Judul Age, Period, and Cohort Trends in Mood Disorder
Indicators and Suicide-Related Outcomes in a Nationally Representative Dataset, 2005–2017 Tahun 2019 Penulis Jean M. Twenge, A. Bell Cooper, Thomas E. Joiner, Mary E. Duffy, and Sarah G. Binau Jurnal Journal of Abnormal Psychology Volume & Halaman Vol. 128, Hal. 185–199
Latar Belakang yang Beban kesehatan masyarakat dari gangguan mood
digunakan cukup besar, dengan efek negatif termasuk gangguan fungsional, penurunan kualitas hidup, kecacatan, produktivitas kerja yang rendah, kematian dini, dan peningkatan pemanfaatan layanan kesehatan. Gangguan mood juga berhubungan dengan pikiran dan perilaku bunuh diri. Sebanyak 17% orang dengan depresi yang resistan terhadap pengobatan mencoba bunuh diri (Mrazek et al., 2014). Meskipun beberapa penelitian telah mendokumentasikan peningkatan gangguan mood dan hasil terkait bunuh diri di kalangan remaja sejak 2010 (Mojtabai, Olfson, & Han, 2016; Plemmons et al., 2018; Twenge, Joiner, Rogers, & Martin, 2018) dan menetapkan perkiraan prevalensi baru-baru ini di antara individu usia kuliah (Auerbach et al., 2016, 2018; Mortier dkk., 2018), sedikit penelitian telah meneliti tren dalam indikator ini dalam beberapa tahun terakhir di seluruh kelompok usia dengan memasukkan remaja, dewasa muda, dan orang dewasa yang lebih tua dari sampel yang sama. Dengan demikian, tidak jelas apakah peningkatan baru-baru ini dalam indikator gangguan mood di kalangan remaja terisolasi pada kelompok usia tersebut atau meluas lebih luas ke semua usia. Teori Utama yang Penulis menggunakan teori utama yang dicetuskan digunakan oleh Urie Bronfenbrenner, yaitu teori ekologi. Teori ekologi Bronfenbrenner ini menyatakan bahwa perkembangan mencerminkan pengaruh dari sejumlah sistem lingkungan, termasuk disini emosi. Teori tersebut mengidentifikasi lima sistem lingkungan: mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosistem. Salah satu sistem yang paling kuat dan langsung pengaruhnya terhadap perkembangan anak adalah mikrosistem. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Seluruh data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan pendekatan fenomenologis, observasi dan self report. Data yang terkumpul diidentifikasi berdasarkan ketiga komponen Developmental Appropriateness Practices (DAP). Sampel Penelitian Penelitian mengambil sampel sebanyak 30 orang guru TK dengan persentase 100% perempuan di tiga TK yang berada di Kota Yogyakarta, dengan latar belakang pendidikan yang bervariasi. Diantaranya guru yang latar belakang pendidikannya SMA, SPG, dan Sarjana. Pengalaman menjadi guru TK yang cukup bervariasi, minimal telah berpengalaman lima tahun dan paling lama 33 tahun. Mereka semua mengampu kelas, yang dalam setiap kelas terdiri 12 anak sampai dengan 25 anak. Hasil yang didapat Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, dapat dilihat bahwa pemahaman guru terhadap cara memberikan stimulasi untuk perkembangan emosi anak usia dini masih belum memadai, karena guru lebih menekankan pada pentingnya kemampuan kognisi pada anak, dan cenderung mengabaikan perkembangan emosi, sehingga sangat memungkinkan terjadinya problem perkembangan pada anak. Namun hal yang harus diperhatikan adalah kondisi ini terkait dengan nilai dan budaya yang ada disekitarnya. Karena faktor nilai dan budaya merupakan hal yang ikut menentukan orientasi pendidikan untuk anak usia dini, mempengaruhi penentuan standar perilaku dan cara mendidik anak.