Anda di halaman 1dari 44

MEREK, PATEN, DAN INTELEKTUAL KAPITAL

DALAM KONTEKS HUKUM TEKNOLOGI DAN ETIKA PROFESI

Disusun untuk melengkapi mata kuliah


Hukum Teknologi dan Etika Profesi

Oleh :
FIKRI NAZIR
NIM 90079

TEKNIK KOMPUTER JARINGAN


JURUSAN ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu perkembangan yang menonjol dan memperoleh perhatian
seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini adalah semakin meluasnya
arus globalisasi yang berlangsung baik di bidang sosial, ekonomi, budaya,
maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. Dalam dunia perdagangan,
terutama karena perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah
menjadikan kegiatan-kegiatan dalam sektor ini meningkat secara pesat dan
bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. Dengan
memperhatikan kenyataan dan kecendrungan seperti itu, maka menjadi hal
yang dapat dipahami bila adanya tuntutan kebutuhan bagi pengaturan dalam
rangka perlindungan hukum yang lebih memadai. Apalagi beberapa negara
semakin mengandalkan kegiatan ekonomi dan perdagangannya pada produk-
produk yang dihasilkan atas dasar kemampuan intelektual manusia, seperti
penelitian yang menghasilkan penemuan di bidang teknologi.
Oleh sebab itu, pada pembahasan makalah ini akan dibahas beberapa hal
menyangkut hasil kekayaan intelektual manusia sebagaimana dimaksud di
atas.

B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembahasan makalah ini adalah secara umum dan garis
besarnya dikategorikan dalam kelompok sebagai berikut:
1. Intelektual Kapital
2. Hak Cipta
3. Paten
4. Merek Dagang
C. Batasan Masalah
Mengingat banyaknya cakupan permasalahan yang berhubungan dengan
aturan-aturan yang mengatur proses interaksi manusia dalam kehidupan
sosialnya, pembahasan pada makalah ini dibatasi pada masalah tentang hal-hal
yang berhubungan dengan hak-hak yang dimiliki manusia atas kekayaan
intelektualnya dalam konteks hukum etika teknologi dan profesi.

D. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai untuk mendalami
pemahaman tentang berbagai konsep menyangkut kekayaan intelektual
manusia dalam konteks hukum teknologi etika dan profesi.
1.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengantar Etika Profesi


1. Pengertian Etika
Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan")
adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang
menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.[ Etika mencakup
analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab.
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam
pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita
rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan
pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari
tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologi tidak setiap hal menilai perbuatan dapat
dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan
sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu
ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.
Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah
laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika
melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
2. Profesi

Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal
yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan
dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi
dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum
cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang
mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan
dalam praktek. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan
pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu
keahlian.
a. Ciri-Ciri Profesi
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada
profesi, yaitu :
1) Adanya pengetahuan khusus yang biasanya keahlian dan
keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan
pengalaman yang bertahun-tahun.
2) Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi, biasanya
setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik
profesi.
3)

3. Intelektual Kapital
4. Hak Cipta
5. Paten
6. Merek

B.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Etika
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Merek atau merek dagang adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan
produk/ jasa dan menimbulkan arti psikologis/ asosiasi.
Berbeda dengan produk sebagai sesuatu yg dibuat di pabrik, merek dipercaya
menjadi motif pendorong konsumen memilih suatu produk, karena merk bukan
hanya apa yg tercetak di dalam produk (kemasannya), tetapi merek termasuk apa
yg ada di benak konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.
Menurut David A. Aaker, merek adalah nama atau simbol yang bersifat
membedakan (baik berupa logo,cap/ kemasan) untuk mengidentifikasikan barang/
jasa dari seorang penjual/ kelompok penjual tertentu. Tanda pembeda yang
digunakan suatu badan usaha sebagai penanda identitasnya dan produk barang
atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk membedakan usaha
tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari badan usaha lain.
Merek merupakan kekayaan industri yang termasuk kekayaan intelektual.
Secara konvensional, merek dapat berupa nama, kata, frasa, logo, lambang,
desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut.
Di Indonesia, hak merek dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001. Jangka waktu perlindungan untuk merek/indikasi geografis adalah sepuluh
tahun dan dapat diperpanjang, selama merek tetap digunakan dalam perdagangan.
Kekayaan intelektual
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Terkini (belum ditinjau)
Langsung ke: navigasi, cari
Kekayaan Intelektual adalah pengakuan hukum yang memberikan pemegang
hak (atas) kekayaan intelektual (H[A]KI) untuk mengatur penggunaan
gagasan-gagasan dan ekspresi yang diciptakannya untuk jangka waktu tertentu.
Istilah 'kekayaan intelektual' mencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil
pikiran atau intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi
oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik lainnya.
Hukum yang mengatur kekayaan intelektual biasanya bersifat teritorial;
pendaftaran ataupun penegakan hak kekayaan intelektual harus dilakukan secara
terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. Namun, hukum yang berbeda-
beda tersebut semakin diselaraskan dengan diberlakukannya perjanjian-perjanjian
internasional seperti Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan
Intelektual Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sementara perjanjian-
perjanjian lain memungkinkan pendaftaran kekayaan intelektual pada lebih dari
satu yurisdiksi sekaligus.
Hukum yang mengatur kekayaan intelektual di Indonesia mencakup Hak Cipta
dan Hak Kekayaan Industri, yang terdiri atas Paten, Merek, Desain Industri,
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Perlindungan Varietas
Tanaman.
Hak cipta
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini membutuhkan lebih banyak catatan kaki untuk
pemastian.
Silakan bantu memperbaiki artikel ini dengan menambahkan catatan kaki.
Untuk hak cipta Wikipedia, lihat Wikipedia:Hak cipta.

Lambang hak cipta.


Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan
gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk
menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak
tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada
umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan".
Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film,
karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman
suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan
televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta
berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten,
yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta
bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk
mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa
perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep,
fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan
tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki
Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau
menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut,
namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus
secara umum.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu,
yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-
undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Sejarah hak cipta
2 Sejarah hak cipta di Indonesia
3 Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta
3.1 Hak eksklusif
3.2 Hak ekonomi dan hak moral
4 Perolehan dan pelaksanaan hak cipta
4.1 Perolehan hak cipta
4.2 Ciptaan yang dapat dilindungi
4.3 Penanda hak cipta
4.4 Jangka waktu perlindungan hak
cipta
4.5 Penegakan hukum atas hak cipta
5 Perkecualian dan batasan hak cipta
6 Pendaftaran hak cipta di Indonesia
7 Kritik atas konsep hak cipta
8 Referensi
9 Lihat pula
10 Pranala luar
[sunting] Sejarah hak cipta

Halaman buku dari era pra-Gutenberg, sekitar tahun 1310


Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright
dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini
diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini
oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan
memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya
aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang,
yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat
disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk
menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai
diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut
diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup
perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat
mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung.
Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi
pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya
tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi
Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada
tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-
negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada
karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk
mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam
satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap
karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara
eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut
selesai.
[sunting] Sejarah hak cipta di Indonesia
Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari
Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya,
cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta
berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan
undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia[1]. Undang-undang tersebut
kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19
Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam
pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang
mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan
Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali
Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga
meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty
("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun
1997[2].
[sunting] Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta
[sunting] Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta
adalah hak untuk:
 membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan
tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
 mengimpor dan mengekspor ciptaan,
 menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi
ciptaan),
 menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
 menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak
lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya
pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara
orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan
pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang
hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen,
mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor,
memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan
mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun"[2].
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang
berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh
pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser
rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil
dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka
masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh,
seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara
nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan,
misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4).
Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya
tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
[sunting] Hak ekonomi dan hak moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan,
sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga
mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum,
hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan,
dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral".
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan,
sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku
(seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun,
walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan [2]. Contoh pelaksanaan hak
moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak
cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral
diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
[sunting] Perolehan dan pelaksanaan hak cipta

Hak cipta gambar potret "penduduk asli Bengkulu" yang diterbitkan pada tahun
1810 ini sudah habis masa berlakunya.
Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah memenuhi standar minimum agar berhak
mendapatkan hak cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku lagi setelah periode
waktu tertentu (masa berlaku ini dimungkinkan untuk diperpanjang pada
yurisdiksi tertentu).
[sunting] Perolehan hak cipta
Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan
bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris
misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha".
Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas
suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila
gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium
tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak
cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu
ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran
ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada
yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang
sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan
bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan
hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris
(Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8).
Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan
prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
[sunting] Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku,
program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,
ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan
dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama
musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk
(seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung,
kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya
seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk
desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan
hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya
buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu
media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi
sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU
19/2002 pasal 12).
[sunting] Penanda hak cipta
Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan
hak cipta pada saat diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu
"pemberitahuan hak cipta" (copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut
terdiri atas sebuah huruf c di dalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau
kata "copyright", yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak
cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi
baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun.
Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak
cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwa
ciptaan tersebut berhak cipta.
Pada perkembangannya, persyaratan tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi,
terutama bagi negara-negara anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada
sejumlah kecil negara tertentu, persyaratan tersebut kini secara umum bersifat
manasuka kecuali bagi ciptaan yang diciptakan sebelum negara bersangkutan
menjadi anggota Konvensi Bern.
Lambang © merupakan lambang Unicode 00A9 dalam heksadesimal, dan dapat
diketikkan dalam (X)HTML sebagai ©, ©, atau ©
[sunting] Jangka waktu perlindungan hak cipta
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang
berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat
bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di
Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain
yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di
dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya
ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara
umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun
bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta.
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah
sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama
kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama
kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral
pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh
Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU
19/2002 bab III dan pasal 50).
[sunting] Penegakan hukum atas hak cipta
Pemusnahan cakram padat (CD) bajakan di Brasil.
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta
dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara
umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin
lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam
hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang
dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah
dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang
merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU
19/2002 bab XIII).
[sunting] Perkecualian dan batasan hak cipta
Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang
diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah
doktrin fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang
memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur
sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan
tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau
dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang
bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam
lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan
pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang
didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu
ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk
pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk
pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang
dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan
sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit
jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program
komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya,
untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri[2].

Hak cipta foto umumnya dipegang fotografer, namun foto potret seseorang (atau
beberapa orang) dilarang disebarluaskan bila bertentangan dengan kepentingan
yang wajar dari orang yang dipotret. UU Hak Cipta Indonesia secara khusus
mengatur hak cipta atas potret dalam pasal 19–23.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia
untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan
berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan
18), ataupun melarang penyebaran ciptaan "yang apabila diumumkan dapat
merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan
atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan
keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku
dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17)[2]. ketika orang mengambil
hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai
pada kejahatan yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat
terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato
kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan
hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis
lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Di
Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada
dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau
perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli
tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita
aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran,
dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus
disebutkan secara lengkap.
[sunting] Pendaftaran hak cipta di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi
pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan
dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran [2].
Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti
awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan [1].
Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI),
yang kini berada di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta
atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui
konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002
pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat
diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang
mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh
setiap orang tanpa dikenai biaya.
[sunting] Kritik atas konsep hak cipta

Copyleft, lisensi untuk memastikan kebebasan ciptaan.


Kritikan-kritikan terhadap hak cipta secara umum dapat dibedakan menjadi dua
sisi, yaitu sisi yang berpendapat bahwa konsep hak cipta tidak pernah
menguntungkan masyarakat serta selalu memperkaya beberapa pihak dengan
mengorbankan kreativitas, dan sisi yang berpendapat bahwa konsep hak cipta
sekarang harus diperbaiki agar sesuai dengan kondisi sekarang, yaitu adanya
masyarakat informasi baru.
Keberhasilan proyek perangkat lunak bebas seperti Linux, Mozilla Firefox, dan
Server HTTP Apache telah menunjukkan bahwa ciptaan bermutu dapat dibuat
tanpa adanya sistem sewa bersifat monopoli berlandaskan hak cipta [3]. Produk-
produk tersebut menggunakan hak cipta untuk memperkuat persyaratan
lisensinya, yang dirancang untuk memastikan kebebasan ciptaan dan tidak
menerapkan hak eksklusif yang bermotif uang; lisensi semacam itu disebut
copyleft atau lisensi perangkat lunak bebas.
Paten
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Terkini (belum ditinjau)
Langsung ke: navigasi, cari
Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di
bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1)
Sementara itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas,
juga menurut undang-undang tersebut, adalah):
 Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan
pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau
proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU 14
tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
 Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang
secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang
menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3)
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata
patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal
dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang
memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari
definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka
pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat
hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur
siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap
sebagai hak monopoli.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Hukum yang mengatur
2 Subjek yang dapat
dipatenkan
3 Aplikasi
4 Lihat pula
5 Pranala luar
[sunting] Hukum yang mengatur

Contoh sampul dokumen paten Amerika Serikat


Saat ini terdapat beberapa perjanjian internasional yang mengatur tentang hukum
paten. Antara lain, WTO Perjanjian TRIPs yang diikuti hampir semua negara.
Pemberian hak paten bersifat teritorial, yaitu, mengikat hanya dalam lokasi
tertentu. Dengan demikian, untuk mendapatkan perlindungan paten di beberapa
negara atau wilayah, seseorang harus mengajukan aplikasi paten di masing-
masing negara atau wilayah tersebut. Untuk wilayah Eropa, seseorang dapat
mengajukan satu aplikasi paten ke Kantor Paten Eropa, yang jika sukses, sang
pengaju aplikasi akan mendapatkan multiple paten (hingga 36 paten, masing-
masing untuk setiap negara di Eropa), bukannya satu paten yang berlaku di
seluruh wilayah Eropa.
[sunting] Subjek yang dapat dipatenkan
Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan:
proses, mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup
algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (software), teknik
medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus.
Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan
komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya.
Kebenaran matematika, termasuk yang tidak dapat dipatenkan. Software yang
menerapkan algoritma juga tidak dapat dipatenkan kecuali terdapat aplikasi
praktis (di Amerika Serikat) atau efek teknikalnya (di Eropa).
Saat ini, masalah paten perangkat lunak (dan juga metode bisnis) masih
merupakan subjek yang sangat kontroversial. Amerika Serikat dalam beberapa
kasus hukum di sana, mengijinkan paten untuk software dan metode bisnis,
sementara di Eropa, software dianggap tidak bisa dipatenkan, meski beberapa
invensi yang menggunakan software masih tetap dapat dipatenkan.
Paten yang berhubungan dengan zat alamiah (misalnya zat yang ditemukan di
hutan rimba) dan juga obat-obatan, teknik penanganan medis dan juga sekuens
genetik, termasuk juga subjek yang kontroversial. Di berbagai negara, terdapat
perbedaan dalam menangani subjek yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, di
Amerika Serikat, metode bedah dapat dipatenkan, namun hak paten ini tidak dapat
dipraktekkan.
Di Indonesia, syarat hasil temuan yang akan dipatenkan adalah baru (belum
pernah diungkapkan sebelumnya), mengandung langkah inventif (tidak dapat
diduga sebelumnya), dan dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu
perlindungan untuk paten ‘biasa’ adalah 20 tahun, sementara paten sederhana
adalah 10 tahun. Paten tidak dapat diperpanjang. Untuk memastikan teknologi
yang diteliti belum dipatenkan oleh pihak lain dan layak dipatenkan, dapat
dilakukan penelusuran dokumen paten. Ada beberapa kasus khusus penemuan
yang tidak diperkenankan mendapat perlindungan paten, yaitu proses / produk
yang pelaksanaannya bertentangan dengan undang-undang, moralitas agama,
ketertiban umum atau kesusilaan; metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan
dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; serta
teori dan metode di bidang matematika dan ilmu pengetahuan, yakni semua
makhluk hidup, kecuali jasad renik, dan proses biologis penting untuk produksi
tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikro-biologis.
[sunting] Aplikasi
Halaman ini belum atau baru diterjemahkan sebagian dari bahasa
Melayu.
Bantulah Wikipedia untuk melanjutkannya. Lihat panduan penerjemahan
Wikipedia.
Paten dipohon dengan mengisi permohonan Paten bertulis di kantor yang berkait.
Pemohonan berisi deskripsi bagaimana caranya untuk membuat dan memakai
penemuan dan, di bawah beberapa perundangan, jika tidak jelas, kegunaan
penemuan. Permohonan paten juga mungkin atau harus terdiri dari "klaim". Klaim
menegaskan penemuan dan perwujudan untuk yang pelamar ingin hak-hak jelas.
Untuk paten untuk diberi, itu akan menerima efek hukum, permohonan jelas harus
memenuhi syarat hukum berhubungan ke patentability. Apabila patent
penggunaan sudah berasah, kebanyakan kantor paten memeriksa permohonan
untuk memenuhi dengan undang-undang Patentability yang relevan. Jika
permohonan tidak memenuhi syarat, penolakan biasanya dikembalikan kepada
pelamar atau agen pematen mereka, yang bisa menanggapi keberatan untuk
mencoba mengatasi mereka dan mendapatkan dana bantuan paten.
Setelah diberi paten, ianya subyek di kebanyakan negara untuk biaya
maintenance, secara umum diperbaharui setiap tahun, AS yang menjadi
kekecualian penting.
Dalam Egbert v. Lippmann,104 U. S. 333 (1881) (the "korset kasus"), Mahkamah
Agung Amerika Serikat memperkokoh keputusan bahwa seorang penemu yang
sudah "benar-benar memikirkan hak-haknya selama sebelas tahun" dengan tidak
melamar paten tidak bisa mendapatkan sesuatu paten pada waktu itu. Keputusan
ini ditetapkan sebagai aturan 35. yang menghalang seorang penemu dari
mendapatkan paten jika penemuan sudah di guna oleh publik selama lebih dari
satu tahun sebelum memohon paten.
Syarat hasil temuan yang akan dipatenkan di Indonesia adalah baru (belum pernah
diungkapkan sebelumnya), mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga
sebelumnya), dan dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu perlindungan
untuk paten ‘biasa’ adalah 20 tahun, sementara paten sederhana adalah 10 tahun.
Paten tidak dapat diperpanjang. Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum
dipatenkan oleh pihak lain dan layak dipatenkan, dapat dilakukan penelusuran
dokumen paten. Ada beberapa kasus khusus penemuan yang tidak diperkenankan
mendapat perlindungan paten, yaitu proses / produk yang pelaksanaannya
bertentangan dengan undang-undang, moralitas agama, ketertiban umum atau
kesusilaan; metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan
yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; serta teori dan metode di
bidang matematika dan ilmu pengetahuan, yakni semua makhluk hidup, kecuali
jasad renik, dan proses biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan,
kecuali proses non-biologis atau proses mikro-biologis.
Kejahatan Dalam Dunia Komputer

Dalam jaringan komputer seperti internet, masalah kriminalitas menjadi semakin


kompleks karena ruang lingkupnya yang luas. Menurut Edmon Makarim (2001:
12) kriminalitas di internet atau cybercrime pada dasarnya adalah suatu tindak
pidana yang berkaitan dengan cyberspace, baik yang menyerang fasilitas umum di
dalam cyberspace ataupun kepemilikan pribadi.

Jenis-jenis kejahatan di internet terbagi dalam berbagai versi. Salah satu versi
menyebutkan bahwa kejahatan ini terbagi dalam dua jenis, yaitu kejahatan dengan
motif intelektual. Biasanya jenis yang pertama ini tidak menimbulkan kerugian
dan dilakukan untuk kepuasan pribadi. Jenis kedua adalah kejahatan dengan motif
politik, ekonomi, atau kriminal yang potensial yang dapat menimbulkan kerugian
bahkan perang informasi.

Versi lain membagi cybercrime menjadi tiga bagian yaitu pelanggaran akses,
pencurian data, dan penyebaran informasi untuk tujuan kejahatan. Secara garis
besar, ada beberapa tipe cybercrime, seperti dikemukakan Philip Renata dalam
suplemen BisTek Warta Ekonomi No. 24 edisi Juli 2000, h.52 yaitu:

1. Joy computing, yaitu pemakaian komputer orang lain tanpa izin. Hal ini
termasuk
pencurian waktu operasi komputer
2. Hacking, yaitu mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu
terminal .
3. The Trojan Horse, yaitu manipulasi data atau program dengan jalan mengubah
data
atau instruksi pada sebuah program, menghapus, menambah, menjadikan tidak
terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi pribadi atau orang lain.
4. Data Leakage, yaitu menyangkut bocornya data ke luar terutama mengenai data
yang
harus dirahasiakan. Pembocoran data komputer itu bisa berupa berupa rahasia
negara, perusahaan, data yang dipercayakan kepada seseorang dan data dalam
situasi tertentu.
5. Data Diddling, yaitu suatu perbuatan yang mengubah data valid atau sah
dengan
cara tidak sah, mengubah input data, atau output data.
6. To frustate data communication atau penyia-nyiaan data computer.
7. Software piracy yaitu pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang
dilindungi HAKI.

di content, computer system dan communication system milik orang lain atau
umum di dalam cyberspace (Edmon Makarim, 2001: 12) . Pola umum yang
digunakan untuk menyerang jaringan komputer adalah memperoleh akses
terhadap account user dan kemudian menggunakan sistem milik korban sebagai
platform untuk menyerang situs lain. Hal ini dapat diselesaikan dalam waktu 45
detik dan mengotomatisasi akan sangat mengurangi waktu yang diperlukan
(Purbo, dan Wijahirto, 2000: 9).

Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak


berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan tanpa
mengenal batas teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku
dengan korban kejahatan. Bisa dipastikan dengan sifat global internet , semua
negara yang melakukan kegiatan internet hampir pasti akan terkena impas
perkembangan cybercrime ini.
Berita Kompas Cyber Media (19/3/2002) menulis bahwa berdasarkan survei AC
Nielsen 2001 Indonesia ternyata menempati posisi ke enam terbesar di dunia atau
ke empat di Asia dala tindak kejahatan di internet. Meski tidak disebutkan secara
rinci kejahatan macam apa saja yang terjadi di Indonesia maupun WNI yang
terlibat dalam kejahatan tersebut, hal ini merupakan peringatan bagi semua pihak
untuk mewaspadai kejahatan yang telah, sedang, dan akan muncul dari pengguna
teknologi informasi.

Istilah-istilah Kejahatan dalam Komputer :

1. Hacker
2. Cracker
3. Spamer
4. Virus Komputer
5. Worm
6. Spyware

Tapi untuk artikel penulisan kali ini kita hanya akan menjelaskan tentang Hacker
dan Cracker saja. Untuk 4 istilah lainnya akan di jelaskan pada artikel selajutnya.

1. Hacker

Hacker adalah sebutan untuk orang atau sekelompok orang yang memberikan
sumbangan bermanfaat untuk dunia jaringan dan sistem operasi, membuat
program bantuan untuk dunia jaringan dan komputer.Hacker juga bisa di
kategorikan perkerjaan yang dilakukan untuk mencari kelemahan suatu system
dan memberikan ide atau pendapat yang bisa memperbaiki kelemahan system
yang di temukannya.

2. Cracker
Sedangkan cracker adalah sebutan untuk orang yang mencari kelemahan system
dan memasukinya untuk kepentingan pribadi dan mencari keuntungan dari system
yang di masuki seperti: pencurian data, penghapusan, dan banyak yang lainnya.
Hirarki / Tingkatan Hacker
Ternyata Hacker juga mempunyai tingkatan-tingkatan, tiap tingkatan di bedakan
dengan kemampuan dan ilmu yang dimiliki sang hacker :

1. Elite
Ciri-ciri : mengerti sistem operasi luar dalam, sanggup mengkonfigurasi &
menyambungkan jaringan secara global, melakukan pemrogramman setiap
harinya,
effisien & trampil, menggunakan pengetahuannya dengan tepat, tidak
menghancurkan
data-data, dan selalu mengikuti peraturan yang ada. Tingkat Elite ini sering
disebut sebagai ‘suhu’.

2. Semi Elite
Ciri-ciri : lebih muda dari golongan elite, mempunyai kemampuan & pengetahuan
luas tentang komputer, mengerti tentang sistem operasi (termasuk lubangnya),
kemampuan programnya cukup untuk mengubah program eksploit.

3. Developed Kiddie
Ciri-ciri : umurnya masih muda (ABG) & masih sekolah, mereka membaca
tentang
metoda hacking & caranya di berbagai kesempatan, mencoba berbagai sistem
sampai
akhirnya berhasil & memproklamirkan kemenangan ke lainnya, umumnya masih
menggunakan Grafik User Interface (GUI) & baru belajar basic dari UNIX tanpa
mampu menemukan lubang kelemahan baru di sistem operasi.

4. Script Kiddie
Ciri-ciri : seperti developed kiddie dan juga seperti Lamers, mereka hanya
mempunyai pengetahuan teknis networking yang sangat minimal, tidak lepas dari
GUI, hacking dilakukan menggunakan trojan untuk menakuti & menyusahkan
hidup
sebagian pengguna Internet.

5. Lammer
Ciri-ciri : tidak mempunyai pengalaman & pengetahuan tapi ingin menjadi hacker
sehingga lamer sering disebut sebagai ‘wanna-be’ hacker, penggunaan komputer
mereka terutama untuk main game, IRC, tukar menukar software prirate, mencuri
kartu kredit, melakukan hacking dengan menggunakan software trojan, nuke &
DoS,
suka menyombongkan diri melalui IRC channel, dan sebagainya. Karena banyak
kekurangannya untuk mencapai elite, dalam perkembangannya mereka hanya
akan
sampai level developed kiddie atau script kiddie saja.

Cracker tidak mempunyai hirarki khusus karena sifatnya hanya membongkar dan
merusak
To be Continued…

Modal intelektual
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Modal intelektual (Bahasa Inggris: intellectual capital) adalah suatu istilah yang
memiliki berbagai definisi dalam teori-teori ekonomi yang berbeda. Karenanya,
satu-satunya definisinya yang paling netral adalah suatu debat mengenai "aktiva
tak berwujud" (intangibles) dalam ekonomi dan asumsi modal yang menciptakan
kekayaan intelektual. Jenis modal ini jarang atau tak pernah muncul dalam praktik
akuntansi.
Istilah ini terutama dipergunakan oleh ahli teori dalam teknologi informasi, riset
inovasi, transfer teknologi, dan bidang-bidang lain yang terutama menyangkut
teknologi, standar, dan modal ventura. Populer pada periode 1995-2000, istilah ini
terutama digunakan oleh teori-teori untuk menjelaskan "dotcom boom" dan
valuasi tinggi yang terjadi pada saat itu.

Manajemen pengetahuan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Terkini (belum ditinjau)
Langsung ke: navigasi, cari
Manajemen pengetahuan (Bahasa Inggris: knowledge management) adalah
suatu rangkaian kegiatan yang digunakan oleh organisasi atau perusahaan untuk
mengidentifikasi, menciptakan, menjelaskan, dan mendistribusikan pengetahuan
untuk digunakan kembali, diketahui, dan dipelajari di dalam organisasi. Kegiatan
ini biasanya terkait dengan objektif organisasi dan ditujukan untuk mencapai
suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama, peningkatan kinerja, keunggulan
kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi.
Transfer pengetahuan (salah satu aspek dari manajemen pengetahuan) dalam
berbagai bentuk, telah sejak lama dilakukan. Contohnya adalah melalui diskusi
sepadan dalam kerja, magang, perpustakaan perusahaan, pelatihan profesional,
dan program mentoring. Walaupun demikian sejak akhir abad ke-20, teknologi
tambahan telah diterapkan untuk melakukan tugas ini, seperti basis pengetahuan,
sistem pakar, dan repositori pengetahuan.
Pengetahuan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Keseluruhan artikel atau bagian tertentu dari artikel ini perlu di-
wikifikasi.
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis,
konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah
benar atau berguna.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melalui pengamatan akal.Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian
tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika
seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan
pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi
dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan
ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan
secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang
menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan
menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris
tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi
manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk
memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang
manajemen organisasi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal
budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih
menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada
pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil
1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris,
melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang
tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang
tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk
mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya.
Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif dengan
tahapan-tahapannya.
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
 Pendidikan
Pendidikan” adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu
mencerdaskan manusia.
 Media
Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas.
Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.
 Keterpaparan informsi
pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah “that of which
one is apprised or told: intelligence, news”. Kamus lain menyatakan bahwa
informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun ada pula yang menekankan
informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu istilah informasi juga memiliki
arti yang lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi informasi yang
mengartikannya sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan
informasi dengan tujuan tertentu. Sedangkan informasi sendiri mencakup data,
teks, image, suara, kode, program komputer, databases . Adanya perbedaan
definisi informasi dikarenakan pada hakekatnya informasi tidak dapat diuraikan
(intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang
diperoleh dari data dan observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan
melalui komunikasi

Beberapa Masalah Hukum Seputar Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia


(Some Legal Problems on Intellectual Property Rights in Indonesia)
oleh Prof. Dr. H. Syafrinaldi, SH., MCL.
Pekanbaru, 21-04-2008

Makalah Beberapa Masalah Hukum Seputar Hak Kekayaan Intelektual Di


Indonesia (Some Legal Problems on Intellectual Property Rights in Indonesia)
yang disampaikan oleh Prof. Dr. H. Syafrinaldi, SH., MCL. pada International
Seminar on Law and Intellectual Property Rights held by Universiti Kebangsaan
Malaya (UKM) in Kuala Lumpur o 21st of April 2008.

A. Pendahuluan
Era masyarakat Informasi ditandai dengan semakin maju pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Globalisasi merupakan konsekuensi logis dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Sebenarnya proses globalisasi
itu berasal dari negara-negara barat (Eropa dan Amerika khususnya) yang
kemudian ditularkan ke negara-negara lain di seantero jagad raya ini melalui
dunia perdagangan, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagai negara berkembang (developing country), Indonesia bersama dengan
negara-negara yang termasuk kedalam kelompok negara dunia ketiga tidak dapat
menghindar dari globalisasi . Arus masuk berupa ilmu pengetahuan dan teknologi
ke negara Indonesia bukanlah merupakan sesuatu hal untuk dihindari, melainkan
telah menjadi kebutuhan suatu bangsa untuk mencapai suatu kemajuan.

Peran teknologi informasi dalam masyarakat komunikatif seakarang ini semakin


memainkan peran penting . Dalam banyak hal kehidupan manusia
memperlihatkan ketergantungannya pada teknologi informasi ini, seperti berbagai
mesin dalam dunia usaha dan industri yang siap menggantikan tenaga manusia,
internet yang memiliki banyak keunggulan dalam berusaha telah menawarkan
alternatif kepada pelaku usaha dan konsumen serta kemajuan lainnya. Semua
kemajuan yang positif itu, tidak jarang pula memiliki dampak yang negatif,
sehingga hal ini cenderung melahirkan kekosongan hukum, seperti dalam bidang
E-Commerce dan Cyber Crime.
Oleh karena itu, para lawyer di jagad raya dewasa ini sangat ditantang
kemampuannya dalam merumuskan berbagai aturan hukum yang dapat
memberikan perlindungan bagi karya-karya intelektual manusia dan ekses-ekses
negatif dari perkembangannya.

B. Arti Penting Hak Kekayaan Intelektual


Hak kekayaan intelektual dewasa ini telah merupakan alat yang ampuh untuk
pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu bangsa (a powerful tool for
economic development) . Data menunjukan bahwa umumnya ekspor negara-
negara berkembang dalam bentuk hasil-hasil dan kekayaan alam tidak dapat
dibanggakan lagi. Kemerosotan prosentase ekspor tersebut mencapai 70% pada
tahun 1900 turun hingga 20% pada akhir abad ke 20 . Data tersebut menunjukkan
bahwa, sumber kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu bangsa pada
kenyataannya tidak dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi
rakyatnya. Tetapi, dengan menghandalkan hak kekayaan intelektual banyak sudah
Negara-negara menjadi Negara sejahtera (welfare state). Karya intelektual
manusia merupakan potensi ekonomi yang tidak habis-habisnya dan akan terus
mengalami perkembangan dan kemajuan.
Tidak dapat disangkal lagi, bahwa hak kekayaan intelektual merupakan pintu
gerbang bagi lahirnya ilmu pengetahuan dan teknolohi. Teknologi tidak lahir
dengan sendirinya, seperti halnya manusia yang lahir dari kandungan ibunya.
Suatu teknologi dihasilkan karena adanya daya kreasi intelektual manusia yang
diwujudkan melalui suatu tahapan penelitian yang kemudian menghasilkan
invensi (invention).

Berbagai perkembangan teknologi dalam berbagai bidang, baik itu yang sifatnya
sederhana maupun high tech, merupakan hasil invensi manusia yang dipatenkan
dan dengan demikian dilindungi oleh kaedah hukum, baik hukum internasional
maupun hukum nasional suatu negara. Perlindungan hukum terhadap hak
kekayaan intelektual itu terdapat hak komersial yang besar jumlahnya.
Menurut pengertian ini dapat dikatakan bahwa hukum memainkan peran penting
dan menentukan dalam pembangunan ekonomi suatu masyarakat baik local,
nasional maupun internasional. Apalagi di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan
hukum tidak hanya dirasakan oleh masyarakat awam dan si pencari keadilan
dalam berperkara di pengadilan saja, tetapi pelaku bisnis, ekonom, petani dan
teknokrat juga membutuhkan hukum yang tujuannya adalah untuk memberikan
perlindungan hukum untuk bidang dan profesinya masing-masing.

C. Permasalahan Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia


1. Diseminasi Yang Belum Tuntas
Diseminasi peraturan perundang-undangan ditengah-tengah masyarakat
merupakan rangkaian dari system hukum secara keseluruhan. Artinya, suatu
ketentuan hukum yang baru diberlakukan harus dilakukan diseminasi oleh
pemerintah agar supaya ketentuan hukum tersebut dapat diketahui, dipahami dan
dilaksanakan oleh masyarakat luas dan semua pihak. Idealnya diseminasi tersebut
sudah harus dimulai pada saat rancangan undang-undang tersebut dibicarakan di
parlemen.
Berkenaan dengan hak kekayaan intelektual di Indonesia, ketentuan hukum yang
mengatur bidang-bidang hak kekayaan intelektual, seperti : hak cipta , paten ,
merek , perlindungan varietas tanaman (PVT) , rahasia dagang , desain industri ,
dan desain tata letak sirkuit terpadu (DTLST) belum terdiseminasi dengan baik
dan menyeluruh. Hal ini merupakan salah satu titik lemah dari pelaksanaan
hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia.
Kurangnya diseminasi yang dilakukan oleh pemerintah disebabkan oleh beberapa
factor, seperti minimnya pemahaman pemerintah, baik pada tingkat pusat maupun
daerah, dalam bidang hak kekayaan intelektual. Kondisi ini ditambah lagi dengan
kurangnya alokasi dana untuk kegiatan diseminasi hak kekayaan intelektual baik
untuk lingkungan internal mereka maupun untuk masyarakat luas.

Peran swasta dalam mengembangkan hak kekayaan intelektual di Indonesia


dirasakan sangat kurang sekali. Disamping itu yang lebih tragis lagi adalah para
akademisi baik pada tingkat sekolah menengah umum maupun pendidikan tinggi
masih banyak yang belum memahami hak kekayaan intelektual dengan baik.
Padahal, kampus merupakan salah satu sumber yang sangat potensial dalam
mencetuskan ide-ide suatu penelitian sebagai cikal bakal lahirnya invensi. Ini
merupakan salah satu tahapan untuk menghasilkan suatu teknologi baru yang
termasuk dalam ruang lingkup paten.
2. Penegakkan Hukum (Law Enforcement)

Permasalahan law enforcement merupakan topik yang tidak henti-hentinya


dibicarakan di setiap negara, terutama di negara-negara dunia ketiga atau
developing countries. Penegakan hukum secara tepat dan konsekwen merupakan
modal dasar untuk mencapai tujuan Negara domokratis dan mencapai
pertumbuhan ekonomi yang optimal . Apalagi potret intellectual property rights di
negara-negara berkembang masih sangat sulit berkembang. Demikian juga dengan
praktek penegakan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual.
Kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual di Indonesia, seperti
pembajakan berbagai karya-karya cipta, pemalsuan merek dan lain sebagainya
makin hari semakin tinggi baik secara kuantitas maupun kualitas. Anehnya, sangat
jarang kasus-kasus pelanggaran tersebut yang sampai dinaikkan ke Pengadilan.
Padahal, kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual itu dapat ditemui
dengan mudah di hamper setiap sudut kota di Indonesia.
Bila kita melihat praktek-praktek yang dilakukukan masyarakat, maka dapat
dikatakan bahwa penegakan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual di
Indonesia sangat lemah sekali. Inilah salah satu sebab kenapa Indonesia
dimasukkan ke dalam daftar “priority watchlist country” oleh Amerika Serikat.

Di mata internasional Indonesia telah mendapat prediket sebagai bangsa pembajak


karya cipta milik orang lain dan bangsa lain. Artinya, Indonesia merupakan salah
satu negara yang paling parah dalam penegakan hokum dalam bidang hak
kekayaan intelektual Tidak hanya itu, bila dibandingkan dengan Malaysia saja,
Indonesia merupakan negara yang relatif kecil menerbitkan buku-buku dalam
bidang hak cipta. Padahal, dari sisi jumlah penduduk Indonesia memiliki
penduduk hampir tujuh kali banyak dari jumlah penduduk Malaysia.

3.Jumlah Paten Masih Minim

Banyaknya jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu negara berbanding lurus
dengan kemajuan teknologi dan ekonomi negara tersebut. Sebaliknya, semakin
kecil jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu bangsa, maka akan semakin miskin
dan terkebelakang pula negara tersebut.

Indonesia semakin hari menghadapi situasi dimana perkembangan hak keakayaan


intelektual kurang bergairah. Dari jumlah paten yang dihasilkan selama tahun
2002 dapat dikatakan, bahwa jumlah paten domestik yang dalam proses
pemeriksaan substantif adalah sebanya 21, sedang paten sederhana sebanyak 51.
Sementara itu, paten asing yang dihasilkan pada tahun yang sama sebesar 2471
dan 14 untuk paten sederhana . Dari data tersebut dapat disimpulkan, bahwa
perolehan paten domestik secara keseluruhan di Indonesia pada tahun 2002
kurang dari tiga persen. Padahal salah satu konsekuensi yang harus dipikul oleh
negara Indonesia setelah meratifikasi Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights Agreement pada tahun 1995 (TRIPS Agreement) adalah
meningkatkan jumlah paten domestik minimal 10 persen dari jumlah keseluruhan
paten di Indonesia.

D. Hak Kekayaan Intelektual Di Negara-Negara ASEAN


Dibandingkan dengan negara-negara di kawasan lain, seperti Eropa, dan Amerika,
negara-negara ASEAN pada umumnya masih tertinggal dalam bidang hak
kekayaan intelektual.
Sejak disetujuinya Perjanjian mengenai Hak Kekayaan Intelektual oleh negara-
negara ASEAN pada tahun 1995 di Bangkok , hingga tahun 2004 ini belum
terlihat langkah maju yang konkrit yang ditunjukkan oleh negara-negara anggota
ASEAN dalam bidang hak kekayaan intelektual, kecuali beberapa Negara anggota
secara sendiri-sendiri, seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Hal ini sangat
dapat dimengerti, karena kondisi ekonomi negara anggota ASEAN yang sangat
berbeda satu sama lainnya.
Krisis ekonomi dan politik yang melanda beberapa negara ASEAN, sperti
Indonesia, Malaysia dan Thailand pada tahun akhir tahun 1997 merupakan salah
satu factor yang menyebabkan sulit terlaksananya isi perjanjian hak kekayaan
intelektual tersebut. Indonesia saja misalnya, hingga kini krisis yang telah
berlangsung sejak akhir 1997 tersebut semakin melilit kehidupan bangsa dan
negara baik dalam bidang ekonomi dan moneter, politik, budaya dan moral.

Kerjasama ASEAN yang ditandatangani di Bangkok tanggal 15 Desember 1995


memiliki tujuan sebagai berikut :
a

Untuk memperkuat kerjasama negara-negara anggota dalam bidang IPR melalui


suatu pegangan yang kuat dan terbuka untuk tuntutan dan pertumbuhan
perdagangan bebas regional dan global
b

Untuk mendukung kerjasama yang erat dalam bidang hak kekayaan intelektual
antar warga negara satu sama lainnya dalam wilayah ASEAN termasuk juga
dalam bidang privat dan persekutuan
c

Untuk mengusahakan format kerjasama yang sesuai dalam ikatan ASEAN yang
dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan solidaritas dan mendorong
inovasi teknologi serta pertukaran dan perluasan teknologi dalam kawasan
ASEAN
d

Untuk mengusahakan suatu kemungkinan diciptakannnya satu patent system di


kawasan ASEAN dan memantau perkembangan perlindungan paten secara
regional dan internasional
e

Untuk mengusahakan pendirian suatu system merek tunggal di kawasan ASEAN,


termasuk juga satu kantor merek ASEAN dan memantau perkembangan
perlindungan merek secara regional dan internasional
f

Untuk mempersiapkan dan membangun satu system dan standar perlindungan hak
kekayaan intelektual bagi negara-negara di kawasan ASEAN yang sesuai dengan
ketentuan internasion
Cita-cita negara-negara ASEAN dalam bidang hak kekayaan intelektual yang
telah dicetuskan sembilan tahun lalu hanya merupakan untaian kata-kata dan
kalimat-kalimat yang kurang bermakna. Oleh karena itu, negara-negara anggota
ASEAN perlu diberi semangat baru dalam menindaklanjuti kesepakatan 1995
tersebut untuk mewujudkan impiannya yang sudah terkubur.

E. Penutup
Untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam bidang ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi sudah seharusnya pemerintah melakukan perubahan
yang mendasar mengenai strategi pembangunannya. Pemerintah Indonesia harus
memikirkan dan mengambil sikap tentang bagaimana upaya yang harus dilakukan
untuk membangunan perekonomian yang sudah terperosok dalam dengan
mengambil manfaat dari berbagai karya intelektual manusia.
Persoalan supremasi hukum (rule of law) dan penegakkan hak asasi manusia
(human rights) harus menjadi political will pemerintah untuk menempuh dan
menjelang era baru dalam berbangsa dan bernegara. Penegakan hukum harus
dilaksanakan secara maksimal dan konsekuen.
Kerjasama regional antar bangsa-bangsa di ASEAN dalam bidang hak kekayaan
intelektual harus terus ditingkatkan. Perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang
diantara Negara-negara ASEAN harus dijadikan modal dan perekat untuk
memajukan perekonomian regional di Asia Tenggara.
Mudah-mudahan seminar yang diadaakan oleh Universiti Utara Malaysia dengan
Program Pascasarjana Universitas Islam Riau ini dalam bidang hak kekayaan
intelektual dapat menjadi kontribusi yang positif dalam pemahaman dan
pengembangan hak kekayaan intelektual, baik di Malaysia maupun di Indonesia.

TUGAS MATA KULIAH


KOMUNIKASI INTERPERSONAL
dan
ETIKA PROFESI

Rama Sugiharto
06405009

TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS TRISAKTI
Jl. Kyai Tapa – Jakarta Barat
Telp. (021) 5672731
JUDUL

Komunikasi Interpersonal
dan
Etika Profesi

Etika Profesi Teknologi Informasi

KATA PENGANTAR

Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat karunia-Nya


penyusun dapat menyusun tugas ini. Tugas ini dibuat berdasarkan referensi yang
di dapatkan dan di susun secara sederhana dengan tujuan agar dapat mengetahui
lebih dalam lagi mengenai Etika Profesi.
Oleh karena itu betapa baiknya jika kita mengulas lebih dalam lagi mengenai
Etika Profesi. Etika Profesi merupakan tata cara atau sopan santun dalm
berprofesi, karena tidak hanya dalam kehidupan saja kita harus bersopan santun.
Dalam bekerja pun kita juga harus bersopan santun.
Dan oleh sebab itu penulis sangat berharap apa yang telah disusun ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Namun dibalik harapan ini saya sadar bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah
SWT dan ketidaksempurnaan sudah barang tentu milik manusia (Saya). Dengan
demikian apabila masih ada kekurangan dalam makalah ini harap maklum, karena
saya masih dalam pembelajaran dan masih perlu banyak mendapatkan bimbingan.
Akhirnya saya tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata
Kuliah Komunikasi Interpersonal dan Etika Profesi yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk belajar dan berlatih membuat tugas yang baik dan
menarik untuk di baca serta di pelajari.

Bekasi, Januari 2007

PENULIS

I. Pengertian Etika Profesi Teknologi Informasi

Pengertian Etika, Moral dan Profesi. Kata etika berasal dari bahasa Yunani, ethos
atau ta etha yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kebiasaan atau adat
istiadat. Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan
filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral,
perintah, tindakan kebajikan dan suara hati. Kata yang agak dekat dengan
pengertian etika adalah moral. Kata moral berasal dari bahasa Latin yaitu mos
atau mores yang berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, tabiat, watak, akhlak
dan cara hidup. Secara etimologi, kata etika (bahasa Yunani) sama dengan arti
kata moral (bahasa Latin), yaitu adat istiadat mengenai baik-buruk suatu
perbuatan. Namun demikian moral tidak sama dengan etika. Kata moral lebih
mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia, menuntun manusia
bagaimana seharusnya ia hidup atau apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan. Sedangkan etika adalah ilmu, yakni pemikiran rasional, kritis dan
sistematis tentang ajaran-ajaran moral. Etika menuntun seseorang untuk
memahami mengapa atau atas dasar apa ia harus mengikuti ajaran moral tertentu.
Dalam artian ini, etika dapat disebut filsafat moral. Yang dimaksud etika profesi
adalah norma-norma, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi
oleh sekelompok orang yang disebut kalangan profesional. Lalu siapakah yang
disebut profesional itu? Orang yang menyandang suatu profesi tertentu disebut
seorang profesional. Selanjutnya Oemar Seno Adji mengatakan bahwa peraturan-
peraturan mengenai profesi pada umumnya mengatur hak-hak yang fundamental
dan mempunyai peraturan-peraturan mengenai tingkah laku atau perbuatan dalam
melaksanakan profesinya yang dalam banyak hal disalurkan melalui kode etik.
Sedangkan yang dimaksud dengan profesi adalah suatu moral community
(masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai bersama. Mereka
membentuk suatu profesi yang disatukan karena latar belakang pendidikan yang
sama dan bersama-sama memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain.

II. Masalah Etika Profesi Teknologi Informasi di Indonesia

Selama ini kalau kita berbicara tentang muamalah, terutama ekonomi, kita akan
berbicara tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Hal ini memang
merupakan prinsip dasar dari muamalah itu sendiri, yang menyatakan, Perhatikan
apa yang dilarang, diluar itu maka boleh dikerjakan. Tetapi pertanyaan kemudian
mengemuka, seperti apakah ekonomi dalam sudut pandang Islam itu sendiri?
Bagaimana filosofi dan kerangkanya? Dan bagaimanakah ekonomi Islam yang
ideal itu?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka sebenarnya kita perlu
melihat bagaimanakah metodologi dari ekonomi Islam itu sendiri. Muhammad
Anas Zarqa, menjelaskan bahwa ekonomi Islam itu terdiri dari 3 kerangka
metodologi.
Pertama adalah presumptions and ideas, atau yang disebut dengan ide dan prinsip
dasar dari ekonomi Islam. Ide ini bersumber dari Al Qur?an, Sunnah, dan Fiqih Al
Maqasid. Ide ini nantinya harus dapat diturunkan menjadi pendekatan yang ilmiah
dalam membangun kerangka berpikir dari ekonomi Islam itu sendiri.
Kedua adalah nature of value judgement, atau pendekatan nilai dalam Islam
terhadap kondisi ekonomi yang terjadi. Pendekatan ini berkaitan dengan konsep
utilitas dalam Islam.
Terakhir, yang disebut dengan positive part of economics science. Bagian ini
menjelaskan tentang realita ekonomi dan bagaimana konsep Islam bisa diturunkan
dalam kondisi nyata dan riil. Melalui tiga pendekatan metodologi tersebut, maka
ekonomi Islam dibangun.
Ahli ekonomi Islam lainnya, Masudul Alam Choudhury, menjelaskan bahwa
pendekatan ekonomi Islam itu perlu menggunakan shuratic process, atau
pendekatan syura. Syura itu bukan demokrasi. Shuratic process adalah metodologi
individual digantikan oleh sebuah konsensus para ahli dan pelaku pasar dalam
menciptakan keseimbangan ekonomi dan perilaku pasar. Individualisme yang
merupakan ide dasar ekonomi konvensional tidak dapat lagi bertahan, karena
tidak mengindahkan adanya distribusi yang tepat, sehingga terciptalah sebuah
jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin. Pertanyaan kemudian muncul,
apakah konsep Islam dalam ekonomi bisa diterapkan di suatu negara, misalnya di
negara kita? Memang baru-baru ini muncul ide untuk menciptakan dual economic
system di negara kita, dimana ekonomi konvensional diterapkan bersamaan
dengan ekonomi Islam. Tapi mungkinkah Islam bisa diterapkan dalam kondisi
ekonomi yang nyata? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Umar Chapra
menjelaskan bahwa terdapat dua aliran dalam ekonomi, yaitu aliran normatif dan
positif. Aliran normatif itu selalu memandang sesuatu permasalahan dari yang
seharusnya terjadi, sehingga terkesan idealis dan perfeksionis. Sedangkan aliran
positif memandang permasalahan dari realita dan fakta yang terjadi. Aliran positif
ini pun kemudian menghasilkan perilaku manusia yang rasional. Perilaku yang
selalu melihat masalah ekonomi dari sudut pandang rasio dan nalarnya. Kedua
aliran ini merupakan ekstrim diantara dua kutub yang berbeda.
Lalu apa hubungannya kedua aliran tersebut dengan pelaksanaan ekonomi Islam?
Ternyata hubungannya adalah akan selalu ada orang-orang yang mempunyai
pikiran dan ide yang bersumber dari dua aliran tersebut. Jadi atau tidak jadi
ekonomi Islam akan diterapkan, akan ada yang menentang dan mendukungnya.
Oleh karena itu sebagai orang yang optimis, maka penulis akan menyatakan ?Ya?,
Islam dapat diterapkan dalam sebuah sistem ekonomi. Tetapi optimisme ini akan
dapat terwujud manakala etika dan perilaku pasar sudah berubah. Dalam Islam
etika berperan penting dalam menciptakan utilitas atau kepuasan. Konsep Islam
menyatakan bahwa kepuasan optimal akan tercipta manakala pihak lain sudah
mencapai kepuasan atau hasil optimal yang diinginkan, yang juga diikuti dengan
kepuasan yang dialami oleh kita. Islam sebenarnya memandang penting adanya
distribusi, kemudian lahirlah zakat sebagai bentuk dari distribusi itu sendiri.
Maka, sesungguhnya kerangka dasar dari ekonomi Islam didasari oleh tiga
metodolodi dari Muhammad Anas Zarqa, yang kemudian dikombinasikan dengan
efektivitas distribusi zakat serta penerapan konsep shuratic
process (konsensus bersama) dalam setiap pelaksanaannya. Dari kerangka
tersebut, insyaAllah ekonomi Islam dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
Dan semua itu harus dibungkus oleh etika dari para pelakunya serta peningkatan
kualitas sumber daya manusianya. Utilitas yang optimal akan lahir manakala
distribusi dan adanya etika yang menjadi acuan dalam berperilaku ekonomi. Oleh
karena itu semangat untuk memiliki etika dan perilaku yang ihsan kini harus
dikampanyekan kepada seluruh sumber daya insani dari ekonomi Islam. Agar
ekonomi Islam dapat benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata, yang akan
menciptakan keadilan sosial, kemandirian, dan kesejahteraan masyarakatnya.
III. Pelaksanaan Etika Profesi Teknologi Informasi di Indonesia

Penghinaan Untuk Wartawan

Jaman sudah berubah. Namun masih banyak wartawan yang masih konservatif,
melarang wartawan lain masuk pos-nya. Sekedar arogan atau takut kehilangan
lahan.
Di akhir masa jabatannya, Pangdam Jaya Mayjen TNI Djadja Suparman
memberikan sumbangan sebanyak 100 juta rupiah kepada wartawan peliput
Kodam Jaya. Djadja berharap, dana tersebut dimanfaatkan untuk membentuk
koperasi wartawan Kodam.
Djadja memberikan dana tersebut secara simbolis kepada Koordinator Wartawan
Kodam Jaya, Ballian Siregar (Pos Kota), saat silahturahmi menjelang serah terima
jabatan Pangdam. Ballian (Ian) mengaku, bantuan tersebut tidak akan membuat
wartawan di lingkungan Kodam kehilangan sikap kritis. "Walaupun dikasih 100
juta rupiah," katanya, wartawan tetap akan independen dan tidak mau berada di
bawah kontrol (terkooptasi) Kodam. Rencananya, lanjut Ian, dana akan
dimanfaatkan untuk mendirikan Wartel dan Warung Sembako.
Pemberian "sumbangan" Pangdam tersebut membuat gerah sejumlah jurnalis.
Pasalnya, masih saja dalam era reformasi seperti ini -dimana masyarakat sedang
getol menginginkan clean government / clean governance, sekelompok wartawan
masih mau menerima bantuan dari lembaga yang nota bene adalah medan
pemberitaan. "Lepas dari ikhlas atau atas permintaan, sudah sepatutnya
sumbangan dari Pangdam itu ditolak. Ini masalah etika moral seorang wartawan.
Apalagi, darimana sih Pangdam dapat uang sebanyak itu? Bukankah Kodam
bukan lembaga yang menghasilan dana?" ujar wartawan sebuah media. Wartawan
amplop seperti ini memang sudah menjadi rahasia umum dalam masa
pemerintahan Soeharto. Dari presiden hingga pak RT telah mengajarkan untuk
memberi "imbalan" pada wartawan yang akan atau telah memberitakan tentang
dirinya. Dalam banyak konperensi pers, betapa hausnya mereka -para wartawan
bodrex itu- menunggu petugas pembagi amplop. Tapi hal itu bukanlah semata
kesalahan si "wartawan". Sebab organisasi profesi wartawan sendiri (PWI) telah
jelas-jelas melegalkan soal angpauw ini, lewat statemen bosnya, Sofyan Lubis.
Walaupun, masih banyak penerbitan pers (a.l. kelompok Kompas Gramedia dan
Tempo) yang dengan eksplisit melarang keras para wartawannya menerima
amplop, untuk menjaga kemandirian.
Keberadaan wartawan amplop ini di jaman Soeharto bahkan telah dianggap
masyarakat sebagai tindakan yang cukup meresahkan. Banyak orang yang hanya
berbekal kartu PWI mendatangi perusahaan atau instansi, pejabat bahkan
perorangan untuk mencari uang. Tidak jarang pula sejumlah wartawan itu
mengorganisir diri bak kelompok gangster yang suka mengkapling wilayah-
wilayah tertentu. Semua kantor departemen punya geng tersendiri.
Ingat kasus wartawan yang sering mangkal di Departemen Keuangan? Mereka
punya lembaga sendiri sebagai partner departemen tersebut dalam membuat
training maupun seminar-seminar. Ceritanya, tahun 1983, Bambang Wiwoho
(Pemimpin Umum Majalah Panji Masyarakat), mendirikan Yayasan Bina
Pembangunan (YBP). Yayasan ini dibentuk untuk mengerjakan proyek
Departemen Keuangan untuk memasyarakatkan Undang-Undang Pajak baru, yang
akan berlaku 1 Januari 1984. Kontrak pertama ditandatangani dengan Menteri
Keuangan waktu itu, Radius Prawiro. Proyek yang dikerjakan YBP di mana
Wiwoho menjadi ketua umumnya, adalah melakukan konsultasi dan penyuluhan
pajak, konsultan kegiatan penyiapan tenaga penyuluh dan peningkatan
ketrampilan tenaga penyuluh Direktorat Jendral Pajak, khususnya dalam teknis
komunikasi massa, melaksanakan kegiatan pembangunan citra perpajakan dan
evaluasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Kalau kita dulu pernah mendengar
slogan: "Orang Bijak Taat Pajak", "Pembangunan Jalan Ini Bersalah dari Pajak
Anda", itu salah satu proyek YBP. Nilai kontrak itu cukup besar, rata-rata
mencapai Rp3,5 hingga Rp4,5 miliar setiap tahunnya.
Mungkin, karena menganggap wilayah kerjanya juga sebagai lahan basahanya
itulah tindakan para wartawan yang ngepos di suatu tempat itu sering tidak
berkenan atas kehadiran wartawan lain yang datang ke wilayah tersebut.
Termasuk pelarangan terhadap sejumlah wartawan yang akan meliput kegiatan di
istana negara. "Wartawan Istana ini mengatakan pada saya bahwa saya seharusnya
mematuhi tata tertib buat meliput di Istana. Ia mengatakan, sebelum bisa meliput
di Istana saya seharusnya lolos litsus (penelitian khusus) serta screening dari
badan intelijen seperti BIA atau BAIS. Kemudian setelah itu, saya harus
menunggu untuk mendapatkan kartu identitas wartawan Istana berwarna hijau,"
kata Ade Wahyudi, wartawan Kantor Berita Radio 68H Jakarta salah satu
wartawan yang ditolak masuk istana oleh Lukman (Surabaya Post) sebagai
koordinator wartawan Istana. Ini menjadi aneh, sebab dari sekretariat negara
sendiri tidak pernah mengeluarkan larangan. Sebab sebelumnya, meski tanpa
birokrasi yang berbelit Ade sudah beberapa kali diperbolehkan meliput ke Istana
oleh bagian Dokumentasi dan Media Massa Setneg. Usut punya usut, ternyata
para wartawan istana itu lah yang mengancam bagian dokumentasi dan media
massa Setneg untuk melarang wartawan lain yang akan meliput di istana, selain
mereka. Pelarangan ini berlanjut hingga sidang-sidang kabinet Gus Dur.
Padahal, ketika wartawan Indonesia meliput kegiatan Presiden Abdurrahman
Wahid masuk ke kantor Clinton di Gedung Putih, pihak Gedung Putih merasa
welcome saja tanpa men-screnning apa lagi melakukan litsus
"keterpengaruhan". Karena mereka hanya memprasyaratkan wartawan yang akan
masuk ke Gedung Putih tak lain hanya berbekal surat keterangan dari
kantornya masing-masing. Ini pelajaran sekaligus penghinaan buat wartawan
Indonesia. (*)

Referensi

Buku :
~ Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT Grasindo, 2006
~ Prof. DR. Deddy Mulyana. MA, Komunikasi Efektif, Rosda, 200

Anda mungkin juga menyukai