Anda di halaman 1dari 42

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mekanisme yang berjalan di dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem
pengatur utama yaitu sistem saraf dan sistem hormonal atau sistem endokrin
(Guyton & Hall, 1997). Pada umumnya, sistem saraf ini mengatur aktivitas tubuh
yang cepat, misalnya kontraksi otot, perubahan viseral yang berlangsung dengan
cepat dan bahkan juga kecepatan sekresi beberapa kelenjar endokrin (Guyton &
Hall, 1997).
Sistem hormonal yang berkaitan dengan pengaturan berbagai fungsi
metabolisme tubuh, seperti pengaturan kecepatan reaksi kimia di dalam sel atau
pengangkutan bahan-bahan melewati membran sel atau aspek lain dari
metabolisme sel seperti pertumbuhan dan sekresi (Guyton & Hall, 1997). Hormon
tersebut dikeluarkan oleh sistem kelenjar atau struktur lain yang disebut sistem
endokrin.
Salah satu kelenjar yang mensekresi hormon yang sangat berperan dalam
metabolisme tubuh manusia adalah kelenjar tiroid. Dalam pembentukan hormon
tiroid tersebut dibutuhkan persediaan unsur yodium yang cukup dan
berkesinambungan. Penurunan total sekresi tiroid biasanya menyebabkan
penurunan kecepatan metabolisme basal kira-kira 40 sampai 50 persen di bawah
normal dan bila kelebihan sekresi hormon tiroid sangat hebat dapat menyebabkan
naiknya kecepatan metabolisme basal sampai setinggi 60 sampai 100 persen di
atas normal (Guyton & Hall, 1997). Keadaan ini dapat timbul secara spontan
maupun sebagai akibat pemasukan hormon tiroid yang berlebihan (Price &
Wilson, 2006).

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mmahami dan menjelaskan mengenai hipotiroidisme.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian hipotiroidisme.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan etiologi hipotiroidisme.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi
hipotiroidisme.
d. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis hipotiroidisme.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan, pemeriksaan penunjang dan
hipotiroidisme.
f. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan
hipotiroidisme.

1.3 Implikasi Keperawatan


Sistem endokrin berinteraksi dengan system saraf untuk mengatur dan
mengkoordinasi aktivitas tubuh. Perawat perlu memberikan asuhan keperawatan
secara optimal pada pasien. Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi, dan evaluasi. Jika asuhan
keperawatan dilakukan dengan baik dan tepat maka kita akan dapat membantu
kesembuhan pasien.
Ketika perawat menemui pasien yang mengalami tanda dan gejala yang
mengindikasikan adanya gangguan pada sistem endokrinnya, maka perawat
melakukan pengkajian dan menganalisanya. Setelah menganalisa, perawat dapat
mengambil masalah keperawatan apa saja yang terjadi pada pasien, yang
kemudian muncullah diagnosa keperawatan.
Setelah diagnosa ini dirumuskan, perawat dapat membuat rencana asuhan
keperawatan yang mempunyai tujuan dan kriteria hasil. Hal ini diharapkan dengan
adanya pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan tersebut, masalah pasien
dapat teratasi sebagian maupun teratasi sepenuhnya. Setelah pelaksanaan asuhan

2
keperawatan diaplikasikan, perawat membuat evaluasi yang berguna untuk
mengetahui efektivitas tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien.
Dari evaluasi, perawat dapat mengkajii data-data kesehatan pasien yang meliputi
aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Dengan perawat melakukan
asuhan keperawatan secara holistik, maka masalah kesehatan yang dialami pasien
dapat tertangani dengan baik, sehingga pasien dapat kembali pada kondisinya
yang optimal.

3
Bab. 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Menurut Corwin (2009) yang disebut hipertiroidisme adalah suatu penyakit
yang tejadi akibat penurunan kadar hormon tiroid yang bersirkulasi.
Hipotiroidisme adalah suatu kelainan yang relative sering ditemukan degan
ditandai oleh ketidakcukupan produksi hormone tiroid. Kekurangan produksi
hormone tiroid paling sering disebakan oleh kegagalan tiroid primer tetapi juga
dapat disebakan oleh penurunan sekresi TSH karena insufisiensi hipofisis
(hipotiroidisme sekunder) atau kegagalan hipotalamus dalam melepaskan TRH
(hipotiroidisme tersier) (Stein, 2001).
Hipotiroidisme merupakan keaadaan yang ditandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat yang diikuti oleh gejala-gejala kegagalan
tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormon tiroid berada dibawah nilai
optimal (Brunner & Suddarth, 2002). Sedangkan menurut Price (2006) Hipotiroid
adalah defisiensi produksi hormon dari kelenjar tiroid.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa hipotiroid
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh penurunan hormon tiroid yang
ditandai dengan ketidakcukupan produksi hormon tiroid karena hormon tiroid
berada di bawah nilai optimal.
2.2 Epidemiologi
Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme primer atau tiroidal yang mengacu
kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri . Sebagian besar penderita
hipotiroidisme primer berusia 40 hingga 70 tahun dan biasanya ditemukan
mengalami hipotiroidisme ringan sampai sedang yang telah berjalan lama.
Hipotiroidisme lima kali lebih sering menyerang wanita dibandingkan laki-laki
dan paling sering terjadi pada usia di antara 30 hingga 60 tahun.

2.3 Etiologi
Ada empat penyebab terjadinya hiptiroidisme, yaitu:
A. Malfungsi kelenjar tiroid

4
Kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan
TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior
dan hipotalamus.
B. Malfungsi hipofisis
Malfungsi hipofisis menyebabkan rendahnya kadar TSH yang akan
menurunkan kadar HT dalam darah.
C. Malfungsi hipotalamus
Malfungsi hipotalamus menyebabkan rendahnya kadar TSH, dan TRH
yang akan menurunkan kadar HT dalam darah.
D. Karena sebab lain, seperta farmakologis, defisiensi yodium dll
Defisiensi yodium akan mengganggu kelenjar tiroid untuk menghasilkan
hormon tiroid yang nantinya akan menurunkan kadar T 3, T4 dan
Tirokalsinonin. Pada defisiensi iodium terjadi gondok karena sel-sel tiroid
menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua
iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar
TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik kekurangan yodium
jangka panjang menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif.
Sedangakan penggunaan obat-obat farmakologis antitiroid akan menekan
sekresi hormon tiroid sehingga terjadi ketidak adekuatan sekresi hormon
tiroid. Dinegara barat seperti Amerika Serikat, ditemukan pula penyebab lain
hipotiroid, yaitu penyakit Hashimoto, yang disebut juga hipotiroid autoimun,
terjadi akibat adanya autoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal
ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH
akibat umpan balik negatif yang minimal, penyebab tiroiditis autoimun tidak
diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecendrungan genetik untuk mengidap
penyakit ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis
Hashimoto. Pada tiroiditis hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan
hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah
kelenjar yang masih berfungsi. Penyebab kedua tersering adalah pengoabatan
terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan
cederung menyebabkan hipotiroidisme.

5
Ketika kadar HT dalam darah menurun, maka terjadilah hipotiroid. Pada
saat terjadi hipotiroid, TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk
mensekresi lebih kuat, akibatnya terjadi pembesaran kelenjar tiroid yang
kemudian akan menekan struktur di leher dan dada yang mengakibatkan
timbulnya disfagia atau gangguan respirasi. Hipotiroid juga menyebabkan
terjadinya perlambatan metabolisme tubuh, yang mengakibatkan tubuh akan
menurunkan produksi panas. Selain itu juga akan menurunkan produksi asam
lambung yang kemudian mnyebabkan konstipasi. Begitu juga dengan
pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya
hormon tiroid memungkinnkan klien mengalami anemia. Pada sistem
neurologis, hipotiroid menyebabkan terhambatnya suplai darah ke otak,
sehingga memicu terjadinya hipoksia.

2.4 Tanda dan Gejala


Berikut ini adalah manifestasi hipotiroidisme secara umum yaitu
1. Kulit dan rambut
a. Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal
b. Pembengkakan, tangan, mata dan wajah
c. Rambut rontok, alopeksia, kering dan pertumbuhannya buruk
d. Tidak tahan dingin
e. Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal
2. Muskuloskeletal
a. Volume otot bertambah, glossomegali
b. Kejang otot, kaku, paramitoni
c. Artralgia dan efusi synovial
d. Osteoporosis
e. Pertumbuhan tulang terhambat pada usia muda
f. Umur tulang tertinggal disbanding usia kronologis
g. Kadar fosfatase alkali menurun
3. Neurologik
a. Letargi dan mental menjadi lambat

6
b. Aliran darah otak menurun
c. Kejang, koma, dementia, psikosis (gangguan memori, perhatian
kurang, penurunan reflek tendon)
d. Ataksia (serebelum terkena)
e. Gangguan saraf ( carfal tunnel)
f. Tuli perseptif, rasa kecap, penciuman terganggu
4. Kardiorespiratorik
a. Bradikardi, disritmia, hipotensi
b. Curah jantung menurun, gagal jantung
c. Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang)
d. Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukkan gelombang T
mendatar/inverse
e. Penyakit jantung iskemic
f. Hipotensilasi
g. Efusi pleural
h. Dispnea
5. Gastrointestinal
a. Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen
b. Obstruksi usus oleh efusi peritoneal
c. Aklorhidria, antibody sel parietal gaster, anemia pernisiosa
6. Renalis
a. Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun
b. Retensi air (volume plasma berkurang)
c. Hipokalsemia
7. Hematologi
a. Anemia normokrom normositik
b. Anemia mikrositik/makrositik
c. Gangguan koagulasi ringan
8. Sistem endokrin

7
a. Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti amenore / masa
menstruasi yang memanjang, menoragi dan galaktore dengan
hiperprolaktemi
b. Gangguan fertilitas
c. Gangguan hormone pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis
terhadap insulin akibat hipoglikemi
d. Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun
e. Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun
f. Psikologis / emosi : apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri,
perilaku maniak
g. Manifestasi klinis lain berupa : edema periorbita, wajah seperti bula
(moon face), wajah kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah tebal,
sensitifitas terhadap opioid, haluaran urin menurun, lemah, dan
ekspresi wajah kosong (Corwin. 2009).

2.5 Tipe Hipotiroid


Terdapat beberapa tipe hipotiroidisme. Tergantung dari timbulnya
permulaan masalah. Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami
hipotiroidisme primer atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid
itu sendiri. Apabila disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis,
hipotalamus atau keduanya disebut hipotiroidisme sentral (hipotiroidisme
sekunder) atau pituitaria. Jika sepenuhnya disebabkan oleh hipofisis disebut
hipotiroidisme tersier. Penyakit hipotiroid ini dapat diklasifikasikan menjadi:
Jenis Organ Keterangan
Hipotiroidisme kelenjar tiroid Paling sering terjadi. Meliputi penyakit Hashimoto
primer tiroiditis (sejenis penyakit autoimmune) dan terapi
radioiodine (RAI) untuk merawat penyakit
hipertiroidisme. Hipotiroid ini dibagi menjadi dua
yaitu
a. Goiter : Tiroiditis Hashimoto, fase
penyembuhan setelah tiroiditis, defisiensi

8
yodium
b. Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi
setelah pemberian yodium radioaktif atau
radiasi eksternal, agenesis, amiodaron.
Hipotiroidisme kelenjar Terjadi jika kelenjar hipofisis tidak menghasilkan
primer hipofisis cukup hormon perangsang tiroid
(pituitari) (TSH) untuk merangsang kelenjar tiroid untuk
menghasilkan jumlah tiroksin yang cukup.
Biasanya terjadi apabila terdapat tumor di kelenjar
hipofisis, radiasi atau pembedahan yang
menyebabkan kelenjar tiroid tidak lagi dapat
menghasilkan hormon yang cukup. kegagalan
hipotalamus (↓ TRH, TSH yang berubah-ubah, ↓
T4 bebas) atau kegagalan pituitari (↓ TSH, ↓ T4
bebas).
Hipotiroidisme hipotalamus Terjadi ketika hipotalamus gagal menghasilkan
tersier TRH yang cukup. Biasanya disebut juga disebut
hypothalamic-pituitary-axis hypothyroidism.

Menurut umur mulai terkenanya (onset), hipotiroidisme tebagi menjadi;


A. Hipotiroidisme Infantil (Kreatinisme)
Kreatinisme adalah difisiensi tiroid yang diderita sebelum atau
segera sesudah lahir. Kreatinisme pada ank-anak saat ini banyak yang
bersifat multifaktorial. Mekanisme yang menyokong adalah kekurangan
yodium ringan, kelainan biosentesis herediter, bahan goitrogen luar, dan
mekanisme perantara antibodi seperti masuknya autoantibodi lewat
plasenta dari ibu yang hipotiroidisme pada janinnya, dimana menghambat
reseptor TSH sehingga merusak sintesis hormon tiroid.
Umur yang mulai terserang adalah bayi, setelah 1-2 minggu setlah
lahir. Penyebab tersering adalah
1. Ibu meminum obat mengandung iodida waktu hamil.
2. Minum obat antitiroid berlebihan saat hamil.

9
3. Agenesis tiroid.
4. Dishormogenesis tiroid.
5. Kurang iodium berat di daerah endemik.
6. Kadang-kadang hipofungsi hipotalamik-hipofisis.
Gejala-gejalanya meliputi:
1. Ikterus neonatal berkepanjangan, latergi, sukar minum, kulit kering dan
tebal, pot belly, hernia umbilikalis;
2. Bila tidak lekas diobati akan terjadi gejala-gejala seperti obstipasi, suara
tangisserak, lidah tebal, hipotermia, dan otot-otot lemah.
3. Bila berkelanjutan sampai umur satu tahun, pertumbuhan menjadi
terlambat, meliputi pertumbuhan gigi, kemampuan duduk, merangkak
dan berbicara.
B. Hipotiroidisme juvenil
Mulai terjadinya biasanya pada masa anak-anak (childhood) sampai
pubertas. Penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun, dan
pascatiroidectomi parsial. Gejalanya ringan, antara infantil dan deawasa;
tidak ditemukan hambatan mental yang berat, dan gejala khas miksedema.
Dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan seks. Pada
pemeriksaan ditemukan; penurunan T4 bebas, peningkatan TSH, dan
penurunan ambilan I.
C. Hipotiroidisme Dewasa (Miksedema)
Miksedema diakibatkan oleh adanya penimbunan bahan
mukopolisakarida. Penyebabnya adalah tiroiditis autoimun, pasca
tiroidektomi parsial, pasca terapi iodium radioaktif, dan obat anti tiroid.
Gejala pada hipotiroid jenis ini adalah terjadinya berangsur-angsur. Gejala
ringan dapat berupa edema, dan bradikardi. Keadaan lebih lanjut
menunjukkan gejala-gejala seperti toleransi terhadap dingin menurun,
nafsu makan menurun, berat badan naik, menoragi, parau, lelah,
pendengaran menurun, galaktore, kerotenemia, sulit berkonsentrasi. Pada
keadaan berat terjadi tuli, ptosis, miopati, refleks menurun, psikosis, efusi
sendi, efusi pleura, efusi perikardial, edema anakarsa.

10
D. Hipotiroidisme Kongenital
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak
adekuat pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan
tubuh yang dapat disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid,
kelainan genetik, kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan
(Tim Penyusun FKUI, 2006). Gangguan pertumbuhan dan retardasi mental
merupakan gejala yang tersering dan dan yang paling dirasakan (Brunner
& Suddarth, 2002). Namun selain itu terdapat pula gejala-gejala yang
tampak secara fisik seperti pembesaran kelenjar tiroid atau gondok,
frekuensi buang air besar yang berkurang, suara serak, kulit dan rambut
tampak kering, anak tampak pucat dan frekuensi denyut jantungnya lebih
jarang dari anak normal.

2.6 Patofisiologi
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau
gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Pada dasarnya sistem
kerja hormon tiroid dimulai dari Hipotalamus membuat Thyrotropin Releasing
Hormone (TRH) yang merangsang hipofisis anterior kemudian Hipofisis anterior
mensintesis thyrotropin (Thyroid Stimulating Hormone = TSH) yang merangsang
kelenjar tiroid lalu kelenjar tiroid mensintesis hormon tiroid (Triiodothyronin = T3
dan Tetraiodothyronin = T4 = Thyroxin) yang merangsang metabolisme jaringan
yang meliputi: konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf,
metabolisme protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja
daripada hormon-hormon lain.
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT
yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak
adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus.
Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang
rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi
karena tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT.

11
Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan
rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormon
tiroid. Jika diet seseorang kurang mengandung iodine/ jika produksi dari hormon
tiroid. Kelenjar tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompensasi dari
kekurangan hormon. Pada keadaan seperti ini goiter merupakan adaptasi penting
pada suatu defisiensi respon untuk meningkatkan respon sekresi pituitary dari
TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak ketika level T4
darah rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur
di leher dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.
Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis autotoimun, terjadi akibat
adanya autoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan
penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik
negatif yang minimal. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali
membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya
daerah kelenjar yang masih berfungsi. Penyebab kedua tersering adalah
pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun
pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme. Gondok endemik adalah
hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok adalah
pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel
tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap
sernua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai
kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik. Kekurangan
yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid
yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa). Karsinoma tiroid dapat dan tidak
selalu menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi untuk kanker yang jarang
dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau
terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan
ini dapat menyebabkan hipotiroidisme.
Karena sebab-sebab yang dijelaskan di atas maka akan terjadi gangguan
metabolisme. Dengan adanya gangguan metabolisme ini, menyebabkan produksi

12
ADP dan ATP akan menurun sehingga menyebabkan kelelahan serta terjadinya
penurunan fungsi pernapasan yang berujung pada depresi ventilasi dan timbul
dispneu kemudian pada tahap lebih lanjut kurangnya jumlah ATP dan ADP dalam
tubuh juga berdampak pada sistem sirkulasi tubuh terutama jantung karena suplai
oksigen ke jantung ikut berkurang dan terjadilah bradikardia, disritrmia dan
hipotensi. Gangguan pada sistem sirkulasi juga dapat menyebabkan gangguan
pada sistem neurologis yaitu terjadinya gangguan kesadaran karena suplai oksigen
yang menurun ke otak. Selain itu gangguan metabolisme juga menyebabkan
gangguan pada fungsi gastrointestinal dan pada akhirnya dapat menyebabkan
menurunnya fungsi peristaltik usus sehingga menimbulkan konstipasi.
Metabolisme yang terganggu juga berdampak pada turunnya suhu tubuh karena
produksi kalor yang menurun sehingga terjadi intoleransi suhu dingin.
Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkat hormon
tiroid yang mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil
kolesterol dalam serum dan level trigliserida dan sehingga klien berpotensi
mengalami aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Hormon tiroid biasanya
berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan tiroidisme biasanya
menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak optimal
dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat.

2.7 Komplikasi dan Prognosis


Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermia tanpa
menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran
hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi
semua gejala (Corwin, 2009).
Ada juga risiko yang berkaitan dengan terapi defisiensi tiroid. Resiko ini
mencakup penggantian hormon yang berlebihan, ansietas, atrofi otot,
osteoporosis, dan fibrilasi atrium. Untuk prognosis penyakit ini biasanya respon
terhadap pengobatan umumnya baik sehingga pasien bisa kembali hidup normal
bila terus mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter.

13
2.8 Pengobatan
Tujuan primer penatalaksanaan hipotiroidisme adalah memulihkan
metabolisme pasien kembali kepada keadaan metabolik normal dengan cara
mengambil hormon yang hilang. Levitiroksin sintetik (Syntiroid atau levothroid)
merupakan preparat terpilih untuk pengobatan hipotiroidisme dan supresi penyakit
goiter nontoksis. Dosis terapi penggantian hormonal didasarkan pada konsentrasi
TSH dalam serum pasien. Preparat tiroid yang dikeringkan jarang digunakan
karena sering menyebabakan kenaikan sementara T3 dan kadang-kadang disertai
dengan gejala hipertiroidesme. Jika terapi pengantian sudah memadai, gejala
miksedema akan menghilang dan aktivitas metabolik yang normal dapat timbul
kembali (Brunner & Suddarth, 2002).
Pengobatan hipotiroidisme antara lain dengan pemberian tiroksin, biasanya
dimulai dalam dosis rendah ( 50µg/hari ). Khususnya pada pasien yang lebih tua
atau pada pasien dengan miksedema berat, dan setelah beberapa hari atau minggu,
sedikit demi sedikit ditingkatkan sampai akhirnya mencapai dosis pemeliharaan
maksimal 150µg/hari. Pada dewasa muda, dosis pemeliharaan maksimal dapat
dimulai secepatnya.
Pengukuran kadar TSH pada pasien hipotiroidisme primer dapat digunakan
untuk menentukan manfaat terapi pengganti. Kadar ini harus dipertahankan dalam
kisaran normal. Pengobatan yang adekuat pada pasien dengan hipotiroidisme
sekunder sebaiknya dengan mengikuti kadar tiroksin bebas (Price, 2006).
2.9 Pencegahan
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit
hipotiroid ini antara lain:
a. Memastikan kebutuhan yodium tubuh tercukupi dengan tepat mulai dini
b. Pemeriksaan fungsi tiroid sejak dini jika pernah melakukan terapi
radioiodium, pembedahan, atau preparat antitiroid.
c. Pada pasien lansia yang mengalami hipotiroidisme ringan hingga sedang,
terapi penggantian hormone tiroid harus dimulai dengan dosisi rendah dan
kemudian ditingkatkan secara perlahan-lahansekali untuk mencegah efek
samping kardiovaskuler dan neurologi yang serius (Brunner & Suddarth:
2002).

14
d. Pada masa kehamilan hindari penggunaan obat-obatah antitiroid secara
berlebihan, yodium profilaksis pada daerah-daerah endemik, diagnosis
dini melalui pemeriksaan penyaringan pada neonatus.
e. Sedangkan pada hipotiroidisme dewasa dapat dilakukan dengan
pemeriksaan ulang tahunan.
2.10 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita hipotiroid ini
adalah
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan T3 dan T4 serum
Jika kadar TSH meningkat, maka T4 menurun sehingga terjadi hipotiroid.
a. T3 serum(0,6 – 1,85 mg/dl)
b. T4 serum (4,8 – 12,0 mg/dl)
c. TSH (0,4 – 6,0 mg/dl)
2. Pemeriksaan TSH
TSH Diproduksi kelenjar hipofise merangsang kelenjar tiroid untuk
membuat dan mengeluarkan hormon tiroid. Saat kadar hormon tiroid
menurun, maka TSH akan menurun. Pemeriksaan TSH menggunakan uji
sensitif merupakan scirining awal yang direkomendasikan saat dicurigai
penyakit tiroid (Rumahorbo, 1999). Dengan mengetahui kadar TSH, maka
dapat dibedakan anatara pasien hipotiroid,hipertiroid dan orang normal.
Pada dasar nya TSH nrmal dapat menyingkirkan penyakit tiroid primer.
Kadar TSH meningkat sehingga terjadi hipotiroid.
B. Pemeriksaan Radiologis
Ambilain iodium radioaktif dan scan tiroid biasanya tidak banyak
manfaatnya pada hipotiroidisme. Tetapi Scan harus dilakukan jika terdapat
keraguan mengenai nodularitas tiroid. Scan tiroid bermanfaat untuk mendeteksi
kelainan anatomi, jaringan ektopik (tiroid lingual, tiroid mediastinum, trauma
ovarii), tumor metastatik. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mempelajarai nodul
tiroid.

15
Ultrasonografi tiroid sangat bermanfaat untuk memastikan apakah nodul
tiroid, yang nonfungsional pada sidikan isotop, suatu kistik atau padat. Jika kistik,
dilakukan aspirasi dan pemeriksaan sitologisebagai pedoman keperluan
pembedahan.
Pemeriksaan radiologis rangka menunjukkan tulang yang mengalami
keterlambatan dalam pertumbuhan, disgenesis epifisis, dan keterlambatan
perkembangan gigi. Tes-tes laboratorium yang digunakan untuk memastikan
hipotiroidisme antara lain kadar tiroksin dan triyodotironin serum yang rendah,
BMR yang rendah, dan peningkatan kolesterol (Price, 2006). Dalam hal ini, dapat
dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas tulang bisa normal
atau meningkat (Rumahorbo, 1999).
C. Pmeriksaan Fisik
Bila terdapat kecurigaan adanya hipotiroidisme, penemuan diferensial yang
paling penting pada pemeriksaan fisik adalah ada tidaknya goiter. Riwayat operasi
tiroid yang sebelumnya harus ditanyakan disamping pemeriksaan yang cermat
terhadap tanda-tanda hipotiroidisme termasuk hipotermia, bradikardi, kulit kering,
rambut kasar, bicara lambat, lidah tebal, dan pembengkakan periorbiotal. Tanda
klinis yang paling khusus pada hipotiroidisme adalah fasr relaksasi yang lambat
pada refleks tendon dalam (Stein, 2001).

16
BAB 3.PATHWAY

Gangguan
Gangguan Penyebab lain,
hipotalamus &
kelenjar tiroid
iodium, Hashimoto, hipofisis
riwayat pengobatan

Produksi hormon
tiroid

Produksi ATP & Metabolisme tubuh Fungsi GI


ADP
Motilitas usus &
sekresi hormon
pencernaan
Kelemahan fisik Fungsi Fungsi syaraf Produksi panas tubuh Fungsi Kardio
Pernafasan
Konstipasi
konstipasi
MK: Depresi
Intoleransi Pernafasan Tonus otot MK:Hipotermia Bradikardi
aktivitas
17 MK:Gangguan
eliminasi:
MK:Pola nafas MK: Resiko cedera MK:Penurunan defekasi
tidak efektif curah jantung
Suplai darah ke seluruh
tubuh
Sistem reproduksi

Suplai O2 dan nutrisi ke


otak
Masa menstruasi Amenore
yang memanjang

Otak tidak dapat


berfungsi secara
maksimal
Ketidakefektifan Disfungsi seksual
pola seksual

Gangguan Gangguan
sensori proses pikir
persepsi

18
4.1 Asuhan Keperawatan Hipotiroidisme
4.1.1Pengkajian
1. Identitas klien
Pengkajian identitas klien meliputi:
a. nama;
b. umur : kebanyakan terjadi pada usia tua yaitu antara umur 30-60 tahun dan
pada bayi pada hipotiroidisme kongenital;
c. jenis kelamin : Hipotiroidisme lima kali lebih banyak diderita oleh
perempuan daripada laki-laki namun tidak menutup kemungkinan dapat
diderita oleh laki-laki;
d. pendidikan;
e. alamat;
f. pekerjaan;
g. agama;
h. suku bangsa;
i. tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama klien
Keluhan utama klien mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
a. Sistem pernapasan : dispneu atau merasa sesak saat beraktivitas, sleep
apneu
b. Sistem pencernaan : Pasien biasanya akan merasa tidak nafsu makan atau
anoreksia dan kesulitan untuk buang air besar (konstipasi)
c. Sistem kardiovaskuler :terjadi bradikardi
d. Sistem musculoskeletal : pasien akan merasakan nyeri otot, kesemutan,
dan gerak otot lambat
e. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis : fungsi intelektual lambat,
berbicara lambat dan terbata – bata dan gangguan memori
f. Metabolik : penurunan metabolism basal yang menyebabkan penurunan
suhu tubuh dan intoleransi terhadap dingin

3. Riwayat penyakit saat ini


Mengkaji dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh, atau bertambah buruk.
4. Riwayat penyakit dahulu

19
Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi.
5. Riwayat kesehatan klien dan keluarga.
Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang sama
6. Pemeriksaan fisik mencakup:
a. Penampilan secara umum: amati wajah klien terhadap adanya edema
sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah
kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lambat. Kulit
kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b. Aktivitas atau istirahat : pasien lebih banyak tidur, gerakan melambat,
berkurangnya reflek, kelemahan otot proksimal
c. Sirkulasi : bradikardia, gangguan kontraktilitas, penurunan curah jantung,
dan kardiomegali ( paling banyak disebabkan oleh efusi perikard), anemia
d. Eliminasi :Penurunan kemampuan ekskresi kelebihan cairan cairan dan
hiponatremia, Penurunan peristaltik usus yang menyebabkan konstipasi
e. Makanan / Cairan: Anoreksia, Peningkatan berat badan akibat penurunan
metabolisme
f. Neurosensori: lebih sering mengantuk, penurunan reflek otot, kesemutan,
dan gangguan memori, pusing
g. Pernapasan: sesak dengan aktivitas, gangguan respon ventilasi terhadap
hiperkapnia dan hipoksia, hipoventilasi, sleep apnea, dapat ditemukan
efusi pleura
h. Seksualitas: perubahan ovulasi, anovulasi, dan penurunan libido (Subekti
dan Purnamasari: 2007)
7. Pengkajian psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan
lingkungannya, mengurung diri. Keluarga mengeluh klien sangat malas
beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. dapat dikaji bagaimana konsep diri
klien mencakup kelima komponen konsep diri
8. Pemeriksaan penunjang mencakup; pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum;
pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi
peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat
menurun atau normal).

20
4.2 Diagnosa
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan fungsi pernafasan.
2.Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipometabolisme, sekresi
.hormon tiroid menurun.
3.Hipotermia berhubungan dengan hipometabolisme tubuh.
4.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan metabolisme.
5.Gangguan eliminasi: defekasi berhubungan dengan penurunan motilitas
usus.
6.Resiko cedera berhubungan dengan penurunan tonus otot.

21
4.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

1 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji dan pantau kecepatan, irama, kedalaman,
berhubungan dengan pasien menunjukkan keefektifan pola dan upaya pernapasan
Rasional: Mengidentifikasi hasil pemeriksaan
penurunan fungsi napas dengan kriteria hasil:
dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan
pernafasan yang ditandai
1.Pasien mengatakan bahwa dirinya sudah mengevaluasi efektifitas intervensi.
dengan:
tidak sesak lagi
2. Atur posisi pasien: Semifowler
DS:
2. Pasien tampak menunjukkan kepatenan Rasional: untuk mengoptimalkan pernapasan
Pasien merasa sesak saat jalan napas
beraktivitas
3. RR 20x/menit
3. Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama
DO:
1. periode gawat napas
2.
1.Pasien tampak sesak Rasional: Untuk mengatur pernapasan sehingga
2.Takipneu atau Bradipneu
pasien dapat bernapas tetap optimal selama sesak
3.RR > 20x/menit
napas.

4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain terkait

22
pemberian obat bronkhodilator
Rasional: Sebagai terapi pengobatan untuk
membantu memperluas jalan napas pasien
sehingga pasien dapat bernapas dengan optimal

2 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya
berhubungan dengan pasien menunjukkan sianosis, status pernapasan dan status mental
hipometabolisme, sekresi Rasional: Untuk mengidentifikasi data dasar untuk
dengan kriteria hasil:
hormon tiroid menurun, menentukan tindakan intervensi selanjutnya
yang ditandai dengan: 1. TD dalam batas normal

DS:
2. Kaji toleransi aktifitas pasien dengan
1. Pasien mengeluh lelah memperhatikan adanya awitan napas pendek,
DO:
palpitasi, dan limbung
1. Bradikardi
2. dispneu Rasional: Penurunan curah jantung dapat
3. Kulit dingin
dimanifestasikan dengan adanya penurunan
4. Tekanan Darah:
5. Edema toleransi aktivitas

3. Anjurkan pasien untuk membatasi aktivitas


Rasional: Pembatasan aktivitas dimaksudkan

23
untuk memaksimalkan kerja jantung sehingga
jantung dapat meningkatkan curah jantung dan
mencukupi kebutuhan sirkulasi dan metabolisme
4. Kolaborasi dengan tim medis terkait pemberian
dan penghentian obat tekanan darah
Rasional: pemberian obat tekanan darah digunakan
untuk membantu meningkatkan curah jantung
pasien

3 Hipotermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji gejala hipotermia, seperti perubahan warna
dengan hipometabolisme pasien menunjukkan termoregulasi yang kulit, kelelahan, kelemahan,
Rasional: Mengetahui adanya hipotermian pada
tubuh yang ditandai dengan normal dengan kriteria hasil:
pasien untuk menentukan intervensi selanjutnya
DS: 1. Pasien merasa sudah tidak kedinginan
2. Kaji tanda-tanda vital
dan tidak menggigil
1.Pasien merasa kedinginan 2. pasien tampak tidak menggigil Rasional: Perubahan termoregulasi dimanifestasi
dan menggigil 3. kulit hangat kliniskan dengan adanya perubahan tanda-tanda
4. Warna kulit normal
5. Suhu tubuh 36 C vital terutama suhu tubuh
DO:

1.Pasien tampak menggigil

24
2. Kulit dingin 3. Untuk pasien lansia: Kaji secara seksama untuk
adanya konfusi dan penurunan tingkat kesadaran
3. Tampak pucat
Rasional: Pasien lansia mungkin tidak menggigil
4. Suhu tubuh <36 C atau mengeluh merasa kedinginan

4. Berikan pakaian yang hangat, kering, selimut


penghangat, alat-alat pemanas mekanis, suhu
ruangan yang disesuaikan, berendam di air
hangat, dan minum air hangat sesuai toleransi
Rasional: untuk membantu mempertahankan dan
meningkatkan termoregulasi pasien

4 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas
Rasional: Untuk mengidentifikasi pemenuhan
berhubungan dengan pasien menunjukkan toleransi aktivitas
kebutuhan aktivitas pasien
gangguan metabolism, yang dengan kriteria hasil:
ditandai dengan: 2. Pantau respon kardiorespiratori terhadap
1. Pasien memiliki kemampuan untuk
ativitas
menyelesaikan aktivitas Rasional:Untuk memantau kemampuan

25
DS 2. pasien merasa tidak sesak saat kardiorespiratori pasien dalam melakukan aktivitas
aktivitas
1. Pasien mengeluh sesak 3. Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama, dan
3. TD normal
saat beraktivitas setelah aktivitas
2. pasien merasa lelah Rasional: Mengidentifikasi adanya perubahan
yang signifikan tanda-tanda vital pasien saat
DO:
1. Tekanan darah: beraktivitas
2. Bradikardi
4. Rencanakan aktivitas pada periode saat pasien
memiliki energi paling banyak
Rasional: Untuk membantu mengoptimalkan
aktivitas pasien

5 Perubahan pola Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji mengenai program defekasi, aktivitas,
defekasi:konstipasi pasien menunjukkan pola defekasi yang pengobatan, dan pola kebiasaan pasien
berhubungan dengan normal, dengan kriteria hasil: Rasional: untuk mengetahui data dasar mengenai
penurunan motilitas usus pola defekasi dari pasien untuk menentukan
1. Pasien BAB 1x sehari
yang ditandai dengan: 2. Feses lunak dan berbentuk interensi selanjutnya
3. pasien melaporkan keluarnya feses
DS:
dan pola defekasi yang normal
1. Pasien mengeluh tidak 2. Anjurkan aktivitas optimal untuk merangsang
bisa BAB eliminasi defekasi pasien

26
2. Pasien mengeluh tidak Rasional:Untuk membantu peningkatan peristaltik
nafsu makan usus
DO:

1. Anoreksia
2. Penurunan peristaltik 3. Kolaborasi dengan ahli gizi terkait diet

usus pemberian makanan berserat tinggi dan cairan


3. Perubahan pola defekasi Rasional: Membantu menentukan program diet
yang tepat untuk mengatasi konstipasi

4. Ajarkan kepada pasien tentang efek diet pada


eliminasi
Rasional: memberikan pengetahuan pada pasien
mengenai pengaruh program diet yang
diberikan terhadap defekasi

6 Resiko cedera berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi
dengan penurunan tonus resiko cedera akan menurun, dengan kebutuhan keamanan akan cedera
otot. kriteria hasil: Rasional: mengidentifikasi kebutuhan dan
intervensi yang tepat untuk mengatasi resiko

27
1. Keamanan pasien terjaga cedera pasien
2. Lingkungan sekitar pasien aman
3. Pasien menunjukkan pengendalian
resiko cedera
2. Identifikasi faktor lingkungan yang
memungkinkan resiko jatuh
Rasional: keamanan lingkungan akan
menunjangpenurunan resiko cedera pada pasien

3. Bantu ambulasi pasien jika perlu


Rasional: Membantu aktivitas pasien sehingga
resiko cedera dapt terhindari

4. Lakukan pendidikan kesehatan mengenai


strategi dan tindakan untuk mencegah cedera
Rasional: memberikan pengetahuan mengenai
strategi dan tindakan untuk mencegah cedera
sehingga diharapkan pasien memiliki

28
kemandirian dalam pencegahan cedera

4.4 Implementasi dan Evaluasi


Tanggal/Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf dan
Keperawatan Nama

Pola nafas tidak 1.Telah dilakukan pengkajian dan S: Pasien mengatakan bahwa dirinya
efektif berhubungan pemantauan kecepatan, irama, kedalaman, sudah tidak sesak lagi
dengan penurunan dan upaya pernapasan
O:
fungsi pernafasan
2.Telah dilakukan pengaturan posisi
yang ditandai Pasien tampak menunjukkan
pasien: Semifowler Lulu
dengan: kepatenan jalan napas

DS: RR 20x/menit
3.Telah menganjurkan napas dalam
Pasien merasa sesak melalui abdomen selama periode gawat A: Masalah teratasi
saat beraktivitas napas
P: Intervensi dihentikan

29
DO: 4.Telah melakukan kolaborasi dengan tim
kesehatan lain terkait pemberian obat
4.Pasien tampak
bronkhodilator
sesak
5.Takipneu atau
Bradipneu
RR > 20x/menit

Penurunan curah 1. Telah dikaji dan didokumentasikan S:


jantung berhubungan tekanan darah, adanya sianosis, status
O:
dengan pernapasan dan status mental
hipometabolisme, A: Masalah teratasi
sekresi hormon Lulu
2. Telah dikaji toleransi aktifitas pasien P: Intervensi dilanjutkan dengan
tiroid menurun, yang
dengan memperhatikan adanya awitan modifikasi
ditandai dengan:
napas pendek, palpitasi, dan limbung
DS:

2. Pasien mengeluh 3. Telah dianjurkan kepada pasien untuk


lelah membatasi aktivitas
DO:
6. Bradikardi
7. dispneu

30
8. Kulit dingin 4. Telah dilakukan kolaborasi dengan tim
9. Tekanan Darah:
medis terkait pemberian dan
Edema
penghentian obat tekanan darah

Hipotermia 1.Telah dikaji gejala hipotermia, seperti S: Pasien merasa sudah tidak
berhubungan dengan perubahan warna kulit, kelelahan, kedinginan dan tidak menggigil
hipometabolisme kelemahan,
O:
tubuh yang ditandai
dengan 2.Telah dikaji tanda-tanda vital 1. pasien tampak tidak menggigil Lulu
2. kulit hangat
DS: 3. Warna kulit normal
4. Suhu tubuh 36 C
1.Pasien merasa 3. Telah dikaji secara seksama untuk A: Masalah teratasi
kedinginan dan adanya konfusi dan penurunan tingkat
P: Intervensi dihentikan
menggigil kesadaran

DO:
4. Telah diberikan pakaian yang hangat,
1.Pasien tampak
kering, selimut penghangat, alat-alat

31
menggigil pemanas mekanis, suhu ruangan yang
disesuaikan, berendam di air hangat, dan
2. Kulit dingin
minum air hangat sesuai toleransi
3. Tampak pucat

4. Suhu tubuh <36 C

Intoleransi aktivitas 1. Mengkaji kemampuan pasien dalam S: pasien merasa tidak sesak saat
berhubungan dengan beraktivitas aktivitas
gangguan
2. Memantau respon kardiorespiratori
metabolism, yang
terhadap ativitas
ditandai dengan: O: Lulu
3. Memantau tanda-tanda vital sebelum,
DS selama, dan setelah aktivitas TD normal

3. Pasien mengeluh 4. Merencanakan aktivitas pada periode Pasien tampak melakukan aktivitas
sesak saat saat pasien memiliki energi paling dengan normal
beraktivitas banyak
4. pasien merasa A: Masalah b teratasi

lelah

32
P: Intervensi dihentikan
DO:
3. Tekanan darah:
4. Bradikardi

Perubahan pola 1. Mengkaji mengenai program defekasi, S: Pasien mengatakan bahwa dirinya
defekasi:konstipasi aktivitas, pengobatan, dan pola kebiasaan sudah bisa defekasi secara normal
berhubungan dengan pasien
O: Lulu
penurunan motilitas
usus yang ditandai 1. Pasien BAB 1x sehari
2. Menganjurkan aktivitas optimal untuk 2. Feses lunak dan berbentuk
dengan:
merangsang eliminasi defekasi pasien
DS:
A: Masalah teratasi
1. Pasien mengeluh 3. Telah dilakukan kolaborasi dengan ahli
P: Intervensi dihentikan
tidak bisa BAB gizi terkait diet pemberian makanan
2. Pasien mengeluh

33
tidak nafsu berserat tinggi dan cairan
makan
DO:
4. Mengajarkan kepada pasien tentang efek
1.Anoreksia diet pada eliminasi
2.Penurunan
peristaltik usus
3. Perubahan pola
defekasi
Resiko cedera 1. Mengidentifikasi faktor yang S: Pasien Mengatakan bahwa
berhubungan dengan mempengaruhi kebutuhan keamanan dirinya sudh mengetahui strategi
penurunan tonus akan cedera pengendalian cedera
otot. Lulu
O:
2. Mengidentifikasi faktor lingkungan
1. Keamanan pasien terjaga
yang memungkinkan resiko jatuh 2. Lingkungan sekitar pasien
aman
A: Masalah teratasi
3. Membantu ambulasi pasien jika perlu
P: Intervensi dihentikan

4. Melakukan pendidikan kesehatan

34
mengenai strategi dan tindakan untuk
mencegah cedera

35
BAB 5 KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Sistem hormonal yang berkaitan dengan pengaturan berbagai fungsi


metabolisme tubuh, seperti pengaturan kecepatan reaksi kimia di dalam sel atau
pengangkutan bahan-bahan melewati membran sel atau aspek lain dari
metabolisme sel seperti pertumbuhan dan sekresi. Hormon tersebut dikeluarkan
oleh sistem kelenjar atau struktur lain yang disebut sistem endokrin.
Hipotiroidisme merupakan keaadaan yang ditandai dengan terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat yang diikuti oleh gejala-gejala kegagalan
tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormon tiroid berada dibawah nilai
optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
9. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol
2. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.

Price A, Sylvia dan Wilson M, Lorraine. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC.

Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta : EGC

Stein, Jay H. 2001. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: EGC

Tim Penyusun. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : FKUI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN HIPOTIROIDISME

MAKALAH

disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VI A


Dosen Pengampu:Nur Widayanti, S.Kp., M.Kep

Oleh:
Melinda Puspitasari NIM 112310101025
Ayesie Natasa Zulka NIM 112310101032
Chrisnina NIM 112310101041
Akhmat Robi Tricahyono NIM 112310101061
M.Nurhamzah Fahiqi NIM112310101062

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2013

i
PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Hipotiroidisme”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VI A pada Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu
Keperawatan Klinik VI A, Nur widayanti, S.Kp., M.Kep yang telah membimbing
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Terima kasih
pula kepada teman-teman yang secara ikhlas mengerjakan tugas ini dengan
semangat dan kerja sama yang baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka kami menerima
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah
ini.

Jember, September 2013


Penulis

DAFTAR ISI

ii
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2 Tujuan ...................................................................................................2
1.3 Implikasi Keperawatan........................................................................2
BAB 2. PEMBAHASAN .......................................................................................4
2.1 Pengertian Hipoparatiroidisme...........................................................4
2.2 Epidemiologi Hipoparatiroidisme.......................................................4
2.3 Etiologi Hipoparatiroidisme................................................................6
2.4 Klasifikasi Hipoparatiroidisme...........................................................8
2.5 Tanda dan Gejala Hipoparatiroidisme.............................................11
2.6 Patofisiologi Hipoparatiroidisme......................................................13
2.7 Komplikasi dan Prognosis Hipoparatiroidisme .............................14
2.8 Penatalaksanaan Hipoparatiroidisme..............................................15
2.9 Pemeriksaan Penunjang Hipoparatiroidisme .................................15
BAB 3. PATHWAY Hipoparatiroidisme.............................................................17
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................18
4.1 Pengkajian ..........................................................................................18
4.2 Diagnosa .............................................................................................20
4.3 Perencanaan .......................................................................................21
4.4 Pelaksanaan dan Evaluasi ...............................................................29
BAB 5. KESIMPULAN.......................................................................................36
5.1 Kesimpulan .................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA

iii
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN HIPOTIROIDISME

MAKALAH

Oleh:
Melinda Puspitasari NIM 112310101025
Ayesie Natasa Zulka NIM 112310101032
Chrisnina NIM 112310101041
Akhmat Robbi Tricahyono NIM 112310101061
M.Nurhamzah Fahiqi NIM112310101062

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2013

i
ii

Anda mungkin juga menyukai