Demokrasi, Demokratisasi dan Penyebaran Korupsi di Tingkat Daerah
Menurut Tsung dan vaylsteke (1989), demokrasi harus kita maknai sebagai suatu keharusan dalam sejarah yang berlangsung saat ini, dan deemokrasi sebagai sebuah seejarah yang sedang bergulir tidak akan mungkin untuk kita tarik mundur kebelakang. Dunia pada saat ini sedang menggunakan Demokrasi sebagai objek “Penelitian” dalam proses mencari dan menemukan serta menata kehidupan sosial politik yang paling ideal. Tak terkecuali di Indonesia, Indonesia sendiri hingga saat ini masih belum bisa menemukan konsep demokrasi yang seperti apa yang sesuai dan cocok untk keberlangsungan Negara Indonesia ini. Korupsi merupakan salah satu musuh terbesar yang perlu dihadapi oleh negara kita Indonesia. Pasang-surutnya demokrasi di Indonesia bisa kita lihat dari sejarah berdirinya bangsa Indonesia itu sendiri, menurut Suseno (2003) mengapa Rezim Soeharto bisa jatuh? Menurutnya alasan dari kejatuhanya Rezim Soeharto pada saat itu adalah korupsi yang merajalela, dia menganalogikan korupsi pada zaman Soeharto itu seperti rayap yang terus memakan dan mengerogoti ketahanan ekonomis Indonesia, sistem hukum, moral dan martabat bangsa serta menghancurkan ketahanan neegara Indonesia itu sendiri. Hal tersebut menjadi tanda, bahwa korupsi memang sudah menjadi permasalahan di Negara demokrasi terutama negara kita Indonesia sejak zaman dahulu. Otonomi daerah atau desentralisasi ini menjadi salah satu upaya pemerintah pada masa reformasi untuk menerapkan proses demokratisasi di negara kita Indonesia. Menurut Saiman (1998), otonomi daerah atau desentralisasi ini bisa dilihat dari empat sudut pandang, yaitu : 1. Politik Otonomi daerah atau desentralisasi apabila kita pandang melalui sudut pandang politik ini dapat diartikan sebagai sebuah permainan keekuasaan, yang mana akan berpotensi untuk terjadinya penumpukan kekuasaan yang seharusnya kepada penyebaran kekuasaan. Akan tetapi, di sisi lain dapat juga menjadi sebuah prilaku demokrasi dalam melatih diri untuk menggunakan hak demokrainya. 2. Teknik Organisator Dari sudut pandang ini yaitu sudut pandang Teknik Organisator, otonomi daerah atau desentralisasi dilihat sebagai upaya penerapan dan praktik dari pemerinthan yang bersifat efisien. 3. Kultural Dilihat dari sudut kultural, otonomi daerah atau desentraliasi ini berperan sebagai wadah agar keberadaan daerah serta hal-hal khusus yang bersifat kedaerahan dapat lebih terlihat dan terperhatikan terutama oleh pemerintahan daerah tersebut. 4. Pembangunan Sudut pembangunan ini melihat otonomi daerah atau desentralisasi sebagai cara untuk mempraktikan, melaksanakan serta memperhatikan segala pembangunan yang ada di pemerintahan daerah. Pada kenyataanya demokrasi dan demokratisasi ini memamng membuka peluang bagi terciptanya kasus korupsi, terutama pada tingkat otonomi daerah. Akan tetapi menurut saya korupsi yang terjadi disini bukan semata-mata karena aanya proses demokrasi dan demokratisasi saja, salah satu yang diperhatikan adalah kualitas dari para pemilihnya, baik PEMILU ataupun PILKADA. Buruknya kualitas dari pemilih ini, ditandai dengan adanya pemilih yang hanya berpartisipasi dalam pemilihan tanpa mengetahui bagaimana latar belakang dan rekam jejak orang yang ia pilih. Hal tersebut menyebabkan walaupun sebuah pemilihan baik PEMILU ataupun PILKADA tadi telah dilakukan dengan cara seadil-adilnya, akan tetapi masih dapat berpotensi untuk menciptakan pemimpin yang tidak sesuai harapan. Dengan buruknya pemimpin dari hasil pemilihan dan otonomi daerah yang membabaskan pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya, keuangan serta pembangunanya, tidak dapat dipungkiri bahwa korupsi di tingkat daerah ini dapat terjadi. Yang ingin penulis tekankan disini yaitu, kita tidak bisa menilai secara mentah-mentah bahwa demokrasi dan demokratisasi ini sebagai sebuah aspek yang menyebabkan merajalelanya korupsi terutama pada tingkat daerah, akan tetapi banyak hal dibelakang itu yang mendukung terbentuknya korupsi, seperti tadi salah satunya yaitu kualitas pemilih. Jadi kesimpulan yang dapat penulis ambil yaitu, demokrasi dan demokratisasi memang membuka peluang bagi terciptanya tindakan korupsi terutama pada tingkat daerah, akan tetapi kita tidak sepatutnya menyalakan sepenunya bahwa demokrasi dan demokratisasi merupakan sumbert dari terciptanya korupsi pada tingkat daerah, karena masih banyak aspek lain yang mendukung terjadinya tindak korupsi di tingkat daerah ini. Saran dari penulis sebaiknya pemeintah mengadakan edukai politik serta adanya sosialisasi bagi calon-calon pemimpin ataupun alon anggota legislatif baik yang berada di pusat maupun yang ada di daerah. DAFTAR PUSTAKA Tsung dan Vaylsteke, 1989, “Taiwan’s Democratization Part of The World Trend”, dalam The Jakarta Post, 1989 Suseno, Frans Magnis, 2003, Pembangunan Berkelanjutan dalam Meningkatkan Keimanan dan Ketaqwaan kepada Tuhan YME, BPHN Depkeh dan HAM, Denpasar, 14-18 Juli 2003. Saiman, 1998, Otonomi Daerah sebagai Wujud Demokrasi dan Upaya mencegah Disintegrasi Bangsa, Bestari, September-Desember 1998.