Anda di halaman 1dari 4

Matematika merupakan ilmu terstruktur yang terorganisasikan dengan rapi.

Hal ini karena


matematika dimulai dari unsur yang tidak didefinisikan, kemudian unsur yang didefinisikan ke
aksioma/postulat dan akhirnya pada teorema. Konsep-konsep matematika tersusun secara
hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada
konsep yang paling kompleks (Suherman, dkk, 2003). Oleh karena itu untuk mempelajari
matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat harus benar-benar dikuasai agar dapat
memahami topik atau konsep selanjutnya. Dalam pembelajaran matematika guru seharusnya
menyiapkan kondisi siswanya agar mampu menguasai konsep-konsep yang akan dipelajari mulai
dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Menyimak fokus dan tujuan pendidikan matematika di SMP tersebut, tampaknya masih
banyak masalah yang dihadapi dalam upaya pencapaiannya. Sampai saat ini pelaksanaan
pembelajaran matematika belum mampu mencapai tujuan tersebut secara optimal. Bukti-bukti
yang menunjukkan matematika merupakan mata pelajaran yang menjadi momok yang
menakutkan tidak sulit untuk ditemukan. Hampir setiap tahun pada saat diadakan ujian nasional,
berita tentang hal ini tersiar di media massa. Begitu juga dari hasil tes PISA juga menunjukan
prestasi siswa Indonesia juga tidak terlalu baik.
Apabila dicermati akar permasalahan tersebut ada beberapa, diantaranya: (1) model
pembelajaran matematika yang digunakan sampai saat ini belum adaptif dengan perkembangan
di lapangan, yaitu masih ‘teacher centered’; (2) pelaksanaan pembelajaran masih didominasi
oleh kegiatan pencapaian pengetahuan prosedural,dalam arti soal-soal yang dikerjakan siswa
masilh berkadar LOT sehingga kreativitas berpikir siswa tidak berkembang; (3) kegiatan
pembelajaran belum berbasis masalah; Matematika adalah salah satu mata pelajaran wajib yang
dibelajarkan di semua jenjang mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga jenjang sekolah
menengah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lampiran Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016
mengenai Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah yaitu mata pelajaran matematika perlu
diberikan kepada siswa mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Dalam
pembelajaran matematika konsep antara materi satu berkaitan dengan materi lainnya, sehingga
diperlukan pemahaman konsep sebelumnya untuk mempelajari konsep selanjutnya. Pemahaman
konsep sangat penting dalam proses pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan Lampiran
Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 mengenai tujuan pembelajaran matematika, salah satu
tujuannya yaitu dapat memahami konsep matematika seperti menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan menggunakan konsep, dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, atau media
lainnya.
Tetapi kenyataan yang ada di lapangan kebanyakan siswa masih menganggap matematika
sebagai pelajaran yang susah, dan membosankan, sehingga ketika mengikuti pembelajaran
matematika banyak siswa kurang antusias hal itu berdampak terhadap rendahnya kemampuan
konsep matematika siswa terhadap materi yang dibelajarkan. Berdasarkan wawancara yang
peneliti lakukan diperoleh fakta bahwa siswa cenderung menghafal rumus, sehingga siswa tidak
memahami kapan rumus tersebut harus digunakan dan sering tertukar dalam penggunaannya hal
ini sering terjadi pada materi segiempat. Pada materi segitiga siswa cenderung mudah terkecoh
karena konsep mengenai unsur-unsur segitiga belum dipahami dengan baik, ketika diberikan soal
dengan konstruksi segitiga yang sedikit dimodifikasi siswa bingung dalam menentukan alas
segitiga dan tinggi segitiga.
Pembelajaran berbasis masalah sangat tepat digunakan dalam pembelajaran matematika,
karena permasalahan matematika dapat diintegrasikan kedalam kehidupan sehari-hari bahkan
konsep matematika sangat baik dibelajarkan melalui benda konkret maupun benda semi konkret
untuk siswa yang berada dalam tahap operasi konkret, atau pra operasi formal. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suherman, dkk (2003) bahwa siswa memerlukan alat peraga dan media guna
membantu siswa memahami apa yang disampaikan guru pada pembelajaran matematika yang
abstrak.Benda konkret dalam bentuk penerapan segiempat yang dapat dibayangkan dan dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari yaitu lantai, papan tulis, buku, dan lainnya. Paradesa (2016)
menyatakan dari sudut matematika bahwa geometri menyediakan pendekatan untuk pemecahan
masalah, misalnya dengan gambar dan diagram. Hal ini berkaitan dengan istilah representasi,
representasi merupakan alternatif atau cara yang digunakan siswa untuk memecahkan
permasalahan seperti simbol, grafik, diagram, dan persamaan matematis. Penggunaan lebih dari
satu representasi dalam menyelesaikan suatu permasalahan di dalam proses pembelajaran disebut
multi representasi (Darmastini & Rosyidi, 2014).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membantu pemahaman siswa terhadap suatu
siswa adalah dengan membuat bahan ajar berupa lembar kerja siswa (LKS). Astuti & Setiawan
(2013) menyatakan bahwa lembar kerja siswa adalah pedoman siswa dalam memahami konsep-
konsep materi yang sedang dipelajari. Berdasarkan hal tersebut, maka bahan ajar yang
dikembangkan minimal memuat representasi seperti gambar, tabel, verbal,benda semi konkret,
dan lain sebagainya. Trianto (2010) menyatakan bahwa dalam memecahan masalah atau
melakukan kegiatan penyelidikan, panduan yang dapat digunkan adalah lembar kerja siswa.
Lembar kerja siswa dapat membantu guru dalam menyampaikan konsep. Suryani & Agung
(2012) menyatakan lembar kerja siswa adalah salah satu bahan pembelajaran yang digunakan
sebagai sarana belajar bagi siswa. Sadjati (2012) menyatakan lembar kerja siswa di dalamnya
memuat daftar bacaan, lembar latihan, dan lembar kerja. Berdasarkan beberapa pendapat dapat
disimpulkan bahwa lembar kerja siswa merupakan salah satu sarana pembelajaran yang memuat
lembar latihan bagi siswa, dapat dijadikan panduan dalam penyelesaian masalah dan membantu
guru dalam menyampaikan konsep-konsep materi.
Menurut Goldin (dalam Kartini, 2009) representasi merupakan suatu susunan yang
menggambarkan sesuatu dalam suatu cara seperti diagram, grafik, simulasi komputer, dan
persamaan matematika. Sabirin (2014) mengemukakan bahwa representasi merupakan model
pengganti dari suatu situasi masalah yang dapat digunakan untuk menemukan penyelesaian
seperti gambar, kata-kata atau simbol matematika. Penggunaan lebih dari satu representasi dalam
menyelesaikan suatu permasalahan di dalam proses pembelajaran disebut multi representasi
(Darmastini & rosyidi, 2014). Menurut Prain dan Waldrip (dalam Putri, 2012) multi representasi
merupakan cara menggambarkan ulang konsep dengan bentuk yang berbeda, seperti gambar,
grafik, dan verbal. Berdasarkan beberapa pendapat disimpulkan bahwa multi representasi
merupakan suatu cara yang dapat menggambarkan sesuatu dalam berbagai bentuk seperti
gambar, diagram, persamaan matematis, verbal atau cara lainnya.
Dalam penelitian ini, multi representasi yang termuat dalam bahan ajar minimal verbal,
gambar, tabel, benda semi konkret, dan persamaan matematis. Representasi benda semi konkret
digunakan untuk menuntun siswa dalam melaksanakan kegiatan menemukan perumusan dan
sifat-sifat dari segiempat dan segitiga yang dibahas serta menyelesaikan permasalahan yang
berkaitan.
Berdasarkan paparan di atas LKS yang memuat multi representasi dapat membantu
kegiatan dalam proses pembelajaran berbasis masalah. Oleh karena itu perlu dikembangkan LKS
berbasis multi representasi khususnya pada materi segiempat dan segitiga. Banyak penelitian
pengembangan LKS seperti yang dilakukan oleh Wanto (2017) tentang pengembangan bahan
ajar berbasis matematika realistik tetapi pada sub materi belah ketupat dan trapesium, dan terkait
segiempat dan segitiga berorientasi multi representasi belum banyak dikembangkan. Oleh karena
itu, perlu untuk melengkapi penelitian sebelumnya sebagai solusi meningkatkan pemahaman
konsep siswa untuk materi bidang datar sebagai media dalam pembelajaran berbasis masalah.
LKS yang dikembangkan adalah LKS terstruktur yang dalam penyajiannya menggunakan
berbagai representasi seperti representasi verbal yang termuat dalam percakapan yang ada pada
sub topik materi, representasi tabel dan benda semi konkret yang digunakan untuk menentukan
sifat-sifat dan rumus. LKS yang dikembangkan memuat peta konsep, kompetensi inti dan
kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, dan aktivitas kegiatan yang menuntut siswa untuk
mengkontruksi pemahamannya sendiri. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan
masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana kelayakan dari bahan ajar berbasis
multi representasi yang dikembangkan?, dan tujuannya adalah untuk mengetahui kelayakan
bahan ajar matematika SMP berbasis multi representasi dalam pembelajaran berbasis masalah.

Anda mungkin juga menyukai