Anda di halaman 1dari 68

Pertemuan - 3

ISLAM
PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW
Topik Inti:
Islam Pada Masa Nabi Muhammad Saw.
1. Muhammad Rasulullah
a. Strategi Dakwah dan
Pengembangan Masyarakat Mekah
b. Strategi Dakwah dan
Pengembangan Masyarakat Madinah
2. Profil Negara Madinah
3. Makna Perang dan Damai

1
2 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

B. MUHAMMAD RASULULLAH

Muhammad SAW adalah tokoh historis yang agung dan tokoh dunia
yang paling berpengaruh di bumi ini. Muhammad SAW bukan tokoh
mitologis, tetapi pembawa agama yang sukses dalam menyampaikan
dakwahnya ke segenap umat manusia.
Dalam Islam, Muhammad Saw, diyakini sebagai Nabi dan Rasul
terakhir. Allah Swt, mengukuhkan beliau saat beliau menginjak usia 40
tahun, setelah mencapai puncak pendakian rohaninya dalam rangkaian
tahannus (merenung) di Gua Hira selama kurang lebih 7 tahun.
Oleh karena itu, mengakui kerasulan Muhammad SAW berarti
mengakui bahwa beliau adalah Rasulullah seperti para rasul Allah yang
lainnya. Akibat logis dari pengakuan demikian, maka wahyu yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada ummatnya berasal
dari Allah SWT, bukan buah pikirannya atau jiplakan dari kitab suci yang
dimiliki kaum Yahudi, Nasrani, dan umat-umat lain.
Wahyu yang diterimanya disebut Al-Qur’an, yaitu al-wahy al-
matluww (wahyu yang dibacakan), bukan wahyu dalam bentuk ide-ide
tanpa kata-kata. Al-Qur’an adalah kalam (firman, kata-kata) Tuhan
sendiri yang disampaikan kepada Muhammad SAW melalui
perantaraan Malaikat Jibril. Kata-kata itu mengacu kepada ide-ide yang
berada dalam ilmu Tuhan.
Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka
waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah diturunkan menurut urutan
yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab bernama Al
Mushaf yang juga dinamakan Al-Qurʾān (bacaan). Kebanyakan ayat-
3 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya


diterjemahkan dan dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian
ayat-ayat ada pula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri melalui
percakapan, tindakan dan persetujuannya, yang dikenal dengan
nama As-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah merupakan panduan hidup
bagi setiap Muslim.
Argumen yang paling kuat untuk menunjukkan kerasulan
Muhammad SAW, bukanlah perbuatannya yang luar biasa, tetapi
keunggulan akhlaknya dan keunggulan Kitab Suci Al-Qur’an yang
diajarkannya. Keunggulan akhlak Muhammad dikenal sebagai pribadi
yang jujur, sehingga digelari al-Amin (terpercaya). Firman Allah:
]4 :‫يم [القلم‬
ٍ ‫َظ‬ ٍ ُ‫َل َع َلى ُخل‬
ِ ‫قع‬ َ‫َو ِإنَّك‬
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung.” (Al-Qalam: 4)
Sedangkan keunggulan Al-Qur’an semakin terasa kuat ketika orang
merenungkan kandungannya menyangkut kisah-kisah masa lalu,
hukum, moral yang tinggi, dan ayat-ayat kauniyyah (fenomena alam
raya), yang mengandung makna demikian tinggi (QS.6:125; 88:18).
Ketinggian kepribadian Muhammad SAW dan keunggulan Al-Qur’an
menjadi alasan kuat atas pengakuan bahwa Muhammad SAW adalah
rasul Allah SWT, manusia pilihan yang menerima pengetahuan atau
ajaran dari Tuhan melalui wahyu. Islam mengajarkan bahwa
Muhammad SAW adalah nabi dan rasul Allah terakhir, sebagaimana
diungkapan dalam al-Qur’an Surah 33, ayat 40:
        
        

4 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-


laki di antara kamu[1223]., tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup
nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Strategi Dakwah yang dilakukannya adalah: (1) Tabligh (transmisi
dan penyebarluasan ajaran Islam); (2) Irsyad (internalisasi=penanaman
nilai-nilai ke-Islaman, dan bimbingan terhadap para penganutnya); (3)
Tadbir (rekayasa sumberdaya manusia); dan (4) Tathwir
(pengembangan kehidupan muslim) dalam aspek-aspek kultur
universal.
Konteks dan tahapan dakwah yang dilakukannya, baik pada periode
makkah maupun pada periode Madinah ditempuh melalui: (1)
internalisasi pesan dakwah dalam kehidupan pribadi (wiqoyah
nafsiyah=komunikasi intra personal termasuk di dalamnya komunikasi
transendental); (2) dilanjutkan dengan penyampaian pesan dakwah
kepada individu lain secara perorangan (dakwah fardliah=komunikasi
antar personal); (3) Kemudian dikembangkan kepada kelompok
masyarakat baik kelompok kecil maupun kelompok besar (dakwah fi-
ah qolilah dan fi`ah katsirah =komunikasi kelompok); (4) membentuk
kelompok yang terorganisir (kelembagaan) (dakwah
hizbiyah=komunikasi organisasi); (4) menyampaikan ajaran Tauhid
kepada masyarakat jahiliyah secara massal dan terbuka (komunikasi
massa); (6) membuka perluasan dakwah menjangkau berbagai suku
dan bangsa (dakwah qobailiyah dan dakwah syu’ubiyah =komunikasi
lintas budaya- komunikasi internasional).

1. Strategi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Mekkah

Allah berfirman:
5 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

      


       
      
“Hai orang yang berkemul (berselimut), (1); bangunlah, lalu
berilah peringatan! (2) dan Tuhanmu agungkanlah! (3); dan
pakaianmu bersihkanlah,(4) dan perbuatan dosa tinggalkanlah (5)
dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak.(6) dan untuk (memenuhi perintah)
Tuhanmu, bersabarlah.(7)

Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, mulailah Rasulullah


SAW berdakwah kepada masyarakat Mekkah. Mula-mula ia
melakukannya secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga
dan rekan-rekannya. Mereka yang pertama masuk Islam disebut
As-sabiqunal Awwalun (orang yang pertama masuk Islam).
Ibnu hisyam dalam Syirah Nabawiyah menyebutkan bahwa yang
termasuk "as-saabiquunal awwalun" (=orang yang pertama masuk
Islam) berjumlah 51 orang, yaitu:
1. Khadijah binti khuwailid (Istri Rasul).1
2. Ali bin Abi Thalib2
3. Abu Bakar Ash-Shidiq
4. Zaid bin Haritsah.
5. Utsman bin Affan
6. Zubair
7. Sa'ad bin Abi Waqash‫له‬.
8. Thalhah bin Ubaidillah.
9. Abdurrahman bin Auf.
10. Abu Ubaidah bin Al-Jarrah‫د‬.
11. Abu Salamah bin Abdul Asad.
12. Arqom bin Abil Arqom.
13. Utman bin Madz'un
14. Ubaidah bin Al-Harits
6 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

15. Said bin Zaid bin amru


16. Asma' binti As-Shadiq
17. Khabab bin Al-Arat Al-Khaza'i.
18. Amir bin abi waqash
19. Abdullah bin mas'ud
20. Mas'ud bin Rabiah.
21. Sulaith bin Amru
22. 'Iyas bin abi robiah.
23. Istrinya, Asma' binti salamah.
24. Khunais bin khudafah As-sahmi.
25. Amir bin Rabiah.
26. Abdullah bin jahsy.
27. Ja'far bin Abi Thalib .
28. Istrinya, Asma' binti umais.
29. Hathib bin Harits.
30. Istrinya, Fatimah binti Al-Mujlal.
31. Saudarnya, Khattab.
32. Istrinya, Fakihah binti yasar.
33. Mu'mar bin Al-Harits
34. Saib ayah utsman bin madz'un
35. Muthallib bin Azhar
36. Istrinya, Romlah binti Abi Auf.
37. Niham nu'aim bin Abdullah.
38. Amir bin Fahirah.
39. Khalid bin Said.
40. Istrinya Khalid, Amimah .
41. Hathib bin amru.
42. Abu hudaifah bin utbah.
43. Waqid bin Abdullah
44. Khalid
45. Amir
46. Aqil
47. Iyas
48. Amar bin yasar.
7 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

49. Shohib bin sinan.


50. Abu dzar jundab bin junadah
51. Abu najih amru bin abasah as-sulaimi, tapi keduanya pulang ke
negaranya (tdak ikut hijrah)

Setelah itu, Hamzah bin Abdul Muthallib, Umar bin Khattab dan
Izzuddin memeluk agama Islam.
Allah menjanjikan Syurga bagi mereka sebagaimana disebutkan
dalam al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 100: 

‫ار َوالَّ ِذينَ اتَّبَعُ)))وهُ ْم‬


ِ )))‫ص‬ َ ‫الس)))ابِقُونَ اأْل َ َّولُ)))ونَ ِمنَ ْال ُمهَ)))ا ِج ِرينَ َواأْل َ ْن‬ َّ ‫َو‬
‫ت تَجْ) ِري تَحْ تَهَ))ا‬ ٍ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ْم َو َرضُوا َع ْنهُ َوأَ َع َّد لَهُ ْم َجنَّا‬ ِ ‫بِإِحْ َسا ٍن َر‬
‫اأْل َ ْنهَا ُر خَ الِ ِدينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ٰ َذلِكَ ْالفَوْ ُز ْال َع ِظي ُم‬
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
merekapun ridha kepada Allah, maka Allah menyediakan surga-surga
bagi mereka yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-
lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”

Setelah beberapa lama Nabi SAW menjalankan dakwah secara


diam-diam, turunlah perintah agar Nabi SAW menjalankan dakwah
secara terang-terangan. Mula-mula ia mengundang kerabat
karibnya dalam sebuah jamuan. Pada kesempatan itu ia
menyampaikan ajarannya. Namun ternyata hanya sedikit yang
menerimanya. Sebagian menolak dengan halus, sebagian menolak
dengan kasar, salah satunya adalah Abu Lahab.
8 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Para Shahabat Yang Pertama Masuk Islam


Kemudian beliau mengadakan pertemuan yang lebih besar. Ia
pergi ke Bukit Shafa, sambil berdiri di sana ia berteriak memanggil
orang banyak. Karena Muhammad SAW adalah orang yang
terpercaya, penduduk yakin bahwa pastilah terjadi sesuatu yang
sangat penting, sehingga mereka pun berkumpul di sekitar Nabi
SAW. Untuk menarik perhatian, mula-mula Nabi SAW berkata,
“Saudara-saudaraku, jika aku berkata, di belakang bukit ini ada
pasukan musuh yang siap menyerang kalian, percayakah kalian?”
Dengan serentak mereka menjawab, “Percaya, kami tahu saudara
belum pernah berbohong. Kejujuran saudara tidak ada duanya.
Saudara yang mendapat gelar al-Amin.”
9 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Nabi SAW meneruskan, “Kalau demikian, dengarkanlah. Aku ini


adalah seorang nadzir (pemberi peringatan). Allah telah
memerintahkanku agar aku memperingatkan saudara-saudara.
Hendaklah kamu hanya menyembah Allah saja. Tidak ada Tuhan
selain Allah. Bila saudara ingkar, saudara akan terkena adzabnya
dan saudara akan menyesal.

Hijrah Pertama Ke Abessinia (Ethiopia)

Pada masa-masa awal perjalanan misinya, Nabi Muhammad SAW


memperlihatkan integritas diri sebagai al-amin dan menggunakan
strategi dakwah yang bertahap (gradual). Ujian demi ujian
dilampauinya dengan penuh kesabaran, sehingga menarik perhatian
dan sekaligus kepercayaan masyarakat yang tengah mengalami
berbagai problem.
Nabi Muhammad SAW berhadapan dengan kaum Musyrikin
Quraisy. Sikap permusuhan orang-orang Kuraisy yang semula
berbentuk cemoohan dan serangan-serangan verbal lainnya
berkembang meningkat menjadi pengejaran dan penganiayaan secara
kasar dan keras. Akar penentangan ini datang dari keluarga Umayyah
dari suku Quraisy. Ketika melihat kondisi di Mekah semakin memburuk,
Nabi Muhammad SAW mengizinkan sebagian pengikutnya untuk
mencari keamanan di negeri Abessinia (Ethiopia) yang penduduknya
beragama Nasrani, rajanya bernama Najasyi (Negus) yang dikenal adil
dan bijaksana.
10 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Di tengah kegelapan malam yang mencekam, 11 pria dan empat


wanita sahabat Rasulullah SAW mengendapendap meninggalkan
Makkah. Dua perahu yang terapung di Pelabuhan Shuaibah siap
mengantarkan mereka menuju ke sebuah negeri untuk
menghindari kemurkaan dan kebiadaban kafir quraisy.
Negeri yang mereka tuju itu bernama Abessinia dan kini dikenal
sebagai Ethiopia - sebuah kerajaan di daratan Benua Afrika. Para
sahabat itu hijrah ke Abessinia atas saran Rasulullah SAW. Inilah
proses hijrah pertama yang dilakukan kaum Muslimin, sebelum
berhijrah ke Madinah. Di antara sahabat yang hijrah ke Ethiopia itu
11 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

antara lain; Usman bin Affan beserta isterinya Ruqayyah yang juga
puteri Rasulullah SAW serta sahabat dekat lainnya.
Kematian istri Muhammad SAW, *Khadijah, dan pamannya, Abi
Thalib pada tahun ke-10 dari kenabian, membuat kehidupan dan ruang
geraknya menjadi semakin sempit, sehingga tahun itu dikenal sebagai
‘Am al-Huzn (tahun duka cita). Kelapangan diharapkan datang dari
negeri Tha’if (kurang lebih 65 km dari Mekah) yang dipimpin oleh
kerabatnya dari Bani Saqif. Akan tetapi, ketika ia berkunjung ke negeri
itu, penduduk Thaif melemparinya dengan batu yang membuatnya
terluka. Nabi SAW yang ketika itu disertai oleh Zaid bin Harisah
memutuskan untuk kembali ke Mekah setelah mendapat jaminan
perlindungan dari Mut’im bin Adi.
Karakter dakwah Rasulullah SAW, di Mekah memeperlihatkan
karakter Islam yang universal (rahmatan lil’alamin) dengan
menanamkan dasar-dasar keimanan yang berpijak pada prinsip keesaan
Allah SWT, tauhid (monoteistik).
Islamnya Abu Bakar
Abu Bakar bin Abi Quhafah masuk Islam. Ia adalah seorang yang
memiliki kedudukan di kalangan Quraisy lantaran kepintaran, harga
diri & kesederhanaannya. Ia kemudian menampakkan keislamnya.
Abu Bakar juga seorang yang penyayang & mudah bergaul. Ia
mengetahui nasab-nasab Quraisy dan kisah-kisahnya. Ia seorang
pedagang dan memiliki moral yang baik. Maka mulailah ia
berdakwah, mengajak beriman kepada Allah dan masuk agama
Islam. Ia mengajak orang-orang yang tsiqah (percaya) kepadanya,
yang biasa bergaul dengannya.
12 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Islamnya Para Pembesar Quraisy


Islamnya para sahabat awal juga berkat dakwah yang dilakukan
Abu Bakar, yang menjadikan beberapa pembesar Quraisy masuk
Islam. Mereka memiliki kedudukan dan kepemimpinan. Ustman bin
Affan, Azzubair bin al Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abu
Waqqash, Thalhah bin ‘Ubaidillah. Mereka mendatangi Rasulullah
saw. dan menyatakan keislamannya.
Mereka diikuti oleh beberapa tokoh Quraisy yang memiliki
kemuliaan dan kedudukan: Abu ‘Ubaidah bib al-Jarrah, al-Arqam
bin Abil Arqam, ‘Ustman bin Mazh’un, ‘Ubaidah bin al-Harits bin
‘Abdul Muthalib bin ‘Abdu Manaf, Sa’id bin Zaid, Khabbab bin al-
Arut, ‘Abdullah bin Mas’ud, Ammar bin Yasir, Shubaib dan lain-lain
radhiyallahu ‘anhum.
Dan, orang-orang pun masuk Islam, laki-laki dan perempuan,
sehingga penyebutan Islam menjadi umum di Makkah dan menjadi
perbincangan.
Beberapa tokoh yang memeluk agama Islam pada masa paling
dini ini membentuk lingkaran perjuangan yang penuh komitmen untuk
menyebarkan risalah yang dibawakan Nabi Muhammad SAW dengan
damai. Nabi Muhammad SAW sendiri berpesan pada orang-orang yang
telah mempercayai Islam pada periode Mekah ini, agar tidak bertindak
konfrontatif terhadap kalangan yang belum menerima ajarannya. Atas
dasar strategi ini, Nabi Muhammad SAW atas perintah Allah Swt
memilih untuk melakukan hijrah ke Madinah, untuk melebarkan
wilayah dakwahnya.
13 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Orang-orang Quraisy merasa khawatir dengan rencana


kepergian Rasulullah SAW. Mereka sadar bahwa (kelak)
Rasulullah SAW, akan bersatu-padu memerangi mereka. Maka
mereka pun menggelar rapat di Darun Nadwah yang dihadiri oleh
Iblis. Para peserta rapat bertanya, “Siapakah Anda, wahai bapak
tua?” Iblis menjawab, “Seorang bapak tua dari warga Najed, hadir
bersama kalian untuk mendengar apa yang kalian rembukkan.
Mudah-mudahan kalian mendapatkan pendapat dan nasihat
dariku.”
Mereka pun memutuskan untuk membunuh Nabi SAW.
Rasulullah SAW, bersabda kepada Ali, “Tidurlah di ranjangku dan
kenakanlah selimutku ini. Karena tindakan mereka yang engkau
benci tidak akan menimpamu.”
Para pemuda perwakilan seluruh kabilah di sekitar pintu
Rasulullah SAW, dengan pedang-pedang yang terhunus.Para
penjahat kelas kakap Quraisy, menggunakan waktu siang mereka
untuk mempersiapkan diri guna melaksanakan rencana yang telah
digariskan berdasarkan kesepakatan Parlemen Makkah “Darun
Nadwah” pada pagi harinya.
Untuk eksekusi tersebut, dipilihlah sebelas orang pemuka
mereka, yaitu:

1. Abu Jahal bin Hasyam


14 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

2. Al-Hakam bin Abil Ash


3. Uqbah bin Abi Mu’ith
4. AN-Nadhar bin Harits
5. Umayyah bin Khalaf
6. Zam’ah bin al-Aswad
7. Tha’imah bin Adi
8. Abu Lahab
9. Ubay bin Khalaf
10. Nabih bin al-Hajjaj
11. Munabbih bin al-Hajjaj

Ibnu Ishaq berkata, “Tatkala malam telah gelap, mereka pun


berkumpul di depan pintu rumah beliau untuk mengintai kapan
beliau bangun sehingga dapat menyergapnya.” Kebiasaan yang
selalu dilakukan Rasulullah SAW, adalah tidur di permulaan malam
dan keluar menuju Masjidil Haram setelah pertengahan atau dua
pertiganya untuk shalat di sana.
Mereka percaya dan yakin benar bahwa persengkokolan keji kal
ini akan membuahkan hasil. Hal ini membuat Abu Jahal berdiri
tegak dengan penuh keangkuhan dan kesombongan. Dia berkata
kepada para rekannya yang ikut mamblokade dengan nada
mengejek dan merendahkan, “Sesungguhnya Muhammad
mangklaim bahwa jika kalian mengikuti ajarannya, niscaya kalian
akan dapat menjadi raja bangsa Arab dan non Arab sekaligus.
Kemudian kelak kalian akan dibangkitkan setelah mati, lalu
diciptakan bagi kalian surga-surga seperti suasana kebun-kebun di
negeri al-Urdun (Yordania). Jika kalian tidak mau melakukannya,
maka dia akan menyembelih kalian, kemudian kalian dibangkitkan
setelah mati, lalu dijadikan bagi kalian neraka yang akan membalas
15 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

kalian. Namun Allah membutakan penglihatan mereka, lalu


Rasulullah SAW, keluar dari kepungan tersebut dan menaburkan
tanah di atas kepala mereka seraya membaca firman Allah Ta’ala:

Allah Ta’ala juga berfirman:

ُ ‫َوإِ ْذ يَ ْم ُك ُ‌ر ِبكَ الَّ ِذينَ َكفَ ُر‌وا لِيُ ْثبِتُوكَ أَ ْو يَ ْقتُلُو َك أَ ْو يُ ْخ ِر‬
ُ‫ۖ َواللَّـه‬ ُ‫ۚ َويَ ْم ُك ُر‌ونَ َويَ ْم ُك ُ‌ر اللَّـه‬ ‫‌جو َك‬
َ‫َخ ْي ُ‌ر ا ْل َما ِك ِر‌ين‬

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan


daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu
atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu
daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik
Pembalas tipu daya.” [QS. Al-Anfal: 30]

Adapun Ali, ia tetap tinggal di atas ranjang Rasulullah . Ketika


orang-orang musyrik mengintip dari sela-sela pintu, mereka
berkata, “Dia masih tidur.” Yang mereka maksudkan adalah
Rasulullah . Setelah melewati tengah malam, tanda-tanda kesia-
siaan dan kegagalan sudah nampak bagi mereka. Seorang laki-laki
yang tidak ikut-serta dalam pemblokadean tersebut datang dan
melihat mereka, “Apa gerangan yang kalian tunggu?”
Mereka menjawab, “Muhammad.”
Dia berkata, “Sungguh telah sia-sia dan merugilah kalian. Demi
Allah, dia telah melewati kalian dan menaburkan tanah di atas
kepala-kepala kalian, lalu pergi menyelesaikan urusannya.”
Mereka berkata, “Demi Allah, kami tidak melihatnya!” Sambil
mengibas-ngibaskan tanah yang menempel di kepala-kepala
mereka.
16 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Akan tetapi mereka, (penasaran dan) mengintip dari celah pintu


lalu melihat Ali. Mereka berkata, “Demi Allah, sesungguhnya ini
adalah Muhammad yang sedang tidur dan masih memakai
burdahnya.”
Mereka pun masih menunggu hingga pagi menjelang. Kemudian
Ali bangun dari tempar tidur. Melihat hal ini, mereka langsung
menangkap Ali lalu menanyai perihal Rasulullah. Dia menjawab,
“Aku tidak mengetahui tentangnya.”

Hijrah Kedua dari Mekkah Ke Medinah

Sebelum dilanjutkan pada pembahasan tentang Dakwah Nabi


Muhammad SAW, terlebih dahulu perlu dikemukakan tentang peristiwa
Hijrah. Karena peristiwa Hijrah ini memiliki nilai yang sangat tinggi
dalam pengembangan Dakwah Islam. Didalam Ensiklopedi Isalam
(2/1993) diungkapkan mengenai peristiwa Hijrah Nabi Muhammad
SAW, dari Mekkah ke Medinah sebagai berikut.
Peristiwa penting dalam perjalanan syi’ar agama Islam oleh
Rasulullah SAW, yaitu Hijrah.  Sewaktu Rasulullah SAW, masih
berada di Makkah, beliau bersabda kepada kaum muslimin, “Telah
diperlihatkan kepadaku tempat hijrah kalian, di daerah yang
banyak ditumbuhi pohon kurma, terletak di antara dua bukit
bebatuan hitam.”
Setelah Rasulullah SAW, menyabdakan demikian, maka
berhijrahlah para sahabat dari kalangan Muhajirin ke Madinah,
begitu juga dengan para sahabat yang tadinya berhijrah ke
Habasyah. Sepeninggal para sahabatnya, Rasulullah SAW, tetap
17 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

berada di Makkah menunggu diijinkan berhijrah. Tidak ada seorang


pun yang tertinggal di Makkah bersama beliau, melainkan sahabat
yang ditahan dan disiksa, kecuali ‘Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar
Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhuma.

Pengertian Hijrah
Secara kebahasaan, kata Hijrah berasal dari Bahasa Arab
yang artinya: “berpindah, meninggalkan, berpaling, dan tidak
mempedulikan lagi.” Dengan demikian, kata “Hijrah” sekurang-
kurangnya mempunyai tiga pengertian, yaitu: (1) kaum muslimin
meninggalkan negeri asalnya yang berada di bawah kekuasaan
18 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

pemerintah yang *kafir; (2) menjauhkan diri dari dosa; dan (3)
permulaan tarikh Islam.
Hijrah dalam sejarah Islam biasanya dihubungkan dengan
kepindahan Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah. Dalam
hubungan ini, hijrah berarti berkorban demi Allah SWT, yaitu
memutuskan hubungan dengan yang paling dekat dan dicintai demi
tegaknya kebenaran dengan jalan berpindah dari kampung
halaman ke negeri lain. Hijrah seperti ini telah menjadi pusaka para
rasul sebelum Nabi Muhammad SAW dan terbukti telah menjadi
prelude (babak pendahuluan) bagi kebangkitan perjuangan.
Pada tahun ke-11 dari kenabian, persiapan untuk
mengembangkan Islam di Yatsrib (sekarang Madinah) memasuki babak
permulaan. Pada musim haji, ketika duduk di dekat Aqabah (bukit atau
tugu batu antara Mina dan Mekah) Nabi SAW bertemu dengan enam
orang dari Suku Khazraj. Setelah mendengarkan ajaran dan seruan dari
Nabi SAW, mereka mengatakan diri memeluk Islam. Pada tahun ke-12
kenabian, datang dua belas orang lainnya (10 orang khazraj dan 2 orang
Aus). Pengislaman keenam orang yang belum masuk Islam di antara
mereka diikuti dengan perjanjian kesetiaan terhadap mereka diikuti
dengan perjanjian kesetiaan terhadap Islam yang dikenal dengan nama
Bai’at al-‘Aqabah (Perjanjian Aqabah) pertama. Kepulangan mereka ke
Yatsrib disertai oleh Mus’ab bin Umair yang ditugasi oleh Nabi SAW
19 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

untuk mengajarkan Al-Qur’an dan ajaran Islam kepada penduduk


Yatsrib.
Pada musim Haji tahun ke-12 dari Kenabian, Mus’ab mengantar
muslimin Yatsrib bersama sejumlah besar orang-orang yang masih
musyrik. Pengislaman mereka diikuti dengan perjanjian kesetiaan yang
disebut “Bai’at al-‘Aqabah” kedua yang isinya tidak jauh berbeda
dengan yang pertama. Dalam perjanjian kali ini jumlah peserta
sebanyak 75 orang, dan adanya perjanjian pentingnya berjihad
melindungi Nabi SAW dengan segala kemampuan. Di samping itu,
mereka juga menunjukkan keinginan yang besar agar Nabi SAW
berhijrah ke Yatsrib.
Setelah Perjanjian Aqabah kedua, Nabi SAW mengizinkan kaum
muslimin untuk berhijrah ke Yatsrib, sedangkan dia sendiri tinggal
menunggu perintah dari Allah SWT. Kaum muslimin mulai melakukan
Hijrah dalam jumlah besar secara bergelombang, sementara sejumlah
besar lainnya bertahan di Mekah untuk beberapa waktu karena miskin
dan kekurangan bekal (lihat QS.4:75). Peristiwa ini telah membuat
orang-orang kafir Mekah menjadi marah. Apalagi ketika mereka
mendengar berita tentang turunnya wahyu yang mengizinkan Nabi
SAW dan kaum muslimin berperang melawan musuh-musuh mereka
(QS.22:39-40). Maka ketika mendengar berita tentang kemungkinan
berhijrahnya Nabi SAW, mereka segera menyusun rencana untuk
20 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

membunuhnya. Akan tetapi, Nabi SAW telah mendapat wahyu


(QS.8:30).
Sesuai dengan rencana yang telah diatur oleh para pemimpin
Kuraisy dalam pertemuan di Darun-Nadwah, para kepala suku
diharuskan berpartisipasi dalam pembunuhan Nabi SAW, agar Bani
Hasyim tidak mampu melawan mereka semua. Pada saat yang telah
ditentukan mereka mengelilingi rumah Nabi SAW dan menunggu
sampai Nabi SAW keluar. Akan tetapi, Nabi SAW telah mendapat
informasi tentang bahaya itu dan telah diperintahkan untuk berjaga-
jaga pada malam itu untuk selanjutnya berhijrah ke Yatsrib. Maka Nabi
SAW memberi kepercayaan kepada Ali bin Abi Thalib untuk menempati
tempat tidurnya, kemudian Ali ra., dengan menyerahkan seluruh
hidupnya demi Islam segera melompat ke tempat tidur.
Setelah mengatur segalanya, Nabi SAW keluar dari rumah
seraya membaca surah Yasin.
﴾٨﴿ َ‫إِنَّا َج َع ْلنَا فِي أَ ْعنَاقِ ِه ْم أَ ْغاَل اًل فَ ِه َي إِلَى اأْل َ ْذقَا ِن فَهُم ُّم ْق َمحُون‬
ِ ‫َو َج َع ْلنَا ِمن بَ ْي ِن أَ ْي ِدي ِه ْم َس ًّدا َو ِم ْن خَ ْلفِ ِه ْم َس ًّدا فَأ َ ْغ َش ْينَاهُ ْم فَهُ ْم اَل يُ ْب‬
٩﴿ َ‫ص ُر‌ون‬
Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu dileher mereka,
lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka
tertengadah. Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di
belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka
sehingga mereka tidak dapat melihat.” [QS. Yasin: 8-9]

Ini adalah bukti keimanan yang dalam kepada Allah SWT dan
keberanian yang luar biasa, yang dipertunjukkan olehnya ketika
21 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

meninggalkan rumah melalui kerumunan orang-orang yang haus darah.


Allah SWT telah membuat mata mereka tidak melihat, sekalipun
mereka berjaga-jaga sepanjang malam. Ketika fajar tiba, mereka segera
masuk menyerbu rumah. Akan tetapi, mereka terkejut manakala yang
dilihat di tempat tidur adalah Ali ra. Dengan rasa kesal orang-orang
Quraisy segera menyebarkan para algojonya untuk melacak jejak Nabi
SAW seraya menjanjikan hadiah seratus unta bagi siapa pun yang
berhasil menangkapnya.

Dalam pada itu, setelah keluar dari rumahnya, Nabi SAW pergi
menemui Abu Bakar as-Siddiq dan memberitahukan apa yang
dikehendaki oleh Allah SWT. Maka Abu Bakar ra., mempersiapkan dua
ekor unta dan putri sulungnya, “Asma’,” mempersiapkan perbekalan
22 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

bagi kepergian mereka. Selanjutnya mereka bersembunyi di Gua Tsur


(sekitar 3 mil dari Mekah).

Mereka tinggal di dalam gua selama tiga hari tiga malam.


Sementara itu, para penyelidik sempat sampai ke mulut gua, sehingga
Abu Bakar ra., merasa ketakutan. Akan tetapi, Nabi SAW
menentramkannya seraya berkata, “…Janganlah kamu berduka cita,
sesungguhnya Allah beserta kita….” (QS.9:40). Pada malam keempat
mereka keluar dari gua dan menyewa seorang kafir yang dapat
dipercaya, Abdullah bin Uraiqit, sebagai penunjuk jalan. Perjalanan
dilakukan hanya di malam hari dan menghindar dari jalan umum.
Selama dalam perjalanan, Abu Bakar melihat kegembiraan Nabi SAW,
meskipun mereka hampir tertangkap oleh Suraqah bin Malik yang
tergiur oleh hadiah 100 unta. Penduduk Yatsrib telah mendengar berita
23 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

tentang perginya Nabi SAW dari Mekah dan tidak sabar menunggu
kedatangannya. Setiap hari mereka keluar dari kota untuk memberinya
penyambutan yang hangat. Akhirnya, Nabi SAW tiba di sebuah tempat
yang dikenal dengan nama Quba (dekat Yatsrib) pada hari senin, 8
Rabiulawal 1/20 september 622, setelah tujuh hari di perjalanan. Di
tempat ini dia menetap selama empat hari dan membangun masjid
yang dilukiskan di dalam Al-Qur’an sebagai berikut: “….Sesungguhnya
masjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid Quba), sejak hari
pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya….”
(QS.9:108).
Pada hari jumat, 12 Rabiulawal 13/24 September 622, Nabi
SAW meninggalkan Quba dan tiba di Yatsrib. Di tengah perjalanan, di
Bani Salim, Nabi SAW mengadakan salat Jumat yang diimaminya.
Inilah salat Jumat yang pertama di dalam sejarah Islam. Setiap orang di
dalam kota memohon untuk menjadi tuan rumah bagi tamu agung ini.
Akan tetapi, karena sulit untuk menentukan di mana harus tinggal, Nabi
SAW membiarkan untanya berjalan seraya berkata kepada penduduk,
bahwa dia akan tinggal di rumah di mana unta itu berhenti.
Keberuntungan jatuh pada Abu Ayyub al-Ansari karena unta berhenti
dan berlutut tepat di depan rumahnya; di tanah kosong milik dua anak
yatim, Sahl dan Suhail, di situ beliau membangun Masjid Nabawi. Abu
Ayyub merasa gembira. Dia mempunyai rumah bertingkat dua dan
tingkat paling atas ditawarkannya kepada Nabi SAW. Akan tetapi, Nabi
24 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

SAW lebih menyukai lantai bawah agar memudahkannya menerima


tamu. Di samping itu, Abu Ayyub menyediakan segala kemudahan bagi
Nabi SAW yang tinggal di rumahnya selama tujuh bulan. Selanjutnya
Nabi SAW memanggil anggota-anggota keluarganya—istrinya, Saudah,
kedua putrinya, Fatimah dan Ummu Kalsum—melalui anak angkatnya,
Zaid, dan seorang budak, Abu Rafi’. Sejak saat itu Nabi SAW tinggal di
Yatsrib yang namanya diubah menjadi Madinah an-Nabi atau Madinah
al-Munawwarah.
Pekerjaan pertama yang dilakukan Nabi SAW di Madinah adalah
membangun landasan-landasan utama bagi terbentuknya masyarakat
(Negara) yang baru. Pertama, membangun Masjid sebagai pusat
kegiatan rohaniah, pusat pemerintahan, dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Kedua, mempersaudarakan seluruh kaum muslimin, khususnya antara
orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah (disebut *Muhajirin),
dan orang-orang muslim penduduk asli Madinah yang menoloh
perjuangan Islam (di sebut *Ansar). Ketiga, menyusun dustur (undang-
undang dasar) yang mengatur kehidupan kaum muslimin dan
menjelaskan hubungan mereka dengan kaum lainnya, khususnya
dengan kaum Yahudi.
Dengan demikian, hijrah menandai berakhirnya masa pra-Islam
yang disebut masa jahiliah, serta merupakan titik balik bagi
keberuntungan Nabi Muhammad SAW dan babak baru di dalam sejarah
pergerakan Islam. Dengan berdirinya sebuah masyarakat (Negara)
25 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Islami di Madinah, Islam kini mencapai keluhuran dan keagungan


rohaniah dengan dimensi yang tak terduga sebelumnya.
Pengagungan kaum muslimin terhadap peristiwa Hijrah terlihat
pada pengadopsiannya sebagai permulaan kalender Islam yang
dilembagakan 17 tahun kemudian oleh Khalifah *Umar bin Khattab.
Perhitungannya di dasarkan atas peredaran bulan qamariyah yang rata-
rata satu tahunnya berlangsung selama 354 hari. Bulan-bulan dengan
durasi (lamanya) adalah Muharram (30hari), Safar (29), Rabiulawal(30),
Rabiulakhir (29), Jumadilawal (30), Jumadilakhir (29), Rajab (30),
Syakban (29), Ramadan (29), Syawal (30), Zulkaidah (29), dan Zulhijah
(30). Karena satu tahun qamariah lebih pendek 11 hari dibanding
dengan satu tahun menurut perhitungan matahari (syamsiyah), untuk
sama dengan 33 tahun syamsiyah, tahun qamariah memakan waktu
kurang lebih 34 tahun. Dengan demikian, ada perbedaan kira-kira tiga
tahun antara satu abad qamariyah dan satu abad syamsiyah.
Meskipun awal Muharam dipandang sebagai permulaan tahun
baru Hijriah, permulaan hijrah Nabi SAW sendiri sesungguhnya jatuh
pada tanggal 2 (4) Rabiulawal 13 kenabian/14 (16) September 622,
bukan pada awal Muharram yang ketika itu jatuh pada tanggal 15 juli
622. Antar permulaan hijrah Nabi SAW dan permulaan kalender Islam
sesungguhnya terdapat jarak sekitar 62 atau 64 hari, dan antara
keduanya terdapat bulan Safar.
26 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

2. Strategi Dakwah Nabi Muhammad Saw, Pada Periode Madinah


27 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)
28 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Kehidupan Nabi Muhammad SAW di Madinah merupakan fase


kedua dari perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan misi
sucinya. Berbeda dengan fase Mekah, pada fase Madinah ini Nabi
Muhammad SAW mulai membangun komunitas muslim yang kuat
dengan mengkonsolidasikan para pengikutnya. Diantara mereka
termasuk orang-orang yang ikut dalam perjalanan hijrah dari Mekah
(Muhajirin) dan orang-orang yang menyambut kedatanganya di
Madinah (Anshar). Para pengikut setia ini, senantiasa mendapat
bimbingan keagamaan dari Nabi Muhammad SAW yang secara teratur
mendapat wahyu Allah SWT, khususnya ketika ia menghadapi masalah-
masalah yang memerlukan pemecahan secara meyakinkan.
29 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Kegiatan Nabi Muhammad SAW pada periode Madinah lebih


dinamis karena persentuhannya semakin tinggi dengan masalah-
masalah sosial dan politik. Selain berhasil menenangkan konflik dengan
lawan-lawannya, Nabi Muhammad SAW juga berhasil menunjukan
kepemimpinan beliau atas komunitas Kristen dan Yahudi di Kota ini.
Dengan kekutannya semakin teguh, Nabi Muhammad SAW akhirnya
berhasil menaklukan kota Mekah, sehingga seluruh penduduk di kota
ini menyatakan iman kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang
dibawa oleh beliau.
Dalam pandangan kaum Muslim, Mekah dan Madinah adalah
dua kota yang sangat dimuliakan (haramain). Di Mekah Nabi
Muhammad SAW dilahirkan dan memulai karier kerasulannya,
sedangkan di Madinah Nabi Muhammad SAW mengembangkan
dakwah hingga mengakhiri hidupnya setelah melalui perjalanan
panjang.
Piagam Madinah
30 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Piagam Madinah juga dikenal dengan sebutan Konstitusi


Madinah, sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad
SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya
dengan semua suku-suku dan kaum-kaum di Yathrib (kemudian
bernama Madinah) pada tahun 622 Masehi.
Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan
utama untuk menghentikan pertentangan  antara Bani
‘Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut
31 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi


kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas penyembah berhala di
Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan
komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.
Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal yang terdiri dari hal
Mukaddimah,dilanjutkan oleh hal-hal seputar Pembentukan umat,
Persatuan seagama, Persatuan segenap warga negara, Golongan
minoritas, Tugas Warga Negara, Perlindungan Negara, Pimpinan
Negara, Politik Perdamaian dan penutup.
Disinilah kita bisa melihat peran dan fungsi NABI Muhammad
saw sebagai seorang negarawan sekaligus seorang pemimpin
negara yang besar dan berkualitas sepanjang sejarah peradaban
manusia, disamping posisi beliau selaku seorang Nabi dan Rasul
secara keagamaan. 
Adapun isi piagam madinah yakni sebagai berikut:
Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komuitas) manusia lain.
Pasal 2
Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka
bahu membahu membayar diyat di antara mereka dan mereka
membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 3
Banu Auf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu
membahu membayar diyat di antara mereka seperti semula, dan
32 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di


antara mukminin.
Pasal 4
Banu Sa’idah sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu
membahu membayar diyat di antara mereka seperti semula, dan
setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di
antara mukminin.
Pasal 5
Banu Al-Hars sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu
membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan
setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di
antara mukminin.
Pasal 6
Banu Jusyam sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu
membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan
setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di
antara mukminin.
Pasal 7
Banu An-Najjar sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu
membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan
setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di
antara mukminin.
Pasal 8
Banu ‘Amr bin ‘Awf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka
bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula,
33 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil
di antara mukminin.
Pasal 9
Banu Al-Nabit sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu
membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan
setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di
antara mukminin.
Pasal 10
Banu Al-‘Aws sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu
membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan
setiap suku membayar tebusan tawanan dengan  baik dan adil di
antara mukminin.
Pasal 11
Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat
menanggung utang diantara mereka tetapi membantunya dengan
baik dalam poembayaran tebusan atau diat.
Pasal 12
Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan
dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya.
Pasal 13
Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orangyang
diantara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara dzalim ,
jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan
mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya,
sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.
Pasal 14
34 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya


lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman
membantu orang kafir untuk (membunuh)  orang beriman.
Pasal 15
Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikaj oleh mereka
yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak
bergantung kepada golongan lain.
Pasal 16
Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas
pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terdzalimi
dan ditentang olehnya.
Pasal 17
Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh
membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam
suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan
keadilan di antara mereka.
Pasal 18
Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu
satu sama lain.
Pasal 19
Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya
dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan
bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.
Pasal 20
35 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang


(musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan
orang beriman.
Pasal 21
Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas
perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela .
Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.
Pasal 22
Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya
pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan
memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi
bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan
mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima
dari padanya penyesalan dan tebusan.
Pasal 23
Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut
(ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.
Pasal 24
Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam
peperangan. 
Pasal 25
Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin.
Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama
mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri
mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian
akan merusak diri dan keluarga.
36 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Pasal 26
Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu
‘Awf.   
Pasal 27
Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu
‘Awf.
Pasal 28
Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu
‘Awf.
Pasal 29
Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu
‘Awf.
Pasal 30
Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu
‘Awf.
Pasal 31
Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu
‘Awf.
Pasal 32
Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti
Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 33
Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi
Banu ‘Awf.
Pasal 34
37 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu


Sa’labah).
Pasal 35
Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka
(Yahudi).
Pasal 36
Tidak seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin
Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi  (menuntut pembalasan)
luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh),
maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya,
kecuali ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat membenarkan
ketentuan ini.
Pasal 37
Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada
kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu
dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi
saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang
tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya.
Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.
Pasal 38
Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam
peperangan.
Pasal 39
Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam
ini.
Pasal 40
38 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin,


sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.
Pasal 41
Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.
Pasal 42
Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung
piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan
penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan
(keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling
memelihara dan memandang baik isi piagam ini.
Pasal 43
Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga
bagi pendukung mereka.
Pasal 44
Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi
penyerang kota Yatsrib.
Pasal 45
Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka
(pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksankan
perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka
diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi
ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang
yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan
(kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.
Pasal 46
39 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Kaum Yahudi Al-‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan
kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan
perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini.
Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan
(pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas
perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling
membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.
Pasal 47
Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat.
Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah
aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin
orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah
SAW.
Jadi tujuan utama terselenggaranya piagam madinah adalah
untuk mempersatukan semua komunitas atau golongan di Yastrib
(Madinah) sebagai tolak ukur keadilan dan toleransi kepada
golongan-golongan lain dan salah satu keberhasilan piagam
madinah adalah mempersatukan semua golongan menjadi satu
golongan yang disebut dengan UMMAH.
Salah satu alasan kenapa UMMAH itu sangatlah penting bagi
ROSULULLAH karena UMMAH berawal dari kata Ummun yang
artinya ibu.

Isi perjanjian hudaibiyah


1.  Gencatan senjata selama sepuluh tahun.
40 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

2.  Orang Islam dibenarkan memasuki Makkah pada tahun


berikutnya, tinggal di Makkah selama tiga hari sahaja dengan hanya
membawa senjata bersarung.
3.  Bekerjasama kepada perkara yang membawa kebaikan.
4.  Orang Quraisy yang lari ke pihak Islam tanpa kebenaran keluarga
dikembalikan semula.
5.  Orang Islam yang lari ke pihak Quraisy tidak perlu dikembalikan.
6.  Kedua-dua pihak boleh membuat perjanjian dengan mana-mana
kabilah Arab tetapi tidak boleh membantu peperangan
Perjanjian ini berawal dari kaum muslimin yang ingin
menunaikan ibadah haji, dan mereka dihadang oleh kaum
musryikin kemudian ROSULULLAH SAW menyuruh ustman bin affan
untuk menemui kaum musryikin tersebut, ustman bin affan pun
ditahan oleh kaum musryikin dan diberitakan bahwa beliau
meninggal, kaum muslimin pun berikrar adapun ikrar tersebut
disebut dg BAIAT RIDWAN , kemudian kaum musryikin
mengirimkan suhail bin amr untuk berunding dg kaum muslimin,
rundingan tersebut dinamakan “ perjanjian hudaibiyah”

A. PRINSIP PELAKSANAAN PEMERINTAHAN PADA MASA RASULULLAH SAW

1. Prinsip-Prinsip Umum dalam Al-Qur’an

Muhammad Tahir Azhary, menemukan 9 prinsip umum yang


terdapat baik dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. yaitu:
a) Prinsip Kekuasaan sebagai amanah (QS, An-Nisa (4): 58)
b) Prinsip Musyawarah, (QS, Ali Imran (3): 159)
c) Prinsip Keadilan, (QS, An-Nisa (4): 135)
d) Prinsip Persamaan, (QS, Al-Hujarat (49): 13)
41 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

e) Prinsip Pengakuan dan Perlindungan terhadap hak-hak Asasi


Manusia; (QS, Al-Isro (17):70)
f) Prinsip Peradilan Bebas; (Hadits Mu’adz)
g) Prinsip Perdamaian; (QS, Al-Anfal (8):61-62)
h) Prinsip Kesejahteraan; (QS, Saba’ (34): 15)
i) Prinsip-Prinsip Ketaatan Rakyat; (QS, An-Nisa (4): 59)

2. Implementasi Prinsip-Prinsip Umum dalam Pemerintahan Nabi


Muhammad SAW

a. Prinsip Kekuasaan sebagai amanah, (QS, An-Nisa (4): 58)


bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#r–Šxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #’n<Î) $ygÎ=÷dr&¨
#sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAô‰yèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!
$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $Jè‹Ïÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat.”

Dari catatan sejarah kita dapat mengetahui bahwa Rasulullah


s.a.w. hijrah ke Madinah pada tahun 622 M. Ada dua aktivitas yang
sangat penting yang beliau lakukan setibanya di Madinah, yaitu
mendirikan mesjid di Quba dan city-state di Madinah.3
42 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Dua peristiwa ini membuktikan bahwa Nabi Muhammad s.a.w.


telah melaksanakan dua macam doktrin Islam sebagai amanat, yaitu
hubungan manusia dengan Allah SWT, dan hubungan manusia dengan
sesama manusia (hablun min Allah wahablun min al-nas).4

Perilaku Nabi Muhammad SAW pada permulaan periode


Madinah membuktikan bahwa sejak semula Islam mempertautkan
dengan erat antara agama dan negara.5

b. Prinsip Musyawarah, (QS, Ali Imran (3): 159)


yJÎ6sù 7pyJômu‘ z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xá‹Î=xî$
É=ù=s)ø9$# (#q‘ÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó™$#ur
öNçlm; öNèdö‘Ír$x©ur ’Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBz•tã ö@©.uqtGsù ’n?tã «!$#
4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä† tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$#
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras
lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun
bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
[246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah
lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-
lainnya.
Sebagai kepala negara, untuk setiap keputusan yang beliau
tetapkan, selalu dilakukan musyawarah (syura) dengan para sahabat.
Beliau menerapkan ketentuan-ketentuan dalam al-Qur’an. Beliau tidak
pernah bertindak otoriter. Beliau dengan patuh berpegang pada prinsip
43 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

syura sebagaimana digariskan dalam al-Qur’an. Salah satu contoh


pelaksanaan prinsip musyawarah yang terkenal dalam Sejarah Islam
ialah ketika Madinah diserang oleh orang-orang Quraisy dari Mekkah
(dalam perang Uhud) dekat kota Madinah. Nabi Muhammad s.a.w.
bersama para sahabat berunding untuk mengatur strategi menghadapi
musuh yang sedang mendekati kota Madinah itu. Para sahabat
berpendapat supaya menghadapi musuh di luar kota Madinah. Nabi
sendiri berpendirian supaya pasukan Islam bertahan di kota Madinah.6
Pendirian beliau sebagai kepala negara tidak beliau paksakan untuk
dilaksanakan. Dengan sikap pemimpin yang berhati besar, Nabi
Muhammad SAW, sebagai kepala negara memutuskan untuk
mengahadapi Quraisy yang datang dari kota Mekkah di suatu lokasi di
luar kota Madinah yang terkenal dalam sejarah dengan sebutan Bukit
Uhud.7
Meskipun pertempuran di Bukit Uhud itu berakhir dengan
kekalahan pada pihak pasukan Madinah, tetapi Nabi Muhammad s.a.w.
tidak merasa menyesal. Apapun konsekuensi yang akan dihadapi,
apabila suatu keputusan telah diambil secara musyawarah, maka beliau
sebagai kepala negara merasa terikat dan berkewajiban melaksanakan
keputusan itu. Nabi sangat menghargai keinginan dan pendapat para
sahabatnya dengan segala konsekuensinya, seperti yang terjadi pada
kasus Perang Uhud itu.
44 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Kiranya perlu dicatat, dalam proses musyawarah sebagaimana


diterapkan oleh Rasulullah SAW, setiap peserta berhak sepenuhnya
mengemukakan pandangan dan pendapatnya tentang sesuatu yang
menjadi pokok masalah. Dalam musyawarah dengan para sahabat, Nabi
Muhammad SAW, sangat menghargai perbedaan pendapat yang
timbul di kalangan para sahabat. Nabi Muhammad SAW, sebagai
Kepala Negara mungkin saja memiliki pendapat sendiri tentang sesuatu
hal yang berkaitan dengan kebijakannya. Para sahabat pun berhak pula
memiliki pendapat lain yang berbeda. Di sinilah letak makna penting
implementasi prinsip musyawarah di zaman Rasulullah SAW, itu.
Perbedaan pendapat termasuk kritik terhadap kepala negara Madinah
dari sudut hukum Islam memperoleh tempat yang sangat penting dan
di hormati.
c. Prinsip Keadilan, (QS, An-Nisa (4): 135)
pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!$
#y‰pkà ¬! öqs9ur #’n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& Èûøïy‰Ï9ºuqø9$# tûüÎ/tø
%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3tƒ $†‹ÏYxî ÷rr& #ZŽÉ)sù ª!$$sù 4’n<÷rr& $yJÍkÍ5 (
Ÿxsù (#qãèÎ7Fs? #“uqolù;$# br& (#qä9ω÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr&
(#qàÊ̍÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊÌÎÈ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang
yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. jika ia[361] Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih
tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu
memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang
kamu kerjakan.”
45 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

[361] Maksudnya: orang yang tergugat atau yang terdakwa.


Implementasi prinsip keadilan pada zaman Rasulullah Saw,
dapat dilihat dalam suatu peristiwa ketika seorang anak pembesar
(kepala suku) yang bernama Fatimah binti Abil Asad mencuri. Karena ia
anak pembesar maka orang-orang khawatir kalau ia sampai dihukum.
Karena itu, ada kecenderungan sementara orang ketika itu supaya ia
tidak dihukum. Melalui Usamah bin Zaid di ajukan permohonan
dispensaasi kepada Kepala Negara yaitu Nabi Muhammad s.a.w.
Usamah bin Zaid dikenal sebagai sahabat kesayangan Nabi. Namun,
Nabi menegur Usamah dengan kata-kata beliau:
“Apakah engkau Usamah akan mencari dan mengusahakan
dispensasi atas hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Allah SWT?
Orang-orang sebelum kamu dahulu binasa karena kalau golongan elit-
nya mencuri mereka biarkan saja, tetapi kalau rakyat jelata mencuri
mereka hukum. Demi Allah sekiranya Fatimah anak perempuan
Muhammad pencuri pasti akan kupotong tangannya”.8
Dialog antara Nabi dengan Usamah membuktikan bahwa dalam
menegakkan keadilan Nabi sebagai Kepala Negara tidak pandang bulu.
Siapapun yang bersalah harus dihukum. Mengapa Rasulullah sangat
memperhatikan prinsip keadilan? Dalam Islam, sikap adil adalah sikap
yang paling dekat kepada takwa.9
d. Prinsip Persamaan, (QS, Al-Hujarat (49): 13)
46 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

pkš‰r'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur$


öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu‘$yètGÏ9 4 ¨bÎ)
ö/ä3tBtò2r& y‰YÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Prinsip persamaan sangat berkaitan erat dengan prinsip
keadilan. Bagaimana Rasulullah s.a.w. menerapkan prinsip persamaan
ini dapat diketahui juga dari kasus Fatimah bini Abil Asad itu. Nabi tidak
membedakan kedudukan si pelaku pidana, apakah ia seorang anak
pembesar atau rakyat biasa, mereka mempunyai kedudukan yang sama
di hadapan hukum. Egalitarianisme di dalam Islam bukan hanya sekedar
kaidah di atas kertas saja. Nabi Muhammad s.a.w. telah menerapkan
prinsip ini di dalam kehidupan beliau. Suatu ketika beliau masuk ke
suatu ruangan dan di dalam ruangan itu para sahabat sedang duduk.
Ketika para sahabat melihat Nabi datang mereka berdiri semua.
Kemudian Nabi melarang mereka berdiri. Sekalipun sebagai Kepala
Negara, namun Nabi tetap meletakkan posisinya sama seperti para
sahabat lainnya, dalam makna sebagai hamba Allah. Contoh yang
diajarkan Rasulullah s.a.w. ini merupakan suatu manifestasi prinsip
persamaan dalam Islam. Muhammad s.a.w. sebagai Rasulullah dan
sebagai Kepala Negara Madinah tidak pernah merasa dirinya lebih dari
yang lain. Sesuai dengan doktrin al-Qur’an ukuran kelebihan seseorang
47 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

bukan terletak pada tinggi-rendah kedudukannya, tetapi terletak pada


tingkat takwanya. Dalah hubungan ini Nabi Muhammad s.a.w. berkata:
“Tidak ada kelebihan bagi orang Arab terhadap yang bukan Arab dan
juga tidak ada kelebihan bagi orang kulit putih terhadap orang kulit
hitam, kecuali dengan takwa”. Hadits Rasulullah ini berkaitan erat
dengan al-Qur’an, Surah al-Hujurat/49:13:

“…. Bahwa sesungguhnya orang yang termulia di antara kamu


dalam pandangan Allah ialah orang yang paling takwa…”
Sebagai implementasi dari prinsip persamaan dalam doktrin
Islam, Nabi Muhammad s.a.w. memperlakukan Bilal seorang berkulit
hitam sama seperti para pengikutnya yang lain, bahkan Bilal beliau
angkat sebagai muazin (orang yang menyerukan azan).
Lebih lanjut bagaimana gambaran penerapan prinsip keadilan
dan persamaan pada masa Rasulullah s.a.w. itu dapat pula dilihat dalam
Konstitusi Madinah.10 Tentang keadilan, dengan tegas Konstitusi
Madinah merumuskan: “Seseorang tidaklah bertanggung jawab atas
kesalahan yang dilakukan sekutunya”.11 Ini berarti kesalahan seseorang
tidak menjadi tanggung jawab orang lain atau sukunya. Hukum adat pra
Islam di semenanjung Arab menganut prinsip tanggung jawab
kesalahan anggota klan oleh seluruh klan. Prinsip ini jelas tidak adil.
Karena itu, Nabi Muhammad s.a.w. sebagai Kepala Negara Madinah
mengoreksi prinsip itu dan menggantinya dengan prinsip keadilan.
48 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Setiap kesalahan yang dilakukan seseorang menjadi tanggung jawab


pribadinya dan bukan suku atau klannya. Ditinjau dari segi logika yang
sehat, prinsip keadilan sebagaimana dirumuskan Nabi dalam Konstitusi
Madinah itu sangat logis dan karena itu diterima oleh semua warga
Madinah. Dalam bagian lain Konstitusi Madinah, dijumpai suatu
rumusan berikut “orang-orang Yahudi dari suku Aus, dirinya dan
klannya diberi hak yang sama dengan peserta dokumen ini (Konstitusi
Madinah, penulis) dan mereka dihormati bila berurusan dengan peserta
dokumen ini”.12 Nabi tidak membedakan apakah peserta Konstitusi
Madinah orang-orang mukmin atau bukan (misalnya Yahudi), mereka
tetap memiliki kedudukan yang sama. Muhammad s.a.w. telah
menerapkan prinsip keadilan dan persamaan sesuai dengan kaidah-
kaidah yang digariskan dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Beliau
senantiasa menghindari sikap diskriminatif dalam melaksanakan
fungsinya sebagai Kepala Negara.
e. Prinsip Pengakuan dan Perlindungan terhadap hak-hak Asasi
Manusia; (QS, Al-Isro (17):70)
ô‰s)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur ’Îû ÎhŽy9ø9$#
̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%y—u‘ur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 4’n?
tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], Kami beri
mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah
Kami ciptakan.”
49 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

[862] Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam


pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk
memperoleh penghidupan.

Prinsip kebebasan dalam Islam merupakan salah satu prinsip


yang sentral. Muhammad SAW, telah menerapkan prinsip ini misalnya
dalam kebebasan beragama dan mengemukakan pendapat. Prinsip
kebebasan beragama yang dijamin dalam al-Qur’an, Surah al-
Baqarah/2:256:
.... ( #$!$Iw on#tø.Î) ’Îû ÈûïÏe
“Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam…”

Dengan tegas dirumuskan dalam Konstitusi Madinah sebagai


berikut: “Bagi orang Yahudi agama mereka dan bagi kaum Muslimin
agama mereka pula”.13 Rumusan ini sekaligus merupakan suatu
pengakuan eksistensi agama lain di kawasan Negara Islam seperti
Negara Madinah pada masa Rasulullah s.a.w. itu. Orang-orang Yahudi
bebas menganut agama mereka dan karena itu kaum Muslimin di
Madinah tidak boleh menghalangi mereka untuk beribadat. Dalam
hubungan dengan kewajiban Pemerintah Madinah untuk melindungi
orang-orang non-Muslim – mereka dinamakan dzimmi – Nabi
Muhammad sendiri berkata:14 “Siapa yang memusuhi orang dzimmi –
yaitu orang yang tidak beragama Islam dan bernaung di bawah
Pemerintahan Islam – berarti akulah lawannya. Dan siapa yang aku
menjadi lawannya, kelak di hari kiamat, akulah lawannya”.
50 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Demikian besar perhatian Rasulullah selaku Kepala Negara


Madinah terhadap orang-orang non-muslim, beliau perlu
memperingatkan pengikutnya supaya tidak memusuhi golongan
dzimmi itu, karena keselamatan dan keamanan mereka menjadi
tanggung jawab kepala negara.
Kedudukan orang-orang Yahudi sebagai golongan minoritas di
Negara Madinah tidak hanya diakui tetapi juga memiliki kedudukan
hukum yang sama seperti warga negara lainnya yang beragama Islam.
Nabi Muhammad sebagai Kepala Negara Madinah tidak pernah
melakukan diskriminasi terhadap kelompok minoritas baik orang-orang
Yahudi maupun Kristen di Madinah. Mereka memiliki kebebasan
penuh, apakah akan tetap tinggal di Madinah ataukah akan pindah ke
tempat lain15. Dalam Konstitusi Madinah ditegaskan bahwa kelompok
minoritas Yahidu adalah bagian dari Negara Madinah dan karena itu
mereka adalah penduduk sipil yang wajib dilindungi oleh negara. Dalam
bidang hukum kepada mereka diberlakukan hukum Taurat, karena ini
merupakan hak mereka.
Dalam hubungan dengan Konstitusi Madinah, Said Ramadan
mencatat tiga hal yang penting, yaitu16:
1) Telah tercipta suatu konstelasi sosial-politik di Negara Madinah yang
terdiri dari orang-orang Islam dan non-muslim, antara lain Yahudi.
2) Kedudukan orang-orang Yahudi diatur dengan jelas dalam
Konstitusi Madinah.
51 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

3) Adanya jaminan persamaan baik perlindungan maupun keamanan


bagi orang-orang Islam maupun bagi orang-orang yang bukan Islam
seperti Yahudi.
Sementara itu, Mumammad Hamidullah melukiskan kedudukan
minoritas Yahudi pada masa Pemerintahan Rasulullah itu, kecuali
mereka adalah bagian dari Negara Madinah, mereka juga memeiliki
otonomi penuh dalah wilayah mereka. Juga dalam bidang pertahanan
seluruh warga Madinah termasuk kelompok minoritas dibebani
kewajiban untuk berperan serta (kecuali bagi pembayar jizyah)
setidaknya dalam urun rembuk (musyawarah) maupun dalam
pelaksanaan gagasan di bidang tersebut.17
Golongan minoritas Kristen memiliki kedudukan yang sama
seperti golongan minoritas Yahudi. Hal ini ditegaskan antara lain dalam
suatu perjanjian dengan orang-orang Kristen Najran. Pemerintah
Madinah berkewajiban melindungi mereka. Mereka tetap dibolehkan
memeluk agama Kristen dan untuk ini mereka memiliki kebebasan
penuh. Pemerintah Madinah berkewajiban pula melindungi jiwa, harta,
gereja-gereja dan segala sesuatu yang mereka miliki, baik benda-benda
bergerak maupun benda-benda tidak bergerak. Jabatan Uskup tidak
boleh diisi oleh orang Islam. Mereka yang non-muslim dapat
dibebaskan dari dinas militer, tetapi kepada mereka diwajibkan –
seperti juga kepada orang-orang Yahudi yang dibebaskan dari dinas
militer – membayar pajak tertentu yang dinamakan jizyah.18 Sebagai
52 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

imbalan dari kewajiban pajak tersebut (jizyah) golongan minoritas non-


muslim berhak memperoleh perlindungan penuh dari Negara Madinah
terhadap keamanan dan keselamatan fisik mereka dan keluarganya
serta harta benda yang mereka miliki19. Jizyah dinamakan juga pajak
perlindungan (protection tax) di kalangan yuris muslim.20
Dalam kenyataannya pada zaman Rasulullah jizyah tidak
diwajibkan terhadap kaum wanita, anak-anak, orang-orang yang tidak
mampu dan para pendeta.21 Bahkan orang-orang yang tidak mampu
sekalipun beragama bukan Islam menjadi tanggungan negara untuk
memberikan santunan atau tunjangan sosial kepada mereka.22 Apabila
seorang dzimmi yang diwajibkan membayar jizyah, kemudian ia
meninggal dunia sebelum ia melunasi pajak tersebut, maka ahli
warisnya tidak dibebani kewajiban untuk melunasinya.
Ada dua sifat khusus dari jizyah, pertama: jizyah bersifat timbal-
balik, dalam makna di satu pihak ia merupakan suatu kewajiban bagi
mereka yang mampu membayarnya dalam kedudukannya sebagai
bukan muslim, di lain pihak ia merupakan sesuatu yang melahirkan hak
bagi wajib jizyah, dalam makna Negara Madinah berkewajiban
melindungi keamanan dan keselamatan jiwa, harta benda dan
ketentraman mereka selama mereka tinggal di Negara Madinah.
Kecuali itu, mereka dibebaskan dari dinas militer. Kedua: besarnya
jumlah jizyah tidak ditentukan secara pasti baik dalam al-Qur’an
maupun dalam Sunnah. Tidak ada suatu ukuran khusus berapa persen
53 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

harus dibayarkan sebagaimana dalam zakat. Satu-satunya ukuran ialah


didasarkan pada kemampuan atau kesanggupan dari pembayar jizyah.
Pemerintah Madinah tidak menentukan suatu jumlah tertentu untuk
kewajiban ini. Namun, dalam catatan Said Ramadan diperkirakan jizyah
pada masa Rasulullah adalah sekitar dua “shilings”.23 Suatu jumlah yang
relatif tidak besar bagi mereka yang mampu. Kewajiban jizyah dapat
pula diartikan sebagai suatu pertanda adanya kesadaran golongan
minoritas non-muslim sebagai warga Negara Madinah ketika itu.
Mereka tidak hanya menikmati perlindungan dari Pemerintah Madinah
dan hak-hak lainnya sebagai warga Madinah, seperti hak pilih, tetapi
juga mereka berperan serta sebagai warga Negara Madinah.
f. Prinsip Kesejahteraan; (QS, Saba’ (34): 15)
ô‰s)s9 tb%x. :*t7|¡Ï9 ’Îû öNÎgÏYs3ó¡tB ×ptƒ#uä ( Èb$tG¨Yy_ `tã &ûüÏJtƒ
5A$yJÏ©ur ( (#qè=ä. `ÏB É-ø—Íh‘ öNä3În/u‘ (#rãä3ô©$#ur ¼çms9 4
×ot$ù#t/ ×pt6Íh‹sÛ ;>u‘ur ֑qàÿxî ÇÊÎÈ
“Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan
Tuhan) di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di
sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):
"Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan
bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang
baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun.”
Dilihat dari sudut pelaksanaan keadilan sosial, maka kewajiban
jizyah dapat dikatakan sebagai sesuatu hal yang wajar dan adil. Kalau
kepada warga negara muslim diwajibkan membayar zakat, maka
kepada warga negara non-muslim bagi mereka yang mampu diwajibkan
membayar jizyah. Dari segi ini setiap orang secara obyektif dapat
54 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

menilai betapa tingginya makna prinsip keadilan sosial yang telah


diterapkan oleh Nabi Muhamad s.a.w. sebagai Kepala Negara Madinah
ketika itu. Pada masa Rasulullah prinsip keadilan sosial telah diterapkan
secara konsekuan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam hukum
Islam. Penerapan prinsip itu tidak terbatas bagi warga negara yang
beragama Islam saja, tetapi bagi seluruh warga negara tanpa
membedakan agama yang dianutnya.

Sumber-sumber pendapatan negara pada masa Nabi


Muhammad s.a.w. antara lain terdiri dari zakat, infaq, sadaqah,
ghanimah dan jizyah. Zakat, infaq dan sadaqah merupakan sumber-
sumber pendapatan negara yang berasal dari kaum Muslimin.
Ghanimah adalah harta rampasan perang yang ditentukan dalam al-
Qur’an 4/5 bagian untuk tentara Madinah yang turut dalam suatu
pertempuran atau perang dan 1/5 bagian lainnya untuk Rasulullah.24
Jumlah 1/5 itu tidak bersifat mutlak untuk beliau pribadi, namun
digunakan juga untuk kepentingan umatnya.
Nabi Muhammad s.a.w. sebagai Rasulullah tidak hanya
menerapkan prinsip kesejahteraan sosial dalam makna pemenuhan
akan kebutuhan materiil atau kebendaan saja, akan tetapi dalam
kedudukannya sebagai Rasulullah dan Kepala Negara Madinah, Nabi
Muhammad s.a.w. telah menerapkan suatu prinsip kesejahteraan
untuk dua macam kepentingan yaitu baik kepentingan kesejahteraan
55 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

materiil bagi semua warga negara Madinah maupun kesejahteraan


yang bersifat spiritual bagi mereka. Nabi Muhammad s.a.w. telah
melaksanakan dan menerapkan suatu prinsip keseimbangan antara
kebahagiaan dan kesejahteraan duniawiyah dan ukhrawiyah. Prinsip ini
diajarkan dalam al-Qur’an sebagaimana tercantum dalam doa:
Rabbanaa aatina fi al-dunyaa hasanah wa fii al-aakhirati
hasanah wa qinaa ‘adzaab al-naar. (=Wahai Tuhan kami berikanlah
kepada kami di dunia kesejahteraan dan kebahagiaan, serta di akhirat
kesejahteraan dan kebahagiaan dan lindungilah kami dari siksaan api
neraka) (Q.S. al-Baqarah/2:201)
Prinsip ini dapat dikatakan merupakan salah satu ciri khusus
nomokrasi Islam yang membedakannya dengan cita-cita kenegaraan
dalam pemikiran Barat yang cenderung mengutamakan kesejahteraan
materiil dan mengabaikan kesejahteraan spiritual atau setidaknya
kurang memperhatikan segi kesejahteraan spiritual bagi rakyatnya.
Segi lain yang perlu diperhatikan ialah meskipun pada masa
Rasulullah orang belum mengenal teori pemisahan ataupun pembagian
kekuasaan, namun Rasulullah telah mewujudkan dalam
pemerintahannya pembagian tugas kenegaraan dengan cara
mengangkat orang-orang yang memenuhi syarat, misalnya sebagai
wazir (menteri), katib (sekretaris), wali (gubernur), ‘amil (pengelola
zakat) dan qadi (hakim). Pada masa Rasulullah, Negara Madinah terdiri
dari sejumlah propinsi yaitu: Madinah, Tayma, al-janad, daerah Banu
56 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Kindah, Mekkah Najran, Yaman, Hadramaut, Uman dan Bahrain. Pada


setiap propinsi, Rasulullah menugaskan seorang wali, seorang qadi dan
seorang ‘amil. Mereka memiliki kewenangan yang mandiri sesuai
dengan tugas mereka masing-masing. Seorang qadi, misalnya, adalah
seorang pejabat yang secara struktural tidak berada di bawah wali.
Seorang qadi memiliki kebebasan penuh dalam memutuskan setiap
perkara. Untuk dapat diangkat sebagai qadi, seorang harus memenuhi
kualifikasi tertentu, yaitu: ia dikenal sebagai orang yang berilmu luas,
menguasai masalah-masalah hukum, shalih, adil, jujur, takwa, cerdas
dan mempunyai kemampuan konsiderasi. Ali bin Abi Thalib dan Muadz
bin Jabal adalah dua orang yang diangkat Nabi sebagai qadi, yang
bertugas di propinsi yang berbeda.25 Mereka memenuhi kualifikasi
tersebut.
g. Prinsip Peradilan Bebas
Dari data yang diungkapkan di atas, dapat disimpulkan, bahwa
jauh sebelum orang mengenal peradilan bebas, Nabi Muhammad
s.a.w. pada abad ke-7 telah melaksanakan prinsip itu dalam rangka
menegakkan keadilan dan kebenaran, sebagaimana diperintahkan Allah
SWT.
h. Prinsip Perdamaian; (QS, Al-Anfal (8):61-62)
ãNåk÷]ÏBur šúïÏ%©!$# tbrèŒ÷sム¢ÓÉ<¨Z9$# šcqä9qà)tƒur uqèd ×bèŒé& 4
ö@è% ãbèŒé& 9Žöyz öNà6©9 ß`ÏB÷sム«!$$Î/ ß`ÏB÷sãƒur šúüÏYÏB÷sßJù=Ï9
×puH÷qu‘ur z`ƒÏ%©#Ïj9 (#qãZtB#uä öNä3ZÏB 4 tûïÏ%©!$#ur tbrèŒ÷sãƒ
tAqߙu‘ «!$# öNçlm; ë>#x‹tã ×LìÏ9r& ÇÏÊÈ šcqàÿÎ=øts† «!$$Î/ öNä3s9
öNà2qàÊ÷ŽãÏ9 ª!$#ur ÿ¼ã&è!qߙu‘ur ŽYymr& br& çnqàÊöãƒ bÎ) (#qçR$Ÿ2
šúüÏZÏB÷sãB ÇÏËÈ
57 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

“61. Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang


menyakiti Nabi dan mengatakan: "Nabi mempercayai semua apa
yang didengarnya." Katakanlah: "Ia mempercayai semua yang baik
bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang
mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di
antara kamu." dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi
mereka azab yang pedih.
62. Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah
untuk mencari keridhaanmu, Padahal Allah dan Rasul-Nya Itulah
yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah
orang-orang yang mukmin.”
Tentang hubungan dengan negara-negara lain, Nabi
Muhammad s.a.w. telah menerapkan prinsip perdamaian. Beliau
mengajak kepala-kepala negara lain untuk menjadi muslim, tetapi
beliau tidak memaksa mereka. Sejumlah surat-surat Nabi telah
dikirimkan melalui utusan-utusan beliau kepada sejumlah kepala negara
atau penguasa setempat. Surat-surat Nabi itu diperkirakan lebih dari 30
buah, antara lain dikirimkan kepada al-Muqauqis, penguasa di Mesir
yang ketika itu penduduknya adalah orang-orang Qibti, juga kepada
Kisra Persia: Abrawiz Hurmuz Anu Sirwan, Kaisar Heraclius, penguasa
tinggi Romawi di Palestina, al-Mundzir bin Sawa al-‘Abdi, penguasa di
Bahrain, Jaifar dan Abdu bin al-Jundi, penguasa di Oman. Inti pokok
surat-surat Nabi itu mengajak mereka beserta rakyatnya supaya
menganut Islam. Salah satu kalimat yang ditulis Nabi dalam suratnya itu,
misalnya surat beliau kepada al-Muqauqis.26
58 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

“Bahwa saya mengajak anda menganut Islam. Ikutilah Islam,


niscaya anda selamat dan Allah akan melimpahkan pahala kepada
anda dua kali. Tetapi jika anda berpaling, maka anda akan
menanggung dosa-dosa orang Qibti.”

Menurut catatan sejarah, di antara nama-nama penguasa atau


pembesar yang tercantum di atas, maka al-Muqauqis, Kisra Persia dan
Kaisar Heraclius menolak seruan Nabi, dengan cara mereka masing-
masing, dan yang paling kasar adalah Kisra Persia yang merobek-robek
surat Nabi. Namun atas tindakan itu, Nabi tidak melakukan sesuatu
reaksi, apalagi tindakan militer, karena Nabi memahami benar prinsip
perdamaian dengan negara-negara di sekitar Negara Madinah ketika itu
harus diterapkan. Penguasa-penguasa yang menanggapi secara positif
seruan Nabi dalam arti meneruma ajakan Nabi untuk memeluk Islam,
antara lain penguasa Bahrain dan Oman.

i. Prinsip-Prinsip Ketaatan Rakyat; (QS, An-Nisa (4): 59)


pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãè‹ÏÛr& ©!$# (#qãè‹ÏÛr&ur$
tAqߙ§9$# ’Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt“»uZs? ’Îû &äóÓx«
çnr–Šãsù ’n<Î) «!$# ÉAqߙ§9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/
ÏQöqu‹ø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu
berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
59 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Tentang pelaksanaan prinsip ketaatan rakyat, Nabi sebagai


kepala negara tidak pernah memaksakan atau melakukan penekanan
terhadap rakyat agar rakyat mentaatinya. Beliau melaksanakan prinsip
itu dengan sangat bijaksana. Beliau selalu memberikan contoh-contoh
yang baik dalam setiap aspek kehidupan, Beliau tidak pernah bersikap
otoriter atau sebagai diktator agar rakyat mengikutinya.

Seluruh umat Islam dengan tulus dan ikhlas menyatakan


loyalitas mereka kepada Nabi. Mereka selalu mentaati Rasulullah, baik
sebagai Utusan Allah maupun sebagai Kepala Negara Madinah. Umat
Islam di Negara Madinah memberikan dukungan dan kepercayaan
mereka sepenuhnya kepada Rasulullah. Mereka memahami benar,
bahwa loyalitas dan ketaatan yang mereka berikan kepada Rasulullah
adalah sinkron dengan ajaran Islam, dan perilaku Rasulullah yang selalu
dilatarbelakangi oleh kepentingan Islam dan umatnya. Komitmen
Rasulullah yang sangat besar kepada Islam dan Umatnya merupakan
salah satu faktor yang mendorong umat Islam untuk selalu taat dan
loyal kepada Rasulullah. Lebih daripada itu adalah doktrin yang
diajarkan dalam al-Qur’an: “Barangsiapa taat kepada Rasul, sungguh ia
pun taat kepada Allah” (Surah an-Nisaa’/4:80), merupakan pula
motivasi ketaatan umat Islam kepada Rasulullah baik sebagai Kepala
Negara Madinah maupun sebagai utusan Allah.

B. SIMPULAN
60 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Nabi Muhammad sebagai Kepala Negara Madinah telah


menerapkan dengan sukses prinsip-prinsip negara sebagai mana
diajarkan dalam al-Qur’an. Langkah-langkah dakwah Rasulullah SAW
baik pada periode Mekkah maupun peride Madinah dapat
digambarkan sebagai berikut:

1. Nabi Muhammad sebagai tokoh panutan (uswatun hasanah) secara


pribadi senantiasa memberikan contoh atau teladan kepada para
pengikutnya tentang setiap hal yang ia ajarkan. Beliau tidak hanya
sekedar berbicara atau menyampaikan sesuatu gagasan secara
lisan, akan tetapi juga semua ajaran Islam beliau terapkan dalam
kenyataan. Prinsip-prinsip Islam beliau realisasikan dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Pada masa pemerintahan beliau, prinsip-prinsip Islam, bukanlah
merupakan sekedar idealisme, akan tetapi prinsip-prinsip Islam itu
dikristalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Prinsip-prinsip itu telah menjadi basis dalam mekanisme
Pemerintahan Madinah di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW.
Pemerintahan Madinah diselenggarakan sesuai dengan dan
mengikuti prinsip-prinsip Islam yang telah digariskan dalam al-
Qur’an.
2. Karakter Nabi sebagai Kepala Negara Madinah ketika itu selalu
mencerminkan sikap dan watak sebagai pemimpin yang demokrat
61 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

dan berwibawa sesuai dengan moral atau akhlak Islam dan selalu
mengutamakan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi
atau kepentingan keluarga. Faktor ini sangat mendukung proses
implementasi yang optimal terhadap semua prinsip Islam dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Gaya kepemimpinan
Nabi sangat berbeda dengan gaya kepemimpinan kepala-kepala
negara yang semasa dengan beliau, misalnya Kaisar Romawi dan
Persia, yang berwatak feodal, keras dan cenderung diktatur. Nabi.
Salah satu prinsip sentral yang telah membentuk karakter dan gaya
kepemimpinan khas Islam ialah prinsip Musyawarah sebagaimana
diperintahkan oleh al-Qur’an kepada mereka. Dengan menerapkan
prinsip ini, Nabi telah berhasil menjadikan Negara Madinah sebagai
suatu negara demokrasi dalam makna yang dikatakan sebagai dua
sokoguru dalam Negara Madinah yang sangat mempengaruhi
pembentukan sikap, watak dan gaya kepemimpinan Nabi sesuai
dengan akhlak Islam. Sikap feodal dan gaya kepemimpinan otoriter
sama sekali tidak terdapat dalam pribadi Nabi.
3. Kesadaran rakyat sangat tinggi terhadap kewajiban-kewajiban dan
hak-hak mereka. Siapapun di antara penduduk berhak menuntut
hak-hak mereka apabila dilanggar oleh Pemerintah, tanpa
membedakan apakah mereka dari kalangan Islam atau bukan.
Kesadaran hukum yang dimiliki oleh rakyat Madinah ketika itu
sangat tinggi. Salah satu faktor yang mendukung dan membentuk
62 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

kesadaran hukum rakyat ialah komitmen Nabi terhadap


kepentingan rakyat sangat tinggi. Kecuali itu, sebagai Kepala Negara
Madinah beliau selalu membina hubungan yang sangat baik dengan
rakyat Madinah. Dalam praktek, setiap orang berhak menghadap
langsung dan bertemu dengan Kepala Negara Madinah tanpa
sesuatu prosedur yang rumit. Pemerintah Madinah melayani secara
optimal kepentingan para warganya dan memperlakukan mereka
dalam kedudukan yang sama. Sikap diskriminatif tidak pernah ada
dalam watak dan pribadi serta perilaku Kepala Negara Madinah
terhadap para warganya, karena dua alasan:
a. Pemerintah Madinah menyadari benar kewenangan dan sejauh
mana batas-batas kewenangan mereka. Prinsip-prinsip Islam
telah menjadi patokan-patokan atau menentukan batas-batas
kewenangan Nabi sebagai Kepala Negara Madinah. Nabi
memiliki tanggung jawab yang berat bukan hanya kepada rakyat
yang mereka perintah, tetapi lebih dari itu, tanggung jawab
amanat kekuasaan yang diterima dan diterapkan kelak di
hadapan Allah. Ini merupakan alasan utama yang menyebabkan
Nabi senantiasa sangat berhati-hati memperlakukan rakyat dan
warganya.
b. Dari segi lain yaitu watak rakyat Madinah ketika itu sangat kritis
terhadap kebijakan Pemerintah Madinah. Sikap kritis ini adalah
suatu sikap yang diajarkan dalam al-Qur’an tentang bagaimana
63 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

seharusnya rakyat bersikap terhadap pemerintahnya dalam


kaitan dengan hubungan rakyat dan Pemerintah yang
mengandung dua ciri yaitu ketaatan rakyat terhadap
Pemerintah dan kewajiban Pemerintah memperhatikan dan
melindungi kepentingan rakyat, karena prinsip ketaatan
sebagaimana digariskan dalam al-Qur’an (Surah an-Nisaa’/4:59)
bukan merupakan suatu prinsip yang timbal-balik, artinya,
kewajiban rakyat mentaati Pemerintah berlaku selama
Pemerintah Madinah melaksanakan tugas dan
menyelenggarakan Pemerintahnya sesuai dengan kewajiban
yang dibebankan kepadanya, yaitu melaksanakan prinsip-
prinsip Islam sebagaimana dituntut oleh al-Qur’an dan As-
Sunnah.
4. Rasulullah SAW, telah memberantas penyembahan berhala dan
kedudukannya diganti dengan iman kepada Allah dan hari akhir;
5. Rasulullah SAW, memberantas kekerdilan dan keku-rangan orang-
orang jahiliyah dan kedudukannya diganti dengan keutamaan,
kemuliaan, dan etika baik;
6. Rasulullah SAW, telah mengakkan agama Islam yang mengantarkan
manusia pada tujuan baik dan sempurna;
7. Rasulullah SAW, mencetuskan revolusi besar yang mampu
mengubah undang-undang rasio, hati, dan tatanan hidup yang
dijadikan pegangan dan standar orang-orang jahiliyah;
64 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

8. Rasulullah SAW, mampu menyatukan orang-orang arab dan


mendirikan negara yang kuat di bawah naungan panji Al-Qur’an.
9. Perjuangan Nabi Muhammad Saw, sebagai landasan bagi
pelaksanaan dakwah masa kini dan mendatang, dakwah beliau
terbagi pada dua periode, yaitu: (1) periode Mekkah; dan (2)
periode Madinah. Dakwah Nabi pada periode Mekkah
menunjukkan posisi beliau sebagai ”pemimpin agama”, sedang
dakwah Nabi pada periode Madinah, menunjukkan posisi beliau
sebagai “pemimpin agama dan pemimpin Negara”.
10. Bentuk Dakwah yang dilakukannya: (1) Tabligh (transmisi dan
penyebarluasan ajaran Islam); (2) Irsyad
(internalisasi=penanaman nilai-nilai ke-Islaman, dan bimbingan
terhadap para penganutnya); (3) Tadbir (rekayasa sumberdaya
manusia); dan (4) Tathwir (pengembangan kehidupan muslim)
dalam aspek-aspek kultur universal.
11. Konteks dan tahapan dakwah baik pada periode makkah
maupun periode Madinah ditempuh melalui: pertama,
internalisasi pesan dakwah dalam kehidupan pribadi (wiqoyah
nafsiyah=komunikasi intra personal termasuk di dalamnya
komunikasi transendental); kedua, dilanjutkan dengan
penyampaian pesan dakwah kepada individu lain secara
perorangan (dakwah fardliah=komunikasi antar personal);
ketiga, berkembang kepada kelompok kecil dan kelompok besar
65 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

(dakwah fi-ah qolilah dan fi`ah katsirah = komunikasi kelompok


kecil atau besar); keempat, membentuk kelompok yang
terorganisir (kelembagaan) (dakwah hizbiyah=komunikasi
organisasi); kelima, menyampaikan ajaran Tauhid kepada
masyarakat jahiliyah secara massal dan terbuka (komunikasi
massa); keenam, membuka perluasan dakwah menjangkau ke
berbagai suku dan bangsa (dakwah qobailiyah dan dakwah
syu’ubiyah =komunikasi lintas budaya).
12. Posisi Nabi sebagai agamawan dan negarawan setelah hijrah
(di Madinah) sebagai pemimpin di tengah-tengah masyarakat
besar yang sedang berkembang pada saat itu. Mereka
(masyarakat) memandang beliau sebagai satu-satunya kepala
atau pemimpin negara (Madinah). Nabi Muhammad
melaksanakan kekuasaan terhadap rakyatnya sama seperti yang
dijalankan oleh kepala-kepala kabilah, perbedaannya adalah,
bahwa dalam masyarakat Islam ikatan agama lebih kuat, dan
menggantikan ikatan famili serta ikatan darah. Sehingga Islam
dipandang sebagai suatu sistem pemerintahan politik dan
sekaligus agama.
13. Bersamaan dengan cita-cita dakwahnya, Nabi SAW membangun
suatu system politik yang sama sekali bercorak baru, padahal
pada mulanya beliau hanya ingin mengajak saudara-saudara
sebangsanya untuk beriman kepada Allah Tuhan Yang Maha
66 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

Esa. Sistem pemerintahan lama yang berlaku di kota


kelahirannya yang disebut pemerintahan Aristokrasi Kabilah
berubah menjadi system pemerintahan Theokrasi absolute, di
mana beliau sendiri menjadi pemimpinnya. Sebelum beliau
wafat hampir seluruh Arabia telah berada di bawah
kepemimpinannya membentuk suatu ikatan politik dan setia
pada perintah seorang pemimpin yang absolute. Dari kabilah-
kabilah yang banyak, besar dan kecil menjelma menjadi suatu
bangsa di bawah naungan pimpinan Nabi Muhammad SAW.
Sistem clan untuk pertama kalinya, walaupun tak dapat
seluruhnya dihapuskan masih tetap disubordinasikan ke dalam
kesadaran kesatuan agama untuk menciptakan suasana
perdamaian yang harmonis.
14. Rasulullah SAW sebagai pemimpin komunitas madinah
menggunakan kekuasaannya semata-mata untuk kepentingan
dakwah Islam, bukan kepentingan individu, kelompok, dan
politk tertentu.

C.
67 Sejarah Peradaban Islam (Muqaddimah)

D.

E. PERTEMPURAN paling heroik dan dahsyat yang dialami


umat Islam di era awal perkembangan Islam adalah saat
mereka yang hanya berkekuatan 3000 orang melawan
pasukan terkuat di muka bumi saat itu, Pasukan Romawi
dengan kaisarnya Heraclius yang membawa pasukan
sebanyak 200.000. Pasukan super besar tersebut merupakan
pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara
Arab sekitar dataran Syam, jajahan Romawi. Perang terjadi
di daerah Mu’tah –sehingga sejarawan menyebutnya perang
Mu’tah- (sekitar yordania sekarang), pada tanggal 5 Jumadil
Awal tahun 8 H atau tahun 629 M
1
Islamnya para sahabat dimulai dengan Islamnya Khadijah ra. Khadijah ra. adalah orang yang pertama yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia selalu membantu di samping suaminya, meringankan kesedihannya, dan menganggap
ringan terhadap orang-orang yang akan menghalangi suaminya.

2
Ketika itu ia berusia sepuluh tahun dan dalam asuhan Rasulullah saw. sejak sblm Islam. Beliau mengambilnya dari Abu
Thalib pada masa-masa sulit dan mengajak hidup bersamanya.
3
Catatan:

Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta: Pustaka Jaya dan Tintamas, 1982), h. 218. Philip K. Hitti,
The Story of The Arabs (London: MacMillan, 1973), h. 116. Abdul Malik A. al-Sayed, Social Ethics of Islam (New York:
Vantage Press, 1973), h. 10. Bernard Lewis, Kebangitan Islam di Mata Seorang Sarjana Barat (Bandung: Mizan, 1983), h.
11. Mohammad Abd Aallah Draz, “Asal-usul Islam” dalam Kenneth W. Morgan, Islam Jalan Lurus (Jakarta: Pustaka Jaya,
1980), h. 15-16, Wilfred Cantwell Smith, Islam in Modern History (New York: New American Library, 1957), h. 23.
Muhammad Hamidullah mencatat bahwa Nabi Muhammad s.a.w. telah mendirikan negara kota di Madinah dan ketika itu
lahir konstitusi pertama di dunia. Beberapa prinsip-prinsip penting telah diletakkan dalam konstitusi itu yaitu (1) persamaan;
(2) keadilah; (3) kebebasan beragama; (4) jaminan sosial; dan (5) tanggung jawab bersama dalam keamanan. Lihat,
Muhammad Hamidullah, Pengantar Studi Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 25-26. Lihat pula, Munawir Sjadzali,
Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UI Press, 1990), h. 9-16. Perlu diperhatikan pula, W.
Montgomery Watt, Pergolakan Pemikiran Politik Islam (Jakarta: Bina Cipta, 1987), h. 4-6. Nugroho Notosusanto
melukiskan: “Sejak tiba di Quba…, Rasulullah melakukan pembangungan di bidang agama dengan jalan meletakkan
landasan bagi pembangunan mesjid yang pertama kali di dunia”. Lihat, Nugroho Notosusanto, Nabi Muhammad s.a.w.
sebagai Pembangun Umat (Jakarta: Universitas Indonesia, 1980), h. 6. Fathi Osman menamakan negara yang didirikan oleh
Nabi sebagai “Negara Hijrah”. Lihat, Fathi Osman, Negara dalam Sunnah Rasulullah (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), h. 3-
16.
4
Q.S. Ali Imran/3:112.
5
Abdul Malik A. al-Sayed, op.cit., h. 9-10.
6
Muhammad Husain Haekal, op.cit., h. 316-317. Haekal menyimpulkan bahwa prinsip musyawarah oleh Nabi Muhammad
s.a.w. telah dijadikan sebagai “undang-undang dalam kehidupannya”.
7
. Uhud adalah sebuah bukit terletak di sebelah utara Madinah.
8
Sebagaimana dikutip Moh. Tolchah Mansoer, Hukum, Negara, Masyarakat, Hak-hak Asasi manusia dan Islam (Bandung:
Alumni, 1979), h. 120.
9
Q.S. al-Maaidah/5:9.
10
Muhammad Hamidullah menamakan Konstitusi Madinah sebagai “Konstitusi negara pertama di dunia”. Sebagian penulis
menyebutnya Piagam Madinah. Teksnya (terjemahannya) secara lengkap dapat dibaca dalam Zainal Abidin Ahmad,
Piagam Nabi Muhammad s.a.w.: Konstitusi Negara Tertulis yang pertama (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 11-30. Lihat
pula, Haekal, op.cit., 221-225. Munawir Sjadzali, op.cit., h. 10-15. W. Montgomery Watt, Muhammad at Medina (Oxford:
The Clarendon Press, 1956), h. 220-260. Lihat pula, Watt, Muhammad: Prophet and Statesman (London: Oxford University
Press, 1964), h. 93-95.
11
Zainal Abidin Ahmad, op.cit., h. 28.
12
Ibid., h. 26
13
Pasal 25 Konstitusi Madinah; Ibid. Lihat pula, Sjadzali, op.cit., h. 30.
14
Sebagaimana dikutip Moh. Tolchah Mansoer, op.cit., h. 128.
15
Diatur dalam pasal 47 Konstitusi Madinah. Lihat, Zainal Abidin Ahmad, op. cit., h. 30.
16
Said Ramadan, Islamic Law; its Scope and Equity, 2nd Edition, 1970, h. 125.
17
Muhammad Hamidullah, op. cit., h. 220-221.
18
Said Ramadan, op. cit., h. 135.
19
Ibid., h. 132-135.
20
Ibid., h. 134.
21
Ibid., h. 136.
22
Ibid., h. 136-137.
23
Ibid., h. 136.
24
Q.S. al-Anfaal/8:41.
25
Muhammad A. al-Buraey, Islam Landasan Alternatif Administrasi Pembangunanan (Jakarta: Rajawali, 1986), h. 254-255.
Salah satu doktrin Islam yang harus diperhatikan hakim ialah “seorang hakim dilarang memutus perkara sementara ia dalam
keadaan marah” (hadis Rasul). Ibid., h. 87.
26
Badruzzaman Busyairi, “Surat-surat Nabi” dalam Bulettin Dakwah, No. 2 Tahun ke-XVIII, Januari 1991 (Jakarta: Dewan
Dakwah Islamiah Indonesia).

Anda mungkin juga menyukai