan dengan alkoholisme kronik.

     +
Observasi berdiri dan melangkah sangat membantu dalam membedakan antara serebelar,
vestibular dan ataksia sensorius. Pada beberapa pasien ataksia, berdiri dan melangkah dengan
dasar melebar dan tidak stabil, sering dihubungkan dengan pergerakan terhuyung-huyung
atau tiba-tiba.

A. Berdiri
Pasien ataksia yang diminta berdiri dengan kedua kaki bersamaan dapat memperlihatkan
keengganan atau ketidak mampuan untuk melakukannya. Dengan desakan persisten, pasien
secara berangsur-angsur bergerak dengan kaki saling medekat tapi akan meninggalkan ruang
antar keduanya. Pasien dengan ataksia sensorik dan beberapa dengan ataksia vesetibular,
meskipun pada akhirnya mampu untuk berdiri dengan kedua kakinya, kompensasi terhadap
kehilangan satu sumber input sensorius (proprioceptif atau labyrintin) dengan yang
mekanisme lain (yaitu visual). Kompensasi ini diperlihatkan pada saat pasien menutup mata,
mengeliminasi isyarat visual. Dengan gangguan sensorius atau vestibular, keadaan tidak
stabil meningkat dan dapat mengakibatkan pasien jatuh (tanda Romberg). Dengan lesi
vestibular, kecenderungan untuk jatuh kesisi lesi. Pasien dengan ataksi serebelar tidak
mampu mengadakan kompensasi terhadap defisit dengan menggunakan input visual dan
ketidak mampuan pada tungkai mereka apakah pada saat mata tertutup ataupun terbuka.

B. Melangkah
Langkah terlihat dalam ataksia serebelar dengan dasar-luas, sering dengan keadaan
terhuyung-huyung dan dapat diduga sedang mabuk. Osilasi kepala dan trunkus (titubasi)
dapat juga ada. Jika lesi hemisfer serebelar unilateral yang bertanggung jawab, maka
kecenderungan yang terjadi adalah deviasi kearah sisi lesi saat pasien mencoba untuk berjalan
pada garis lurus atau lingkaran atau berbaris pada tempat dengan mata tertutup. Langkah
tandem (tumit ke jari kaki).
Pada ataksia sensorius langkah juga dengan dasar-lebar dan langkah tandem rendah. Sebagai
tambahan, saat berjalan khas dikarakteristik oleh mengangkat kaki tinggi dari tanah dan
membanting kebawah dengan kuat (steppage gait) karena kerusakan proprioceptif. Stabilitas
dapat diperbaiki secara dramatikal dengan membiarkan pasien menggunakan tongkat atau
sedikit mengistirahatkan tangan pada lengan pemeriksa untuk sokongan. Jika pasien dapat
berjalan dalam gelap atau dengan mata tertutup, gait lebih banyak lagi dipengaruhi.
Gait ataksia dapat juga menjadi manifestasi dari gangguan konversi (gangguan konversi
dengan gejala motorik atau difisit) atau malinggering. Membedakannya sangat sulit, isolasi
gait ataksia tanpa ataksia dari tungkai pasien dapat dihasilkan oleh penyakit yang
mempengaruhi vermis serebelar superior. Observasi yang sangat membantu dalam
mengidentifikasi fakta gait ataksia yang dapat menyebabkan ketidak stabilan pada pasien
dengan langkah terhuyung-huyung, dapat mengalami perbaikan dalam kemampuan mereka
tanpa jatuh. Perbaikan keseimbangan dari posisi yang tidak stabil, membutuhkan fungsi
keseimbangan yang sempurna.
Nervus Oculomotor (III), Trochlearis (IV), Abducent (VI), & Acustic (VIII)
Abnormalitas fungsi saraf okular dan vestibular secara khas muncul pada penyakit vestibular
dan sering bersamaan dengan lesi serebelum. (Pemeriksaan nervus kranial III, IV dan VI
akan didiskusikan lebih detail pada bab 5).


  
Mata diperiksa pada posisi primer dari pandangan (melihat secara langsung ke depan) untuk
mendeteksi ketidak sejajaran bidang horisontal atau vertikal.

(   
    
Pasien disuruh untuk mengikuti dengan mata setiap petunjuk utama untuk pandangan (kiri,
atas dan kiri, kebawah dan kiri, kanan, atas dan kanan, bawah dan kanan; lihat bab 5), untuk
menentukan apakah ada paresis pandangan (rusaknya kemampuan untuk menggerakkan 2
mata secara koordinat pada beberapa petunjuk utama pandangan) atau pandangan yang
menimbulkan nistagmus jika ada. Nistagmus ± suatu osilasi abnormalitas involunter dari
mata ± dikarakteristik dalam istilah posisi-posisi pandangan dimana nistagmus terjadi,
amplitudonya, dan arah fase cepat. Pendular nystagmus memiliki kecepatan yang sama pada
kedua arah pergerakan bola mata; jerk nystagmus dikarakteristik oleh kedua fase, cepat
(induksi vestibular) dan lambat (kortikal). Arah jerk nystagmus didefinisikan sebagai arah
komponen cepat. Pergerakan-pergerakan volunter mata yang cepat (saccades) diperoleh
melalui perubahan pandangan pasien yang cepat dari satu target ke tempat lain dalam bagian
berbeda dari lapangan pandang. Pergerakan volunter mata yang lambat (pursuit) dinilai
dengan pergerakan mata pasien mengikuti target yang bergerak lambat seperti jari pemeriksa.
Gangguan vestibular perifer menghasilkan unidirectional horizontal jerk nystagmus yang
maksimal pada pandangan meninggalkan sisi yang terlibat. Gangguan vestibular sentral dapat
menyebabkan unidirectional atau bidirectional horizontal nystagmus, atau paresis pandangan.
Lesi serebelar dihubungkan dengan jarak lebar dari abnormalitas okular, termasuk parese
pandangan, saccade defective atau pursuit, nystagmus pada beberapa atau seluruh arah, dan
diysmetria okular (melampaui target visual selama pergerakan mata saccadic).
Nystagmus pendular biasanya diakibatkan oleh gangguan visual yang dimulai pada masa
pertumbuhan.

,
 
Persiapan pemeriksaan nervus akustik (VIII) termasuk inspeksi ototscopic canal auditorius
dan membran timpany, penilaian ketajaman pendengaran tiap telinga, dan tes Weber dan
Rinne dilakukan dengan garpu tala 256 Hz.
Pada tes Weber, unilateral sensorius hearing loss (dari lesi koklea atau nervus koklea)
menyebabkan pasien menerima bunyi yang dihasilkan oleh vibrasi garpu tala yang
ditempatkan pada verteks tengkorak seperti datang dari telinga normal dengan gangguan
konduksi (telinga luar atau tengah), bunyi terlokalisasi pada telinga abnormal.
Tes Rinne juga dapat membedakan defek antara sensorineural atau konduktif pada telinga.
Konduksi udara (dites dengan menempatkan garpu tala yang sudah divibrasi selanjutnya pada
canal auditorius eksternal) secara normal akan menghasilkan bunyi yang lebih keras daripada
konduksi tulang (dites dengan menempatkan dasar garpu tala pada tulang mastoid). Pola ini
juga terjadi dengan lesi nervus akustik tapi kebalikannya terjadi pada tuli konduksi (tabel 3-
4).

$ "
Saat pasien menunjukkan bahwa vertigo terjadi dengan perubahan posisi, manuver Nylen-
Bárány atau Dix-Hallpike (gambar 3-6) digunakan untuk mencoba memancarkan kembali
keadaan sekitar. Kepala diputar ke kanan, dengan cepat direndahkan 30 derajat horisontal
kebawah sambil pandangan dipertahankan pada sisi kanan. Proses ini diulangi dengan kepala
dan mata dibelokkan ke kiri dan kemudian diluruskan kedepan. Mata diobservasi untuk
terjadinya nystagmus, dan pasien ditanyai untuk mencatat onset, severitas dan berhentinya
vertigo.
Nystagmus posisi dan vertigo biasanya dihubungkan dengan lesi vestibular perifer dan
paling sering gambaran vertigo positional benign. Ini adalah karateristik khas distress berat,
latency beberapa detik antara asumsi posisi dan onset vertigo dan nystagmus, tendensi respon
untuk remisi spontan (fatigue) saat posisi dipertahankan, dan pelemahan dari respon
(habituasi) sebagai posisi yang terganggu diperkirakan secara berulang (tabel 3-5). Vertigo
posisi dapat juga terjadi pada penyakit vestibular sentral.

$ 
Gangguan pada vestibular pathway dapat dideteksi dengan tes kalori. Pasien ditempatkan
supine dengan kepala elevasi 30 derajat untuk membuat kanal semisirkular lateral pada posisi
tegak lurus. Tiap kanal telinga diirigasi dengan air dingin (33 0 C) atau hangat (440C) dalam
40 detik, dengan sedikitnya 5 menit antara tes. Air hangat cenderung menghasilkan ketidak
nyamanan yang kurang dibandingkan dengan air dingin. Peringatan: tes kalori harus
didahului oleh pemeriksaan otoskopik dengan teliti, dan tidak dapat dikerjakan jika membran
timpani mengalami perforasi.
Pada pasien normal yang bangun, stimulasi kalori air-dingin menghasilkan nystagmus dengan
fase lambat kearah telinga yang diirigasi dan fase lambat menjauhi. Irigasi air hangat
mengasilkan respon yang sebaliknya.
Pada pasien dengan labirintin unilateral, nervus vestibular, atau disfungsi nuklear vestibular,
irigasi sisi yang dipengaruhi gagal untuk menyebabkan nystagmus atau memperoleh
nystagmus pada onset berikutnya atau durasinya singkat dibanding sisi normal.

   * 
Papiledema dihubungkan dengan disequilibrium diduga suatu massa lesi intrakranial,
biasanya pada fossa posterior, yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Neuropathy optik dapat terlihat pada multiple sclerosis, neurosyphilis, atau defisiensi vitamin
B12. Depresi refleks kornea atau facial palsy ipsilateral pada lesi (dan ataksia) dapat
menyertai tumor sudut serebellopontine. Kelemahan lidah atau palatum, suara parau, atau
disphagia dihasilkan dari penyakit batang otak bawah.

 
Pemeriksaan fungsi motorik pada pasien dengan ganguan keseimbangan akan membedakan
pola dan berat ringannya ataksia dan menyingkapkan keterlibatan piramidal, extrapiramidal
atau nervus perifer yang dapat diduga sebagai penyebab. Gambaran klinik membantu
membedakan penyakit serebelar dari penyakit yang melibatkan sistem motorik yang lain,
diringkaskan pada tabel 3-6.

        


Penilaian tonus otot seperti yang didiskusikan pada bab 6. Stabilitas trunkus dinilai pada
pasien dengan posisi duduk, dan masing-masing tungkai diperiksa.
Pergerakan lengan pasien diobservasi dengan meletakkan jari pasien didepan hidung atau
dagu dan menggerakkan kedepan dan kebelakang dan jari pemeriksa. Pada serebelar ataksia
ringan, intensional tremor secara khas terlihat pada permulaan dan akhir setiap gerakan, dan
pasien dapat melampaui target.
Saat pasien diminta untuk menaikkan lengan dengan cepat agar lebih tinggi, - atau saat
lengan memanjang dan menjulur di depan pasien, dan dipindahkan dengan kekuatan tiba-tiba
± akan terjadi overshoot (melampaui target) atau rebound. Gangguan pada kemampuan untuk
mengecek kekuatan kontraksi muskular dapat juga diperlihatkan melalui pasien dengan tiba-
tiba melenturkan lengan pada siku melawan tahanan ± dan kemudian kekuatan yang
diberikan pada lengan dihentikan tiba-tiba. Jika pada tungkai ataksia, akan melanjutkan
kontraksi tanpa tahanan, dan dapat menyebabkan tangan menampar bahu atau wajah pasien.
Ataksia pada tungkai dapat diuji pada posisi supine dengan menaikkan dan menurunkan tumit
kaki secara halus.
Ataksia dari beberapa tungkai memberikan refleksi iregularitas pada laju, ritme, amplitudo
dan kekuatan.
Hipotonia dikarakteristik oleh gangguan serebelar; dengan lesi hemisfer serebelar unilateral,
tungkai ipsilateral hipotonik.
Hipertonia ekstrapiramidal (rigiditas) terjadi pada ataksia serebelar penyakit Wilson,
degenerasi hepatocerebelar didapat, Creutzfeldt-Jacob disease, dan tipe-tipe tertentu dari
degenerasi olivopontocerebellar.
Ataksia degnan spastisitas dapat terlihat pada multiple sclerosis, tumor fossa posterior atau
anomali kongenital, iskemia atau infark vertebrobasiler, degenerasi olivopontocerebellar,
Friedreich¶s dan ataksia herediter lain, neurosyphilis, Creutzfeldt-Jacob disease dan
devisiensi vitamin B12.

  +
Pola beberapa kelemahan dapat diperiksa. Kelemahan neuropatik distal dapat disebabkan
oleh gangguan yang menghasilkan ataksia sensorius, seperti polyneuropathy dan ataksia
Friedreich. Paraparesis dapat terjadi bersamaan pada ataksia dengan defisiensi vitamin B12,
multiple sclerosis, lesi foramen magnum, atau tumor medula spinalis. Ataksia quadriparesis,
hemiataxia dengan hemiparesis kontralateral, atau hemiparesis ataksik diduga karena adanya
lesi pada batang otak.

,  "      


Asterixis dapat terjadi pada ensephalophaty hepatik, degenerasi hepatoserebelar didapat, atau
ensephalopathy metabolik lain. Myoclonus dapat terjadi pada kondisi yang sama dengan
asterixis dan merupakan manifestasi yang menonjol dari penyakit Creutzfeldt-Jacob. Chorea
dapat dihubungkan dengan tanda serebelar Wilson¶s disease, degenerasi hepatoserebral
didapat, atau ataksia telangiektasia.

   


'" 
Pada pasien dengan ataksia sensorius, posisi rasa sendi selalu terganggu pada tungkai dan
dapat kerusakannya juga sama pada lengan. Test diselesaikan dengan meminta pasien untuk
menemukan pergerakan pasif dari sendi, mulai secara distal dan bergerak ke proksimal, untuk
menetapkan defisit level atas tiap tungkai. Abnormalitas rasa posisi dapat juga diperlihatkan
dengan menempatkan satu tungkai dan mata pasien ditutup, tempatkan tungkai yang satunya
pada posisi yang sama.

'
Persepsi sensasi rasa vibrasi sering terganggu pada pasien dengan ataksia sensorius. Pasien
diminta untuk mendeteksi vibrasi garpu tala dengan frekuensi 128 Hz pada penonjolan
tulang. Sekali lagi, secara berurutan sisi yang lebih proksimal dites untuk menentukan level
defisit atas masing-masing tungkai atau daripada trunkus. Ambang pasien untuk
mengapresiasikan vibrasi dibandingkan dengan kemampuan pemeriksa sendiri untuk
mendeteksi getaran pada tangan dengan garpu tala.

'    


Refleks tendon secara khasnya hipoaktif, dengan kualitas pendular, pada gangguan serebellar;
lesi serebelar unilateral menghasilkan hiporefleksia ipsilateral. Hiporefleksia tungkai adalah
manifestasi yang menonjol pada friedreich¶s ataksia, tabes dorsalis, dan polyneuropathy yang
menyebabkan ataksia sensorius. Refleks hiperaktif dan respon plantar ekstensor dapat
bersamaan dengan ataksia disebabkan oleh multiple sclerosis, defisiensi vitamin B12, lesi
batang otak fokal, dan degenerasi olivopontocerebellar atau spinocerebellar khusus.

$
*$ 

   +
Pemeriksaan darah dapat menyingkapkan abnormalitas hematologik yang dihubungkan
dengan defisiensi vitamin B12, penurunan level hormon tiroid pada hipotiroidisme,
peningkatan enzim hepatik dan rendahnya ceruloplasmin dan konsentrasi copper pada
Wilson¶s disease, defisiensi immunoglobulin dan elevasi Į-fetoprotein pada ataksia
telangiektasi, antibodi terhadap antigen sel Purkinje pada degenerasi serebelar paraneoplatik,
atau abnormalitas genetik dihubungkan dengan degenerasi spinoserebelar herediter.

  #   " 


Cairan serebrospinal (CSF) memperlihatkan elevasi protein pada sudut tumor
cerebellopontine (misalnya, neuroma akustik), tumor batang otak atau medula spinalis,
hipotiroidisme, dan beberapa polineuropathy. Peningkatan protein dengan pleocytosis
biasanya ditemukan dengan infeksi atau ensefalitis parainfeksious, degenerasi paraneoplastik
serebelar, dan neurosyphilis. Walaupun tekanan elevasi dan darah CSF sebagai ciri cerebral
hemoragik, punksi lumbal adalah kontraindikasi jika diduga terdapat perdarahan serebelar.
CSF VDRL reaktif pada tabes dorsalis, dan oligoclonal imunoglobulin G (IgG) band dapat
terlihat pada multiple sclerosis atau gangguan inflamasi lain.

 
CT scan berguna untuk memperlihatkan tumor fossa posterior atau malformasi, infark atau
perdarahan serebelar, dan atrofi serebelar yang dihubungkan dengan gangguan degeneratif.
MRI menyediakan visualisasi yang lebih baik dari lesi fossa posterior, termasuk
serebelopontine angle tumor, dan superior CT scan untuk mendeteksi lesi dari multiple
sklerosis.

$   " 


Tes bangkitan potensial, khususnya optik pathway (potensial bangkitan visual), dapat
membantu mengevaluasi pasien dengan dugaan multiple sclerosis. Bangkitan auditorius
batang otak dapat abnormal pada pasien dengan cerebellopontine angle tumor walaupun
dengan CT scan tidak memperlihatkan adanya abnormalitas.

-(     #+# 


X-ray dada atau echocardiogram dapat memperlihatkan adanya cardiomiopathy dihubungkan
dengan ataksia Friedreich. X-ray dada dapat juga memperlihatkan adanya tumor paru pada
degenerasi cerebelar paraneoplastik.

 +  
Pada gangguan vestibuler, tiga penelitian khusus dapat membantu
  (
Audiometri digunakan bila gangguan vestibular dihubungkan dengan kerusakan auditorius;
audiometri dapat membedakan konduktif, labirintin, nervus akustik, dan penyakit batang
otak.
Tes-tes pure tone hearing abnormal saat bunyi ditransmisikan melalui udara dengan tuli
konduksi dan saat ditransmisikan melalui udara ataupun tulang dengan gangguan labyrintine
atau nervus akustik.
Diskriminasi suara adalah tanda kerusakan yang ditimbulkan oleh lesi nervus akustik, dan
kerusakan kurang dengan gangguan labirin. Diskriminasi suara normal pada keterlibatan
konduktif atau batang otak.

 # ("+(.c/


Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengkarakteristik nystagmus, termasuk untuk
memperoleh stimulasi kalori.

, ( #' " 


Tes ini dapat melokalisir gangguan vestibular dan gambarannya sangat membantu dalam
mendiferensial diagnosis, seperti yang diuraikan pada tabel 3-7.
'$c%
%0 
Vertigo posisi terjadi pada posisi kepala yang khusus. Vertigo posisi biasanya dihubungkan
dengan lesi vestibular perifer ataupun sebagai akibat penyakit sentral (batang otak atau
serebelar).
Vertigo posisi jinak paling sering disebabkan oleh vertigo yang asalnya perifer, kira-kira 30
% kasus. Yang paling sering diidentifikasi adalah karena trauma kepala, namun dalam
beberapa hal, penyebabnya tidak dapat ditentukan. Dasar fisiologis vertigo posisi jinak adalah
melalui canalolilthiasis ± stimulasi kanal semisirkular oleh debris yang mengapung dalam
endolimph.
Sindrome dikarakteristik oleh episode singkat (detik sampai menit) dari vertigo berat yang
dapat bersamaan dengan nausea dan vomiting. Gejala-gejala dapat terjadi pada beberapa
perubahan posisi kepala tapi biasanya paling berat pada posisi dekubitus lateral dengan
dipengaruhi oleh posisi telinga rendah. Episodik vertigo secara berlanjut dalam beberapa
minggu dan kemudian menghilang dengan spontan; pada beberapa kasus vertigo dapat
rekuren. Kehilangan pendengaran bukan suatu gambaran.
Penyebab perifer dan sentral vertigo posisi biasanya dapat dibedakan pada pemeriksaan fisik
dengan menggunakan manuever Nylen-Bárány atau Dix-Hallpike (telah didiskusikan
sebelumnya; lihat gambar 3-6). Nystagmus posisi selalu bersamaan dengan vertigo pada
gangguan ringan dan secara khas unidirectional, rotatory, dan onset yang lambat dalam
beberapa detik sesudah perubahan posisi kepala dengan cepat. Jika posisi dipertahankan,
nystagmus dan vertigo berubah dalam beberapa detik sampai menit. Jika manuever di ulangi
sempurna, respon melemah. Sebaliknya, vertigo posisi dengan asal sentral cenderung kurang
berat, dan nystagmus posisi mungkin tidak ada. Tidak ada latensi, fatique, atau habituasi pada
vertigo posisi sentral.
Arah utama penanganan pada banyak kasus vertigo posisi jinak dengan asal perifer
(canalolithiasis) adalah dengan menggunakan manuever positioning yang menggunakan
kekuatan gravitas untuk menghilangkan debris endolimfatik keluar dari kanal semisirkular
dan kedalam vestibula dan kemudian akan diabsorbsi. Pada manuver yang satu ini (gambar 3-
7), kepala miring 45 derajat dengan arah telinga yang dipengaruhi (ditentukan secara klinik,
seperti yang dideskripsikan diatas), dan pasien berbaring pada posisi supine, dengan kepala
(diputar 45 derajat) menggantung kebawah dari sudut meja periksa. kepala, tetap
menggantung kebawah, kemudian diputar 90 derajat pada posisi yang berlawanan, menjadi
45 derajat dari telinga lain. Selanjutnya, pasien berputar pada posisi decubitus lateral dengan
posisi kepala yang dipengaruhi berada diatas, dan kepala kemudian diputar 45 derajat kearah
telinga yang tidak dipengaruhi dan digantung kebawah. Akhirnya, pasien kembali ke posisi
prone dan duduk. Obat vestibulosuppresant (tabel 3-8) juga dapat digunakan pada periode
akut, dan rehabilitasi vestibular, yang memicu kompensasi disfungsi vestibular melalui
berkas sensorius lain yang dapat membantu.

' 
Meniere disease dikarakteristik oleh pengulangan episode vertigo dalam beberapa menit
sampai hari, bersamaan dengan tinitus dan progressive sensorineural hearing loss. Beberapa
kasus sporadik, tapi kejadian familial juga dapat ditemukan, dan dapat diantisipasi, untuk
serangan awal generasi. Beberapa kasus terlihat sebagai akibat mutasi dari gen cochlin pada
kromosom 14q12-13. Onset terjadi antara umur 20 tahun dan 50 tahun pada kira-kira 4/3
kasus, dan pria lebih banyak dibandingkan wanita. Penyebabnya akibat terjadi peningkatan
volume endolimfe labirin (endolimpatik hydrop), tapi mekanisme patogennya tidak diketahui.
Pada saat serangan pertama, pasien mulai dapat merasakan serangan tinitus, hearing loss dan
sensasi rasa penuh pada telinga. Serangan akut dikarakteristik oleh vertigo, nausea, dan
vomitus dan berulang pada interval-interval antara beberapa minggu sampai tahun.
Pendengaran memburuk dengan pola stepwise, terjadi bilateral, dilaporkan pada 10-70 %
pasien. Karena peningkatan hearing loss, vertigo cenderung kurang berat.
Pemeriksan fisik selama episode akut memperlihatkan spontaneous horizontal atau rotatory
nystagmus (atau keduanya) dapat berubah oleh arah. Walaupun nystagmus spontan khasnya
tidak muncul diatara serangan, tes kalori biasanya kerusakan fungsi vestibular dapat
ditemukan. Defisit pendengaran tidak selalu cukup terdeteksi saat perawatan. Audiometri
memperlihatkan pure-tone hearing loss frekuensi rendah, walaupun fluktuasi berat ringannya
sama dengan gangguan diskriminasi percakapan dan peningkatan sensitifitas suara keras.
Seperti yang telah dicatat, episode vertigo cenderung berlanjut sebagai hearing loss progress.
Penanganan dilakukan dengan pemberian diuretik, seperti hydrochlorothiazide dan
triamterene. Obat tercatat pada tabel 3- 8 dapat juga membantu selama serangan akut. Pada
kasus persisten, ketidak mampuan, kasus resisten obat, prosedur oprerasi seperti
endolymphatic shunting, labyrinthectomy, atau seksio nervus vestibular dapat membantu.

$ *%
$!1
')' $
Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan serangan spontan vertigo dari penyebab yang
tidak jelas yang berubah secara spontan dan ini tidak berhubungan dengan hearing loss atau
fakta adanya disfungsi sistem saraf pusat. Gangguan ini termasuk gangguan yang didiagnosa
sebagai labyrinthis akut atau vestibular neurotonitis, dimana didasarkan pada kesimpulan
lokasi mekanisme patologis.
Gangguan dikarakteristik oleh vertigo, nausea, dan vomiting pada onset akut, khas
menghilang sampai 2 minggu. Gejala dapat berulang dan berberapa derajat disfungsi
vestibular dapat permanen.
Selama serangan, pasien ± yang terlihat sakit ± akan berbaring pada sisi telinga yang
dipengaruhi dan enggan untuk menggerakkan kepalanya. Nystagmus dengan fase cepat
menghilang selalu ada pada telinga yang dipengaruhi. Respon vestibular terhadap tes kalori
kurang baik pada satu atau kedua telinga dengan frekuensi yang kira-kira sama. Ketajaman
pendengaran normal.
Vestibulopathy perifer akut harus dibedakan dari gangguan sentral yang dapat
menghasilkan vertigo akut, seperti stroke pada sirkulasi serebral posterior. Penyakit sentral
diduga oleh adanya nystagmus vertikal, perubahan kesadaran, defisit motorik atau sensorik,
atau dysarthria. Penanganan dengan menggunakan prednison dalam 10-14 hari berturut-turut,
20 mg oral 2 kali sehari, obat-obatan tercatat pada tabel 3-8.

%$%,*'%
Otosclerosis disebabkan oleh imobilitas dari stapes, tulang telinga yang mentransmisikan
getaran yang mengenai membran timpany ke telinga tengah. Tuli konduksi adalah gambaran
yang paling utama dari otosklerosis, selain itu juga biasa terjadi tuli sensorius dan vertigo.
Tinitus jarang terjadi. Gejala-gejala auditorius biasanya dimulai sebelum umur 30 tahun, dan
kejadian familial biasa terjadi.
Disfungsi vestibular sering ditunjukkan sebagai recurent episodic vertigo ± dengan atau
tanpa vertigo posisi ± dan dapat dirasakan ketidak seimbangan posisi. Gejala continous lebih
lanjut dapat terjadi, dan frekuensi dan severitas serangan dapat meningkat sepanjang waktu.
Abnormalitas vestibular pada pemeriksaan termasuk nystagmus spontaneus atau
nystagmus posisi pada tiper perifer dan melemahkan respon-respon kalorik, yang mana
biasanya unilateral.
Hearing loss selalu diperlihatkan dengan pemeriksaan audiometri. Hearing loss bisanya
dikarakteristik oleh campuran konduktif-sensorineural, dan terjadi bilateral pada kira-kira 2/3
pasien. pada pasien dengan vertigo episodik, progresif hearing loss, dan tinitus, otosclerosis
harus dibedakan dari Meniere disease. Otosclerosis (dari Meniere disease) diduga dengan
adanya riwayat keluarga, kecenderungan kearah serangan pada umur muda, dan adanya tuli
konduksi, atau kerusakan bilateral symetric auditory. Pemeriksaan imaging juga dapat
digunakan dalam mendiagnosis.
Penanganan dengan kombinasi sodium florida, kalsium glukonat dan vitamin D efektif.
Jika tidak, harus dipertimbangkan operasi stapedectomy.

$'  
*
Trauma kepala merupakan faktor yang sangat sering menyebabkan vertigo posisi benign.
Kerusakan pada labirin biasanya bertanggung jawab terhadap vertigo postraumatik; fraktur
dari tulang petrosal dapat merobek nervus akustik, dan menyebabkan vertigo dan hearing
loss. Hemotympanum atau otorrhe CSF diduga adanya fraktur.

$%',' **%
%$,' * '
Cerebellopontine angle adalah daerah triangular pada fossa posterior dibatasi oleh cerebelum,
pons lateral dan petrous ridge (gambar 3-8 ). Sejauh ini banyak tumor yang terjadi pada area
ini secara histologi neuroma akustik jinak (juga dengan istilah neurilemoma, neurimoma, atau
schwannoma), yang secara khas muncul dari sarung neurilemmal bagian vestibular nervus
akustik yang ada dalam kanal auditorius internal. Tumor yang jarang terjadi pada sisi ini
termasuk meningioma dan cholesteatoma primer (ciste epidermoid). Gejala dihasilkan oleh
penekanan atau perpindahan tempat nervus kranialis, batang otak dan cerebelum dan oleh
obstruksi aliran CSF. Karena secara anatominya berhubungan dengan nervus akustik (lihat
gambar 3-8), nervus trigeminal (V) dan fascial (VII) sering dipengaruhi.
Neuroma akustik terjadi lebih sering sebagai lesi terisolasi pada pasien umur 30-60 tahun,
tetapi mereka dapat juga mengalami manifestasi neurofibromatosis. Neurofibromatosis 1
(von Recklinghausen¶s disease) biasanya merupakan gangguan autosomal dominan
dihubungkan dengan mutasi gen neurofibromin pada kromosom 17q11.2. Sebagai tambahan
terhadap neuroma akustik unilateral, neurofibromatosis 1 dihubungkan dengan cafe-au-lait
spot pada kulit, neurofibroma kutaneus, bintik-bintik aksilarius atau inguinal, glioma optik,
hamartomas iris, dan lesi tulang displastik. Neurofibromatosis 2 adalah gangguan autosomal
dominan yang jarang, disebabkan oleh mutasi pada gen neurofibromin 2 pada kromosom
22q11.1-13.1. Penandanya adalah neuroma akustik bilateral, yang dapat bersamaan dengan
tumor-tumor lain pada sistem saraf sentral atau perifer, termasuk neurofibroma, meningioma,
glioma dan schwannoma.

Temuan-temuan klinik
A. Gejala dan tanda
Hearing loss dari serangan tiba-tiba adalah gejala awal yang biasa terjadi. Yang jarang,
pasien merasakan sakit kepala, vertigo, gait ataksia, nyeri fascial, tinitus, sensasi rasa penuh
pada telinga, atau kelemahan facial. Walaupun vertigo pada akhirnya akan terbentuk pada 20-
30% pasien, suatu rasa nonspesifik yaitu perasaan limbung biasa terjadi. Sebaliknya pada
Meniere disease, kecenderungannya lebih banyak pada gejala vestibular sedang sampai
menetap diantara serangan. Gejala-gejala dapat stabil atau berlanjut sangat lambat dalam
beberapa bulan atau tahun.
Hearing loss unilateral dari tipe sensorineural sering ditemukan pada pemeriksaan.
Abnormalitas lain yang biasa ditemukan adalah facial palsy ipsilateral, depresi atau hilangnya
refleks kornea, dan sensory loss seluruh wajah. Ataksia, nystagmus spontaneus, palsi nervus
kranial bawah yang lain, dan tanda-tanda penekanan intrakranial biasanya jarang terjadi.
Disfungsi vestibular unilateral biasanya dapat ditemukan dengan pemeriksaan tes kalorik.

B. Temuan Laboratorium
Audiometri menunjukkan pola defisit sensorineural dengan high-frequency pure-tone hearing
loss, poor speech discrimination, dan tanda tone decay. Protein CSF mengalami elevasi pada
kira-kira 70 % pasien, biasanya pada kisaran 50-200 mg/dL. Pemeriksaan radiologi paling
sering digunakan yaitu MRI pada cerebellopontine angle. Neuroma akustik kadang-kadang
menyebabkan abnormalitas auditorius batang otak menimbulkan potensial pada saat
pemeriksan radiologi tidak memperlihatkan adanya abnormalitas.

Differensial diagnosis
Neuroma akustik harus dibedakan dari tumor cerebellopontine angle lain, yang paling sering
meningioma dan cholesteatoma. Meningioma harus menjadi pertimbangan pada pasien yang
pada gejala awal menunjukkan lebih dari penyakit nervus akustik sendiri. Dugaan terjadi
kolesteatoma bila muncul gejala tuli konduksi, kelemahan facial awal, atau twiching facial,
dengan protein CSF normal. Karsinoma metastatik terlihat sebagai lesi pada cerebellopontine
angle.

Penanganan
Penanganan dengan eksisi operasi. Pada kasus yang tidak ditangani, komplikasi berat dapat
terjadi dari penekanan batang otak atau hidrosefalus.

$ *%
$!1$%-,
Beberapa obat dapat menyebabkan vertigo oleh efeknya pada sistem vestibular perifer.

2 +
Alkohol menyebabkan sindrome akut vertigo posisi karena perbedaan distribusi antara cupula
dan endolimfe telinga tengah. Alkohol awalnya bedifusi kedalam cupula, menurunkan
densitas relatif endolimfe. Oleh karena perubahan densitas ini menyebabkan apparatus
vestibular perifer sangat sensitif terhadap gravitasi dan juga posisi. Dengan berjalannya
waktu, alkohol juga berdifusi kedalam endolimfe, dan membuat densitas kupula dan
endolimfe menjadi sama, menurunkan sensitifitas gravitasi. Saat level alkohol darah
menurun, alkohol meninggalkan cupula sebelum alkohol meninggalkan endolymph. Ini
menimbulkan fase kedua sensitifitas gravitasi yang menetap sampai alkohol berdifusi keluar
dari endolymph juga.
Alkohol menginduksi vertigo posisi terjadi antara 2 jam sesudah minum etanol dalam
jumlah yang cukup untuk menghasilkan level darah meningkat 40 mg/dL. Dalam klinik
khasnya muncul vertigo dan nystagmus pada posisi terlentang lateral dan menonjol pada saat
mata ditutup. Gejala-gejala akan berakhir sampai 12 jam dan terdiri dari 2 fase gejala yang
dipisahkan oleh interval asimptomatik 1-2 jam. Tanda lain intoksikasi alkohol seperti
nystagmus spontan, dysarthria, dan gait ataxia, yang disebabkan oleh disfungsi cerebellar
primer.

3   
Antibiotik aminoglikosida dikenal luas sebagai ototoksin yang menghasilkan gejala
vestibular dan auditorius. Streptomicin, gentamicin, dan tobramycin adalah agent-agent yang
paling sering menyebabkan toksisitas vestibular, dan amikacin, kanamycin dan tobramycin
dihubungkan dengan hearing loss. Aminoglikoside terkonsentrasi pada perilymph dan
endolymph dan menggunakan efek ototoksiknya untuk merusak sensory hair cell. Resiko
ototoksik berhubungan dengan dosis obat, konsentrasi plasma, durasi terapi, kondisi-kondisi
seperti gagal ginjal yang mengganggu bersihan obat, disfungsi vestibular dan cochlear yang
sudah ada, dan pemberian bersama agent-agent ototoksik lain.
Gejala-gejala vertigo, nausea, vomiting, dan gait ataksia dapat mulai secara akut; temuan
fisik termasuk nystagmus spontan dan adanya tanda Romberg. Fase akut khas berakhir dalam
1-2 minggu dan diikuti oleh periode perbaikan gradual. Terapi aminoglycoside yang
memanjang atau berulang dapat dihubungkan dengan sindroma disfungsi vestibular kronik.

4
Salisilat, yang digunakan secara kronik dan pada dosis yang tinggi dapat menyebabkan
vertigo, tinnitus dan sensorineural hearing loss ± semua biasanya reversibel saat obat
dihentikan. Gejala-gejala terjadi dari kerusakan end-organ cochlear dan vestibular. Salisilat
kronik memberikan gejala khas; sakit kepala, tinitus, hearing loss, vertigo, nausea, vomiting,
rasa haus, hiperventilasi, dan kadang-kadang keadaan tidak sadar. Intoksikasi berat
dihubungkan dengan demam, skin rash, hemoragik, dehidrasi, seizure, psykosis, atau koma.
Temuan laboratorium khas adalah level plasma salicylat tinggi (kira-kira diatas 0,35 mg/mL)
dan bersamaan dengan asidosis metabolik dan alkalosis respiratorik.
Pengukuran untuk penanganan intoksikasi salisilat termasuk lavage lambung, pemberian
arang aktif, diuresis kuat, dialisis peritoneal atau hemodialisis dan hemoperfusi.
:5     5   
Quinin dan Quinidine dapat menyebabkan gejala cinchonism, yang menyerupai intoksikasi
salisilat dalam beberapa hal. Prinsip manifestasi adalah tinitus, gangguan pendengaran,
vertigo, gangguan visual (termasuk gangguan penglihatan warna), nausea, vomiting, nyeri
abdominal, hot flushes kulit, dan berkeringat. Demam, encephalopathy, koma, dan kematian
dapat terjadi pada kasus berat. Gejala-gejala terjadi apakah dengan overdosis atau reaksi
idiosynratic (biasanya ringan) pada pemberian quinine dosis tunggal kecil.

6,
 
Cis-Platinum merupakan obat antineoplastik yang dapat menyebabkan ototoksik pada kira-
kira 50 % pasien. Tinitus, hearing loss, dan disfungsi vestibular dapat terjadi dengan
akumulasi dosis 3-4 mg/kg; dapat bersifat reversibel dengan menghentikan penggunaan obat.

'%
$!1 ,$,
Keterlibatan nervus akustik oleh penyakit sistemik jarang menyebabkan vertigo. Meningitis
basiler dari bakteri, syphilitic, atau infeksi tuberkulosis atau sarcoidosis dapat memicu
penekanan nervus akustik dan nervus kranial, tapi hearing loss merupakan akibat yang sering
muncul dibandingkan dengan vertigo. Gangguan metabolik yang sering dihubungkan dengan
neuropathy akustik termasuk hipotiroidisme, diabetes dan Paget¶s disease.

c cc ,' * ' $ * '$' *


Beberapa kerusakan dapat menyebabkan disfungsi serebelar akut atau kronik (tabel 3-9).
Beberapa dari kondisi ini dapat juga dihubungkan dengan gangguan vestibular sentral,
khususnya encephalopathy Wernicke¶s, vertebrobasilar ischemia atau infark, multiple
sclerosis, dan tumor fossa posterior.

'   $
2 
Disfungsi pancerebellar dimanifestasikan oleh nystagmus, dysarthria, dan tungkai dan gait
ataksia, merupakan gambaran menonjol dari beberapa syndrome intoksikasi obat. Agent yang
dapat menghasilkan sindrome termasuk ethanol, hypnotic sedative (yaitu barbiturat,
benzodiazepin, meprobamate, ethchlorvynol, methaqualone), anticonvulsan (seperti
phenytoin), dan hallucinogenic (khususnya phenycylidine). Beratnya gejala berhubungan
dengan dosis; saat dosis terapeutik dari sedatif atau anticonvulsan biasanya menghasilkan
nystagmus, tanda serebellar lain menunjukkan adanya toksisitas.
Obat yang menginduksi ataksia serebelar sering dihubungkan dengan confusional state,
walaupun fungsi cognitif cenderung tahan terhadap intoksikasi phenytoin. Confusional state
yang diakibatkan oleh ethanol atau obat-obat sedativ dikarakteristik oleh somnolen,
sedangkan halusinogenik lebih sering dihubungkan dengan agitasi delirium. Pada banyak
kasus, penanganan umum cukup secara suportif. Gambaran khusus intoksikasi masing-
masing kelompok obat ini akan didiskusikan lebih mendetail pada bab 1.

37  # 8 # "+"+(


Wernicke¶s encephalopathy (lihat juga bab 1) adalah kerusakan akut dengan trias klinis;
ataksia, ophthalmoplegia, dan confusion. Wernicke¶s encephalopathy disebabkan oleh
defisiensi thiamin (Vitamin B1) dan paling sering pada alkoholik kronik, walaupun pada
beberapa kasus dapat disebabkan oleh malnutrisi. Bagian utama yang terlibat dalam proses
patologik adalah nuklei thalamik medial, mammillary bodies, periaquaductal dan nuklei
periventrikuler batang otak (khususnya nervus oculomotorius, abducen, dan akustik), dan
vermis cerebelar superior. Keterlibatan cerebelar dan vestibular memberikan kontribusi
terjadinya ataksia.
Efek ataksia terhadap gait secara primer atau eksklusif; tungkai sendiri hanya pada kira-
kira 1 dari 5 pasien, dan lengan 1 dari 10 pasien. Jarang Dysarthria. Temuan klasik lain
termasuk gejala amnestic atau keadaan confusional global, nystagmus horizontal atau
kombinasi horizontal-vertikal, palsy bilateral rektus lateral, tidak adanya ankle jerk. Tes
kalori menunjukkan disfungsi vestibular bilateral atau unilateral. Conjugate gaze palsy,
abnormalitas pupilarry, dan hipotermia dapat juga terjadi.
Diagnosis ditegakkan melalui respon terhadap pemberian thiamin, yang bisanya diberikan
pada initial dosis 100 mg intravena. Palsy ocular cenderung mengalami defisit lebih awal
sampai pulih dan secara khas mulai diantara beberapa jam. Ataksia, nystagmus, dan
confusion akut mulai sampai pulih diantara beberapa hari. Pemulihan dari palsy okular selalu
sempurna, tapi nystagmus horizontal dapat menetap.
Ataksia reversibel sempurna hanya pada kira-kira 40 % pasien; dimana gait akan kembali
normal dengan total, perbaikan secara khas membutuhkan beberapa minggu-bulan.

4  #+    


Transient ischemic attack dan stroke pada sistem vertebrobasilar sering dihubungkan
dengan ataksia atau vertigo.

Oklusi ateri auditorius internal


Vertigo dengan asal vestibular dengan hearing loss unilateral terjadi karena oklusi arteri
auditorius internal (gambar 3-9), yang mensuplay nervus akustik. Pembuluh darah ini bisa
berasal dari arteri basilar atau arteri anterior inferior cerebellar. Vertigo bisa bersamaan
dengan nystagmus, dengan fase cepat langsung dari sisi yang dipengaruhi. Hearing loss
unilateral dan sensorineural.

Infark medulary lateral


Infark medulary lateral menghasilkan Wallenbeg¶s syndrome (Gambar 3-10) dan paling
sering disebabkan oleh oklusi arteri vertebral proksimal. Manifestasi klinik bermacam-
macam, tergantung pada luasnya infark. Manifestasi klinik terdiri dari vertigo, nausea,
vomiting, dysphagia, suara serak dan nystagmus, sebagai tambahan untuk gejala syndrome
Horner ipsilateral, ataksia tungkai, kerusakan semua organ sensorius seluruh wajah, dan
hilangnya light touch dan rasa posisi pada tungkai. Juga terdapat kerusakan pada rasa tusuk
dan temperatur, terlihat pada tungkai kontralateral. Vertigo terjadi karena keterlibatan nuklei
vestibular dan hemiataksia karena keterlibatan pedunkula cerebelar inferior.

Infark serebelar
Serebelum disuplay oleh 3 arteri besar: serebellar superior, serebellar anterior inferior, dan
cerebellar posterior inferior. Daerah-daerah yang disuplay oleh masing-masing pembuluh
darah ini sangat variabel, dari satu individu ke individu yang lain dan antara kedua sisi
serebelum seperti yang ditunjukkan oleh pasien. cerebellar pedunkula superior, medial dan
inferior berturut-turut disuplai oleh arteri cerebellar superior, anterior inferior dan posterior
inferior.
Infark serebellar terjadi akibat oklusi arteri cerebellar (gambar 3-11); sindroma klinik yang
dihasilkan dapat dibedakan hanya melalui hubungannya dengan temuan batang otak. Pada
tiap-tiap kasus, tanda cerebellar termasuk ataksia tungkai ipsilateral dan hypotonia. Gejala
dan tanda lain seperti sakit kepala, nausea, vomiting, vertigo, nystagmus, dysarthria, palsy
okular atau pandangan, kelemahan facial atau sensory loss, dan hemiparesis kontralateral atau
defisit hemisensory bisa ada. Infark batang otak atau penekanan oleh edema cerebellar dapat
mengakibatkan koma dan kematian.
Diagnosis infark cerebellar dibuat berdasarkan pemeriksan CT scan, MRI, yang juga dapat
membedakan antara infark dan hemoragik; ini dapat diperoleh dengan cepat. Jika terjadi
kompresi batang otak, operasi dekompresi dan reseksi jaringan infark dapat menyelamatkan
hidup.

Infark midbrain paramedian


Infark midbrain paramedian disebabkan oleh oklusi cabang penetrasi paramedian arteri
basiler mempengaruhi ketiga serat saraf dan nukleus merah (gambar 3-12). Infark ini
menghasilan gambaran klinik (Benedict¶s syndrome) yang terdiri dari palsy rektus medial
ipsilateral dengan dilatasi pupil terfixasi dan ataksia lengan kontralateral (khas,
mempengaruhi hanya lengan). Tanda cerebellar terjadi karena keterlibatan red nukleus,
dimana menerima projeksi dari cerebellum pada lengan ascenden dari pedunkula cerebellar
superior.

:
 + #   
Banyak perdarahan cerebellar diakibatkan oleh penyakit hipertensi vaskuler; jarang
disebabkan antikoagulasi, malformasi arteri-vena, dyscrasia darah, tumor dan trauma.
Hemoragik cerebellar hipertensi biasanya berlaksi pada white matter dalam cerebellum dan
bisanya meluas kedalam ventrikel keempat.
Gambaran klinik klasik hypertensive cerebellar hemorrhage terdiri dari serangan sakit
kepala tiba-tiba, yang dapat bersama-sama dengan nausea, vomiting, dan vertigo, diikuti oleh
gait ataxia dan gangguan kesadaran, biasanya berlangsung dalam periode beberapa jam. Saat
anamnesa pasien dapat sadar penuh, kebingungan, atau comatose. Pada pasien yang sadar,
nausea dan vomiting biasanya menonjol. Tekanan darah meningkat dan rigiditas nuchal bisa
muncul. Pupil sering mengecil dan lembab reaktif. Palsy pandangan ipsilateral (dengan
pandangan selalu menjauhi sisi hemoragik) dan palsy facial perifer ipsilateral sering terjadi.
Pandangan satu arah tidak dapat berubah oleh tes kalori. Nystagmus dan depresi ipsilateral
dari refleks kornea dapat terjadi. Pasien, jika sadar, memperlihatkan ataksia saat berdiri dan
berjalan; ataxia tungkai jarang terjadi. Pada stadium akhir penekanan batang otak, kedua kaki
spastik dan respon plantar ekstensor dapat terlihat.
CSF kadang-kadang bercampur darah, tapi punksi lumbal harus dihindari jika diduga
terjadi perdarahan cerebellar, karena dapat menyebabkan sindroma herniasi.

6c    
Gangguan inflamasi akut pada cerebellum dimediasi oleh infeksi atau mekanisme imun
yang penting dan sering reversibel menyebabkan ataksia. Ataksia cerebellar disebabkan oleh
infeksi virus adalah satu manifestasi prinsipil dari ensefalitis St. Louis. AIDS dementia
complex dan meningoenchepalitis dihubungkan dengan varicella, mumps, poliomyelitis,
infeksi mononukleosis, dan choriomeningitis dapat juga menghasilkan gejala cerebellar.
Infeksi bakteri adalah penyebab yang jarang menyebabkan ataxia cerebellar; 10-20 % abses
otak yang berlokasi dalam cerebellum, ataksia dapat menjadi gambaran meningitis
haemophilus influenzae pada anak. Syndrome cerebellar telah dideskripsikan dalam
Legionnaire disease, biasanya tanpa fakta klinis meningitis.
Berbagai kondisi yang dapat terjadi mengikuti penyakit febril akut atau vaksinasi yang
menyebabkan ataksia cerebellar yang diasumsikan sebagai asal autoimmun.

Ataksia cerebellar akut pada anak-anak


Ataksia cerebellar akut pada anak adalah syndrome yang dikarakteristik oleh gait ataksia
berat yang biasanya pulih sempurna dalam beberapa bulan. Penyakit ini secara umum
didahului oleh infeksi virus akut atau inokulasi. Untuk mendiskusikan dengan penuh ataksia
cerebellar pada anak diluar lingkup bab ini.

Acute disseminated encephalopathy


Ini merupakan gangguan immune-mediated yang menyebabkan perubahan demielinisasi
dan inflamasi pada cerebellar white matter, menghasilkan ataksia yang sering dihubungkan
dengan gangguan kesadaran, seizure, tanda neurologik fokal, atau myelopathy.

Fisher Variant pada Guillain-Barré Syndrome


Ataksia cerebelar, ophtalmoplegia eksternal, dan arefleksia terdapat pada variant Guillain-
Barré Syndrom. Gejala terbentuk dalam beberapa hari. Ataksia primer mempengaruhi gait
dan trunkus, dengan sedikit keterlibatan individual tungkai; dysarthria jarang. Protein CSF
dapat mengalami elevasi. Insufisiensi respiratory terjadi tapi jarang, dan biasa terangkai
gradual dan sering pulih penuh sesudah beberapa minggu atau bulan. Ataksia yang muncul
mirip pada penyakit cerebellar, tapi belum dapat diketahui apakah muncul secara sentral atau
perifer.

c cc '%
2 " # 
Multiple sclerosis dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cerebellar, vestibular, atau
sensorius. Tanda cerebellar dihubungkan dengan demyelinisasi (plag) area dalam white
matter cerebellum, pedunckula cerebelar, atau batang otak. Gejala yang disebabkan multiple
sclerosis dapat mengalami remisi dan relaps.
Keterlibatan vestibular pathway pada batang otak menghasilkan vertigo, yang dapat
menyebabkan onset akut dan kadang-kadang positional. Vertigo, jarang dan menjadi gejala
pertama multiple sclerosis, jarang muncul selama perjalanan penyakit.
Gait ataksia dari keterlibatan cerebellar merupakan keluhan utama pada 10-15 % pasien.
Tanda cerebellar terlihat pada kira-kira 1 dari 3 pasien pada pemeriksaan awal.
Nystagmus adalah satu dari banyak temuan fisik; nystagmus terjadi dengan atau tanpa
fakta disfungsi cerebelar lain. Dysarthria juga sering terjadi. Bila gait ataksia terjadi, asalnya
paling sering cerebellar daripada sensory. Ataksia tungkai sering terjadi; biasanya bilateral
dan cenderung mempengaruhi apakah kedua kaki atau keseluruhan keempat tungkai.
Fakta bahwa gangguan/kerusakan cerebellar sebagai akibat dari multiple sclerosis dapat
ditemukan pada riwayat remisi atau relapsing fungsi neurologik yang mempengaruhi
berbagai sisi dalam sistem saraf pusat; dari abnormalitas sebagai neuritis optik,
opthalmoplegia internuklear, atau tanda pyramidal; atau dari pemeriksaan laboratorium.
Analisis CSF dapat menunjukkan oligoclonal band, elevasi IgG, peningkatan protein, atau
pleocystosis limfositik ringan. Respon visual, auditorius atau somatosensorik dapat
ditimbulkan dan direkam sisi-sisi subklinik yang terlibat. CT scan atau MRI dapat
memperlihatkan area demyelinisasi. Pemeriksaan CT scan dan MRI harus dilakukan, tidak
ada temuan laboratorium sendiri yang dapat menegakkan suatu diagnosis multiple sclerosis
dan riwayat dan pemeriksaan neurologik harus dipercaya sampai tiba pada diagnosis.

3  #   +


Karakteristik syndrom cerebellar dapat terbentuk pada alkoholik kronik, kemungkinan
sebagai akibat dari defisiensi nutrisi. Pasien yang dipengaruhi memberikan gambaran khas,
mereka telah mengkonsumsi alkohol setiap hari atau sudah lebih dari 10 tahun juga
dihubungkan dengan ketidak cukupan diet. Banyak dari mereka mengalami komplikasi medis
alkoholik lain: penyakit liver, tremens delirium, Wernicke encephalopathy, atau
polyneuropathy. Degenerasi alkoholik serebelar paling sering terjadi pada pria dan onset
biasnya pada umur 40 dan 60 tahun.
Perubahan degeneratif pada cerebellum sebagian besar terkonsentrasi pada vermis
superior (gambar 3-13); karena ini juga ditemukan pada Wernicke encephalopathy juga pada
sisi cerebellar, kedua gangguan ini dapat bergabung dengan spektrum klinik yang sama.
Degenerasi cerebellar alkoholik biasanya tersembunyi onsetnya; secara berangsur-angsur
progresif, pada akhirnya mencapai level defisit stabil. Progresifitas memakan waktu beberapa
minggu sampai bulan bahkan perkembangannya bisa mencapai beberapa tahun; pada kasus
jarang, ataksia muncul tiba-tiba atau bisa ringan dan stabil dari serangan.
Gait ataksia adalah gambaran universal dan hampir selalu menjadi masalah yang
membutuhkan perhatian medis. Tungkai juga mengalami ataksia dengan heel-knee-shin
testing pada kira-kira 80 % pasien. sering ditemukan defisit sensorius distal pada kaki dan
tidak adanya refleks pergelangan kaki ± dari polyneuropathy ± dan tanda-tanda malnutrisi
seperti hilangnya jaringan subkutaneus, atrofi otot secara umum, atau glossitis. Yang jarang
manifestasi-manifestasi berupa ataksia pada lengan, nystagmus, dysarthria, hipotonia, dan
ketidak stabilan trunkus.
CT scan atau MRI dapat memperlihatkan adanya atrophy cerebellar (gambar 3-14), tapi
temuan yang tidak spesifik yang dapat mempertentangkan dengan gangguan degeneratif yang
mempengaruhi cerebellum.
Ataksia cerebellar kronik yang mulai pada masa dewasa dan secara primer mempengaruhi
gait dapat juga terjadi pada hipotiroidisme, syndroma paraneoplastik, degenerasi cerebellar
idiopatik dan abnormalitas pada junction craniocervical seperti pada Arnold-Chiari
malformation. Kemungkinan terjadi hypotiroidisme atau kanker sistemik, yang dapat
ditangani, harus diteliti dengan tes fungsi tiroid, x-ray dada, dan pada wanita pemeriksaan
pelvis dan payudara.
Penangangan yang tidak spesifik tersedia bagi degenerasi cerebellar alkoholik. Meski
demikian, semua pasien dengan diagnosis ini harus menerima thiamin karena peranannya
jelas terlihat dari patogenesis defisiensi thiamin pada encephalopathy Wernicke. Pantang dari
alkohol, ditambah dengan nutrisi yang cukup, akan memicu stabilitas pada banyak kasus.

4
+ ( 9    #   
Terapi kronik dengan phenytoin, sering menggunakan range dosis toksik, dapat
menyebabkan degenerasi serebral yang mempengaruhi hemipharesis cerebellar dan inferior
dan posterior vermis relatif lebih tahan. Gambaran klinik termasuk nystagmus, dysarthria,
dan ataksia yang mempengaruhi tungkai, trunkus dan gait. Polyneuropathy dapat terlihat.
Gejala secara khas irreversibel, tapi cenderung stabil saat obat dihentikan.

:!"+(  
Diantara gangguan neurologik yang dihubungkan dengan hypothyroidisme adalah
syndroma cerebellar progresif subakut atau kronik. Kondisi ini dapat memberi komplikasi
hipotiroidisme (pada berbagai penyebab) dan biasanya terjadi pada umur pertengahan atau
wanita lebih tua. Gejala berkembang sampai periode beberapa bulan sampai tahun. Gejala
sistemik dari mixedema biasanya didahului oleh gangguan cerebellar, tapi pasien kadang-
kadang terlihat pertama dengan ataksia.
Gait ataksia adalah temuan yang paling menonjol dan ditemukan pada semua pasien;
ataksia tungkai juga terjadi, asimetrik. Dysarthria dan nystagmus jarang terjadi. Pasien dapat
memperlihatkan gangguan neorologik lain yang berhubungan dengan hipotiroidisme,
termasuk sensory neural hearing loss, carpal tunnel syndrome, neuropathy, atau myopathy.
Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan penurunan level hormon tiroid dalam darah,
elevasi thyroid-stimulating hormon (TSH) dan sering peningkatan protein CSF.
Replacement terapy dengan levothyroxine, 25-50 ȝg, ditingkatkan secara berangsur-angsur
sampai 100-200 ȝg/d oral; biasanya menghasilkan perbaikan secara nyata tapi tidak penuh.

6  " "#   


Degenerasi cerebellar dapat juga terjadi sebagai efek yang dipicu oleh kanker sistemik.
Kanker paru (khususnya small cell), kanker ovarium, Hodgkin disease, dan kanker payudara
adalah neoplasma yang sering dihubungkan dengan degenerasi ini.
Degenerasi paraneoplatik mempengaruhi vermis cerebellar dan hemisfer secara difusi.
Mekanisme patogenetik pada beberapa kasus terlihat melibatkan antibodi terhadap antigen sel
tumor yang mengadakan reaksi silang dengan Purkinje Cell cerebellar. Gejala cerebellar
dapat muncul sebelum atau sesudah diagnosis kanker sistemik perkembangan khas sampai
beberapa bulan. Walaupun gangguan biasanya berlanjut terus menerus, ini dapat stabil;
remisi telah dideskripsikan dengan penanganan dari neoplasma yang mendasari.
Gait dan tungkai ataksia secara karakteristik menonjol, dan dysarthria terjadi pada
beberapa kasus. Tungkai dapat dipengaruhi secara asimetrik. Nystagmus jarang.
Paraneoplastik melibatkan daerah-daerah lain dari sistem saraf yang dapat menghasilkan
dysphagia, dementia, gangguan memory, tanda pyramidal atau neuropathy antibodi sel anti-
Purkinje cell, seperti anti-Yo (ovarian dan kanker payudara), atau antinuclear antibody,
seperti anti-Hu (small cerebellar lung cancer) dan anti Ri (kanker payudara), kadang-kadang
dapat dideteksi pada darah (tabel 3-10). CSF dapat memperlihatkan pleocytosis lymphocitic
ringan atau elevasi protein.
Diagnosis paraneoplastik cerebellar degeneration sangat sulit saat gejala neurologik
mendahului penemuan kanker yang menyertai. Frekuensi kejadian dysarthria dan dysphagia
membantu untuk membedakan kondisi ini dari sindroma cerebellar yang terlihat pada
alkoholik kronik atau hypotiroidisme. Ataxia lengan juga diduga bahwa alkohol bukan
penyebab utama. Wernicke encephalopathy harus selalu dipertimbangkan karena kerentanan
pasien kanker terhadap malnutrisi.

„    " #   


Degenerasi spinocerebellar herediter (tabel 3-11) adalah kelompok gangguan yang
dikarakteristik oleh lambatnya progresifitas cerebellar yang mempengaruhi gait pada awal
dan pada akhirnya membuat pasien tetap di tempat tidur. Gangguan ini secara klinis sangat
bervariasi, harus diteliti riwayat keluarga. Banyak bentuk autosomal dominan, dalam arti
ataksia spinocerebellar atau SCAs, mulai pada saat dewasa dan memperlihatkan antisipasi,
pada umur ini onset menurun, dan berat penyakit meningkat, atau kedua-duanya pada
generasi selanjutnya.
Autosomal dominan ataksia spinocerebellar adalah secara genetik heterogenous.
Karakteristik terbaik dari defek gen dikembangkan CAG trinukleotida pengkodean ulang
untuk alur polyglutamine pada protein tanpa mengetahui fungsi (ataxin), dan pada subunit
Į1A dari tipe canel calsium P/Q, dimana ditemukan pada nervus terminal. Tipe mutasi lain
termasuk ekspansi CTG trinukleotida (SCA 8) dan ATTCT pentanukleotida (SCA 10)
ulangan. Pada beberapa kasus, ukuran ekspansi ini berhubungan dengan beratnya penyakit
dan sebaliknya dengan umur saat onset.
Tambahan dari fungsi mutasi terlihat pada SCA kelihatan merubah protein yang bermutasi,
yang tidak dapat diproses secara normal. Proses fragmen-fragmen yang abnormal
dihubungkan dengan ubiquitin, suatu protein yang terlibat dalam degradasi nonlysosomal
protein defektif, yang kemudian ditranspor ke nukleus dalam kompleks yang disebut
proteasome. Hubungan yang tepat dari akumulasi neurotoksisitas yang menghasilkan mutasi
ini belum jelas, tapi agregat protein intranuklear dapat mengganggu fungsi nuklear.
Atrophy cerebellum dan kadang-kadang juga pada batang otak dapat terlihat pada CT scan
atau MRI (gambar 3-15). Walau demikian, diagnosis definitif melalui petunjuk defek gen
yang disebut SCA dengan tes genetik. Tidak ada penanganan spesifik untuk ataksia
spinocerebellar, tapi terapi occupational dan fisik dan alat bantu jalan dapat membantu, dan
konseling genetik dapat dilakukan.

:)  #+8 


Diantara gangguan degeneratif idiophatik yang menghasilkan ataksia cerebellar, Friedreich
ataksia menjadi pertimbangan terpisah karena gambaran klinik yang unik dan juga gambaran
patologik. Friedreich ataksia dimulai saat anak-anak. Gangguan ini diturunkan secara resesif
autosomal diturunkan dan bertanggung jawab terhadap perkembangan GAA trinukleotida
berulang pada daerah noncoding gen frataxin kromosom 9 (lihat tabel 3-10). Ataksia ini
disebabkan oleh hilangnya fungsi mutasi. Paling banyak dipengaruhi adalah pasien
homosigot untuk ekspansi ulangan trinukleotida pada gen ataksia Friedreich ataksia, tapi
beberapa heterosigote, dengan pengaruh berulang satu allele dan point mutasi pada allele lain.
Temuan patologik adalah terlokalisasi, untuk bagian yang paling dipengaruhi, medula
spinalis. Ini termasuk degenerasi dari traktus spinocerebellar, kolumna posterior, dan dorsal
root sebaik deplesi neuron pada kolumna Clarke yang sel-selnya berasal dari traktus
spinocerebellar dorsal. Akson termielinisasi besar dari nervus perifer dan sel bodies dari
neuron sensory primer pada ganglia dorsal root juga terlibat.

Temuan klinik
Evaluasi klinik secara mendetail dari sejumlah besar pasien diikuti dengan kriteria diagnosis
khusus untuk penentuan diagnosis (tabel 3-11). Manifestasi klinik hampir selalu terlihat
sesudah umur 4 tahun dan sebelum akhir pubertas.
Gejala utama adalah progressive gait ataksia, diikuti oleh ataksia seluruh tungkai dalam 2
tahun. Selama periode awal yang sama, refleks tendon lutut dan pergelangan kaki hilang dan
muncul cerebellar dysarthria; refleks-refleks lengan pada beberapa kasus, refleks lutut tetap
terjaga. Posisi sendi dan rasa vibrasi terganggu pada kaki, secara khas penambahan
komponen sensorik pada gait ataksia. Abnormalitas light touch, nyeri, dan sensasi temperatur
terjadi jarang. Kelemahan kaki dan jarang pada lengan ± adalah perkembangan lanjut dan
dapat bervariasi pada UMN atau LMN atau keduanya.
Respon ekstensor plantar biasanya terlihat selama 5 tahun pertama penyakit simptomatik.
Pes cavus (arkus tinggi pada kaki dengan clawing jari kaki disebabkan oleh kelemahan dan
wasting otot kaki intrinsik) tanda yang dikenal secara luas, tapi kelainan ini adalah temuan
terisolasi pada anggota keluarga yang tidak dipengaruhi. Ini juga merupakan gambaran klasik
gangguan neurologik lain, khususnya hereditary peripheral neuropathyes yang pasti
(misalnya, Charcot-Marie Tooth disease). Kyposcoliosis progresif berat memberi kontribusi
pada ketidak mampuan fungsional dan dapat memicu penyakit restriktif paru kronik. Sambil
melakukan cardiomyopathy kadang-kadang terdeteksi hanya melalui echocardiografi atau
vectocardiografi, ini dapat menghasilkan congestive heart failure dan menjadi penyebab
utama morbiditas dan kematian.
Abnormalitas lain termasuk gangguan visual (biasanya dari atrofi optik), nystagmus,
parestesis, tremor, hearing loss, vertigo, spastisitas, nyeri kaki dan diabetes melitus.

Differential diagnosis
Friedreich ataksia biasanya di bedakan dari degenerasi cerebellar dan spinocerebellar lain
(lihat diatas) melalui onset awalnya dan adanya gangguan sensorius menonjol, arefleksia,
abnormalitas skeletal, dan cardiomyopathy. Gangguan yang sedikit mirip akibat defisiensi
vitamin E. Ataksia serebellar yang dimulai pada masa anak-anak dapat juga disebabkan oleh
ataksia-telangiektasi; gambaran klinik yang membedakan Friedreich ataksia dari ataksia-
telangiektasi, yang selanjutnya akan didiskusikan.

Prognosis
Tidak ada penanganan yang tersedia, tapi prosedur ortophedik seperti tenotomy dapat
membantu untuk koreksi deformitas. Perbaikan dalam terapi antimikrobial telah membawa
perubahan pada perjalanan penyakit, sehingga cardiomiopathy jarang menimbulkan
kematian. Disfungsi neurologik secara khas menyebabkan ketidak mampuan untuk berjalan
tanpa bantuan diantara 5 tahun sesudah onset gejala dan pada keadaan berbaring ditempat
tidur diantara 10-20 tahun. Durasi rata-rata simptomatik penyakit kira-kira 25 tahun, dengan
kematian terjadi pada umur mean kira-kira 3 tahun.

K $   


Ataksia-telangiektasi (juga dikenal sebagai Louis-Bar Syndrome) pada gangguan
autosomal yang diturunkan secara resesif dengan onset pada infancy. Penyakit ini berasal dari
mutasi gen ATM, yang telah terlokalisasi sebagai gen 11q22.3. Delesi, insersi, dan substitusi
telah dideskripsikan dan dianggap hilangnya fungsi mutai, konsisten dengan ataksia-
telangiektasi yang diturunkan secara autosomal resesif. Walaupun produk gen abnormal
belum teridentifikasi, defek pada perbaikan DNA terlibat dalam patogenesis ini. Ataksia-
telangiektasi dikarakteristik oleh progresife cerebelar ataksia, oculocutaneus telangiektasia
dan defisiensi imunologik. Semua pasien mengalami degenerasi pancerebellar progresif ±
dikarakteristik oleh nystagmus, dysarthria dan gait, tungkai dan trunkus ataksia ± yang mulai
pada infancy. Choreoathetosis dan ganguan pergerakan involunter mata adalah temuan yang
paling sering. Defisiensi mental biasanya di observasi pada dekade kedua, okulocutaneus
telangiektasi bisanya muncul pada umur remaja. Conjungtiva bulbar khasnya dipengaruhi
pertama kali, diikuti oleh area kulit yang terpapar sinar matahari termasuk telinga, hidung,
wajah dan fossa antecubital dan fossa poplitea. Lesi vaskular, jarang mengeluarkan darah.
Temuan klinik lain adalah perubahan progeric kulit dan rambut, hypogonadisme,dan
resistensi insulin. Abnormalitas khas laboratorium termasuk hubungan defisiensi imunologik
dan elevasi Į-fetoprotein dan level carcinoembrioni antigen.
Oleh karena manifestasi vaskular dan imunologik ataksia-telangiektasi terjadi berikutnya
daripada gejala neurologik, kondisi dapat dibingungkan dengan Friedreich ataksia, dimana
juga bermanifestasi pada anak-anak. Ataksia-telangiektasi dapat dibedakan dari onset
awalnya (sebelum umur 4 tahun), dihubungkan dengan chreoathetosis, dan tidak adanya
abnormalitas skeletal seperti kyphoscoliosis.
Tidak ada penanganan spesifik untuk ataksia-telangiektasi, tapi antibiotik berguna dalam
penanganan infeksi dan x-ray harus dihindari karena sensitifitas seluler abnormal dari radiasi
ionisasi pada gangguan ini.

×7 8   
Gejala cerebellar dapat terjadi pada Wilson¶s disease, gangguan metabolisme copper
dikarakteristik oleh deposisi copper dalam berbagai jaringan. Wilson¶s disease adalah
gangguan yang diturunkan secara atosomal recessive sebagai akibat mutasi dalam gen
ATP7B pada kromosom 13q14.3-q21.1, dimana kode untuk polipeptida ȕ dari copper
transporting ATPase. Wilson¶s disease didiskusikan lebih detail pada bab 7.

2;, <  0#   


Creutzfeldt-Jacob disease dideskripsikan pada bab 1 sebagai suatu penyakit yang
menyebabkan demensia. Tanda cerebellar muncul pada kira-kira 60 % pasien, dan pasien
yang menunjukkan adanya ataksia kira-kira 10 % kasus cerebellar terlibat secara difuse, tapi
vermis parah dipengaruhi. Sebaliknya, pada banyak gangguan cerebellar lain, deplesi granula
sel sering terbatas dibanding Purkinje cell loss.
Pasien dengan manifestasi cerebellar Creutzfeldt-Jacob disease biasanya mengeluhkan
gait ataksia yang pertama. Dementia biasanya menjadi fakta pada saat ini, dan disfungsi
cognitif selalu terbentuk pada akhirnya. Nystagmus, disartria, ataksia trunkus, dan ataksia
tungkai selalu ada pada awal, terdapat pada ½ pasien dengan ataksik bentuk Creutzfeldt-
Jacob disease. Rangkaian perjalanan penyakit dikarakteristik oleh demensia progresif,
myoclonus, dan disfungsi extrapiramidal dan piramidal. Kematian terjadi diantara 1 tahun
sesudah onset.

22$ " 


Tumor fossa posterior menyebabkan gejala cerebellar saat mereka tiba pada cerebellum
atau menekannya. Tumor cerebellar yang biasa pada anak adalah astrocytoma dan
meduloblastoma. Metastase dari sisi luar primer sistem saraf predominan pada dewasa (tabel
3-12)
Pasien dengan tumor cerebellar mengalami sakit kepala oleh karena peningkatan tekanan
intrakranial atau ataksia, nausea, vomiting, vertigo, nervus kranial palsy dan hydrosefalus
sering terjadi. Temuan klinik bervariasi tergantung pada lokasi dalam hemisfer serebellar,
menyebabkan tanda cerebellar asimetrik. Meduloblastoma dan ependymoma, dilain pihak
cenderung timbul di midline, dengan keterlibatan awal vermis dan hidrosefalus.
Seperti pada banyak kasus tumor otak, CT scan dan MRI khususnya digunakan dalam
mendiagnosa tapi biopsi dapat dipertimbangkan untuk karakteristik histologi. Metode
penanganan termasuk reseksi operasi dan iradiasi. Kortikosteroid digunakan untuk
mengontrol edema.

Metastase ± dari paru dan payudara dan jarang pada sisi lain ± adalah tumor yang paling
sering terjadi, khususnya pada dewasa. Pada sisi tumor primer dapat atau tidak dapat menjadi
nyata pada waktu pasien juga mengalami keterlibatan dari SSP. Jika sisi yang tidak terlibat,
pemeriksaan hati-hati untuk payudara dan kulit, x-ray dada, urinalisis, dan tes untuk adanya
occult darah pada feces dapat menegakkan diagnosis.
Cerebellar astrocytoma bisanya terjadi antara umur 2 dan 20 tahun, tapi pada pasien yang
lebih tua, juga dipengaruhi. Tumor ini secara histologi jinak dan terlihat cystik. Gejala
peningkatan intrakranial, termasuk sakit kepala dan vomiting, secara khas mendahului onset
disfungsi cerebellar dalam beberapa bulan.
Meduloblastoma biasanya pada anak-anak tapi jarang pada dewasa. Meduloblastoma
dipercaya berasal dari neuroektodermal daripada sel glial. Sebaliknya astrocitoma,
meduloblastoma cenderung sangat ganas.
Neuroma akustik telah didiskusikan sebelumnya sebagai penyebab disfungsi nevus
vestibular. Tumor ini secara histologi jinak dan sering direseksi penuh. Neuroma akustik
unilateral dapat terjadi pada neurofibromatosis 1 (von Recklinghausen¶s disease), sedangkan
neuroma akustik bilateral dikarakteristik oleh neurofibromatosis 2.
Hemangioblastoma merupakan tumor jinak yang jarang yang biasanya mempengaruhi
orang dewasa. Tumor ini dapat menyebabkan abnormalitas terisolasi atau gambaran von
Hippel-Lindau disease. Pasien secara khas menunjukkan sakit kepala dan bisanya pada
pemeriksaan ditemukan papil edema, nystagmus dan ataksia. Penanganan operasi reseksi.
Meningioma fossa posterior, 9% dari selurh meningioma, tumor jinak, berasal dari
arachnoidal cap cell, dan melibatkan cerebellum secara tidak langsung melalui kompresi.
Ependymoma paling sering muncul dari dinding pleksus chroid dari ventrikel keempat.
Seperti meduloblastoma, tumor ini ganas, tumbuh kedalam sistem ventrikular dan bisanya
terjadi pada anak-anak. Karena lokasinya tumor ini dapat menyebabkan hidrosefalus; tanda
serebral disebabkan oleh penekanan yang merupakan manifestasi akhir.

23" 
Perkembangan anomali mempengaruhi cerebellum dan batang otak dapat menimbulkan
gejala vestibular atau vestibular pada dewasa. Ini terjadi paling sering tipe 1 (dewasa)
Arnold-Chiari malformation, yang terdiri dari dispacement bawah dari tonsil cerebellar
melalui foramen magnum. Manifestasi klinik malformasi ini dihubungkan dengan
keterlibatan cerebellar, hidrosefalus obstruktif, kompresi batang otak dan syringomielia. Tipe
II malformasi Arnold-Chiari dihubungkan dengan meningomyelocel (penonjolan medula
spinalis, nervus root dan meninen melalui fusi defek pada kolumna vertebral) onsetnya pada
anak-anak.

$  %'
Ataksia sensory terjadi dari gangguan sensasi proprioceptif pada level nervus perifer atau
root, kolumna posterior medula spinalis, atau sensory pathway pada otak. Temuan klinik
termasuk defektif posisi sendi dan rasa vibrasi pada tungkai dan kadang-kadang lengan,
ketidakstabilan saat berdiri, ketidakstabilan saat berdiri dengan tanda Romberg, dan kualitas
gait slapping atau steppage. Ataksia sensorius dapat dihasilkan melalui polineuropathy yang
menonjol memberi efek besar, serat sensory myelinisasi (tabel 3-13) dan melalui myelopathy,
termasuk yang dihasilkan dari ataksia Friedreich¶s, neurosyphilis (tabes dorsalis), atau
defisiensi vitamin B12 (gambar 3-16). Polineuropathy, tabes dorsalis, dan defisiensi vitamin
B12 didiskusikan lebih detail pada bab 6.

Anda mungkin juga menyukai

  • Meningioma
    Meningioma
    Dokumen20 halaman
    Meningioma
    firmansyarif
    Belum ada peringkat
  • Apendisitis Akut
    Apendisitis Akut
    Dokumen14 halaman
    Apendisitis Akut
    AbdGafar'sDaughter
    100% (1)
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen26 halaman
    Bab I
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Bab 6
    Bab 6
    Dokumen1 halaman
    Bab 6
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Vaginal Birth After Caesarean Section
    Vaginal Birth After Caesarean Section
    Dokumen15 halaman
    Vaginal Birth After Caesarean Section
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Tugas POLIKLINIK
    Tugas POLIKLINIK
    Dokumen15 halaman
    Tugas POLIKLINIK
    Yana
    Belum ada peringkat
  • Penatalaksanaan Osteomylitis
    Penatalaksanaan Osteomylitis
    Dokumen3 halaman
    Penatalaksanaan Osteomylitis
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • KPD
    KPD
    Dokumen33 halaman
    KPD
    Juneyhana
    100% (2)
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen1 halaman
    Bab 5
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Bab 1
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen1 halaman
    Bab 5
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Bab I Ii Iii KPD
    Bab I Ii Iii KPD
    Dokumen31 halaman
    Bab I Ii Iii KPD
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Parotid Cancer
    Parotid Cancer
    Dokumen2 halaman
    Parotid Cancer
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Refrat Meningioma FRANKY YM
    Refrat Meningioma FRANKY YM
    Dokumen22 halaman
    Refrat Meningioma FRANKY YM
    Lyagopal
    Belum ada peringkat
  • Askep Tumor Hipofisis
    Askep Tumor Hipofisis
    Dokumen24 halaman
    Askep Tumor Hipofisis
    Putri Perdana Sari
    80% (5)
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen26 halaman
    Bab I
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus KPD
    Laporan Kasus KPD
    Dokumen15 halaman
    Laporan Kasus KPD
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Prolaktinoma
    Prolaktinoma
    Dokumen8 halaman
    Prolaktinoma
    Apriyanto Ompu Mahmud
    Belum ada peringkat
  • Responsi Tumor Suprasellar
    Responsi Tumor Suprasellar
    Dokumen21 halaman
    Responsi Tumor Suprasellar
    rockyndut
    100% (1)
  • Manifestasi Klinik
    Manifestasi Klinik
    Dokumen12 halaman
    Manifestasi Klinik
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Tumor Parotis Anamnesis
    Tumor Parotis Anamnesis
    Dokumen4 halaman
    Tumor Parotis Anamnesis
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Tumor Parotis
    Tumor Parotis
    Dokumen9 halaman
    Tumor Parotis
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Uji Validitas
    Uji Validitas
    Dokumen1 halaman
    Uji Validitas
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Formulir Isian Oleh Peneliti Lengkap
    Formulir Isian Oleh Peneliti Lengkap
    Dokumen6 halaman
    Formulir Isian Oleh Peneliti Lengkap
    Naanthini Dilly Kannan
    Belum ada peringkat
  • Referat BPH
    Referat BPH
    Dokumen21 halaman
    Referat BPH
    Ajat Sudrajat
    Belum ada peringkat
  • Makalah Hernia Inguinal Is
    Makalah Hernia Inguinal Is
    Dokumen11 halaman
    Makalah Hernia Inguinal Is
    renih_2
    Belum ada peringkat
  • Hirschsprung
    Hirschsprung
    Dokumen13 halaman
    Hirschsprung
    mieayamku
    0% (1)
  • Bibir Sumbing
    Bibir Sumbing
    Dokumen16 halaman
    Bibir Sumbing
    Nelly Astika
    Belum ada peringkat
  • Patomekanisme Luka 3
    Patomekanisme Luka 3
    Dokumen16 halaman
    Patomekanisme Luka 3
    Yurike M
    Belum ada peringkat