Disusun Oleh:
Steven Wilson (07120080021)
Pembimbing:
dr. Dwi Adang, Sp.B.
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
No. MR : 31.76.07
Nama : Nn. Y.N
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 53tahun
Alamat : Depok
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal MRS : 25 Agustus 2013
Tanggal Pemeriksaan : 25 Agustus 2013
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien baru menyadari adanya benjolan pada leher kedika sedang bercermin.
Dalam kurun waktu 2 minggu tersebut benjolan tidak semakin membesar.
Benjolan pada leher tidak terasa gatal, panas, nyeri ataupun berdenyut. Pasien
tidak merasakan adanya penekanan pada leher oleh benjolan tersebut. Tidak
dirasakan adanya perubahan suara, sesak nafas ataupun nyeri menelan oleh
pasien.
Pasien tidak merasa demam, batuk ataupun pilek. Pasien tidak merasa cepat
haus, lelah, lemas maupun mudah berkeringat. Nafsu makan pasien normal,
tidak berlebih ataupun kurang. BAB dan BAK pasien normal, tidak terdapat
peningkatan ataupun penurunan frekuensi. Berat badan pasien stabil, tidak ada
peningkatan atau penurunan dalam waktu dekat. Pasien tidak merasa cemas,
pengelihatan kabur, ataupun sulit beradaptasi dengan lingkungan yang panas
atau dingin. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya pada leher pasien.
Pasien tidak memiliki riwayat sering terkena infeksi berulang, TBC, karies gigi
maupun alergi.
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah diwat di rumah sakit sebelumnya. Pasien tidak pernah
menjalani terapi radiasi. Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu
dalam jangka waktu yang lama.
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang pernah memiliki benjolan pada leher
sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan
Pasien makan lauk pauk dan sayuran yang umum dimakan dan tidak berada
dalam diet khusus. Frekuensi makan pasien sehari 3 kali. Pasien tidak merokok
ataupun menggunakan jarum suntik tanpa tujuan medis.
Pasien berasal dari keluarga dengan latar belakang sosial ekonomi kelas
menengah.
KEPALA
Bentuk : Normocephaly
Rambut : Lebat, hitam, tidak mudah rontok.
Wajah : Simetris
Kulit : Merah muda, terasa hangat.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
reflek cahaya +/+, sekret -/-.
Exophthalmos -/-, lid lag -/-, pergerakan simetris.
Hidung : Bentuk normal, septum ditengah, sekret (-).
Mulut
Mukosa : Lembab
Lidah : Merah muda, hygiene baik
Gigi : Lengkap
Gusi : Merah muda
Tenggorokan
Tonsil : T1-T1 tenang
Faring : Hiperemis (-)
LEHER
Inspeksi : Trakea terletak di tengah.
Leher tidak simetris, nampak massa, kemerahan (-)
massa nampak bergerak pada saat menelan.
THORAX
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis teraba pada garis midklavikularis kiri
intercostal 5.
Perkusi : Tidak dilakukan.
Auskultasi : S1S2 murni, murmur (-), gallop (-).
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi (-).
Palpasi : Simetris.
Perkusi : Sonor.
Auskultasi : Suara napas vesikular, rhonki -/-, wheezing -/-.
ABDOMEN
Inspeksi : Datar, pergerakan simetris.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-),
tidak ditemukan adanya massa,
hepar dan limpa tidak teraba.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ultrasonografi
Thyroid kiri : ukuran normal, tak tampak lesi hypo/hyperechoic. Kalsifikasi (-).
Ithmus : tampak nodul ukuran 1.3 x 0.9 cm. Pembesaran KGB (-).
EKG
Kesan: Normal
V. RESUME
Seorang pasien datang dengan keluhan benjolan yang muncul sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Benjolan tersebut tidak semakin membesar, tidak
nyeri, gatal, panas maupun mengganjal. Pasien tidak merasa demam, nafsu
makan baik, BAB dan BAK normal. Berat badan stabil, pasien tidak merasa
mudah lelah ataupun berkeringat. Tidak ada perubahan suara ataupun nyeri pada
saat menelan.
Pada pemeriksaan fisik leher nampak adanya massa pada sisi medial dextra
anterior colli dengan konsistensi kenyal, immobile berdiameter 2 cm, permukaan
rata dan batasnya tegas. Tidak terdapat nyeri tekan, ataupun pembesaran kelenjar
getah bening.
Pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutih dalam batas normal.
Sedangkan pemeriksaan USG pada leher, menunjukan adanya struma
multinoduler pada sisi kanan. Pemeriksaan EKG dalam batas normal.
VIII. PENATALAKSANAAN
Terapeutik
Surgikal Strumectomy (26 Agustus 2013 pk. 11.00-11.45 WIB)
Laporan Operasi:
o D/ pre-op : Struma Multinoduler
o D/ post-op : Struma Multinoduler
o Langkah operasi :
1. Anestesi dilakukan secara general
2. Dilakukan tindakan asepsis/ antisepsis dengan povidone iodine dan
alcohol 70%
3. Batasi lapangan operasi dengan doek steril
4. Insisi dilakukan sesuai garis lipatan kulit (Langer)
5. Bebaskan kulit yang diinsisi dan jaringan sekitarnya dengan hati-hati
menggunakan klem atau gunting
6. Rawat perdarahan
7. Tumor dibebaskan dari jaringan sekitarnya, kapsul diangkat
8. Luka dijahit dan dipasang drain tube
9. Operasi selesai
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanactionam : bonam
Ad cosmeticam : bonam
X. FOLLOW UP
27 Agustus 2013
S : Nyeri pada daerah leher sehingga nafsu makan ↓
O : sakit ringan, kesadaran CM
Kepala lesi (-), edema (-)
Mata CA -/-, SI -/-, RL+/+ Isokor
THT Faring hiperemis (-), tonsil tenang T1/T1
Leher pembesaran KGB (-), terdapat lesi tertutup verban
pada daerah midline dengan terpasang drain tube berisi
cairan darah merah segar ± 1-2mL
Thorax Retraksi (-), simetris
Cor S1 S2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo SN Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abd Supel, datar, BU (+) dbn, NT (-), timpani, H/L ttb
Ekst Akral hangat, CRT <2 detik
A : post-op Strumectomy hari ke-1, perdarahan minimal
P : Mobilisasi Aktif
Rawat Jalan
Cefadroxyl 2x500 mg
Asam Mefenamat 2x500 mg
Diazepam 1x5 mg
I. Anatomi Leher
Tulang hyoid, kartilago tiroid dan krikoid terletak pada bagian sentral
leher. Kelenjar tiroid dapat diraba pada garis tengah tepat dibawah kartilago
tiroid. Muskulus sternokleidomastoid dapat seluruhnya teraba pada sepanjang
sisi superior hingga inferior leher, terutama dengan posisi leher menoleh. Pada
daerah ini terdapat kelenjar getah bening jugular, yang dapat teraba sebagai
benjolan apabila terjadi pembesaran akibat proses infeksi dan inflamasi atau
neoplasma.
beberapa duktus di bawah lidah. Kelenjar sublingual terdapat pada lantai mulut
yang setiap kelenjarnya memiliki duktus-duktus kecil yang bermuara ada dasar
mulut.
II. Etiologi
III. Diagnosis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
golongan usia, namun lebih sering pada decade pertama kehidupan. Bentuknya dapat
berupa kista yang terdapat pada garis tengah leher pada daerah tulang hyoid, tidak
menimbulkan nyeri, yang bergerak pada penelanan atau pada penjuluran lidah, karena
terdapatnya perlekatan menetap ke foramen secum. Terapi bedah melibatkan eksisi kista
dan saluran penyertanya, yang dapat meluas melalui tulang hyoid ke basis linguae.
Terapi yang tidak adekuat dapat menyebabkan kekambuhan kista dan infeksi berulang
atau kista pada perkembangan sinus atau terjadinya fistula eksterna.1,12
3. Neoplasma Jinak
Nodul Tiroid
Gangguan pada kelenjar tiroid seringkali bermanifestasi sebagai massa di daerah leher,
yaitu pada daerah garis tengah leher. Penting untuk ditanyakan mengenai gejala-gejala
klinis seperti rasa nyeri, disfagia, rasa tertekan pada leher atau adanya perubahan suara
serta durasi dan gejala sistemik yang mungkin terjadi, yaitu yang mengarah terhadap
keadaan hipo atau hipertiroid. Nodul pada anak-anak, orang tua, ibu hamil atau
penderita dengan riwayat terapi radiasi atau riwayat keluarga karsinoma tiroid
cenderung bersifat maligna. Nodul biasanya soliter dengan konsistensi keras, semakin
membesar dalam jangka waktu singkat, dan dinyatakan tidak berfungsi dalam
pemeriksaan thyroid scan. Penegakkan diagnosis dilakukan menggunakan biopsy FNA
yang disertai pemeriksaan histopatologi. Tindakan bedah dianjurkan pada nodul yang
bersifat maligna. Sedangkan pada kasus nodul yang bersifat jinak, dapat dilakukan
terapi supresi dengan observasi lebih lanjut.1
4. Neoplasma Maligna
Tumor Primer
Limfoma
Limfadenopati servikal merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada kasus
Hodgkin atau Non-Hodgkin Limfoma, dengan nodul yang berkonsistensi lunak, halus,
elastic dan lebih mobile daripada nodul metastasis. Pertumbuhan tumor terjadi dengan
cepat pada NHL dan seringkali melibatkan pembesaran Waldeyer’s tonsillar ring.
Diagnosis ditegakkan melalui biopsy FNA pada kelenjar getah bening yang intak.
Penanganan yang dilakukan berupa terapi radiasi dan kemoterapi atau kombinasi
keduanya yang disesuaikan jenis dan derajatnya.1
Karsinoma Tiroid
Nodul tiroid yang telah menjalani pemeriksaan histopatologi dan dinyatakan suatu
keganasan sebaiknya diatasi dengan terapi pembedahan. Tiroid lobektomi dilakukan
pada karsinoma tiroid papiler yang memiliki diameter <1cm yang terbatas pada kelenjar
tiroid dan pada karsinoma tiroid folikuler invasi minimal, dengan prognosis yang baik
untuk kedua jenis kasus ini. Sedangkan pada kasus karsinoma tiroid folikuler, papiler,
sel Hurthle, dan karsinoma tiroid meduler dilakukan total tiroidektomi yang dapat
mengurangi tingkat rekurensi dan memungkinkan dilakukannya terapi tambahan ablasi
menggunakan Iodine-131.1
Tumor Metastasis
i. Epidemiologi
Nodul tiroid yang dapat dipalpasi terjadi dalam 4-7% populasi penduduk Amerika
Serikat, dengan nodul yang tidak sengaja terdeteksi melalui pemeriksaan USG
mencapai 19-67%.17,18 Berdasarkan sebuah studi,19 ditemukan nodul secara incidental
pada 30% persen sampel dengan golongan usia 19-50 tahun dengan kebanyakan kasus
massa yang teraba memiliki lebih dari 1 nodul. Karsinoma tiroid terjadi pada 5-10%
nodul yang dapat teraba.17 Pada tahun 2001, diperkirakan terdapat 1.268.000 kasus
keganasan baru yang terdiagnosa, dengan 19.500 kasus dari jumlah tersebut merupakan
keganasan tiroid yang diperkirakan mengakibatkan 1.300 kematian.20 Nodul tiroid lebih
banyak ditemukan pada wanita dibandingkan dengan laki-laki dan kasusnya lebih
banyak dijumpai pada daerah geografik dengan defisiensi iodine.18,21
Nodul koloid merupakan nodul yang paling banyak dijumpai dan tidak memiliki resiko
tinggi keganasan. Pada kebanyakan kasusnya adenoma folikuler bersifat jinak, dengan
Laporan Kasus Bedah Struma Multinoduler
iii. Anamnesis
Mayoritas kasus nodul tiroid tidak menimbulkan gejala, dengan kebanyakan kasusnya
tergolong euthyroid dan tercatat <1% nodul menyebabkan hipertiroid atau
tirotoksikosis.3 Penderita dapat mengeluhkan rasa tertekan pada leher atau rasa nyeri
apabila terjadi perdarahan spontan di dalam nodul. Gejala-gejala yang mengarah pada
keadaan hipo atau hipertiroid penting untuk ditanyakan dan riwayat anggota keluarga
yang pernah mengalami gondok serta riwayat adanya gangguan tiroid yang disebabkan
proses autoimun (Hashimoto’s thyroiditis, Grave’s disease), karsinoma tiroid, atau
familial poliposis (Gardner’s Syndrome).
klinis yang mengarah pada keganasan meliputi, nodul yang berkonsistensi keras, tidak
dapat mobilisasi, disertai pembesaran kelenjar getah bening sekitar, nodul dengan
diameter >4cm dan pertumbuhan nodul menyebabkan perubahan suara.
v. Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan fungsi tiroid penting untuk dilakukan untuk menilai adanya keadaan hipo
atau hipertiroid. Pemeriksaan ini mencakup nilai T3, T4, dan TSH, dimana nilai TSH
dapat menentukan adanya keadaan thyrotoxicosis atau hypothyroidism. Pada nodul
tiroid dengan nilai TSH yang normal, aspirasi dapat dipertimbangkan. Sedangkan pada
hasil TSH yang rendah, diagnosis hypertiroid dapat dipertimbangkan dan sebaliknya
nilai TSH yang tinggi diagnosis mengarah pada keadaan hypotiroid. Serum kalsitonin
sebaiknya diukur pada penderita dengan riwayat keluarga karsinoma tiroid meduler.
Pemeriksaan fungsi tiroid tidak dapat membedakan jenis massa yang bersifat ganas atau
jinak. Pemeriksaan T4, antithyroid peroxidase antibodies, dan thyroglobulin tidak dapat
membedakan keganasan nodul tiroid, namun dapat membantu menegakkan diagnosis
Grave’s disease or Hashimoto’s thyroiditis.
Fine-needle Aspiration
Pada kasus nodul tiroid dengan keadaan eutiroid, pemeriksaan FNA dapat dilakukan
untuk menegakkan jenis nodul secara histopatologi apakah tergolong sebuah keganasan
atau tidak. Menurut American Association of Clinical Endocrinologists, metode ini
merupakan metode yang paling efektif dalam menentukan keganasan sebuah nodul
tiroid dengan tingkat akurasi mencapai 95% yang dipengaruhi keterampilan pemeriksa
dalam melakukan biposi serta kemampuannya dalam penilaian histopatologi.22,23 Metode
ini memiliki sensitivitas 68-98% dan spesifisitas72-100%. Kesalahan dalam
pengambilan sampel seringkali terjadi pada nodul yang berdiameter >4cm dan <1cm,
dimana kesalahan ini dapat diatasi dengan bantuan ultrasonografi.
Radiologi
Aspirasi dengan bantuan USG dianjurkan pada kasus nodul yang berukuran >1cm atau
<1cm, berbatas tegas dan menunjukkan gambaran hipoekoik pada USG. Walaupun
Pemeriksaan lainnya yaitu thyroid scan berfungsi dalam menilai iodine yang dapat
ditangkap nodul tiroid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan dengan pemeriksaan fungsi
tiroid untuk menilai keadaan hipo atau hipertiroid. Hasil pemeriksaan tiroid scan
digolongkan menjadi:24
Pada kebanyakan kasusnya, nodul tiroid yang menjalani pemeriksaan tiroid scan
menunjukkan hasil cold nodule, dengan 5-15% dari nodul-nodul ini merupakan
keganasan.25 Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan diagnosis pada nodul yang
belum dapat ditegakkan jenisnya secara histopatologi. Hyperfunctional nodule hampir
selalu bersifat jinak sehingga dapat diatasi dengan terapi ablasi radioaktif atau
pembedahan.
vi. Terapi
Jenis-jenis pembedahan tiroid:4
Hemitiroidektomi
Kelainan unilateral (adenoma)
(istmolobektomi)
i. Epidemiologi 26-32
Karsinoma tiroid termasuk kanker kelenjar endokrin terbanyak jumlahnya yang
menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan terbanyak. Sebanyak 3-5% dari semua
tumor kelenjar tiroid bersifat maligna. Angka insidensi tahunan kanker tiroid bervariasi
di seluruh dunia, yaitu dari 0.5-10/ 100.000 populasi. Insidensinya lebih tinggi di
negara-negara dengan struma endemik. Insiden karsinoma tiroid diIndonesia belum
diketahui hingga sekarang, karena belum adanya pendataan keganasan yang terpadu. Di
Amerika Serikat insiden karsinoma tiroid pada tahun 1970 adalah 5.5/100.000 pada
wanita dan 2.4/100.000 pada laki-laki.
Karsinoma tiroid didapat pada segala usia dengan puncaknya terjadi pada golongan usia
7-20 tahun dan golongan usia 40-60 tahun. Berdasarkan usia penderita, karsinoma tiroid
terjadi sekitar 1.5% dari semua karsinoma dewasa dan 3% dari semua karsinoma anak.
Menurut distribusi umur, kasus-kasus di RSCM Jakarta tersering berkisar pada
golongan usia 40-60 tahun (1984). Berdasarkan jenis histopatologi, sebarannya adalah
karsinoma tiroid jenis papilar (71.4%); karsinoma tiroid jenis folikular (16.7%);
karsinoma tiroid jenis anaplastik (8.4%); dan karsinoma tiroid jenis medular (1.4%).
Di Amerika serikat sekitar 80% dari semua karsinoma tiroid adalah karsinoma tiroid
papilar. Dari semua insiden yang muncul dari tahun 1935 (1.3 per 100.000 wanita dan
0.2 per 100.000 laki-laki) hingga tahun 1991 (5.8 per 100.000 wanita dan 2.5 per
100.000 laki-laki.
Karsinoma papiler
Adalah jenis keganasan tiroid berdifferensiasi baik yang paling sering ditemukan
(McKenzie 57%, Ramli M. dkk 48%, Tjindarbumi dkk 52%). Sebagian besar disertai
pembesaran kelenjar getah bening regional. Massa yang teraba umumnya tumbuh
lambat hingga bertahun-tahun. Keganasan ini memiliki prognosis paling baik di antara
Laporan Kasus Bedah Struma Multinoduler
semua keganasan tiroid, dengan pengobatan yang adekuat dapat dicapai ketahanan
hidup sampai 20 tahun atau lebih. Karsinoma papiler mempunyai insiden puncak pada
usia dekade ke 3-4. Karsinoma jenis ini dijumpai tiga kali lebih sering pada wanita
dibanding laki-laki, dan 60-70% dari kanker tiroid dijumpai pada orang dewasa adalah
jenis ini dan 70% dari kanker tiroid yang dijumpai pada anak-anak.
Nodul tiroid pada tipe ini ditemukan pada leher bagian depan sehingga dapat dipalpasi
dengan mudah, dimana nodul akan ikut bergerak ketika menelan. Pada stadium lanjut
dimana nodul telah menginfiltrasi jaringan sekitar, tumor dapat menjadi terfiksasi. Hal
ini menjadi indicator bahwa nodul sudah tidak dapat diangkat. Gambaran
histopatologisnya menunjukkan struktur papiler dari sel-sel ganas yang uniform baik
ukuran maupun inti, dengan terkadan disertai psamoma bodies. Metastasis terutama
terjadi melalui sistem limfatik, dengan organ target utama yaitu sternum dan paru-paru.
Adenokarsinoma folikuler
Jenis ini merupakan golongan terbanyak ke dua setelah papiler (25%) namun lebih
ganas dari tipe papiler. Jenis keganasan ini dapat mengenai semua umur namun lebih
sering pada wanita setengah baya. Nodul soliter yang besar seringkali ditemukan pada
tulang klavikula atau humerus yang merupakan tumor metastasis, dimana nodul
utamanya sering tidak ditemukan karena kecil dan tidak bergejala. Gambaran
histopatologi memperlihatkan struktur sel tiroid yang merupakan folikel-folikel.
Metastasis utama adalah secara hematogen, yang melibatkan paru-paru, tulang, dan
hepar. Kemungkinan jenis ini bertransformasi ke bentuk anaplastik dua kali lipat lebih
besar dari tipe papiler.
Karsinoma anaplastik
Adalah bentuk yang paling ganas dengan perjalanan penyakit yang sangat cepat dan
berakibat fatal. Dalam hitungan minggu keganasan ini dapat menunjukkan gejala
penekanan pada struktur sekitar misalnya nyeri pada telinga dan suara menjadi serak
akibat infiltrasi ke nervus recurrens. Biasanya penderita datang dengan keadaan yang
sudah parah sehingga prognosisnya buruk. Namun kejadiannya jarang dan lebih sering
terjadi pada usia tua dan lebih banyak pada wanita. Gambaran histopatologis
Karsinoma meduler
Meliputi 5-10% dari keganasan tiroid, yang berasal dari sel parafolikuler yang
memproduksi tirokalsitonin. Tumor maligna ini juga dapat menghasilkan
carcinoembryonic antigen. Kasusnya sering ditemukan pada usia tua (50-60
tahun). Keganasan ini juga dikenal dengan apudoma, karena sel parafolikuler berfungsi
sebagai APUD (Amine Precursor Uptake and Decarboxylation cell) atau sebagai
karsinoma sodium karena nodulnya sangat keras seperti batu. Sering didapatkan
bersama kelainan hormonal yang lain seperti adenoma paratiroid dan pheokromositoma.
Tipe ini bersifat familial dan herediter dengan metastasis terjadi melalui system
limfatik.
iii. Etiologi
Etiologi yang pasti belum diketahui, namun telah dikemukakan 3 teori yang mungkin
menjadi penyebab karsinoma tiroid:
1. Intake Iodium yang rendah. Hal ini menyebabkan produksi hormon tiroid yang
lebih rendah yang dapat memicu peningkatan produksi thyroid stimulating
hormone (TSH) yang mengakibatkan stimulasi yang berlebihan dari folikel
tiroid yang menyebabkan timbulnya penyakit nodular tiroid dan mungkin
merangsang perubahan ke arah keganasan pada sel folikuler.
2. Radiasi ion pada daerah leher terutama pada anak-anak yang pernah mendapat
terapi radiasi dan atau kontak lama dengan zat radioaktif pada leher dan
mediastinum.
3. Faktor genetik.
v. Klasifikasi
T3 Tumor dengan ukuran terbesar > 4 cm, masih terbatas pada tiroid atau
laryngeus recurrens.
N1a Metastasis kelenjar getah bening servikal VI (pretaracheal, paratracheal, prelaryngeal dan
delphian)
N1
Metastasis pada kelenjar getah bening servikal unilateral, bilateral,
b
ataukontralateral atau ke kelnjar getah bening mediastinal atas.
1. Kista bisa cepat membesar, nodul jinak perlahan, sedang nodul ganas agak cepat,
dan nodul anaplastik cepat sekali (dihitung dalam minggu), tanpa nyeri.
2. Merasakan adanya gangguan mekanik di daerah leher, seperti gangguan menelan
yang menunjukkan adanya desakan esophagus, atau perasaan sesak yang
menunjukkan adanya desakan/infiltrasi ke trakea.
3. Pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher (mungkin metastasis)
4. Penonjolan/kelainan pada tulang tempurung kepala (metastasis di tengkorak)
5. Perasaan sesak dan batuk-batuk yang disertai dahak berdarah (metastasis di paru-
paru bagi jenis folikuler).
1. Nodul soliter pada tiroid kemungkinan ganasnya 15-20%, sedang nodul multiple
mempunyai kemungkinan 5%. Kadang-kadang nodul soliter yang ganas lama-
lama dapat berubah menjadi bernodul-nodul. Pembesaran difus mungkin
merupakan suatu tirotoksikosis.
2. Pemeriksaan pada tempat-tempat kemungkinan terdapatnya penyebaran tumor
(pembesaran kelenjar getah bening dan organ-organ). Metastasis jauh karsinoma
tiroid ialah paru-paru, tulang (pelvis, vertebra, sternum, tengkorak dan humerus),
hati, ginjal, dan otak. Bagian tulang yang terkena ialah yang spongiosa dan kaya
vaskularisasi.
vii. Tatalaksana
1. Pembedahan (Surgical)
nodulnya saja adalah berbahaya karena bila ternyata nodul tersebut ganas, telah terjadi
penyebaran (implantasi) sel-sel tumor dan operasi ulang untuk tiroidektomi secara
teknis akan menjadi lebih sukar. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan sediaan beku dan
ada persangkaan keganasan, pemeriksaan preparat sediaan beku dilakukan dengan
potongan-potongan ke beberapa arah. Bila hasilnya jinak, lobektomi tersebut sudah
cukup. Bila ganas, lobus kontra lateral diangkat seluruhnya (tiroidektomi totalis) dan
untuk kelangsungan hidup penderita selanjutnya, dilakukan terapi hormonal sebagai
terapi lanjutan. Dapat pula dilakukan near total thyroidectomy. Bila dari hasil
pemeriksaan kelenjar getah bening dicurigai adanya metastasis, dilakukan diseksi
radikal kelenjar getah bening pada sisi yang bersangkutan. Komplikasi-komplikasi
operasi antara lain terputusnya nervus laringeus rekurens dan cabang eksterna dari
nervus laringeus superior, hipoparatiroidisme, dan ruptur esophagus.
2. Non pembedahan
Bila tumor sudah inoperable atau pasien menolak operasi lagi untuk lobus kontralateral,
dilakukan:
Hanya tumor berdifferensiasi baik yang mempunyai afinitas terhadap I(131) terutama
yang folikuler. Radiasi interna dilakukan dengan syarat jaringan tiroid normal yang
afinitasnya lebih besar harus dihilangkan dulu dengan operasi atau ablasio dengan
pemberian I(131) dosis yang yang lebih tinggi sehingga jaringan tiroid normal rusak
semua, baru sisa I(131) bisa merusak jaringan tumor.
b. Kemoterapi
Cara ini masih dalam penyelidikan. Cara baru ini mendapat tempat bila cara yang lain
sudah mengalami kegagalan. Sitostatika yang dipakai adalah vincristin, adriablastin,
ciosplatinum. Hasilnya belum memuaskan.
c. Hormonal
Digunakan sebagai terapi suplemen/supresi terutama untuk tipe papiler atau campuran
papiler-folikuler, juga untuk mengobati hipotiroidisme pada tipe yang lain. Prinsip cara
pengobatan ini adalah menekan stimulasi dari hormon TSH yang dapat merangsang
sekresi hormon sel kelenjar gondok tiroksin yang pada gilirannya dapat merangsang
pertumbuhan karsinoma yang ada pada kelenjar tiroid.
Preparat yang digunakan adalah triyodotironin atau tiroksin. Crile mengatakan bahwa
pemberian dessicated thyroid dapat mengontrol pertumbuhan karsinoma papiler. Jika
hasil pemeriksaan potong beku menunjukkan kista folikuler tiroid maka lobus tiroid
yang bersangkutan diangkat seluruhnya bersama dengan sinus tiroid.
Folikuler 50-70%
Meduler 30-40%
Anaplastik < 5%
1. Roseman BJ & Clark OH. Neck Mass. In LR Kaiser & WH Pearce. ACS surgery:
Principles and practice. : BC Decker Inc; 2008. pp.1-13.
2. Schwetschenau E, Kelley DJ. The Adult Neck Mass. Am Fam Physician 2002;
66(5):831-8.
3. Welker MJ, Orlov D. Thyroid Nodules. Am Fam Physician 2003; 67(3):559-66.
4. Sjamsuhidajat R & De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2012.
5. Werner & Ingbar’s THE THYROID A fundamental and clinical text. 8 th edition. Eds:
Braverman, Utiger Lipincott Williams & Wilkins., 2000.
6. Monaco F. CLINICAL PERSPECTIVE Classification of Thyroid Diseases: Suggestions
for a Revision. J Clin Endocrinol Metab 2003; 88(4):1428-32.
7. Cunningham’s Manual of Practical Anatomy, Thirteenth edition, volume III. Head
and Neck and Brain. London, Oxford University Press, 1967, Page 109-112.
8. Harold H. Lindner, MD, A Lange Medical Book Clinical Anatomy, Appleton &
Lange, Connenticut, 1989. Page 132-138.
9. John B. Christensen, Ira R, Telford, Fifth edition, J.B. Lippincott Company, 1988,
Washington DC. Page 316-318.
10. N.C.Chakrabarty, D. Chakrabarty, Fundamentals of Human Anatomy, New
Central Book Agency (P) LTD, Calcutta, 1997. Page 162-167.
11. Richard S. Snell, MD, PhD, Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition,
New York. Page 652-653, 796.
12. Sabiston DC. Buku Ajar Ilmu Bedah, bagian 1. Cetakan ke-2. Jakarta: EGC; 1995.
Hal. 415-429.
13. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC; 2000. Hal. 535-45.
14. Grace PA, Borley NR. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga; 2007.
Hal. 132-35.
15. Reksoprodjo S, Pusponegoro AD, Kartono D et al. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah
Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
Binarupa Aksara; 1995. Hal. 366-76.
16. Henry MM, Thompson JN. Principles of Surgery. 2 nd edition. Elseviers Saunders;
2005. Page 567.
17. Mazzaferri EL. Thyroid cancer in thyroid nodules: finding a needle in the haystack.
Am J Med 1992; 93:359-62.
18. Tan GH, Gharib H. Thyroid incidentalomas: management approaches to
nonpalpable nodules discovered incidentally on thyroid imaging. Ann Intern Med
1997;126:226-31.
19. Brander A, Viikinkoski P, Nickels J, Kivisaari L. Thyroid gland: US screening in a
random adult population. Radiology 1991;181:683-7.
20. Cancer facts & figures 2001. Atlanta: American Cancer Society, 2001.
21. Mazzaferri EL. Management of a solitary thyroid nodule. N Engl J Med
1993;328:553-9.
Laporan Kasus Bedah Struma Multinoduler
22. Feld S. AACE clinical practice guidelines for the diagnosis and management of
thyroid nodules. Thyroid Nodule Task Force. Endocr Pract 1996;2: 78-84.
23. Gharib H, Goellner JR. Fine-needle aspiration biopsy of the thyroid: an appraisal.
Ann Intern Med 1993;118:282-9.
24. Castro MR, Gharib H. Thyroid nodules and cancer. When to wait and watch,
when to refer. Postgrad Med 2000;107:113-6, 119-20, 123-4.
25. Giuffrida D, Gharib H. Controversies in the management of cold, hot, and occult
thyroid nodules. Am J Med 1995;99:642-50.
26. Lukitto, P dkk. 2004. Protokol PERABOI 2003. Protokol Penatalaksanaan Kanker
Tiroid. Hal 18-32. Editor: Albar,ZA dkk; Bandung; PERABOI.
27. Mansjoer A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Karsinoma Tiroid. Hal 287-
292. Editor: Mansjoer A; Jakarta; Media Aesculapius.
28. Manuaha, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Sistem Endokrin. Hal 691-694.
Editor: Sjamsuhidajat, de Jong W; Jakarta; EGC.
29. Price Sylvia A. et al. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC: Edisi
4 (1995).
30. Powell JG, Hay ID, 2003. Surgery of the Thyroid and Parathyroid Glands. Editor:
Randolph, GW;Philadelphia; WB Saunders.
31. Tjindarbumi, 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Karsinoma Tiroid. Hal 366-376.
Editor: Reksoprodjo, S; Jakarta; Binarupa Aksara.
32. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Bagian 3. Hal 36-37. Jakarta; EGC.