Anda di halaman 1dari 47

PENGABDIAN MASYARAKAT

DI DESA TAROGONG KECAMATAN TAROGONG


KIDUL
KABUPATEN GARUT

SEBAGAI SYARAT MELENGKAPI LKD/BKD SERTIFIKASI DOSEN


OLEH : HJ. YUYUS SUSILAWATI. M.Ag
TAHUN 2020

Sekretariat PATBM Jalan Adung Blk Nomor 11 RT:001 RW :002


Desa Tarogong Kecamatan Tarogong Kidul Kode Pos 44151
Kabupaten Garut Jawa Barat
MAKALAH : I

KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA DALAM


PERSPEKTIF FAKTA SOSIAL

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan faktor yang meneyebabkan


terjadinya kasus kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Makalah ini
dilaksanakan Desa Tarogong Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten
Garut dengan teknik pemilihan informan berupa purposive sampling.
Informan yang dipilih dalam Makalah ini adalah orangtua yang telah
memiliki anak selama lebih dari 15 tahun, orangtua dengan latar belakang
pekerjaan yang berbeda, masyarakat di Desa Tarogong, dan anak ± anak
yang tinggal di lingkungan tersebut. Makalah ini berjenis kualitatif
dengan pendekatan deskriptif kualitatif dengan jenis Makalah studi kasus.
Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder melalui teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Uji validitas data menggunakan
triangulasi metode dan triangulasi sumber. Analisis data dalam Makalah
ini diawali dengan pengumpulan data, mereduksi data, menyajikan data,
dan terakhir menarik kesimpulan.

Hasil Makalah menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan kekerasan


terhadap anak terjadi dalam keluarga ada tiga yaitu, (1) Pewarisan
kekerasan antar generasi (2) Kekerasan terhadap anak dalam keluarga
sulit diungkap ke ruang publik (3) Latar belakang budaya (Adanya
hubungan kedudukan dalam masyarakat yang selalu menempatkan anak
dalam posisi terbawah).

Teori fakta sosial Durkheim menjelaskan bahwa anak sebagai individu


yang lemah selalu diposisikan terbawah dalam masyarakat. Sehingga
semua yang dia lakukan harus sesuai dengan apa yang diperintahkan dan
diajarkan oleh orang dewasa/orangtua dalam keluarga. Ketika anak
melakukan sesuatu yang diluar aturan orang dewasa tersebut, maka anak
tersebut akan mendapat sanksi dari perbuatannya.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Saat ini, kekerasan terhadap anak tidak hanya di kota besar saja seperti
Jakarta, Bandung, Bali, dan kota ± kota besar saja yang terekspos media.
Namun belakangan ini ramai diperbincangkan kekerasan anak yang
terjadi di pelosok negeri ini, seperti Wonogiri. Dua kasus yang sangat
menyita perhatian publik adalah kasus seorang anak berusia di bawah
lima tahun (balita) berinisial Sy (4) warga Slogohimo, Kabupaten
Wonogiri, diduga menjadi korban penganiayaan. Bocah itu mengalami
luka lebam di mukanya. Muncul dugaan pelaku penganiayaan adalah
ibu kandung Sy, berinisial Sry (35) (Solopos.com, Rabu 2/9/2015). Kasus
penganiayaan itu terbongkar ketika ada salah satu tetangga yang datang
ke rumah korban. Warga curiga karena mata korban yang sedang tidur
kondisinya lebam dan bengkak. Setelah ditanyakan kepada ibu
kandungnya, dijelaskan bahwa anak tersebut jatuh. Tapi warga tidak
percaya dan melaporkannya kepada kepala desa setempat. Laporan itu
pun dilanjutkan ke Polsek Slogohimo, yang kemudian dilimpahkan ke
Polres Wonogiri. Belakangan, diketahui perempuan itu sering
menganiaya anak mungilnya itu.

Berdasarkan data yang penulis peroleh dari Komisi Perlindungan Anak


Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa kekerasan pada anak selalu
meningkat setiap tahun. Hasil pemantauan KPAI dari 2011 sampai 2014,
terjadi peningkatan yang signifikan kasus kekerasan, tahun 2011
terjadi 2178 kasus, tahun 2012 ada 3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus,
2014 ada 5066 kasus. Wakil Ketua KPAI, Maria Advianti mengatakan
bahwa anak bisa menjadi korban ataupun pelaku kekerasan dengan
lokasi kasus kekerasan pada anak ada 3, yaitu di lingkungan keluarga, di
lingkungan sekolah dan di lingkungan masyarakat. Hasil monitoring dan
evaluasi KPAI tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan bahwa 91 persen
anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6 persen
di lingkungan sekolah dan 17.9 persen di lingkungan masyarakat.
Harian Terbit, Minggu (14/6/2015).

Berdasarkan data dari KPAI di atas, anak korban kekerasan di lingkungan


masyarakat jumlahnya termasuk rendah yaitu 17,9 persen. Artinya, anak
rentan menjadi korban kekerasan justru di lingkungan keluarga dan
sekolah. Lingkungan yang mengenal anak-anak tersebut cukup dekat.
Pelaku kekerasan pada anak justru lebih banyak berasal dari kalangan
yang dekat dengan anak.

Pada hakikatnya keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk


memeperoleh pengetahuan, pembinaan mental, dan pembentukan
kepribadian yang nantinya akan ditambah dan disempurnakan oleh
lingkungan sekolah maupun lingkungan sosial diamana anak tinggal,
tumbuh, dan berkembang. terlihat sekali bagaimana pentingnya peran
keluarga sangat signifikan dalam perkembangan, pembentukan karakter,
serta masa depan anak. Bukan hal yang mustahil ketika sebuah keluarga
khususnya orangtua yang merupakan elemen awal pembentukan
kepribadian anak mampu memberikan dan menjalankan peran maupun
tanggungjawab secara maksimal akan mampu meciptakan generasi
penerus bangsa yang bertanggungjawab terhadap agama, nusa, dan
bangsa. Sehingga apa yang selama ini dicita ± citakan oleh suatu bangsa
akan dicapai.

Namun kenyataan di masyarakat seringkali berbanding terbalik dengan


harapan ataupun yang dicita ± citakan selama ini. Salah satu yang
menjadi pusat perhatian dan menjadi bahan pembicaraan dewasa ini
adalah mengenai kekerasan terhadap anak. Kekerasan pada anak dapat
kita jumpai kapanpun dan dimanapun, baik di kota maupun di desa, di
keluarga maupun di lingkungan masyarakat, bahkan saat ini sudah
banyak kekerasan pada anak yang terjadi di lembaga pendidikan seperti
sekolah, pesantren, dan lembaga pendidikan lainnya. Hal ini menjadi
ironi yang ada dalam masyarakat. Bagaimana tidak, anak sebagai penerus
bangsa yang berhak mendapatkan perlindungan, pendidikan, dan
pendampingan yang baik dari keluarga, lingkungan masyarakat, maupun
sekolah justru mendapatkan perlakuan yang salah bahkan mengarah ke
kerasan fisik maupun ferbal dan tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan.

Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan


Makalah terkait kekerasan anak yang terjadi di Kabupaten Wonogiri.
Yang menarik dari Makalah kali ini adalah dalam Makalah ini akan
menfokuskan pada alasan mengapa kekerasan terhadap anak justru
banyak terjadi di lingkungan keluarga.

Tujuan Makalah

Makalah ini bertujuan untuk Menjelaskan alasan kekerasan terhadap anak


banyak terjadi di lingkungan keluarga.

Kajian Pustaka

1. Konsep Keluarga
Hildred Geertz (1985) menjelasakan bahwa secara universal keluarga
merupakan jembatan antara individu dan budayanya, nilai-nilai
kemasyarakatan umum tertentu yang tersebar memberikan pembenaran
serta makna bagi lembaga kekeluargaan dan berlaku pula sebagai
petunjuk normative untuk tenggang ± menenggang di antara para anggota
keluarga setiap hari juga di lingkungan sosial sekitarnya. Jadi secara
umum menurut Geertz bahwa keluarga merupakan miniatur suatu
masyarakat, karena semua norma ± norma, maupun aturan dalam
bertingkah laku serta nilai ± nilai dalam keluarga tersebut dapat
diterapkan dalam masyarakat secara umum.

Abdullah (1997) menjelaskan bahwa dalam kebudayaan masyarakat jawa


mengenal ideologi Familialisme. Ideologi familialisme ini dilestarikan
dan secara terus menerus diredefinisikan melalui hukum ± hukum adat
yang berlaku, kepercayaan ± kepercayaan, serta negara dan
pemerintah yang pernah ada dalam sejarah masyarakat Jawa. Ideologi ini
menekankan pada peran reproduksi dan domestik perempuan sangat
ditekankan pada perempuan kelas atas di zaman kerajaan ± kerajaan
Jawa. Perempuan digambarkan sebagai makhluk yang anggun, halus, rapi
tetapi tidak memiliki daya pikir yang tinggi, dan kurang memiliki
kemampuan serta kekuatan spiritual, sehingga ia dianggap tidak mampu
menduduki jabatan ± jabatan strategis dalam pemerintahan dan
masyarakat.

Berdasarkan ideologi familiarisme peran utama laki ± laki adalah


sebagai penguasa utama rumah tangga yang memiliki hak istimewa dan
otoritas terbesar dalam keluarga. Laki ± laki dalam posisinya sebagai
suami dan ayah merupakan figur sentral dalam keluarga. Dengan
demikian, anggota keluarga lain seperti istri dan anak harus tunduk pada
penguasa utama tersebut. Kewibawaan seorang laki ± laki/ayah harus
dijaga oleh anggota keluarga karena atribut tersebut sangat menentukan
status dan kedudukan keluarga dalam masyarakat. Dalam masyarakat,
kelaurga diibaratkan sebagai bentuk mikro dari masyarakat, maka
kedudukan laki ± laki dalam keluarga memberikan legimitasi bagi laki ±
laki untuk mendapatkan prestise dan kekuasaan dalam masyarakat.

2. Kedudukan Anak dalam Keluarga

Dalam keluarga Jawa, anak merupakan sosok yang istimewa dalam


keluarga dan perlu mendapatkan perlakuan dan bimbingan khusus dari
seluruh anggota keluarga tersebut. Hildred Geertz (1985) menjelaskan
bahwa dalam keluarga jawa memandang bahwa anak-anak adalah hal
yang disenangi dan diinginkan karena anaklah yang dipandang akan
mampu meneruskan juga mengurusi orang tuanya kelak ketika tua
sehingga keinginan memiliki anak-anak sangat besar dalam masyarakat
jawa.

Hubungan sosial seorang anak baik dengan anggota keluarga maupun


dengan lingkungannya juga menjadi perhatian bagi masyarakat Jawa,
untuk dapat tumbuh sebagai seorang yang baik, anak-anak masyarakat
Jawa telah mendapatkan latihan kesopanan sejak mereka masih bayi,
dalam berkomunikasi sang anak juga diajarkan dan dibiasakan untuk
menggunakan kalimat-kalimat yang sopan serta santun terhadap orang
lain. Seorang anak diajarkan untuk dapat hidup harmonis dengan sanak
saudaranya juga bahkan dengan orang lain, jika sang anak tidak
bertingkah laku baik maka ia akan mendapatkan sanksi langsung berupa
hukuman agar anak tersebut tidak mengulanginya dan dapat bersikap
patuh.

Pelajaran penting yang harus dikuasai oleh anak sebagai bagian dari
pertumbuhannya ialah bagaimana dan bilamana harus bertindak-tanduk
dengan tata karma. Yang menjadi komponen dalam “hormat” dalam
masyarakat jawa adalah wedi, isin, dan sungkan. Wedi berarti takut, isin
dapat diartikan sebagai malu, enggan ataupun canggung.

Dari pemaparan mengenai kedudukan anak dalam keluarga yang


disampaikan Geertz di atas menjelaskan bahwa secara keseluruhan anak
merupakan seseorang yang penting dalam keluarga. Ketika orangtua
berhasil mendidik anak dengan baik, maka masyarakat menganggap
bahwa keluarga tersebut merupakan keluarga yang berhasil. Ataupun
sebaliknya, ketika orangtua tersebut gagal dalam mendidik anak, maka
masyarakat menganggap bahwa keluarga tersebut merupakan keluarga
yang gagal. Dari hal inilah maka orangtua melakukan segala upaya untuk
mendidik anak mereka dengan baik karena seolah ± olah ada tuntutan
dari masyarakat untuk melakukan hal tersebut. Bahkan tidak jarang
pula orangtua melakukan kekerasan terhadap anak dengan alasan untuk
mendidik supaya si anak dapat terlihat baik dalam masyarakat.

3. Kekerasan terhadap Anak

Secara teoritis, kekerasan terhadap anak dapat didefinisikan sebagai


peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan
oleh orang ± orang yang memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan
anak, yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman
terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak (Suyanto,2010:28).
Sedangkan Henry Kempe menyebut kasus kasus penelantaran dan
penganiayaan yang dialami anak ± anak dengan istilah Batered Child
Syndrome “yaitu setiap keadaan yang disebabkan kurangnya perawatan
dan perlindungan terhadap anak oleh orang tua atau pengasuh lain yang
diartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak tidak hanya luka berat
saja, tetapi termasuk juga luka memar atau membengkak sekalipun dan
diikuti kegagalan anak untuk berkembang baik secara fisik maupun
intelektualnya (Suyanto, 2010:27).

Menurut Suyanto (2010:29), ada lima bentuk kekerasan terhadap anak,


yaitu :
(1) kekerasan fisik, bentuk ini paling mudah dikenali. Korban
kekerasan jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik
korban seperti; luka memar, berdarah, dan bentuk lain yang
kondisinya lebih berat.
(2) Kekerasan Psikis, bentuk ini tidak begitu mudah dikenali. Wujud
dari kekerasan ini bisa berupa kata ± kata kasar, ejekan,
mempermalukan, dan sebagainya. Dampak kekerasan jenis ini
akan berpengaruh pada situasi perasaan yang tidak aman dan
nyaman, minder, lemah dalam mengambil keputusan, dan bahkan
menurunnya harga diri serta martabat korban.
(3) Kekerasan seksual, termasuk dalam kategori ini adalah segala
tindakan yang mencul dalam bentuk paksaan untuk melakukan
hubungan seksual. (4) Kekerasan Ekonomi, kekerasan jenis ini
sangat sering terjadi di lingkungan keluaraga. Pada anak,
kekerasan ini sering terjadi ketika orang tua memaksa anak yang
masih usia di bawah umur untuk dapat memebrikan kontribusi
ekonomi keluarga, sehingga fenomena penjualan anak, pengamen
jalanan, pengemis anak, dan lain ± lain kian merebak.
(4) Kekerasan anak secara sosial, kekerasan anak jenis ini mencakup
penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah
sikap dan perlakuan orangtua yang tidak memberikan perhatian
yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak.

4. Kekerasan terhadap Anak dalam Perspektif Budaya

Sumjati (2001:28) menjelaskan secara sederhana tindak kekerasan


diartikan sebagai setiap perilaku yang dapat menyebabkan perasaan atau
tubuh (fisik) orang lain tidak nyaman. Perasaan tidak nyaman itu bisa
berupa: kekhawatiran, ketakutan, kesedihan, ketersinggungan,
kejengkelan, atau kemarahan, sedangkan keadaan fisik yang tidak
nyaman bisa berupa: lecet, luka, memar, patah tulang, dan sebagainya.

Berkenaan dengan ini, aspek kualitatif dari tindakan ini dianggap lebih
penting untuk diketahui daripada aspek kuantitatifnya, karena tindak
kekerasan ini memberikan akibat serius terhadap kualitas kehidupan
manusia (Sumjati, 2001:29). Selain itu, berbagai penelitian mengenai
kekerasan terhadap anak ternyata sangat jarang yang memberikan
perhatian pada bentuk ± bentuk kekerasannya sendiri. Oleh karena itu,
pembicaraan kali ini akan lebih difokuskan pada bentuk ± bentuk
kekerasan yang dialami oleh anak ± anak di Indonesia dalam proses
sosialisasi mereka. Sebagai gejala sosial budaya, tindak kekerasan
terhadap anak tidak muncul begitu saja dalam situasi yang kosong atau
netral. Ada kondisi ± kondisi budaya tertentu dalam masyarakat, yakni
berbagai pandangan, nilai dan norma sosial, yang seolah memudahkan
terjadinya atau mendorong dilakukannya tindak kekerasan terhadap anak
tersebut. Hal inilah yang dimaksud dengan latar belakang budaya
terjadinya kekerasan terhadap anak.

5. Teori Fakta Sosial

Emile Durkheim berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu yang


memepelajari apa yag dimaksud fakta sosial (fait social). Menurut
Durkheim fakta social merupakan cara bertindak, berpikir, dan
berperasaan, yang berada di luar inidividu, dan mempunyai kekuatan
memaksa yang mengendalikannya (Sunarto, 2000:11). Ada tiga
karakteristik fakta sosial, yaitu : (1) bersifat eksternal, bahwa cara
bertindak, berpikir, dan berperasaan yang memperlihatkan sifat patut
dilihat sebagai sesuatu yang berada di luar kesadaran individu. (2)
bersifat
memaksa individu, individu dipaksa dibimbing, diyakinkan, didorong,
atau dengan cara tertentu dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial
dalam lingkungan sosialnya. Tipe fakta sosial ini mempunyai kekuatan
memaksa individu terlepas dari kemauan individu itu sendiri. (3) Bersifat
umum dan tersebar, dengan kata lain, fakta sosial itu merupakan milik
bersama, bukan sifat individu perorangan, tetapi benar-benar bersifat
kolektif, dan pengaruhnya terhadap individu merupakan hasil dari sifat
kolektifnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan


deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Penelitian ini
dilaksanakan Desa Tarogong Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten
Garut dengan teknik pemilihan informan berupa purposive sampling.
Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah orangtua yang telah
memiliki anak selama lebih dari 15 tahun, orangtua dengan latar
belakang pekerjaan yang berbeda, masyarakat di Desa Tarogong,
dan anak ± anak yang tinggal di lingkungan tersebut. Data yang
digunakan berupa data primer dan sekunder melalui teknik wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Uji validitas data menggunakan triangulasi
metode dan triangulasi sumber. Analisis data dalam penelitian ini diawali
dengan pengumpulan data, mereduksi data, menyajikan data, dan
terakhir menarik kesimpulan.

HASIL PENELITIAN

1. Pendidikan Anak dalam Keluarga yang Mengedepankan Kekerasan


Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan informan
menunjukan bahwa mereka seolah menghalalkan kekerasan dengan
tujuan mendidik anak. Bahkan salah satu informan menyebutkan bahwa
cara mendidik anaknya saat ini meniru apa yang orangtuanya dulu
lakukan padanya. Hal ini membuktikan bahwa pola pendidikan itu
sebenarnya menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pandangan yang salah ini masih banyak digunakan oleh orangtua lainnya
sampai saat ini. Mereka menganggap bahwa perlakuan keras dan kasar
malah justru mampu membentuk karakter yang kuat dan baik anak di
massa yang akan datang atau massa dimana anak tumbuh dewasa.

Anak ± anak yang mengalami tindak kekerasan di rumah biasanya akan


bersikap murung, ketakutan, tidak bersemangat, dan memprihatinkan,
tidak jarang akan kehilangan kepercayaan diri (Anita Lie dalam
Suyanto, 2010:77). Abu Huraerah juga menjelaskan dampak kekerasan
terhadap kondisi psikologis anak. Dijelaskan bahwa anak - anak yang
masih kecil sering susah tidur dan bangu di tengah malam menjerit
ketakutan. Mereka juga ada yang menderita Psikosomatik, misalnya
asma. Ketika mereka semakin besar, anak laki ± laki cenderung menjadi
sangat agresif dan bermusuhan dengan orang lain, sementara anak
perempuan sering mengalami kemunduran dan menarik diri ke dalam
dunia fantasi sendiri.

2. Pelanggaran terhadap Hak Anak dalam Menentukan Pilihan


Sekolah

Setiap orangtua pasti selektif dan menginginkan yang terbaik untuk


anaknya. Namun saat ini masih banyak kita temui dalam masyarakat
orangtua yang memaksakan kehendak kepada anaknya untuk bersekolah
sesuai dengan pilihan mereka, baik ke sekolah negeri, pondok pesantren,
ataupun sekolah ± sekolah swasta yang menurut mereka memiliki
kualitas terbaik. Anak dalam posisi yang paling berkepentingan untuk
mendapatkan pendidikan justru tidak memiliki kesempatan untuk
menyampaikan pilihan mereka untuk menentukan dimana dia akan
sekolah. Anak seringkali dijadikan sebagai objek demi gengsi bahkan ego
orangtuanya agar terlihat memiliki tingkatan yang lebih tinggi dalam
masyarakat. Sementara sesuai atau tidaknya sekolah tersebut dengan
minat, kebutuhan, dan gaya bagi anak sering kali diabaikan oleh
orangtua.

Selain alasan gengsi dalam masyarakat, bayak alasan lain orangtua dalam
memilih sekolah bagi anaknya. Misalnya karena alasan ekonomi,
khawatir akan pengaruh buruk lingkungan, bahkan ada yang ikut ± ikutan
tren saja. Kita ambil contoh orangtua yang memilih memasukkan
anaknya ke pondok pesantren. Salah satu alasan mereka memilih
memasukkan anaknya ke pondok pesantren dengan alasan khawatir
dengan pergaulan di lingkungan tempat mereka tinggal.

Akibat yang muncul pada anak yang dipaksa oleh orangtuanya untuk
bersekolah sesuai pilihan orangtuanya adalah anak tidak mampu
mengikuti peajaran dengan baik karena adanya rasa paksaan dari
orangtuanya, karena memiliki prestasi yang kurang baik di sekolah, maka
anak menjadi sosok yang minder dan kurang percaya diri.

PEMBAHASAN

Faktor terjadi kekerasan terhadap anak dalam keluarga

Berdasarkan temuan penelitian, maka terdapat beberapa alasan mengapa


kasus kekerasan terhadap anak dalam keluarga selalu ada dalam
masyarakat, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pewarisan kekerasan antar generasi

Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika


tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan terhadap
anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan yang diwarisi
(transmintted) dari generasi ke generasi. Seperti yang dikemukakan oleh
salah satu informat berinisial AI bahwa ketika dia kecil dia dididik
keras oleh orangtuanya, bahkan ketika beliau melakukan kesalahan, tidak
jarang orangtuanya menghukumnya dengan cara menjewer ataupun
memukul, dengan dalih untuk mendidiknya. Kebanyakan orangtua
menganggap bahwa pendidikan yang keras merupakan hal yang wajar.
Keras tidak apa-apa asal mendidik.Yang dimaksud keras disini adalah
menerapkan aturan ± aturan yang ketat dan disertai dengan sanksi ±
sanksi jika anak melanggar berupa bentakan, ataupun pukulan. Tidak
jarang ketika pendidikan yang keras dalam keluarga menimbulkan
perilaku kasar dari orangtuanya. Anggapan yang salah ini terus berlanjut
dari dulu hingga sekarang, karena mereka belum menyadari akibat dari
perlakuan keras dan kasar bagi perkembangan psikologis anak ±
anaknya.
Anak ± anak memang selalu peka. Sering orangtua tidak menyadari
bahwa apa yang terjadi di antara mereka begitu mempengaruhi anak.
Sering dikatakannya, anak merupakan cermin dari apa yang terjadi dalam
suatu rumah tangga (Huraerah, 2012: 56). Jika suasana keluaraga sehat
dan bahagia, maka wajah anak begitu ceria dan bersih.

Sebaliknya jika mereka murung dan sedih, biasanya terjadi sesuatu


yang berkaitan dengan orangtuanya. Sebagai wadah sosialisasi primer,
dimana anak belajar untuk pertama kalinya mengenal nilai ± nilai dan
cara bertingkah laku, perilaku orangtua sering mempengaruhi perilaku
anak ± anaknya kelak. Jika kekerasan begitu domonan, tidak
mengherankan jika kemudian melakukannya dan bahkan terbawa
sampai dia diwasa. Karena kekerasan begitu sering dalam keluarganya,
maka ia menganggap hal tersebut sebagai hal yang normal dan
seharusnya dilakukan.

2. Kekerasan terhadap anak dalam keluarga sulit diungkap ke ruang


publik

Sebagai suatu kasus yang tergolong tabu dan disadari melanggar batas ±
batas etika, kesus ± kasus kekerasan terhadap anak dalam keluarga jarang
terekspos keluar. Hanya kasus ± kasus kekerasan berat yang seringkali
muncul ke ruang publik, seperti pembunihan ataupun pemerkosaan.
Kalaupun kemudian diketahui umum biasanya berkat peran dan
keterlibatan media massa atau karena kejadian yang menghebohkan.

Sebagai contoh seorang ayah atau ibu yang memukul kepala anaknya atau
menghajar keras anaknya sekalipun, sepanjang apa yang mereka lakukan
tidak sampai menimbulkan luka fisik yang serius atau kematian, maka
kejadian itu akan lewat dan menguap begitu saja. Kesulitan dalam
mengungkapkan kasus kekerasan terhadap anak bisa disebabkan oleh
faktor internal maupun eksternak (Suharto dalam Huraerah, 2012: 60).
Yang dimaksud faktor internal adalah faktor dari korbannya itu sendiri
yang menolak melaporkan ke masyarakat, sedangkan faktor eksternal
adalah faktor dari masyarakat yang menganggap biasa suatu kekerasan
terhadap anak dalam keluarga.

Selain itu ada dua faktor lain yang menyebabkan kasus kekerasan
terhadap anak dalam keluarga sulit diungkap ke ruang publik, yaitu tidak
adanya kontrol sosial terhadap terjadinya kasus atau tindakan kekerasan
terhadap anak dalam keluarga dan penolakan dari korban/anggota lain
dalam keluarga sendiri untuk melaporkan ke ranah publik/masyarakat.

3. Latar belakang budaya (Adanya hubungan kedudukan dalam


masyarakat
yang selalu menempatkan anak dalam posisi terbawah)

Pandangan masyarakat yang menyebutkan anak harus patuh pada


orangtua sangat berkembang luas dalam masyarakat dan bahkan
seringkali pandangan ini disalah artikan oleh orangtua. Berdasarkan
pandangan ini kalau si anak lalai dalam menjalankan tugas membantu
meringankan beban orangtua sebagaimana yang diharapkan orangtua
mereka, dia akan memperoleh berabagai macam sanksi atau hukuman,
yang kemudian sampai pada tindak kekerasan.

Dalam teori fakta sosial, Durkheim menjelaskan bahwa semua aktivitas


seorang inidividu dalam masyarakat dipengaruhi oleh faktor eksternal
atau faktor di luar dirinya yang bersifat memaksa. Kenyataan itu juga
terjadi pada anak yang hidup dalam lingkungan keluarganya.
Durkheim menjelaskan bahwa semua perilaku anak sejak lahir hingga
dewasa selalu mendapat kontrol dari luar dirinya, dan ketika dia
melakukan perbuatan yang tidak sesuai denganapa yang ditetapkan oleh
keluarga dan masyarakat maka ia akan mendapatkan sanksi dari luar,
dalam hal ini yang dimaksud luar adalah keluarga dan masyarakat.

Masyarakat selalu memposisikan anak pada tangga terbawah, sehingga


orang dewasa seolah ± olah cenderung memiliki hak untuk
memperlakukan anak ± anak sesuka hati mereka, sementara anak
sendiri seolah tidak memiliki hak apapun, baik hak untuk bersuara
ataupun hak untuk protes. Anak dipaksa untuk tunduk terhadap aturan
yang dibuat oleh orang yang lebih dewasa darinya.

Nilai, norma, dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat, tanpa sadar


selalu menempatkan anak hanya sebagai objek bagi orang dewasa, dan
bahkan seolah orangtua berhak melakukan apapun terhadap anak ±
anaknya, dengan alasan karena mereka yang melahirkan, membesarkan,
dan membiayai anaknya. Ketika seoarang anak berani membantah atau
bahkan melawan orangtua, selain dicap sebagai anak durhaka, tidak
jarang kemudian orangtua memperlakukan anak ± anaknya secara kasar,
memaki atau bahkan memukul dengan harapan anak akan jera dan
kembali ke sikapnya sebagai anak yang patuh. Anak ± anak yang menjadi
korban tindak kekerasan dan perlakuan kasar dari orangtua atau orang
dewasa lainnya hanya akan bersikap pasrah dan tidak mampu untuk
berbuat apa ± apa. Seorang anak yag dipukul orangtuanya, pasti ia akan
sama sekali tidak berani melawan. Ketidakseimbangan hubungan antara
anak ± anak dengan orang dewasa diperkuat dengan
ketidakseimbangan kultural yang ditanamkan oleh orang dewasa kepada
anak ± anak (Sumjati, 2001:45). Dengan kata lain melalui
ketidakseimbangan ini, orang dewasa/orangtua sadar atau tidak sadar
telah membangun ketidakseimbangan kultural (ketidakseimbangan
secara budaya) dalam hubungan mereka dengan anak, yang
menguntungkan orang dewasa. Hasilnya adalah anak ± anak menerima
hubungan yang tidak seimbang antara mereka dengan orang
dewas/orangtua di sekelilingnya. Disini anak tanpa sadar telah
mereproduksi hubungan asimetris yang merugikan. Inilah realita yang
terjadi di dalam keluarga dan masyarakat saat ini, dan ini pula gambaran
nyata kondisi kultural yang menyebabkan kekerasan terhadap anak akan
terjadi kapanpun dan dimanapun selama pemahan kutural tersebut terus
berkembang dan hidup dalam masyarakat.

SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan
bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan kasus kekerasan terhadap anak
dalam keluaraga, yaitu: (1) Pewarisan kekerasan antar generasi (2)
Kekerasan terhadap anak dalam keluarga sulit diungkap ke ruang publik.
(3) Latar belakang budaya (Adanya hubungan kedudukan dalam
masyarakat yang selalu menempatkan anak dalam posisi terbawah).

Berdasarkan temuan penelitian maka peneliti menyarankan pada


masyarakat hendaknya lebih peka terhadap kekerasan terhadap anak yang
terjadi di lingkungan mereka, sehingga ketika ada kasus kekerasan bisa
menasihati atau memberitahukan ke pihak yang berwajib dan pada
orangtua untuk mengetahui dampak ± dampak negatif yang ditimbulan
dari kekerasan (kekerasan fisik dan kekerasan psikis) yang dilakukan
kepada anak terhadap perkembangan fisik dan psikis anak serta orangtua
harus mengetahui metode yang tepat untuk mendidik anak ± anaknya
tanpa menggunakan kekerasan.

MAKALAH : II

Perjuangakan Hak Anak


Peringatan Hari Anak Sedunia 20 November 2020
Hari anak sedunia, diperingati hari ini Jumat 20 November 2020. Untuk
tahun ini Unicef, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengangkat
tema 'Hari untuk Membayangkan Kembali Masa Depan yang Lebih Baik
Untuk Setiap Anak'.

Indonesia memperingati hari anak nasional setiap 23 Juli, setiap negara


juga ada hari anak yang diperingati masing-masing negara. Jika hari anak
nasional di Indonesia diperingati sejak 1984, lalu bagaimana sejarah hari
anak sedunia?

Seperti dikutip dari Pikiranrakyat-depok dengan judul artikel Hari Anak


Sedunia Diperingati Setiap 20 November, Simak Sejarahnya. Hari Anak
Sedunia pertama kali ditetapkan pada 1954, itu berdasarkan resolusi PBB
Nomor 836 (XI) tertanggal 14 Desember 1954. Ketika itu majelis
umum PBB merekomendasikan agar semua negara menetapkan Hari
Anak Sedunia diperingati sebagai hari persaudaraan dan pengertian di
antara anak-anak sedunia.

Hari itu juga diperingati sebagai momen untuk mempromosikan cita-cita


dan tujuan piagam PBB tentang kesejahteraan anak-anak di unia. PBB
meminta kepada setiap negara untuk merayakannya dengan cara yang
dianggap tepat oleh masing-masing pemerintah.

Tanggal 20 November adalah momen ketika majelis mengadopsi


Deklarasi Hak Anak, pada 1959 dan konvensi hak anak pada 1989.
Konvensi tersebut,merupakan perjanjian hak asasi manusia internasional
yang paling banyak diratifikasi. Poin-poin dalam deklarasi tersebut
adalah hak anak untuk hidup, kesehatan, pendidikan dan bermain, serta
hak untuk hidup berkeluarga, untuk dilindungi dari kekerasan.

Atas dasar Konvensi dan upaya bersama semua negara dan wilayah, PBB
mengajak seluruh pihak untuk promosikan dan merayakan hak
anak di Hari Anak Sedunia. PBB juga meminta untuk terus membangun
lingkungan yang ramah bagi anak-anak di dunia melalui dialog dan aksi.
Sementara itu, di Indonesia peringatan hari anak yang kemudian disebut
Hari Anak Nasional selalu diperingati setiap tanggal 23 Juli.

Hari Anak Nasional berawal dari gagasan Presiden ke-2 RI, Soeharto,
yang memandang bahwa anak-anak merupakan sebuah aset kemajuan
bangsa.

Tujuan dari diadakannya Hari Anak Nasional adalah untuk mendukung


hak-hak dan kesejahteraan anak Indonesia.

Melindungi hak-hak anak

Perlindungan anak terkait erat dengan lima pilar yakni, orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan negara.
Kelimanya memiliki keterkaitan satu sama lain sebagai penyelenggara
perlindungan anak. Perlindungan Anak tersebut adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak mengupayakan agar
setiap hak anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat melengkapi
hak-hak lainnya menjamin bahwa anak-anak akan menerima apa yang
mereka butuhkan agar mereka dapat bertahan hidup, berkembang dan
tumbuh. Akan tetapi pada kenyataannva kondisi anak-anak di Indonesia
masih sangat memprihatinkan terutama yang menyangkut masalah
pekerja anak, anak jalanan, dan anak-anak korban kekerasan seksual,
eksploitasi seksual, dan eksploitasi seksual komersial. Dalam Undang-
Undang Perlindungan Anak pelanggaran terhadap perlindungan hak-hak
anak, selain merupakan pelanggaran hak-hak asasi manusia juga
penghalang yang sangat besar bagi kelangsungan hidup dan
perkembangan anak.

Anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita


perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di
masa depan. Hak Asasi Anak merupakan bagian dari hak asasi manusia
yang termuat dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 dan Konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang Hak- hak
Anak.Ketentuan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Konvensi hak Anak secara khusus mengatur segala sesuatu tentang hak
anak. Konvensi Hak Anak tersebut mulai beriaku pada tanggai 2
September 1990 melalui revolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tertanggal 20 Nopember 1989 dan sesuai dengan ketentuan konvensi
PasaI 49 ayat (1). Dalam konvensi ini anak adalah pemegang hak-hak
dasar dan kebebasan sekaligus sebagai pihak yang menerima
perlindungan khusus.

Konvensi Hak Anak ini juga lahir dari suatu kesadaran bahwa anak sesuai
dengan kodratnya adalah rentan, tergantung. lugu, dan memiliki
kebutuhan-kebutuhan khusus. Oleh karena itu pula anak memerlukan
perawatan dan perlindungan yang khusus, baik fisik maupun mental.

Indonesia pada tahun 1990 telah meratifikasi Konvensi hak Anak tersebut
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tertanggal 25
Agustus 1990. sesuai dengan ketentuan konvensi Pasal 49 ayat (2), maka
Konvensi hak Anak dinyatakan berlaku di Indonesia sejak tanggaI 5
Oktober 1990. Sebagai konsekuensinya "seharusnya" Pemerintah
Indonesia berkewajiban untuk semaksimal mungkin berupaya memenuhi
hak- hak anak di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


dalam Bab III Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia pada
Bagian Kesepuluh mengatur mengenai hak anak. Bagian yang
mempunyai judul Hak Anak ini memberikan ketentuan pengaturan yang
dituangkan ke dalam 15 (lima belas) pasal, dimana dalam Pasal 52 ayat
(2) disebutkan bahwa hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk
kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan
sejak dalam kandungan.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjamin kesejahteraan


pada setiap warga negaranya salah satunya adalah dengan memberikan
perlindungan terhadap hak anak yang merupakan salah satu dari hak asasi
manusia. Pemerintah Indonesia dalam usahanya untuk menjamin dan
mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak adalah melalui
pembentukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Dan dalam rangka penyesuaian terhadap beberapa
ketentuan maka dilakukan beberapa perubahan terhadap pasal-pasal
tertentu maka diundangkan Undang-Undang nomor 35 Tahun 2014
tentang perubahana atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.

Perlindungan Anak tersebut adalah segala kegiatan untuk menjamin dan


melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.

Perlindungan anak terkait erat dengan lima pilar yakni, orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan negara.
Kelimanya memiliki keterkaitan satu sama lain sebagai penyelenggara
perlindungan anak. Dalam bentuknya yang paling sederhana,
perlindungan anak mengupayakan agar setiap hak anak tidak dirugikan.
Perlindungan anak bersifat melengkapi hak-hak lainnya menjamin bahwa
anak-anak akan menerima apa yang mereka butuhkan agar mereka dapat
bertahan hidup, berkembang dan tumbuh. Akan tetapi pada kenyataannva
kondisi anak-anak di Indonesia masih sangat memprihatinkan terutama
yang menyangkut masalah pekerja anak, anak jalanan, dan anak-anak
korban kekerasan seksual, eksploitasi seksual, dan eksploitasi
seksual komersial.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak pelanggaran terhadap


perlindungan hak-hak anak, selain merupakan pelanggaran hak-hak asasi
manusia juga penghalang yang sangat besar bagi kelangsungan hidup dan
perkembangan anak. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan
di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah dalam kajian ini
yaitu:

1. Bagaimana penyelenggara perlindungan anak dalam memberikan


perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak?
2. Bagaimana implementasi peraturan perundang-undangan
tehadap pelanggaran terhadap perlindungan hak-hak anak?

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif Oleh


karena penelitian ini lebih bersifat penelitian pada data sekunder, Data
sekunder dalam penelitian hukum normatif, meliputi :
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat
yang terdiri dari peraturan perundang-undangan.
2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hokum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil
karya tulis dari kalangan hukum.
3. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, antara lain
kamus, enksiklopedi, media elektronik dan sebagainya

Penyelenggara Perlindungan Anak Dalam Melindungi Dan Memenuhi


Hak- Hak Anak

Anak dalam pengertian yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam
ilmu pengetahuan, tetapi dapat diperhatikan dari sisi pandang
sentralistis kehidupan, seperti agama, hukum dan sosiologis yang
menjadikan anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan
sosial.1

Pengertian Dari Apek Sosiologis anak diartikan sebagai makhluk ciptaan


Allah SWT yang senan tiasa berinteraksi dalam lingkungan masyarakat
bangsa dan negara.Dalam hal ini anak diposisikan sebagai kelompok
sosial yang mempunyai setatus social yang lebih rendah dari masyarakat
dilingkungan tempat berinteraksi. Makna anak dalam aspek sosial ini
lebih mengarah pada perlindungan kodrati anak itu sendiri2.

Dalam mukaddimah Konvensi Hak Anak 20 November1989 yang telah


diratifikasi oleh Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun
1990, dijelaskan bahwa anak harus sepenuhnya dipersiapkan untuk
menjalani kehidupan.

Pengertian anak dalam sistem hukum Indonesia belum ada keseragaman,


tiap peraturan perundang-undangan memberikan batasan usia anak yang
berbeda. Jadi dari berbagi defenisi tentang anak di atas sebenarnya
dapatlah diambil suatu benang merah yang menggambarkan apa atau
siapa sebenarnya yang dimaksud dengan anak dan berbagai
konsekwensi yang diperolehnya sebagi penyandang gelar anak tersebut.

Pengertian anak secara hukum, dimana pengertian anak diletakkan


sebagai objek sekaligus subjek utama dalam suatu proses legitimasi,
generalisasi dan sistematika aturan yang mengatur tentang anak.
Perlindungan secara hukum inilah yang akan memberikan perlindungan
hukum terhadap eksistensi dan hak-hak anak.

a. Anak sebagai subjek hukum


Anak digolongkan sebagai makhluk yang memiliki hak asasi
manusia yang terikat oleh peraturan perundang-undangan.
b. Persamaan hak dan kewajiban anak
Seorang anak akan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan
orang dewasa sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan.

Adapun unsur eksternal dalam diri anak ialah:

a. Adanya ketentuan hukum dengan asas persamaan dalam hukum


(equality before the law)
b. Adanya hak-hak istimewa (privilege) dari pemerintah melalui
Undang-Undang Dasar 1945.

Pengertian perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk


menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan
kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar
baik fisik, mental dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan
adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian
perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan
bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa
akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun
hukum tidak tertulis. Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan
perlindungan anak.

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yaitu sejak


dari janin dalam kandungan sampai anak berusia delapan belas tahun.
Bertitik tolak pada konsep perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan
komprehensip, maka Undang- undang tersebut meletakkan kewajiban
memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas
Nondikriminasi, asas kepentingan yang terbaik untuk anak, asas hak
untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, serta asas
penghargaan terhadap pandangan/pendapat anak.

Perlindungan anak dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian yaitu:


a. Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi:
perlindungan dalam bidang hukum publik dan dalam bidang hukum
keperdataan.
b. Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, meliputi:
perlindungan dalam bidang sosial, bidang kesehatan, bidang
pendidikan

Menurut Ahmad Kamil Perlindungan Anak merupakan


pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan
negara yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak.

Pengawasan ekstra terhadap anak baik secara pribadi maupun sebagai


bagian dari masyarakat, perlu dilakukan. Hal tersebut ditujukan untuk
melindungi hak-hak anak serta mencegah masuknya pengaruh eksternal
yang negatif yang dapat mengganggu tumbuh kembang anak.

Perlindungan anak sebagaimana batasan pengertian yang tercantum


dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak
dapat terwujud apabila mendapatkan dukungan dan tanggung jawab
dari berbagai pihak. Dukungan yang dibutuhkan guna mewujudkan
perlindungan atas hak anak di Indonesia diatur Pasal 20 UUPA tersebut
menyebutkan bahwa negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,
keluarga, dan orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Negara dan Pemerintah Republik Indonesia mempunyai kewajiban dan


tanggung jawab untuk menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak
tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,
budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan
kondisi fisik dan/atau mental. Negara dan pemerintah juga berkewajiban
serta bertanggungjawab untuk memberikan dukungan sarana dan
prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Pengaturan
mengenai kewajiban dan tanggung jawab negara dan pemerintah
tercantum dalam ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang
tentang Perlindungan Anak.

Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak


mengatur mengenai jaminan negara dan pemerintah atas penyelenggaraan
perlindungan anak. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan,
pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan
kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum
bertanggungjawab terhadap anak. Negara dan pemerintah juga menjamin
anak untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat
sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak. Jaminan yang
diberikan oleh negara dan pemerintah tersebut diikuti pula dengan
pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat atas perlindungan anak


sebagaimana diatur dalam Pasal 25. Kewajiban dan tanggung jawab
masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan
peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Ketentuan Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak


menyebutkan bahwa peran masyarakat dilakukan oleh orang
perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial
kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan,
lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.

Pasal 26 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai


kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua. Orang tua
berkewajiban dan bertanggungjawab untuk :

a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;


b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan anak,
bakan dan minatnya;
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
d. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman budi pekerti pada
anak.

Penyelenggaraan perlindungan Undang-Undang tentang Perlindungan


Anak. Perlindungan terhadap anak diselenggarakan dalam bidang agama,
kesehatan, pendidikan, sosial, serta perlindungan khusus kepada anak
yang tercantum pada Pasal 59 angka 2UUPA..

Negara sebagai organisasi tertinggi dan terkuat juga memiliki andil yang
besar dalam melindungi hak-hak anak yang diwujudkan dengan
mengeluarkan peraturan- peraturan tentang pemberian perlindungan
terhadap anak sehingga ada jaminan hukum bagi kegiatan perlindungan
anak yang nantinya berdampak pada kelangsungan kegiatan perlindungan
anak dan mencegah penyelewengan dalam pelaksanaan perlindungan
anak. Tindakan perlindungan terhadap anak yang dilaksanakan oleh
pemerintah merupakan bagian dari tujuan negara yaitu untuk
melindungi bangsa dan negara serta demi kesejahteraan umum.

Orang tua memang memiliki andil yang lebih besar dalam melindungi
anak karena mereka adalah bagian dari keluarga inti sehingga setiap
kebutuhan anak baik jasmani atau rohani haruslah mereka cukupi, namun
masyarakat juga turut berperan serta dalam melindungi hak anak. Peran
serta masyarakat dapat diwujudkan dengan tetap menjaga hak-hak
anak ketika mereka berada diluar lingkungan rumah sehingga mereka
tetap akan merasa nyaman berada diluar rumah.

Elemen masyarakat yang terlibat dalam perlindungan anak bukan hanya


orang perorangan tetapi juga melibatkan organisasi-organisasi
masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, Komisi Perlindungan Anak,
organisasi-organisasi lain yang memiliki kepedulian terhadap
perlindungan anak.

Implementasi peraturan perundang-undangan tehadap pelanggaran


terhadap perlindungan hak-hak anak Undang-Undang tentang
Perlindungan Anak menyebutkan bahwa perlindungan anak bertujuan
untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia dan sejahtera.

Hak anak dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia diatur


dalam ketentuan Pasal 52 sampai dengan Pasal 66. Undang-Undang
tentang Hak Asasi Manusia tidak mencantumkan ketentuan mengenai
kewajiban anak secara terperinci. Ketentuan mengenai kewajiban yang
terdapat dalam Undang-undang tersebut adalah kewajiban dasar
manusia secara menyeluruh.

Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai hak dan


kewajiban anak. Hak anak diatur dalam ketentuan Pasal 4 sampai dengan
Pasal 18. Hak anak yang tercantum dalam Undang-Undang tentang
Perlindungan Anak tersebut antara lain meliputi hak :

a. untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara


wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;
b. atas suatu nama sebagai identitas dan status kewarganegaraan;
c. untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berkreasi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua;
d. untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri;
e. memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan
a. fisik, mental, spiritual dan sosial;
f. memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan
minat dan bakatnya;
g. memperoleh pendidikan luar biasa, rehabilitasi, bantuan sosial dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang menyandang
cacat;
h. memperoleh pendidikan khusus bagi anak yang memiliki
keunggulan;
i. menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya
demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatutan;
j. untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan
anak yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan
minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri;
k. mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi
(baik ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman,
kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan serta perlakuan salah
lainnya;
l. untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan
dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir;
m. memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan
atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi;
n. memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum;
o. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatan yang
dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau
bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum
yang berlaku, serta membela diri dan memperoleh keadilan di
depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam
sidang tertutup untuk umum, bagi setiap anak yang dirampas
kebebasannya;
p. untuk dirahasiakan, bagi setiap anak yang menjadi korban atau
pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum; dan
q. mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya, bagi setiap anak
yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana.
r. Pasal-pasal yang memuat ketentuan mengenai hak anak dalam
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mempunyai banyak
kesamaan dengan ketentuan hak anak dalam Undang-Undang
tentang Hak Asasi Manusia.
s. Undang-Undang tentang Perlindungan Anak juga mengatur
mengenai kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap anak.

Pengaturan tentang hak-hak ada ada dalam beberapa perundang-


undangan Negara Republik Indonesia, Negara menjamin dan harus
memenuhi hak-hak dasar anak yang meliputi:

1. Hak hidup, Ini berlaku sejak anak itu masih dalam kandungan,
seperti memberikan gisi dan rangsangan-rangsangan ketika anak
masih balam kandungan, dengan periksa kandungan, dan lain- lain.
Pelanggaranya seperti aborsi, atau melakukan hal-hal yang
membahayakan terhadap janin dalam kandungan.
2. Hak tumbuh kembang, anak harus diberikan kesempatan sebaik-
baiknya untuk tumbuh dan berkembang, seperti dipelihara dengan
baik, ji ka sakit diobati atau dibawa kedokter, diberi ASI,di
imunissasi. Di bawa ke Posyandu.selain itu secara Psikis juga
diperhatikan, seperti memberikan rasa aman dan rasa nyaman,
membuat lingkungan kondusif, menjauhkan anak dari hal-hal yang
berbahaya, tidak memberikan makanan yang berbahaya bagi
perkembanganya, dipaudkan, diajari bahasa, dan pola asuh yang
memanusiakan anak.
3. Hak perlindungan, Anak ini harus dilindungi dari situasi-
situasi darurat, menerapkan tentang perlindungan hukum, dan dari
apapun yang berkaitan dengan masa depan si anak.
4. Hak Partisipasi, anak dalam keluarga harus dibiasakan diajak bicara
apalagi yang terkait dengan kebutuhan-kebutuhannyaatau hal-hal
yang diinginkan. Contoh ingin sekolah dimana dan jika orgtua
menginginkan yang lain maka dicarikan titik temu. Seperti beli baju
warna apa, diajak bicara. Apa yang dipilihkan orang dewasa itu
belum tentu terbaik bagi si anak, sehingga anak juga diperlakukan
sebagai insan yang dimanusiakan.

Dilihat dari segi produk hukum, maka implementasi perlindungan atau


jaminan hukum terhadap hak anak di Indonesia sudah memadai hal ini
ditandai dengan adanya beberapa peraturan perUndang-Undangan yang
mengatur tentang Anak dan telah pula meratifikasi Konvensi Hak Anak.

Melihat hak-hak anak yang ada dalam berbagai peraturan perundang-


undangan yang ada di Indonesia, masih menunjukkan jauh dari
kenyataan, implementasi undang- undang tidak sesuai masih banyak
kekurangan di sana ±sini yang menimpa hak-hak anak Indonesia, contoh
masih banyaknya beberapa kasus di bawah ini :

a. kekerasan fisik dan psikis


b. kekerasan seksual
c. korban penyebarluasan pornografi
d. eksploitasi ekonomi
e. anak putus sekolah
f. anak jalanan
g. penyalahgunaan napza, dan lain-lan

Melihat masih banyaknya kasus-kasus yang banyak terjadi di


Indonesia ,Hak-hak anak ini belum terpenuhi sesuai dengan
perundang-undangan, hak-hak anak tidak terpenuhi secara maksimal
terutama anak-anak dari kelompok minorotas dan terisolasi.
Artinya adanya Undang-Undang Perlindungan Anak pun belum
diimbangi implementasi perlindungan terhadap anak. Perlindungan
hukum yang diatur dalam bentuk regulasi serta penerapannya yang
diharapkan dapat memberikan jaminan terpenuhinya hak-hak anak agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
sesuai harkat dan martabat manusia. Selain itu, untuk mendapat
perlindungan dari segala macam kekerasan, ketidakadilan, penelantaran,
diskriminasi, eksploitasi, maupun perbuatan negatif lain demi
terwujudnya anak bangsa yang tangguh sebagai generasi penerus di masa
yang akan datang.

Rangkaian kegiatan tersebut harus terus berkelanjutan dan terarah guna


menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental,
spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan
kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa
yang potensial dan memiliki jiwa nasionalisme berdasarkan akhlak mulia.

Perlindungan Anak merupakan pertanggungjawaban orang tua, keluarga,


masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah dan negara yang merupakan
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi
terlindunginya hak-hak anak, sebagai penyelenggara perlindungan anak.
Dalam bentuknya yang paling sederhana, perlindungan anak
mengupayakan agar setiap hak anak tidak dirugikan. Perlindungan anak
bersifat melengkapi hak-hak lainnya menjamin bahwa anak-anak akan
menerima apa yang mereka butuhkan agar mereka dapat bertahan hidup,
berkembang dan tumbuh.
Pengaturan tentang hak-hak anak telah terakomodir dalam beberapa
perundang- undangan Negara Republik Indonesia, tetapi
implementasinya masih jauh dari harapan karena masih banyaknya
kasus-kasus yang terjadi di Indonesia artinya penyelengaara perlindungan
anak belum dapat memberikan jaminan terpenuhinya hak-hak anak agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
sesuai harkat dan martabat manusia. Selain itu, untuk mendapat
perlindungan dari segala macam kekerasan, ketidakadilan, penelantaran,
diskriminasi, eksploitasi, maupun perbuatan negatif lain.

MAKALAH III

LOMBA MENGGAMBAR DAN MEWARNAI

Pendidikan Luar Sekolah adalah Program Studi yang di dalamnya


terdapat tiga konsentrasi, salah satunya yakni konsentrasi PAUD. Dimana
lulusan dari Prodi ini khususnya konsentrasi PAUD diharapkan nantinya
dapat mengelola sebuah lembaga PAUD. Oleh karena itu mahasiswa PLS
konsentrasi PAUD dibekali ilmu managemen dalam mata kuliah
Managemen Lembaga PAUD yang dibimbing oleh ibu Sylva Alkornia,
S.pd M.pd. Selain itu, selaku mahasiswa kami tidak hanya menerima
teori saja melainkan harus mampu mengaplikasikan teori tersebut dalam
kegiatan nyata agar mata kuliah tersebut menghasilkan mahasiswa yang
tidak hanya mendalami teori melainkan mampu menerapkan hasil dari
teori yang didapatkan terutama dalam Manajemen Lembaga PAUD.

 Untuk menerapkan teori tersebut maka kami sebagai mahasiswa


Pendidikan Luar Sekolah Konsentrasi PAUD menyelenggarakan kegiatan
lomba mewarnai tingkat PAUD dengan metode finger painting agar dapat
mengimplementasikan teori yang sudah kami dapat selama ini sekaligus
untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional. Diharapkan dengan
adanya kegiatan ini, kami bisa memahami teori manajemen lembaga
PAUD secara langsung dalam mengelola kegiatan mewarnai ini. Dengan
adanya kegiatan lomba mewarnai ini diharapkan dapat meningkatkan
kreativitas Anak Usia Dini serta dapat menerapkan ilmu manajemen
lembaga PAUD yang sedang kami tempuh sekaligus sebagai aplikasi dari
matakuliah tersebut.

Dengan latar belakang di atas, kami mengadakan kegiatan LOMBA


MEWARNAI TINGKAT PAUD TAHUN 2020 Dengan tema “ Dengan
Semangat Hardiknas Kita Tanamkan Kreativitas Anak Usia Dini Melalui
Lomba Mewarnai”.

1.2 Dasar Hukum Kegiatan

1.      Statuta Universitas Jember Tahun 2002


2.      Tri Darma Perguruan Tinggi
3.      Aplikasi Mata Kuliah Manajemen Lembaga PAUD

1.3  Tujuan Kegiatan

Kegiatan ini bertujuan:


1. Menerapkan ilmu tentang Mata Kuliah Manajemen Lembaga
PAUD.
2. Memperingati Hari Pendidikan Nasional.
3. Melatih berorganisasi demi kemajuan Mahasiswa PLS angkatan
2011.
4. Meningkatkan Kreativitas anak Usia Dini dengan Lomba Finger
Painting.
5. Mempererat tali silaturahmi dengan adik-adik dan Pendidik PAUD

1.4  Ruang Lingkup Isi Laporan


Ruang lingkup isi laporan berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari
latar belakang kegiatan, dasar hukum kegiatan, maksud dan tujuan
kegiatan, serta ruang lingkup kegiatan. Sedangkan untuk isi laporan
terdiri dari jenis kegiatan, tempat dan waktu kegiatan, kepanitian,
persiapan dan rencana kegiatan, peserta kegiatan, pelaksanaan kegiatan,
kesulitan dan hambatan, hasil kegiatan, kesimpulan dan saran, serta yang
terakhir yaitu penutup.

PELAKSANAAN KEGIATAN

1.3  Jenis Kegiatan

Untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh dari mata kuliah


Managemen Lembaga PAUD sekaligus memperingati Hari Pendidikan
Nasional kami menyelenggarakan Kegiatan Lomba mewarnai dengan
metode Finger Painting Tingkat PAUD Tahun 2020. Lomba ini
merupakan lomba Mewarnai (Finger Painting) antar lembaga PAUD Non
Formal yang ada di kecamatan Sumbersari.
2.2  Waktu dan Tempat Kegiatan

Kegiatan ini dilaksanakan pada :


Hari/Tanggal      : Jum’at, 2 Mei 2020
Waktu                : Pukul 07.00 WIB - selesai               
Tempat               : Lapangan Futsal FKIP Gedung

No Jam Kegiatan
1. 07.00 – 07.30 RegistrasiPeserta
2. 07.30 – 08.00 SenamPagi (PanitiadanPeserta)
Pembukaan dan Sambutan
1.    Dosen Pembina Mata Kuliah
3. 08.00 – 08.30
2.    KetuaPanitia
3.    Kaprodi PLS
4. 08.30 – 10.00 Lomba Mewarnai (Finger Painting)
5. 10.00 – 10.15 Pengumuman Pemenang
6. 10.15 – Selesai Penutup

DAFTAR ACARA KEGIATAN

2.3  Kepanitiaan  (Terlampir)
2.4  Persiapan dan Rencana Kegiatan
Tahap persiapan sudah dimulai sejak awal perkuliahan dengan
merapatkan susunan kepanitiaan dan konsep acara yang akan
dilaksanakan. Susunan kepanitiaan diambil dari seluruh mahasiswa yang
menempuh mata kuliah Managemen Lembaga PAUD yakni 29 orang.
Dari 29 orang mahasiswa seluruhnya dijadikan sebagai panitia dan seksi-
seksinya. Setelah kepanitiaan terbentuk kami melakukan pembagian tugas
sesuai sie masing-masing dan tugas individu yakni mencari sponsor.
Dalam kepanitiaan saya menjabat sebagai sekretaris 2 mendampingi
sekretaris 1. Dalam awal persiapan, sebagai sekretaris selain
mendampingi kegiatan ketua juga mengerjakan segala hal yang berkaitan
dengan administrasi. Melakukan pencatatan segala keputusan yang telah
ditetapkan oleh ketua panitia dari hasil musyawarah.
Musyawarah dilakukan setiap perkuliahan dan sesudah perkuliahan. Dari
hasil musyawarah diperoleh keputusan yakni kami akan
menyelenggarakan kegiatan lomba mewarnai. Setelah kegiatan lomba
ditetapkan, sekretaris mengurusi surat-surat dan proposal yang
dibutuhkan untuk perizinan maupun sponsor.  

2.5  Peserta Kegiatan (Terlampir)

2.6  Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan dilaksanakan pada hari jum’at tanggal 2 Mei 2020 bertepatan
dengan Hari Pendidikan Nasional. Kegiatan lomba ini diikuti oleh 37
PAUD dengan jumlah peserta 149 peserta. Pukul 6.30WIB para panitia
telah berkumpul dan melakukan persiapan sebelum acara dimulai.
Sebagai sekretaris saya dan rekan saya telah menyiapkan buku tamu,
sertifikat dan nomor pserta serta voucher yang akan diberikan pada
peserta lomba pada saat registrasi di tempat yang telah disediakan.
Sebelum peserta menempati area lomba, para pendamping melakukan
registrasi dan mengisi absen terlebih dahulu. Setelah acara lomba usai,
sertifikat dibagikan kepada masing-masing pendamping.

2.7  Kesulitan dan Hambatan

Dalam setiap kegiatan pasti terdapat kesulitan dan hambatan yang


dihadapi, begitupun dalam kegiatan lomba mewarnai dengan
metode finger painting yang kami laksanakan. Berikut ini beberapa
kesulitan dan hambatan yang saya hadapi selaku sekretaris 2 yaitu:
 Kurangnya pengetahuan kami mengenai alamat PAUD yang ada di
kecamatan sumbersari mengharuskan kami meminta data alamat
sekolah pada UPT Dinas Pendidikan. Ternyata pihak UPTD
menolak karna prosedur yang kami lakukan diangap menyalahi
aturan. Sesuai saran UPTD kami langsung menuju
BAKESBANGPOL untuk meminta surat izin yang kemudian
diserahkan pada pihak UPT Dinas Pendidikan. Dalam mengurus
surat ini kami harus kembali beberapa kali.
 Dalam pembuatan proposal, kami mendapat banyak kesalahan
dalam prosedur maupun penulisan. Sehingga, harus membuat
proposal berulangkali sebelum mendapat persetujuan dari Dosen.
 Penyebaran surat undangan pada PAUD yang sangat sulit karena
belum pernah mengetahui alamat PAUD yang bersangkutan
sebelumnya. Hal itu membuat kami harus menelusuri alamat PAUD
berjam-jam hingga akhirnya ditemukan. Namun beberapa surat tidak
sampai pada PAUD terkait karena alamat yang tidak ditemukan.
 Berubahnya konsep mewarnai klasik menjadi finger
painting membuat proposal dan surat juga harus diganti.
 Sulitnya mendapatkan sponsor dari pihak terkait.
 Pergantian konsep menjadi finger painting mengharuskan kami
membuat surat undangan baru dan kembali menyebarkan surat pada
pihak PUAD.
 Kesalahan pembuatan sertifikat sehingga harus kembali mendatangi
lembaga PAUD untuk memohon maaf dan menarik semua sertifikat
untuk diperbaiki dan kemudian diserahkan kembali.
 Minimnya dana sehingga dalam penyebaran surat maupun propasal
harus ditanggung individu masing-masing. Saya sendiri dari awal
penyebaran surat pertama hingga pengembalian sertifikat terhitung 8
kali mendatangi beberapa lembaga PAUD dengan biaya sendiri.

2.8  Hasil kegiatan

Kegiatan berlangsung sangat meriah dan cukup lancar. Dari kegiatan


lomba tersebut didapat beberapa pemenang diantaranya:
1.      Juara 1   : Akhdan dari PAUD BUAH HATI KITA
2.      Juara 2   : Lila dari PAUD BUAH HATI KITA
3.      Juara 3   : Huda dari PAUD BUAH HATI KITA
4.      Juara harapan 1 : Shabrina Qonitatillah dari PAUD ADH-DHUHA
5.      Juara harapan 2 : Karina Cahya Sawalina dari PAUD ABA 3
6.      Juara harapan 3 : Nafisah Naylal Dzatir Rajwa dari PAUD ADH-
DHUHA
Selain juara di atas, beberapa anak mendapat penghargaan lain yakni
kursus gratis di sanggar seni banitas.
2.9  Kesimpulan dan Saran

Kegiatan lomba mewarnai dengan metode finger painting berjalan cukup


lancar, dan antusias para peserta cukup besar karena banyaknya hadiah
yang telah disediakan oleh pihak panitia penyelenggara.  Meski banyak
kekurangan namun itu semua terbayar dngan suksesnya acara ini. Segala
kesulitan dan hambatan merupakan pengalaman yang bisa dijadikan
pembelajaran untuk melaksanakan kegiatan di kemudian hari.
Untuk kegiatan lomba berikutnya, saya menyarankan agar persiapan yang
dilakukan lebih matang lagi. Sebuah kegiatan khususnya lomba harus
dipersiapkan beberapa bulan sebelum acara akan dilaksnakan. Konsep
yang akan dilakukan harus benar-benar matang dan segala perizinan
internal harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum kegiatan
dipublikasikan. Selain itu panitia harus berkoordinasi dengan baik dan
selalu kompak agar kegiatan berjalan dengan lancar. Untuk tempat
pelaksanaan kegiatan harus ditinjau dengan sangat teliti agar kegiatan
terlaksana dengan baik.
PENUTUP
Demikian laporan ini kami sampaikan, semoga dapat memberikan
gambaran mengenai kegiatan lomba mewarnai dengan metode finger
painting tingkat PAUD 2020. Kami menguucapkan banyak terimakasih
kepada ibu Sylva Alkornia, S.Pd M.Pd selaku pembimbing dan
pengampu mata kuliah Managemen Lembaga PAUD dan semua panitia
serta semua pihak yang telah membantu terselenggaranya acara lomba
mewarnai ini.   Demikianlah laporan lomba mewarnai dengan
metode finger painting ini dibuat untuk menjadi referensi dalam
melakukan acara serupa.

1. MAKALAH IV
2.
3. Lomba Kreasi Anak 'Menumbuhkan kreatifitas dan Pola Pikir
Anak dalam Memperingati hari Anak Internasional 2020'
Lomba Kreasi Anak
‘Menumbuhkan kreatifitas dan Pola Pikir Anak dalam
Memperingati hari Anak Internasional 2020’
 Mewarnai Untuk Play Group / TK dan menggambar
Untuk SD
Pendaftaran Batas Akhir 17 Desember 2020
Biaya Pendaftaran 5.000
 Menulis Cerita Untuk SD
Pendaftaran Batas Akhir 17 desember 2020
Biaya Pendaftaran 2.000
Waktu dan Tempat Minggu, 18 Desember 2020
Pukul 08.00 WIB – Selesai
@ Gembira Loka Zoo gARUT
Info Yuyus Susilawati.

MAKALAH V

4. LOMBA TARI KREASI


PAUD DAN LOMBA
MENDONGENG DALAM
RANGKA PERINGATAN HARI
PENDIDIKAN NASIONAL
TAHUN 2019

Dalam rangka Hari Pendidikan Nasional tahun 2019 BP


PAUD dan Dikmas menyelenggarakan LombaTari Kreasi
PAUD untuk Anak Usia Dini dan Lomba Mendongeng untuk
pendidik PAUD. Kegiatan ini dilaksanakan di LPMP Provinsi
Kabupaten Garut Jln Cipto Mangun Kusumo, KM. 2,
Sungai  Keledang, Garut Seberang dalam acara Gebyar
Hardiknas Kaltim 2019.
Antusias peserta untuk mengikuti lomba, terdaftar 10
lembaga PAUD yang mengikuti Lomba Tari Kreasi PAUD
dan 20 orang peserta yang mengikuti Lomba
Mendongeng. Kegiatan berlangsung selama 3 hari mulai
dari tanggal 21 sd 23 April 2019. Adapun kriteria penilaian
lomba adalah sebagai berikut :

 Lomba Tari Kreasi PAUD

1. Kostum
2. Penyesuaian gerakan dengan musik yang
mengiringi
3. Kekompakkan antar anggota.
4. Kelincahan, kenyamanan, keluwesan.
5. Ekspresi
6. Keragaman gerakan.

 Lomba Mendongeng untuk Pendidik PAUD

1. Muatan karakter dalam cerita dongeng


2. Kemampuan menjiwai cerita
3. Olah gerak dan ekspresi
4. Olah vokal
5. Penggunaan media bercerita

Hasil Penjurian Lomba adalah sebagai berikut :

Lomba Tari Kreasi PAUD

Juara 1       TK Budi Bakti Tarogong Garut

Juara 2       TK Negeri 1 Garut

Juara 3       TK Al-Fikri Garut

Lomba Mendongeng untuk Pendidik PAUD

Juara 1       Setiawati  dari KB/TK Tarogong Garut


Juara 2       Wiwin Sugiarti dari TK Tarogong Garut

Juara 3       Norlisnayanti dari KB/TK Islamic Tarogong


Garut

Hadiah pemenang lomba berupa uang pembinaan


diserahkan oleh Kepala BP PAUD dan Dikmas Kabupaten
Garut saat acara penutupan Gebyar Hardiknas Kaltim
2019. Harapan kami pada tahun yang akan datang dapat
kembali diselenggarakan kegiatan serupa dengan suasana
yang lebih meriah.

MAKALAH VI

5. Dongeng Dikemas dalam


Bentuk Drama
Mulai memudarnya tradisi mendongeng di kalangan anakanak rupanya
menjadi perhatian tersendiri oleh siswa-siwi teater PAUD Syifaush
Shudur. Agar mampu menjadi daya tarik lagi, mereka pun
mengkonsepnya menjadi pementasan drama dalam konsep baru.

Dongeng yang mereka pilih itu diberi judul “Timun-Timun” yang


merupakan adaptasi dari dongeng rakyat Jawa Jawa Barat, Timun Suri.
Rupanya meskipun dimainkan oleh anak-anak PAUD pementasan itu
mampu berlangsung begitu menarik.

Cerita itu sendiri berawal dari niat Timun Suri yang pergi ke belakang
rumah. Bersama temantemannya, Timun Suri kemudian bermain
permainan tradisional yang selama berhari-hari tidak mereka lakukan
karena hujan.

Dalam adegan itu mereka seolah menyentil bahaya akan media sosial
yang melanda remaja saat ini, seperti Facebook, WhatsApp, Instagram,
dan tiktok.

Konflik sendiri bermula dari munculnya tiga raksasa. Salah satu raksasa
kehilangan kekuatannya karena sudah tua dan lemah. Untuk itu Buto Ijo
harus memakan seorang wanita cantik agar kembali muda.
Raksasa

“Buto berusaha mengelabuhi timun-timun dengan permen untuk


memancing mereka keluar dan menangkap salah satunya yaitu Timun
Lalab. Mbok Surti, timun timun, dan buto ijo bernegosiasi agar Timun
lalab tak jadi di makannya,” ujar Neneg Santriah, pelatih dari pentas
tersebut.

Karena sedih, buto itu meminta untuk dihibur sebagai penggantinya tidak
makan Timun Biru dan tobat makan manusia. Dari situlah raksasa
berhenti memakan manusia dan menjadi teman dari para timun tersebut.
“Pentas tersebut sengaja digelar untuk mematangkan penampilan serta
mental anak-anak jelang pementasan Gerakan Seniman Masuk Sekolah
(GSMS) yang dipresentasikan November mendatang,” ujarnya.

Kepala PUD Syifaush Shudur Reni Fatmawati menanggapi acara pentas


seni tersebut dengan positif agar kemampuan dan kreativitas siswa
terasah. Dengan adanya acara pentas seni anak-anak diharapkan lebih
mencintai seni khususnya seni lokal.

“Kami berusaha meningkatkan kemampuan siswa kami tidak hanya


berfokus pada sisi akademik saja, melainkan juga dari segi nonakademik,
seperti pentas seni tari, teater, dan lain sebagainya. Semoga acara ini terus
berlangsung di tahun-tahun mendatang,”tuturnya.

Selain dari pentas teater acara tersebut juga dimeriahkan oleh penampilan
berbagai ekstrakurikuler yang ada, seperti rebana, tari jaranan, perkusi,
pembacaan puisi siswa dan guru, bercerita, serta penampilan pencak silat.

MAKALAH VII

Pengedukasian Kesehatan Reproduksi dan Pencegahan Kejahatan


Seksual dalam Upaya Sekolah Membentuk Karakter Remaja
Bertanggungjawab

Tujuan dari kegiatan penyuluhan ini adalah agar para peserta didik
memperoleh pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi mereka dan
cara penggunaan media sosial secara online dengan bijak. Kegiatan ini
dilakukan agar peserta didik dalam hal ini usia remaja mendekati dewasa
memperoleh pengetahuan dan landasan karakter tanggung jawab pada
dirinya sendiri agar remaja dapat membentengi dirinya melalui
pengetahuan yang telah diberikan secara tuntas dan membangun
kepercayaan diri melalui materi pembangunan karakter pada peserta
didik. Dalam melakukan kegiatan pengabdian masyarakat pengabdi
melakukan pendekatan atau metode pengabdian yakni berupa penyuluhan
dengan kegiatan pemaparan materi, pemberian angket dan diskusi
interaktif antara pengabdi dengan peserta didik. Dari hasil kegiatan
pengabdian masyarakat yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
para peserta pengabdi memperoleh pengetahuan baru mengenai kesehatan
reproduksi dan upaya pencegahan kekerasan seksual di media sosial
secara online dan bagi pengabdi memperoleh pengetahuan dan
pengalaman baru bagaimana cara melakukan pendekatan pendidikan
karakter pada usia remaja pada zaman globalisasi.

Tekhnologi terus berkembang setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun
sehingga banyak inovasi-inosvasi yang bermunculan di segala bidang.
Misalkan di bidang kesehatan adanya tangan cyber atau tangan robot
dipergunakan bagi pasien yang telah kehilangan tangan sehingga pasien
tersebut dapat melakukan aktivitasnya lagi ataupun kecanggihan
teknologi komunikasi dimana masyarakat tidak perlu repot lagi
berkomunikasi kepada sanak saudara yang jauh tempatnya untuk
mengucapkan selamat lebaran atau natalan. Kemudahan tekhnologi
disegala bidang memberikan banyak pengaruh bagi masyarakat, yakni
dampak positif teknologi yaitu dari masyarakat tradisional menjadi
masyarakat modern sedangkan dampak negatif, misalkan tekhnologi
membuat masyarakat menjadi malas, komunikasi biasanya dua arah, tatap
muka dan berkumpul dengan teman, orang tua dan saudara adanya
tekhnologi menyebabkan sudah tidak ada lagi untuk berkumpul dan
berkomunikasi hanya sebatas pesan dan video saja.

Berdasarkan penelitian tindak keke- rasan seksual pada remaja dilakukan


oleh orang terdekat dari korban, misalkan: pacar, teman, atau
sahabat. Tindakan kekerasan akibat dari seseorang berpacaran (Dating
Violence) secara fisik menurut WHO (World Health Organitation)
(2012), seperti: cidera (55%), peningkatan resiko bunuh diri (22%),
kematian (70%), dan peningkatan kekerasan yang terjadi selama
kehamilan (40%). Sedangkan kekerasan berdampak emosional dan
kesehatan menurut Bonomi seperti merokok (3,95%), depresi (2,00%),
penurunan nafsu makan (1,98%), dan penurunan berat badan (4,33%)
(Oktaviani, 2016). Tindakan kekerasan seksual selain oleh orang
terdekat penyebab lainnya bisa dari trauma, penyimpangan seksual dan
media sosial berupa situs porno sehingga akhirnya menimbulkan
terjadinya pelecehan seksual. Menurut Diah Viska Rahmawati dkk (2002)
dari hasil penelitian yakni dari sepuluh sampel uji, sembilan diantaranya
orang merasa terangsang gairah seksualnya akibat melihat gambar-
gambar porno di web tersebut dan memiliki keinginan untuk
memuaskan dorongan seks yang dirasakan serta satu orang subjek
mengaku pernah melampiaskannya dengan melakukan oral sex.

Dari hasil penelitian dan survey tersebut sudah sangat mengkhawatirkan


perkembangan remaja saat ini dikarenakan sudah banyaknya penyebab
yang akan mengakibatkan pikiran dan perbuatan remaja dari aktivitas
berpacaran dan membuka situs porno akan terjadinya penyimpangan dan
pelecehan seksual yang dilakukan oleh remaja. Perilaku penyimpangan
seksual menurut Gagnon dan Simon membagi perilaku seksual
dalam kaitannya dengan masalah sosial ke dalam tiga tipe antara lain
tolerated sex variance (kontak anal-oral genital pasangan heteroseksual,
masturbasi, dan premarital-extramarital intercourse), asocial sex variance
(incest, child molestation, pemerkosaan, exhibitionism, dan voyeurism),
dan structured variance (homoseksualitas, prostitusi, dan pornografi
(Nuandri, 2014).

Sedangkan pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku


yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak
diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran hingga menimbulkan reaksi
negatif, seperti: rasa malu, marah, tersinggung dan sebagainya pada diri
orang yang menjadi korban pelecehan. Menurut Triwijati dan Amira
(2011), penyalahgunaan kekuasaan atau otoritas, sekalipun pelaku
mencoba meyakinkan korban dan dirinya sendiri bahwa ia melakukannya
karena seks atau romantisme Oleh karena itu perlu dilakukan
pemberian pelayanan dan penyuluhan mengenai cara pencegahan
kejahatan seksual online, pelecehan dan penyimpangan seksual pada
remaja.

Remaja yang hidup pada zaman tekhnologi canggih dan modern


membuat remaja menjadi tidak perduli dengan lingkungannya, pemurung,
tidak percaya diri, mudah menyerah, malas dan takut untuk berinteraksi
dengan kelompok lainnya. Permasalahan tersebut membuat remaja
memperoleh banyak kesulitan mulai dari pembulian di media sosial,
tindak kejahatan seksual sampai kepenculikan remaja. Tindak kejahatan
seksual yang sering dialami oleh remaja khususnya remaja putri yakni
adanya pelecehan yang dilakukan oleh pelaku seperti memegang bagian
tubuh, berkata seksual, bahkan sampai pemerkosaan. Tindakan pelecehan
yang dilakukan oleh pelaku disebabkan adanya gejala kejiwaan yakni
berupa penyimpangan seksual seperti, suka dengan anak kecil (pedofil),
suka dengan sejenis dan bahkan ada yang lebih ekstrim suka dengan diri
sendiri atau media lainnya, seperti tembok, sabun atau hewan peliharaan.
Untuk melancarkan aksi kejahatan seksual pelaku menggunakan media
sosial online untuk mencari korban kejahatan seksual yang akan ia
lakukan. Tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku tersebut
perlu dicegah agar tidak mewabah dan menjadi tindak kekerasan seksual
secara fisik.

Hal tersebut sudah sangat meng- khawatirkan sehingga perlu peran serta
seluruh unit pendidikan seperti kedua orang tua mengawasi
kegiatan remaja dalam keluarga, pembinaan karakter di sekolah serta
masyarakat sebagai unit besar pelindung remaja agar terhindar dari
kejahatan seksual melalui media online. Peran serta pemerintah juga
sangat diharapkan karena pemerintah sebagai pengawas dan pemberi
kebijakan juga harus mengambil tindakan untuk pencegahan terhadap
maraknya wabah tindak kejahatan seksual yang dilakukan secara online.
Peran sekolah dalam pencegahan tindak kekerasan seksual melalui
pembinaan dan penyuluhan perlu dilakukan dikarenakan remaja harus
diberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai dampak yang akan
terjadi apabila mereka melakukan tindak kekerasan seksual secara
online baik melalui pesan pembulian, pesan menghina secara genetik dan
lain sebaginya. Pembinaan dan pelayanan dalam pembelajaran dalam
kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) Nurul Hikmah Jonggol,
Bogor-Jawa Barat tahun ajaran 2016/2017 alam membangun
pendidikan berkarakter baru dilakukan pada saat Masa Orentasi Peserta
didik (MOPD) saja berupa pendidikan karakter agama dan profil sekolah.

Dari permasalahan tersebut menjelaskan bahwa ada rasa kekhawatiran


sekolah terhadap peserta didik dimana banyaknya peserta didik
menggunakan media sosial membuat para pendidik menjadi khawatir
akan dampak yang ditimbulkan dari media sosial secara online.
Tidak jarang media online menghasilkan tindak kejahatan mulai dari
penipuan, tindak pembulian bahkan sampai tindak kekerasan seksual
melalui media online tersebut. Permasalahan tersebutlah membuat para
pendidik khawatir takut peserta didik yang di didiknya terjerumus kepada
tindakan kekerasan seksual sebagai pelaku atau sebagai korban dari
tindakan kekerasan seksual yang berasal dari perkenalan di media sosial
akhirnya terkena tindakan kekerasan seksual. Permasalahan tersebut
dapat dihindari dengan cara diadakan tindakan pencegahan melalui
aktifitas di luar sekolah yang positif atau di buat penyuluhan atau
pelatihan mengenai tindakan pencegahan kekerasan seksual.

Sekolah Menengah Atas (SMA) Nurul Hikmah Jonggol, Bogor Jawa


Barat berisikan peserta didik yang telah memasuki masa peralihan dari
remaja ke tingkat dewasa, yang menyebabkan perlunya ada
pengawasan dari berbagai pihak yakni, orang tua, sekolah dan
masyarakat. Pengawasan bisa dilakukan dengan terus berinteraksi dan
berko- munikasi dengan remaja tersebut agar tidak terjerumus ke
tindakan kekerasan seksual pada remaja. Permasalahan yang sering
ditemukan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Nurul Hikmah
Jonggol, Bogor- Jawa Barat tahun ajaran 2016/2017 adalah banyaknya
peserta didik dalam meng- gunakan media sosial secara online belum
adanya pengawasan dan belum diberikan pemantapan karakter
bertanggung jawab pada peserta didik. Oleh sebab itu Sekolah Menengah
Atas (SMA) Nurul Hikmah Jonggol, Bogor Jawa Barat selain membuat
program pemantapan agama juga mem- berikan pendidikan karakter
melalui penyuluhan dan pelatihan. Dari perma- salahan tersebut kami tim
pengabdi melakukan kegiatan pengabdian masya- rakat guna
memantapkan karakter dan mewujudkan program sekolah.

Perlunya dilakukan tindakan pelayanan pencegahan terhadap kekerasan


seksual secara online maka kami tim pengabdi yang terdiri dari
mahasiswa dan dosen pembimbing memberikan beberapa pelayanan
berupa pembinaan dan pelatihan kepada peserta didik yakni:
a. Cara mengantisipasi dan penolakan kepada pelaku pelecehan
seksual online agar tidak melakukan tindakan merugikan.
b. Tindakan menangani pelecehan seksual bila menjadi korban
tindakan pelecehan dan kekerasan seksual.
c. Memberikan informasi mengenai memelihara kesehatan
reproduksi agar terhindar dari penyakit seksual dan mengedukasi
para remaja mengenai hubungan antara pria dan wanita dalam
hubungan “seksual”, seperti: berpa- caran, bersahabat dengan lawan
jenis.

Target luaran dalam melakukan kegiatan pengabdian masyarakat oleh tim


pengabdi lakukan para peserta didik dapat
a. Memahami cara mengantisipasi dan melakukan penolakan kepada
pelaku pelecehan seksual online agar tidak melakukan tindakan
merugikan.
b. Melakukan tindakan penanganan pelecehan seksual bila
menjadi korban tindakan pelecehan dan kekerasan seksual.
c. Mampu memelihara kesehatan reproduksi agar terhindar dari
penyakit seksual dan remaja diharapkan dapat menghindari dan
menjaga diri pada hubungan yang negatif antara pria dan wanita
dalam hubungan “seksual”, seperti: berpacaran, bersahabat dengan
lawan jenis.

B. PELAKSAAAN DAN METODE


Dalam melakukan kegiatan pengabdian masyarakat pengabdi melakukan
pendekatan atau metode pengabdian yakni berupa penge-dukasian dan
pelatihan pencegahan kejahatan seksual online dan kese-hatan
reproduksi remaja dengan tahapan kegiatan pemaparan materi, diskusi
interaktif berupa pelatihan dan penanganan pencegahan kejahatan seksual
online (baik dari segi sebelum menjadi korban sampai menjadi korban)
sebagai timbal balik dari peserta didik maka tim pengabdi memberikan
angket/kuesioner ber-kaitan dengan tindak kekerasan seksual secara
online antara pengabdi dengan peserta didik. Kegiatan dilakukan selama
180 menit atau 3 jam dihadiri oleh perwakilan Organisasi Siswa Intra
Sekolah (OSIS) dan peserta didik kelas XI dan XII. Kegiatan
pengabdian ini dibagi atas 3 pemateri dengan masing- masing pemateri
memberikan materi penge-dukasian yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi remaja dan pencegahaan terhadap kejahatan seksual online.
Pemateri pertama memberikan materi mengenai kese-hatan reproduksi.

Pemateri kedua mengenai pengedukasian pemanfaatan media online


sebagai sarana positif dan keamanan media online. Pemateri ketiga
mengedukasi seksual remaja dari segi agama dan penanaman karakter
pada remaja. Setelah pemaparan materi tim pengabdi melakukan diskusi
berupa tanya jawab secara interaktif dan pembagian angket sebagai
timbal balik bagi tim pengabdi. Kegiatan ini dilakukan oleh pengabdi
sebagai upaya pengabdi mewujudkan pendidikan karakter dan
pengenalan kesehatan reproduksi pada remaja serta upaya pencegahan
kekerasan seksual pada remaja khususnya di media sosial online.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pengabdian masyarakat dilakukan di Sekolah Menengah Atas


(SMA) Nurul Hikmah Jonggol, Bogor- Jawa Barat tahun ajaran
2016/2017. Dihadiri oleh 60 peserta didik yanag terdiri dari perwakilan
osis dan peserta didik dikelas XI dan XII serta pembina OSIS dan guru.
Adapun kegiatan ini berupa kegiatan pengedukasian dan pelatihan yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja dan upaya pencegahan
kekerasan seksual pada remaja khususnya pada media sosial online.
Pengedukasian kesehatan seksual remaja yang berkaitan dengan menjaga
kesehatan reproduksi, pola prilaku hidup sehat dan jenis penyakit seksual
menular. Kegiatan ini selain pengedukasian juga pemberian pelatihan
bagaimana menangani kekerasan, keja- hatan dan pelecehan seksual
yang dilakukan oleh korban kepada pelaku. Penanganan ini diambil dari
dua sisi yakni sebelum menjadi korban dan telah menjadi korban serta
penanaman karakter bertanggung jawab dalam segi agama supaya peserta
didik selain memiliki kemampuan penanganan berupa pengetahuan juga
penanaman karakter dari segi psikologis yakni agama. Sebagai umpan
balik kegiatan pengabdian maka pengabdi memberikan angket dengan
memberikan beberapa pertanyaan. Indikator dalam pertanyaan angket
adalah sebagai berikut:
a. situs sosial secara online yang sering digunakan,
b. tindakan saat melihat foto atau video berkonten pornografi,
c. alasan menyukai seseorang (suka atau sayang) dengan lawan jenis.

Adapun hasil dari kegiatan ini adalah:


a. Situs sosial secara online yang sering digunakan: Seluruh peserta
didik sering menggunakan media sosial secara online yaitu Face
Book, Twiter, Whatshap dan Instagram.
b. Tindakan saat melihat foto atau video berkonten pornografi,
seperti foto bermesraan dengan lawan jenis (bukan suami-istri), ada
foto atau video lawan jenis dengan pakaian secara tidak tepat
serta sesuatu berkaitan dengan seks.
Dari hasil pengambilan data: a. melihat lalu mematikan situsnya, b.
langsung menutup dan c. memblokir situs atau web yang menampilkan
foto atau video berkonten pornografi.

Gambar 1: Histogram tindakan saat melihat foto stau video berkonten


pornografi

c. Alasan menyukai seseorang (suka atau sayang) dengan lawan jenis.


a. menyukai lawan jenis karena ngefans dengan idolanya,
b. sayang dan suka lawan jenis karena merasa nyaman dan senang,
c. sayang dan suka lawan jenis karena hubungan kekerabatan atau
menyamai dengan seorang sosok yang dituakan seperti kakak,
d. sayang dan suka lawan jenis karena keinginan bersahabat atau
berteman,
e. sayang dan suka lawan jenis ingin mencari seseorang yang
menjalani hubungan keseriusan akan menjadi pasangan hidup.

Gambar 2. Histogram alasan menyukai seseorang (suka atau endid)


dengan lawan jenis.

Dari hasil kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan para


peserta pengabdi memperoleh pengetahuan baru mengenai kesehatan
reproduksi dan upaya pencegahan kekerasan seksual di media endid
secara online dan bagi pengabdi memperoleh pengetahuan dan
pengalaman baru bagaimana cara melakukan pendekatan endidikan
karakter pada usai remaja pada zaman globalisasi.

D. PENUTUP

Dari hasil pengabdian yang telah dilakukan oleh pengabdi dapat disim-
pulkan sebagai berikut: 1) Pendidikan karakter pada lingkungan sekolah
perlu dilakukan terutama dalam penanaman dasar karakter yakni sikap
untuk bertanggung jawab pada diri sendiri sangatlah diperlukan. 2)
Merubah paradigma pendidikan seksual dima- syarakat berupa ketabuan
menjadi pen- didikan seksual yang membangun karakter tanggung jawab
pada remaja. 3) Kegiatan penanaman karakter berupa membangun
pendidikan karakter dengan kegiatan sejenis perlu dilakukan untuk
menciptakan remaja generasi globalisasi bertanggung jawab dan taat
beraga.

MAKALAH VIII

PENYULUHAN PENCEGAHAN BAHAYA NARKOBA


TERHADAP ANAK-ANAK USIA DINI

Penyalah gunaan narkoba dapat merusak perkembangan jiwa generasi


muda baik bagi si pengguna maupun orang lain. Narkoba sebagai zat
yang sangat diperlukan untuk pengobatan dalam pelayanan kesehatan
seringkali disalahgunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dan
jika disertai peredaran narkoba secara gelap akan menimbulkan akibat
yang sangat merugikan perorangan ataupun masyarakat, khususnya
generasi muda bahkan dapat menimbulkan bahaya yang sangat besar bagi
kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan
melemahkan ketahanan nasional. Dari segi hukum, Narkoba sangat
berbahaya bagi generasi muda.Para anak-anak dan muda mudi
memerlukan bimbingan dan pengetahuan tentang bahaya Narkoba agar
tidak memakai dan terjerumus di dunia tersebut. Dari pelaksanaan
program pengabdian masyarakart yang dilakukan anak-anak remaja
sangat antusias mengikuti program penyuluhan pencegahan bahaya
narkoba, sehingga anak-anak remaja mengerti akan dampak
berbahaya yang akan terjadi jika mengkonsumsi Narkoba. Selanjutnya
anak-anak remaja dapat mengetahui jenis-jenis narkoba yang sangat
berbahaya tersebut. Seperti halnya,
Ganja, Heroin, Ekstasi.

1. PENDAHULUAN

Maraknya penyalahgunaan barang haram (narkoba) akhir-akhir ini


menjadi isu yang sangat mengkhawatirkan di Indonesia. Dari fakta yang
dapat disaksikan hampir setiap hari baik melalui media cetak maupun
elektronik, barang haram tersebut telah merebak kemana- mana tanpa
pandang bulu, terutama di antara remaja yang sangat diharapkan menjadi
generasi penerus bangsa dalam membangun negara di masa mendatang.
Penyalahgunaan narkotika telah menyusup didalam lingkungan
pendidikan, mulai dari kampus, SMU, sampai kepada murid-murid
sekolah dasar, bahkan dikalangan artis, eksekutif, dan pengusaha.
Penyalah gunaan narkoba dapat merusak perkembangan jiwa generasi
muda baik bagi si pengguna maupun orang lain. Narkoba sebagai zat
yang sangat diperlukan untuk pengobatan dalam pelayanan kesehatan
seringkali disalahgunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dan
jika disertai peredaran narkoba secara gelap akan menimbulkan akibat
yang sangat merugikan perorangan ataupun masyarakat, khususnya
generasi muda bahkan dapat menimbulkan bahaya yang sangat besar
bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya
akan melemahkan ketahanan nasional. Narkoba dengan mudahnya
dapat diperoleh bahkan sudah dapat diracik sendiri yang sulit dideteksi
(Mardani, 2008).

Di Amerika serikat yang memiliki kemampuan sarana dan prasarana


berupa teknologi canggih dan sumber daya manusia yang profesional,
ternyata angka penyalahgunaan narkoba makin hari makin meningkat
(Elizabeth dalam tesis Hendriyana, 2012). Data dari Europe School
Survei Project on Alcohol and Drugs (ESPAD) dalam Survei Nasional
BNN (2011) melaporkan 1 dari 5 pelajar di Republik Ceko, Perancis,
Islandia, Swiss dan Inggris pernah menyalahgunakan narkoba dalam
sebulan terakhir (19-22%).

Di Indonesia, data dari BNN RI menunjukan pada tahun 2004 bahwa


15% dari jumlah penduduk Indonesia terlibat penyalahgunaan narkoba
(3,2 juta jiwa) dan pada tahun 2005 menunjukan bahwa 15.000 orang
meninggal setiap tahun akibat narkoba (Badan Narkotika Provinsi DKI
Jakarta, 2009). Argasasmita (dalam Mardani, 2008) menyatakan bahwa
kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia pada tahun 2005 peningkatan
sangat tajam dan jumlah kasus yang ada jauh lebih besar daripada kasus
yang dilaporkan. Data dari Humas Badan Narkotika Nasional
menyebutkan pada tahun 2006 jumlah kasus tindak pidana narkoba di
Indonesia rata-rata naik 51,3% atau bertambah sekitar 3.100 kasus per
tahun. Kenaikan tertinggi terjadi pada 2005 sebanyak 16.252 kasus atau
naik 93 persen dari tahun sebelumnya. Di tahun yang sama tercatat 22
ribu orang tersangka kasus tindak pidana narkoba. Kasus ini naik 101,2
persen dari 2004 sebanyak 11.323 kasus (Rafyadjaya, 2009).

Menurut Survei Nasional BNN (2011), angka penyalahgunaan narkoba


pada tahun 2009 dan 2011 lebih tinggi di kota dibanding kabupaten dan
juga pada sekolah swasta jumlahnya lebih tinggi jumlahnya dibanding
sekolah negeri dan sekitar 35% pelajar atau mahasiswa penyalahgunaan
narkoba mengaku bahwa uang saku yang digunakan untuk membeli
narkoba. Dalam buku Jehani, Antoro dkk. (2006) mengatakan bahwa
kelompok yang paling banyak mengkonsumsi narkoba adalah mahasiswa
(9,9%), SMA/sederajatnya (4,8%), dan SMP (1,4%). Berdasarkan
penelitian Prisaria (2012), semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin
banyak pelajar/mahasiswa penyalahgunaan yang menggunakan uang saku
untuk membeli narkoba. Sebagian besar pelajar atau mahasiswa mulai
menyalahgunakan narkoba pertama kali dengan alasan ingin coba-coba,
untuk bersenang-senang, bujukan teman, masalah keluarga, dan masalah
di sekolah (Survei Nasional BNN, 2011).

Pada umumnya, narkoba disalahgunakan oleh mereka yang kurang


mengerti efek samping yang ditimbulkan (Prisaria, 2012). Menurut
Survei Nasional BNN (2011), pelajar dan mahasiswa perempuan lebih
banyak yang mengetahui tentang dampak penyalahgunaan narkoba
dibanding pelajar atau mahasiswa pria. Menurut Survei Nasional BNN
(2011), pada umumnya jenis narkoba yang paling banyak diketahui oleh
pelajar dan mahasiswa adalah ganja (75,6%), heroin (56,6%) dan ekstasi
(45,6%). Dari segi hukum, Narkoba sangat berbahaya bagi generasi
muda.Para anak-anak dan muda mudi memerlukan bimbingan dan
pengetahuan tentang bahaya Narkoba agar tidak memakai dan terjerumus
di dunia tersebut.

2. METODE PELAKSANAAN.

Kegiatan Pelaksanaan Terdiri Dari Penyuluhan Pencegahan Bahaya


Narkoba Terhadap Anak Usia Dini. Di Harapkan Anak-Anak Agar
Mengetahui Bahaya Akan Memakai Narkoba Yang Dapat Menghambat
Cita-Cita Bagi Anak Anak Dan Muda Mudi. Selain Itu Narkoba Juga
Dilarang Oleh Agama Dan Hukum. Program Ini Diawali Dengan
Observasi Berkaitan Jumlah Anak-Anak Remaja Yang Ada Di Dusun
Dukuh Bendo Dan Gumuk, Desa Muneng, Kecamatan Pakis, Kabupaten
Magelang, Jawa Tengah. Selanjutnya Mempersiapkan Bahan Dan
Materi Penyuluhan, Melakukan Konsultasi Kepada Anak-Anak
Remaja Dan Memberikan Contoh-Contoh Gambar Bahan-Bahan
Berbahaya Berupa Narkoba.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Program pengabdian masyarakat ini dilaksanakan dengan diadakannya


penyuluhan kepada siswa-siswa M.I Al-Amin. kemudian
melakukan penyuluhan yang dilaksanakan di sekolah M.I Al-Amin.
Adapun waktu pelaksanaan program ini adalah sebagai berikut:
Tempat Durasi
No Waktu Kegiatan Uraian Kegiatan Kegiatan Kegiatan

Memberikan Sosialisasi
serta penyuluhan tentang
1. Senin, 07.30 – bahaya Narkoba kepada M.I. Al-Amin 2 jam 45
09.15 siswa-siswi MI Al-Amin M menit
Muneng Kelas 5. 2 jam 45
TOTAL KEGIATAN menit

Dari pelaksanaan program pengabdian masyarakart yang dilakukan anak-


anak remaja sangat antusias mengikuti program penyuluhan pencegahan
bahaya narkoba, sehingga anak-anak remaja mengerti akan dampak
berbahaya yang akan terjadi jika mengkonsumsi Narkoba. Selanjutnya
anak-anak remaja dapat mengetahui jenis-jenis narkoba yang sangat
berbahaya tersebut. Seperti halnya, Ganja, Heroin, Ekstasi.
Gambar 1. Penyuluhan Bahaya Narkoba

4. KESIMPULAN

Selanjutnya pelaksanaan progaram pengabdian masyarakat


Penyuluhan bahaya Narkoba, Penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut: Penyuluhan bahaya Narkoba: Program ini berjalan
dengan baik meskipun ada sebagian siswa siswi M.I. yang ramai
sendiri.Tetapi, meskipun demikian siswa siswi M.I. merasa senang
dan antusias dalam mengikuti program ini, hal ini dikarenakan belum ada
penyuluhan yang seperti ini, dan siswa siswi M.I. merasa masih butuh
bimbingan dalam penyuluhan mengenai bahaya Narkoba. Sehingga
dengan adanya penyuluhan ini, diharapkan siswa siswi M.I. mampu
untuk terhindar dari bahaya Narkoba tersebut. Jadi program Penyuluhan
bahaya Narkoba untuk M.I Al-Amin dari populasi 28 dan dapat
dilksanakan dengan target 28 pula .maka dapat di ktakan keberhasilan
70%

Anda mungkin juga menyukai