Anda di halaman 1dari 9

EKONOMI DIGITAL JADI PENOPONG PEREKONOMIAN

DITENGAH PANDEMI

Dosen Pengempu : Annisa Fitriani, SE. M.SA.

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem informasi

Manajemen

POLITEKNIK NEGERI MALANG

JURUSAN AKUNTANSI

PROGRAM STUDI D4 AKUNTANSI MANAJEMEN

SEPTEMBER 2021
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) disertai dengan perkembangan


teknologi dan informasi yang cukup pesat telah membawa perubahan yang signifikan di berbagai
sektor industri. Pengembangan potensi ekonomi secara strategis perlu dilakukan, salah satunya
dengan memperkuat sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemanfaatan teknologi
dapat memberikan banyak fasilitas kemudahan dalam setiap kegiatan usaha dengan akses cepat.
Salah satu perkembangan teknologi yang menjadi dinamika perkembangan bisnis dewasa ini
adalah Financial Technology (Fintech). Paper ini bertujuan untuk mendeskripsikan peranan Fintech
dalam perkembangan UMKM di Indonesia disertai penjelasan mengenai peluang serta tantangan
yang dihadapi. Penelitian ini dilakukan melalui kajian dan analisis deskriptif kualitatif, dimana data
diperoleh dari berbagai sumber referensi mengenai topik dan permasalahan yang dibahas. Teknik
pengumpulan data menggunakan pendekatan studi literatur melalui berbagai jurnal penelitian,
artikel, serta data sekunder. Penelitian ini menjelaskan bagaimana penerapan Fintech terhadap
perkembangan UMKM dengan mengambil bahasan dari beberapa studi kasus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Fintech memiliki potensi yang cukup besar bagi perkembangan UMKM di
Indonesia. Fintech dapat membantu pelaku UMKM dalam memberikan kemudahan dan efisiensi
dalam hal pengelolaan keuangan berbasis teknologi meliputi digitalisasi laporan keuangan, teknologi
pembayaran maupun pinjaman berbasis online. Adapun penerapan Fintech dalam UMKM juga
memiliki beberapa tantangan meliputi infrastruktur, perundang-undangan, keterbatasan
kemampuan sumber daya manusia, dan kurangnya literasi keuangan.

RUMUSAN MASALAH
BAB II

PEMBAHASAN

Kondisi perekonomian Indonesia saat ini jauh berbeda dibandingkan dengan kondisi
perekonomian 10 tahun lalu. Salah satu pembeda struktur dan konstruksi perekonomian Indonesia
dibandingkan 10 tahun lalu yakni pesatnya perkembangan ekonomi digital dan revolusi industri 4.0.
Menurut Devezas, et. al. (2017) implikasi dari perkembangan ekonomi digital dan revolusi industri
4.0 sebagai beriku:

“Not only the patterns of consumption and production changed, but it also changes the future work
and employment situation. This suggests that conventional economic activities that are previously
done by using unskilled laborers and/or by automation technology might be largely replaced by high
skill and competencies laborers who are able to utilize information and communication technology
advancement brought by the Industry 4.0”.

Pengertian ekonomi digital dapat diartikan secara sederhana sebagai proses jual beli atau
transaksi dan pasar yang terjadi di dunia maya atau internet. Ekonomi digital juga merupakan suatu
sistem ekonomi yang kompleks dan merupakan fenomena yang baru muncul terkait dengan aspek-
aspek ekonomi mikro, ekonomi makro, dan teori organisasi dan administrasi atau dengan kata lain
sebagai: “the virtual arena in which business actually is conducted, value is created and exchanged,
transactions occur, and one-to-one relationship mature by using any internet initiative as medium of
exchange”.

Akibat perkembangan baru di bidang digitalisasi tersebut, sikap dan gaya hidup masyarakat
berubah menjadi lebih peka dan kritis terhadap setiap perubahan, yang kemudian menciptakan
bentuk interkonektivitas baru antarpelaku ekonomi yang menjadi semakin kreatif, aktif dan
produktif. Sejalan dengan perubahan tersebut, maka muncul kesadaran terutama di negara-negara
maju untuk tidak hanya mengandalkan kekuatan industri semata, melainkan perlu membangun dan
mengandalkan sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif. Salah satu bentuk kesadaran ini yakni
berkembangnya ekonomi baru atau yang populer disebut sebagai ekonomi atau industri kreatif.
Industri ini dapat diartikan sebagai industri yang mengutamakan bakat, kreativitas, informasi, dan
pengetahuan dalam aktivitas operasionalnya.

Selain perkembangan industri atau ekonomi kreatif, perkembangan teknologi digitalisasi


juga telah mengubah sistem pembayaran dari sistem pembayaran tunai ke nontunai menggunakan
electronic money atau uang elektronik. Menurut Bank for International Settlements, e-money
didefinisikan sebagai stored-value atau prepaid produk di mana catatan dana atau value yang
tersedia untuk konsumen disimpan pada perangkat elektronik yang dimiliki.
Hasil survei JakPat dalam Startup Report 2017 Daily Social.Id menyatakan bahwa Go-Pay
merupakan uang elektronik yang terpopuler serta paling banyak diminati publik. Sebanyak 50 persen
responden yang di survei memiliki uang elektronik yang dikeluarkan oleh perusahaan penyedia jasa
transportasi online Go-Jek. Sementara e-money dari Bank Mandiri dan TCASH milik Telkomsel berada
di urutan kedua dan ketiga.

Melihat kondisi tersebut, Bank Indonesia yang memiliki tugas menentukan kebijakan
moneter dan mengatur sistem pembayaran telah mengeluarkan kebijakan sistem pembayaran
melalui e-money yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 16/08/PBI/2014. Dengan adanya
alat pembayaran nontunai seperti e-money ini diharapkan mampu mengoptimalkan daya beli
masyarakat yang sekaligus berdampak pada meningkatnya perekonomian negara. Hal ini karena e-
money sendiri memberi kemudahan dan keamanan bagi masyarakat sebagai pengguna e-money.
Kemudahan dan keamanan yang diberikan salah satunya adalah masyarakat tidak perlu membawa
uang tunai secara langsung dalam jumlah yang banyak untuk bertransaksi.

Selain perkembangan dalam alat pembayaran nontunai melalui e-money, berbagai


perusahaan dan/atau industri juga melakukan transformasi dengan menerapkan teknologi informasi
dan komunikasi keuangan atau yang lebih dikenal fintech (financial technology). Keberadaan fintech
bertujuan untuk membuat masyarakat lebih mudah mengakses produk-produk keuangan,
mempermudah transaksi dan juga meningkatkan literasi keuangan.

Fintech ini pertama kali muncul pada tahun 2004 yang diprakarsai oleh Zopa, yaitu institusi
keuangan di Inggris yang menjalankan jasa peminjaman uang. Kemudian muncul model keuangan
baru melalui perangkat lunak Bitcoin yang digagas oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2008. Dalam
perspektif sejarah, konsep inti dari pengembangan fintech sebenarnya tidak lepas dari aplikasi
konsep peer-to-peer (P2P) yang digunakan oleh Napster pada tahun 1999 untuk music sharing
melalui penerapan jaringan komputer.

Walaupun pada awalnya konsep finansial P2P ini diperuntukkan bagi para start-up
(wirausaha baru) dalam mencari investor untuk membiayai bisnisnya, namun dalam
perkembangannya memiliki partisipan yang lebih luas tidak hanya para pemodal untuk
menginvestasikan uangnya kepada start-up baru. Perusahaan fintech dapat menyasar segmen
perusahaan (business to business/B2B) maupun ritel (Business to Customer/B2C). Di Indonesia,
Fintech memiliki banyak jenis, antara lain startup pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan
keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), remitansi, dan riset
keuangan, untuk menyebut beberapa jenis saja.

Fintech sendiri saat ini sudah mampu menyediakan berbagai aplikasi dan layanan jasa yang
diperlukan masyarakat, khususnya jasa di bidang keuangan, mulai dari penyediaan sistem
pembayaran dan transfer uang (mobile wallet), platform layanan manajemen investasi (sell-buy and
advisory), hingga peer-to-peer lending or equity, yang keseluruhannya ditandai oleh satu ciri khas
yang sama yakni penyediaan dan pemanfaatan solusi teknologi yang inovatif untuk meningkatkan
efisiensi sistem finansial.
Fintech ini memiliki potensi besar dalam mempercepat pembangunan ekonomi inklusif
khususnya terkait inklusi keuangan. Dengan fintech, layanan jasa keuangan yang ditawarkan tidak
saja dapat mencapai lokasi dan masyarakat terbatas, tetapi mampu merambah masyarakat terpencil
dan unbanked people. Fintech juga memiliki keunggulan dalam hal kecepatan, efisiensi dan
akuntabilitas. Melalui efisiensi sistem yang dimiliki, perusahaan fintech mampu menawarkan akses
keuangan dengan biaya operasional yang lebih kompetitif. Di samping itu, dukungan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi seperti mobile phone yang semakin maju, membuat potensi
fintech dalam mendorong peningkatan akses keuangan bagi masyarakat luas menjadi sangat besar.

Mempertimbangkan perkembangan digitalisasi keuangan di atas, literasi keuangan (financial


literacy) menjadi hal yang mutlak diperlukan. Apalagi literasi keuangan telah memainkan peran yang
semakin menonjol dalam reformasi keuangan baik di negara maju maupun negara berkembang, dan
digambarkan dalam lingkaran kebijakan global sebagai obat mujarab untuk berbagai krisis keuangan
terkini. Peningkatan literasi keuangan telah menjadi isu global dan bahkan mampu memberdayakan
konsumen sehingga diyakini akan mendukung upaya stabilitas sistem keuangan, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang lebih inklusif. The Consultative Group to Assist
the Poor (CGAP), menyebutkan bahwa inklusi keuangan merupakan usaha yang dilakukan untuk
menjamin seluruh rumah tangga dan kalangan bisnis untuk memiliki akses secara efektif ke jasa
keuangan yang dibutuhkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat luas.

Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri telah menekankan pentingnya
literasi keuangan dengan menerbitkan peraturan Nomor 76/POJK.07/2016. Bahkan dalam peraturan
ini, peningkatan literasi keuangan dan inklusi keuangan didukung dengan upaya pemberdayaan
terhadap konsumen melalui: (1) ketersediaan akses masyarakat terhadap lembaga, produk dan/atau
layanan jasa keuangan; (2) ketersediaan produk dan/atau layanan jasa keuangan yang sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan konsumen dan/atau masyarakat. Ketersediaan produk dan/atau
layanan jasa keuangan dimaksud dapat diperoleh melalui penciptaan skema atau pengembangan
produk dan/atau layanan jasa keuangan sehingga pada akhirnya dapat dimanfaatkan oleh seluruh
masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah; dan (3) perlindungan konsumen yang secara
tidak langsung memiliki peranan penting dalam stabilitas keuangan dan pertumbuhan ekonomi
suatu negara.

Perkembangan dan pemanfaatan teknologi digital tersebut tentu harus pula diarahkan
kepada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Hal ini karena proporsi UMKM tercatat
99,9% atau sebanyak 62,92 juta unit usaha dari total unit usaha di Indonesia. Sayangnya,
kemampuan UMKM dalam berkontribusi terhadap PDB hanya sebesar 61% dan sebagian besar
pengusaha, khususnya yang bergerak di sektor usaha mikro masih berada di bawah garis kemiskinan.
Dari jumlah tersebut, lebih dari sepertiga UMKM di Indonesia (36%) masih offline, sepertiga lainnya
(37%) hanya memiliki kemampuan online yang sangat mendasar seperti komputer atau akses
broadband. Hanya sebagian kecil (18%) yang memiliki kemampuan online menengah (menggunakan
web atau medsos) dan kurang dari sepersepuluh (9%) adalah bisnis online lanjutan dengan
kemampuan e-commerce. Oleh karena itu, perhatian dan dukungandari pemerintah mutlak
diperlukan agar kontribusi UMKM menjadi lebih signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,
penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing.
Bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sesungguhnya perkembangan
internet yang pesat ini merupakan peluang untuk mengatasi salah satu permasalahan pokok yang
sering dihadapi oleh UMKM yakni persoalan pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian Kementerian
Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik
menyebutkan bahwa masalah pemasaran merupakan masalah utama yang dihadapi oleh pelaku
UMKM setelah permasalahan pendanaan. Selain kedua permasalahan tersebut, permasalahan lain
yakni permasalahan bahan baku, kualitas tenaga kerja, dan distribusi transportasi.

Dalam permasalahan pemasaran, meskipun pemerintah telah berupaya memberikan


dukungan akses pemasaran bagi UMKM, namun masih belum efektif dalam mengatasi permasalahan
tersebut. Salah satu contohnya adalah Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan
gerai di gedung SMESCO Jakarta yang telah memberikan layanan kepada mitra sebanyak 1.607
KUKM dan memiliki beberapa kegiatan pameran baik dalam dan luar negeri untuk membuka akses
pasar produk unggulan. Namun, layanan ini hanya dirasakan oleh sebagian kecil pelaku UMKM saja.
Selain itu, jumlah kunjungan pembeli di gerai tersebut tidak banyak dan masih mengandalkan
kunjungan dari karyawan setempat di hari kerja dan/ atau di saat weekenddan mengandalkan
kunjungan tamu pesta pernikahan di gedung SMESCO tersebut.

Pengertian E-commerce

Electronic Commece (e-commerce) merupakan konsep baru yang biasa digambarkan sebagai


proses jual beli barang atau jasa pada World Wide Web Internet (Shim, Qureshi, Siegel, 2000) dalam
buku M. Suyanto (2003: 11) atau proses jual beli atau pertukaran produk, jasa dan informasi melalui
jaringan informasi termasuk internet. E-commerce merupakan salah satu alat yang memenuhi
keinginan perusahaan, konsumen, dan manajemen dalam memangkas service cost ketika
meningkatkan mutu barang dan kecepatan pelayanan.

Sistem dagang berbasis e-commerce dapat dijadikan sebagai alternatif bagi petani, dijadikan sebagai
media promosi, komunikasi dan informasi serta dapat memotong rantai distribusi pemasaran hasil
pertanian.  E-commerce adalah kegiatan melakukan transaksi bisnis secara online melalui media
internet dan perangkat yang terintegrasi dengan internet (Loudan, 2012). Di Indonesia,
perusahaan e-commerce yang menerapkan bentuk C2C salah satunya adalah Tokopedia. Perusahaan
yang didirikan pada 17 Agustus 2009, menyediakan fasilitas yang memudahkan bagi pengguna untuk
menjual produk dengan mengunggah foto dan memberikan keterangan atau deskripsi produk yang
dijual.

E-commerce didefinisikan sebagai proses pembelian, penjualan, mentransfer atau bertukar produk,


jasa atau informasi melalui jaringan komputer atau internet (Kozinets, 2010). Dengan mengambil
bentuk-bentuk tradisional dari proses bisnis dan memanfaatkan jejaring sosial melalui internet,
strategi bisnis dapat berhasil jika dilakukan dengan benar. Menurut Hoffman and Fodor (2010), e-
commerce dapat berjalan dengan baik apabila dijalankan berdasarkan prinsip 4C,
yaitu: connection (koneksi), creation (penciptaan), consumption (konsumsi)
dan control (pengendalian). Pertumbuhan belanja online juga mempengaruhi struktur industri. E-
commerce telah mengubah cara bertransaksi berbagai bisnis, seperti toko buku, agen perjalanan,
dan penjualan makanan cepat saji. Pada umumnya, perusahaan besar dapat menggunakan skala
ekonomi dan menawarkan harga yang lebih murah.
Macam-macam E-commerce

Pada era milenial saat ini, e-commerce sangat berperan aktif pada digital ekonomi. Indonesia
menyajikan banyak kesempatan bagi bisnis e-commerce di antara negara Asia lainnya. Saat ini
proyeksi memperlihatkan e-commerce di Indonesia akan mencapai nilai US$ 130 miliar pada tahun
2021. Dengan demikian, Indonesia berkesempatan besar untuk terus meningkatkan e-commerce dan
persaingan dengan negara lain. Kini, e-commerce dibagi menjadi beberapa macam, antara lain:

1. Business to Business (B2B)


Business to Business, umumnya menggunakan mekanisme Electronic Data Interchange (EDI). B2B e-
commerce meliputi semua transaksi elektronik barang atau jasa yang dilakukan antar perusahaan.
Produsen dan pedagang tradisional biasanya menggunakan jenis e-commerce ini. Jenis e-
commerce ini dilakukan dengan menggunakan EDI (Electronic Data Interchange) dan email dalam
proses pembelian barang dan jasa, informasi dan konsultasi, atau pengiriman dan permintaan
proposal bisnis. EDI (Electronic Data Interchange) adalah proses transfer data yang terstruktur dalam
format standar yang disetujui dari satu sistem komputer ke sistem komputer lainnya dalam bentuk
elektronik, seperti Bizzy dan Ralali.

Bizzy merupakan e-commerce pertama yang memiliki konsep B2B atau Business to Business di


Indonesia. Bizzy menyediakan solusi bagi perusahaan yang memiliki masalah dalam hal pengadaan
suplai dan jasa kebutuhan bisnis. Produk yang disediakan oleh Bizzy antara lain, office suplies (ATK),
elektronik, pantry.

Ralali adalah salah satu perusahaan B2B e-commerce Indonesia yang menjual produk MRO
(Maintenance, Repair, and Operational). Dengan perusahaan PT. Raksasa Laju Lintang yang telah
aktif sejak 2013, Ralili menyediakan berbagai kebutuhan otomotif, alat ukur, GPS, dan peralatan
listrik lainnya.

2. Business to Consumer (B2C)


B2C adalah jenis e-commerce antara perusahaan dan konsumen akhir. Hal ini sesuai dengan bagian
ritel dari e-commerce yang biasa dioperasikan oleh perdagangan ritel tradisional. Jenis ini mudah
dan dinamis, namun juga lebih menyebar secara tidak merata atau bahkan bisa terhenti.

E-commerce jenis ini berkembang dengan sangat cepat karena adanya dukungan website serta


banyaknya toko virtual atau bahkan mal yang menjual beragam kebutuhan masyarakat.  E-
commerce ini biasa digunakan oleh penjual atau produsen yang serius menjalankan bisnis dan
mengalokasikan sumber daya untuk mengelola situs sendiri.

3. Cunsumer to Consumer (C2C)


C2C merupakan jenis e-commerce yang meliputi semua transaksi elektronik barang atau jasa antar
konsumen. Umumnya, transaksi ini dilakukan melalui pihak ketiga yang menyediakan
platfrom online untuk melakukan transaksi tersebut. Beberapa contoh penerapan C2C
dalam website di Indonesia adalah Tokopedia, Bukalapak dan Lamido. Disana, penjual diperbolehkan
langsung berjualan barang melalui website yang telah ada.

Namun, ada juga website yang menerapkan jenis C2C dan mengharuskan penjual terlebih dulu
menyelesaikan proses verifikasi, seperti Blanja dan Elevenia.

4. Consumer to Business (C2B)


C2B adalah jenis e-commerce dengan pembalikan utuh dari transaksi pertukaran jual beli barang
secara tradisional. Jenis e-commerce ini sangat umum dalam proyek dengan dasar multi sumber
daya. Setiap individu menyediakan layanan jasa atau produk mereka untuk perusahaan yang
mencari jasa atau produk tersebut. Contohnya adalah sebuah website  dimana
pembuat website  tersebut menyediakan beberapa pilihan logo yang nantinya akan dipilih salah satu
dan dianggap paling efektif.

Platfrom lain yang umumnya menggunakan jenis e-commerce ini adalah pasar yang menjual foto
bebas royalti, gambar, media dan elemen desain seperti www.istockphoto.com. Contoh
lainnya www.mybloggerthemes.com, sebuah website yang menjual ragam template blog dari
berbagai pengembang template.

Pembuat template dapat meng-upload template yang dibuatnya pada link yang telah disediakan


oleh MBT, kemudian MBT akan menjual template yang telah di upload dan berbagi keuntungan
dengan pembuat template.

5. Business to Administration (B2A)


B2A adalah jenis e-commerce yang mencakup semua transaksi yang dilakukan secara online antara
perusahaan dan administrasi publik. E-commerce ini melibatkan banyak layanan, khususnya di
bidang fiskal; jaminan sosial; ketenagakerjaan; dokumen hukum dan register. B2A telah meningkat
dalam beberapa tahun terakhir dengan investasi yang dibuat melalui e-government atau pihak
pemerintah.

Beberapa contoh website administrasi publik yang menerapkan B2A


adalah www.pajak.go.id, www.allianz.com dan www.bpjs-online.com. Disana perusahaan dapat
melakukan proses transaksi atas jasa yang mereka dapatkan langsung kepada pihak administrasi
publik. Perusahaan diharuskan untuk mengisi sejumlah persyaratan terlebih dahulu sebelum
mendapatkan layanan dan diteruskan dengan proses transaksi.

6. Consumer to Administration (C2A)


Jenis e-commerce C2A meliputi transaksi elektronik yang dilakukan antara individu dan administrasi
publik. Contoh area yang menggunakan jenis e-commerce ini adalah: (1) pendidikan, penyebaran
informasi; proses pembelajaran jarak jauh. (2) jamsostek, penyebaran informasi; pembayaran. (3)
pajak, pengajuan pajak; pembayaran pajak. (4) kesehatan, janji pertemuan; informasi mengenai
penyakit; pembayaran layanan kesehatan. Contoh penerapan tersebut, sama dengan B2A hanya saja
yang membedakan ada pada pihak individu-administrasi publik dan perusahaan-administrasi publik.

Model B2A dan C2A sama-sama terkait dengan gagasan efisiensi dan kemudahan penggunaan
layanan yang diberikan untuk masyarakat oleh pemerintah, juga dengan dukungan teknologi
informasi dan komunikasi.

7. Online to Offline (O2O)


O2O adalah jenis e-commerce yang menarik pelanggan dari saluran online untuk toko fisik.
O2O mengidentifikasikan pelanggan di bidang online seperti email dan iklan internet, kemudian
menggunakan berbagai alat dan pendekatan untuk menarik pelanggan agar meninggalkan
lingkup online. Meskipun sudah banyak kegiatan ritel tradisional dapat digantikan oleh e-commerce,
ada unsur-unsur dalam pembelanjaan fisik yang direplikasi secara digital.
Apabila ada bisnis tertentu yang tidak memiliki produk untuk dipesan secara online, bukan berarti
internet tidak dapat memainkan perannya dalam semua bisnis. Contohnya, sebuah pusat kebugaran
tidak akan bisa didirikan di ruang tamu rumah. Namun dengan menggunakan layanan O2O yang
disediakan perusahaan seperti Groupon Inc, pusat kebugaran tersebut dapat menyalurkan
bisnis offline-nya menjadi online.

Beberapa website di Indonesia yang menerapkan jenis O2O adalah Kudo dan MatahariMall. Seperti
yang dilakukan oleh perusahaan ritel besar di Amerika, Walmart. Kini melalui website seperti
tersebut seseorang dapat masuk ke dalam toko, mengambil dan membayar barang yag dibeli,
bahkan mengembalikan barang ketika terjadi kesalahan.

PENUTUP

KESIMPULAN

Pandemi Covid-19 yang dialami masyarakat saat ini, memiliki peran aktif untuk memajukan
ekonomi digital. Ekonomi digital saat ini, sangat diperlukan bagi masyarakat Indonesia yang pada
dasarnya merujuk kepada hal bisnis perusahaan maupun bisnis kecil-kecilan. Untuk itu, sebagai
masyarakat Indonesia yang kreatif dan profesional perlu memiliki daya pikir dalam
mengembangkan usaha dagangnya dengan cara mempelajari bagaimana cara mengoperasikan
elektronik digital yang sudah sangat maju ini.

E-commerce digunakan sebagai pengembangan usaha dagang atau bisnis komersial. Sudah tidak
asing di telinga masyarakat Indonesia bahwa belanja online adalah sarana untuk mempermudah
penjualan atau pembelian hanya dengan mengandalkan gadget dan tidak perlu keluar rumah untuk
membeli produk yang diinginkan.

Oleh karena itu, e-commerce perlu dikembangkan lagi khususnya bagi usaha kecil-kecilan yang
notabene tidak memiliki gadget yang memadai; mengajarkan bagaimana cara berjualan online di
marketplace; memberikan deskripsi produk serta harganya.

Anda mungkin juga menyukai