OBAT
1
Hampir sebagian besar obat memiliki efek samping karena jarang sekali
obat yang beraksi cukup selektif pada target aksi tertentu. Suatu obat bisa bekerja
pada suatu reseptor tertentu yang terdistribusi luas dalam berbagai jaringan di tubuh.
Sehingga walaupun sasarannya adalah reseptor pada pembuluh darah jantung
misalnya, ia bisa juga bekerja pada reseptor serupa yang ada di saluran nafas,
sehingga menghasilkan efek yang tak diinginkan pada saluran nafas. Contohnya,
obat anti hipertensi propanolol dapat memicu serangan sesak nafas pada pasien yang
punya riwayat asma. Misalnya Digitalis : meningkatkan konstraksi miokard, Efek
sampingnya: mual, muntah.
Semakin selektif suatu obat terhadap target aksi tertentu, semakin kecil efek
sampingnya. Dan itulah yang kemudian dilakukan pada ahli produsen obat untuk
membuat suatu obat yang semakin selektif terhadap target aksi tertentu, sehingga
makin kurang efek sampingnya.
Efek samping tidak dapat dihindari atau dihilangkan sama sekali, tetapi
dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari factor-faktor
resiko yang sebagian besar sudah diketahui.
2
Gejala penghentian obat adalah munculnya kembali gejala penyakit
semula atau reaksi pembalikan terhadap efek farmakologik obat, karena
penghentian pengobatan. Contoh :
1. Agitasi ekstrim,takikardi, rasa bingung, delirium dan konvulasi
ang mungkin terjadi pada penghentian pengobatan dengan
depresansia susunan saraf pusat seperti barbitrat, benzodiazepine
dan alkohol.
2. Krisis Addison akut yang muncul karena penghentian terapi
kortikosteroid,hipertensi berat dan gejala aktivitas simpatetik
yang berlebihan karena penghentian terapi klonidin,gejala putus
obat karena narkotika.
Reaksi putus obat ini terjadi karena selama pengobatan telah
berlangsung adaptasi pada tingkat reseptor. Adaptasi ini menyebabkan
toleransi terhadap efek farmakologik obat,sehingga umumnya pasien
memerlukan dosis yang makin lama makin besar (sebagai contoh
berkurangnya respons penderita epilepsy terhadap
fenobarbital/fenitoin,sehingga dosis perlu diperbesar agar serangan tetap
terkontrol). Reaksi putus obat dapat dikurangi dengan cara menghentikan
pengobatan secara bertahap misalnya dengan penurunan dosis secara
berangsur-angsur, atau dengan menggantikan dengan obat sejenis ang
mempunyai aksi lebih panjang atau kurang poten,dengan gejala putus obat
yang lebih ringan.
3
1. Iritasi lambung yang menyebabkan keluhan pedih, mual dan muntah
pada obat-obat kortikosteroid oral, analgetika-antipiretika, teofilin,
eritromisin, rifampisin
2. Rasa ngantuk (drowsiness) setelah pemakaian antihistaminika untuk
anti mabok perjalanan (motion sickness)
3. Kenaikan enzim-enzim transferase hepar karena pemberian rifampisin
4. Efek teratogenik obat-obat tertentu sehingga obat tersebut tidak boleh
diberikan pada wanita hamil.
5. Penghambatan agregasi trombosit oleh aspirin ,sehingga
memperpanjang waktu pendarahan
6. Ototoksisitas karena kinin/kinidin
4
1. Pasien ang menderita kekurangan pseudokolinesterase herediter
tidak dapat memetabolasime uksinilkolin (suatu pelemas otot),
sehingga bila diberikan obat ini mungkin akan menderita
paralisis dan apnea yang berkepanjangan.
2. Pasien yang mempunyai kekurangan enzim G6PD (glukosa-6-
fosfat dehidrogenase) mempunyai potensi untuk menderita
anemia hemolitika akut pada pengobatan dengan primakuin,
sulfonamide dan kinidin.
Kemampuan metabolism obat suatu individu juga dapat dipengaruhi
oleh faktor genetik . Contoh yang paling popular adalah perbedaan
metabolism isoniazid, hidralazin dan prokainamid karena adana peristiwa
polimorfisme dalam proses asetilasi obat-obat tersebut. Berdasarkan sifat
genetik yang dimiliki, populasi terbagi menjadi 2 kelompok akni individu-
individu yang mampu mengasetilasi secara cepat (aselitator cepat) dan
individu-individu yang mengasetilasi secara lambat (aselitator lambat). Di
Indonesia, 65% dari populasi adalah asetilator cepat, sedangkan 35% adalah
asetilator cepat, sedangkan 35% adalah asetilator lambat. Pada kelompok-
kelompok etnik/sub-etnik lain, proporsi distribusi ini berbeda-beda. Efek
samping umumnya lebih banyak dijumpai pada asetilator lambat dari pada
asetilator cepat. Sebagai contoh misalnya:
1. Neuropati perifer karena isoniazid lebih banyak dijumpai pada
asetilator lambat.
2. Sindroma lupus karena hidralazin atau prokainamid lebih sering
terjadi pada asetilator lambat.
Pemeriksaan untuk menentukan apakah seseorang termasuk dalam
kelompok asetilator cepat atau lambat Sampai saat ini belum dilakukan
sebagai kebutuhan rutin dalam pelayanan kesehatan, namun sebenarnya
prosedur pemeriksaanya tidak sulit.dan dapat dilakukan di laboratorium
Farmakologi.
c. Reaksi idiosinkratik
Istilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukan suatu kejadian efek
samping yang tidak lazim, tidak di harapkan atau aneh ,yang tidak dapat
diterangkan atau di perkirakan mengapa biasa terjadi. Untungnya reaksi
idiosinkratik ini relatif sangat jarang terjadi.beberapa contoh misalnya :
5
1. Kanker pelvis ginjal yang dapat diakibatkan pemakaian analgetika
secara serampangan
2. Kanker uterus yang dapat terjadi karena pemakaian estrogen jangka
lama tanpa pemberian progestin sama sekali
3. Obat-obat imunosupresi dapat memacu terjadinya tumor limfoid
4. Preparat-preparat besi intramuskuler dapat menyebabkan sarcomata
pada tempat penyuntikan
Kanker tiroid yang mungkin dapat timbul pada pasien-pasien yang
pernah menjalani perawatan iodium-radioaktif sebelumnya
1. Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek
samping
2. Pemilihan obat
3. Cara penggunaan obat
4. Interaksi antar obat
Berikut Ini Adalah Contoh Dari Efek Samping Obat Yang Biasanya Terjadi
1. Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane.
2. Pendarahan usus, akibat Aspirin.
3. Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2.
4. Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.
5. Kematian, akibat Propofol.
6. Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.
7. Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptik.
8. Diare, akibat penggunaan Orlistat.
9. Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.
10. Demam, akibat vaksinasi.
11. Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.
12. Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau
leukemia.
13. Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA mencabut
status ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin) sebagai suplemen makanan.
6
14. Kerusakan hati akibat Parasetamol.
15. Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan antihistamin.
16. Stroke atau serangan jantung akibat penggunaan Sildenafil (Viagra).
17. Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan
7
1. Tanda dan gejala reaksi anafilaktik mulai muncul dalam waktu 72 jam
setelah eksposur.
2. Tanda awal terlihat pada kulit berupa gatal-gatal, ruam kulit, serta kulit
memerah. Demam sering pula muncul mengiringi ruam kulit.
3. Pembengkakan bibir, lidah dan/atau tenggorokan juga terlihat sebagai
cara tubuh merespon dan melawan peradangan.
4. Tekanan pernapasan dalam bentuk kesulitan bernafas, sesak napas, dan
mengi.
Cara Mencegah
8
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan
untuk melakukan hal-hal berikut:
1. Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien
pada waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui
resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.
2. Baca dosis dan aturan pakai penggunaan obat sesuai dengan yang tertera di
leafleat atau yang diresepkan dokter.
3. Pergunakan obat sesuai indikasi yang jelas dan tepat sesuai yang tertera di
leafleat atau yang diresep dokter.
4. Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.
5. Beritahukan ke dokter apabila anda sedang hamil, menyusui, alergi obat
tertentu, memiliki penyakit diabetes, penyakit ginjal atau liver, sedang
meminum obat lain atau suplemen herbal
6. Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada: anak
dan bayi, usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga menderita gangguan ginjal,
hepar dan jantung. Pada bayi dan anak efek samping seringkali sulit dideteksi
karena kurangnya kemampuan komunikasi.
7. Mintalah dokter mengevaluasi penggunaan obat dalam jangka panjang
9
Tipe ini jarang ditemukan, ditandai oleh demam, urtikaria, arthralgia, trombi,
hemoragi, nefritis, artritis rheumatoid. Obat penyebab yang paling sering :
1. Penisilin
2. Sulfonamide
3. Streptomisin
4. Hidralazin
5. Tiourasil
6. Isoniazid
7. Rifampisin
d. Reaksi Hipersensitivitas Tertunda
Paling sering, berupa dermatitis kontak, reaksi penolakan, reaksi autoimun.
KESIMPULAN
10
dan faktor genetis sang pengguna. Jadi efek samping obat adalah suatu reaksi yang
tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek
samping obat, seperti halnya efek obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja
dari dosis atau kadar obat pada organ sasaran.
Efek samping obat ada dua yaitu, efek samping yang dapat diperkirakan dan
efek samping yang tidak dapat diperkirakan. Efek samping yang dapat diperkirakan
ada tiga yaitu, efek farmakologik yang berlebihan, gejala penghentian obat, dan efek
samping yang tidak berupa efek farmakologik utama . sedangkan efek samping yang
tidak dapat diperkirakan yaitu, reaksi alergi, reaksi karena faktor genetic dan reaksi
idiosinkratik.
Tanda dan gejala dari efek samping obat yaitu tanda dan gejala yang timbul
karena efek samping obat yang dapat diperkirakan yaitu, pedi, mual, muntah dan rasa
ngantuk dan tanda dan gejala yang timbul karena efek samping obat yang tidak
dapat diperkirakan yaitu, gatal-gatal, syok anafilaksis, demam, ruam kulit, penyakit
jaringan ikat, dan gangguan pernafasan
Efek samping obat dapat diatasi dengan cara segera hentikan semua obat bila
diketahui atau dicurigai terjadi efek samping dan upaya penanganan klinik
tergantung bentuk efek samping dan kondisi penderita. Cara mencegah efek samping
obat salah satunya adalah selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian
obat oleh pasien pada waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh
melalui resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.
Bahaya penggunaan atau pemberian obat pada pasien ada empat, yaitu
reaksi anafilaktik, reaksi sitotoksik, reaksi kompleks imun, dan reaksi
hipersensitivitas tertunda.
DAFTAR PUSTAKA
11
Moretha , Rina. 2013. Tips Menghindari Efek Samping Obat.
http://www.husadautamahospital.com/artikel_57.php (diakses
pada tanggal 7 April 2015 pukul 16.35 WITA)
http://www.amazine.co/22703/antibiotik-5-efek-samping-
amoksisilin/ (diakses pada tanggal 8 April 2015 pukul 05.20
WITA)
12