Anda di halaman 1dari 14

1

Fisiologi Haid

Hormon Reproduksi
Hypothalamic-Releasing Hormone : GnRH
Pelepasan GnRH dari hipothalamus dikontrol oleh beberapa faktor, yaitu
neurotransmiter norepinefrin (meningkatkan sekresi) dan dopamin (menurunkan
sekresi). Endorphin juga menurunkan pelepasan GnRH.
GnRH menstimulasi sekresi FSH dan LH. Sekresi LH dirangsang secara
terus menerus secara pulsatil oleh GnRH. Sekresi FSH juga dipengaruhi oleh
kadar hormon lainnya, seperti estrogen dan inhibin yang menghambat sekresi
FSH. Karena faktor-faktor yang mempengaruhi ini, sekresi FSH tidak selalu
berhubungan dengan jumlah GnRH yang ada. GnRH memiliki half-life yang
sangat singkat dan tidak dijumpai dalam sirkulasi sistemik dalam jumlah yang
signifikan. Untuk menstimulasi sekresi gonadotropin, GnRH tampil secara
pulsatil, suatu proses yang memfasilitasi half-lifenya yang sangat pendek.

Gonadotropins : Luteinizing Hormone dan Follicle-Stimulating Hormone


Kedua hormon ini merupakan hormon glikoprotein yang menyerupai TSH
dan hCG. Ke empat hormon ini memiliki sub unit alpha yang sama, tetapi
masing-masingnya memiliki subunit beta khas yang membedakan identitas dan
fungsi yang nyata.
LH menyebabkan terjadinya ovulasi dan memicu korpus luteum untuk
mensintesis progesteron. FSH memicu pematangan folikel di ovarium, sehingga
terjadi sintesis estrogen dalam jumlah besar

Androgen
Androgen merupakan hormon steroid. Pada wanita, sejumlah kecil
testosteron dan dihydrotestosteron diproduksi oleh ovarium yang jika muncul
dalam jumlah yang cukup banyak akan menimbulkan efek androgenik yang
signifikan.
2

Estrogen
Meskipun tidak dibutuhkan untuk perkembangan karakteristik seksual
primer pada wanita, estrogen dibutuhkan untuk maturasi struktur saluran
reproduktif wanita, yaitu vagina, uterus dan tuba fallopi. Estrogen juga
menstimulasi perkembangan stromal dan duktal payudara, serta mengatur
distribusi lemak lemak tubuh seperti yang terlihat pada wanita. Estrogen juga
menstimulasi pertumbuhan endometrial lining dan meningkatkan produksi
sekresi vagina dan mukus serviks.
Estradiol adalah estrogen utama yang diproduksi oleh ovarium. LH dan
FSH menstimulasi produksi estradiol melalui aksi terkoordinasi sel-sel theca dan
granulosa. Kadar estradiol bervariasi secara nyata selama siklus menstruasi.

Progesteron
Kadar sirkulasi progesteron yang signifikan ditemukan hanya pada waktu
setelah ovulasi. Progesteron dan komposisi sintetik sejenis, dikenal dengan
progestin, merangsang perubahan sekretorik pada endometrial lining.
Progesteron dapat sedikit meningkatkan temperatur tubuh.

Hormon lain
Inhibin merupakan hormon glikoprotein, sebagai hasil fungsi gonad, yang
mengatur sekresi dan produksi FSH.
3

Perubahan Siklik Endometrium pada Siklus Menstruasi


Selama siklus menstruasi, endometrium mengalami perubahan histologis
dan sitologis serial yang akan mencapai kulminasi dengan menstruasi bila tidak
terjadi kehamilan. Perubahan siklik endometrium berdasarkan perubahan
anatomis dan fungsional glandula, vaskular, dan komponen stroma
endometrium. Siklus ini terjadi sebagai respon terhadap siklus hormonal
ovarium.
Secara morfologi, endometrium dibagi menjadi 2 bagian, yaitu lapisan
basal pada 1/3 bawah dan lapisan fungsional pada 2/3 atas. Lapisan fungsional
berfungsi untuk menyiapkan implantasi blastokis, oleh karena itu lapisan
tersebut mengalami proliferasi, sekresi dan degenerasi. Lapisan basal berfungsi
untuk regenerasi endometrium setelah menstruasi.

1. Fase Proliferatif (Follicular, estrogenic)


Sebelum menstruasi selesai, telah dimulai restorasi epitel permukaan
lapisan    fungsional. Sel epitel dari kripta glandula dalam pada stratum basale
akan mengalami migrasi melalui ujung glandula yang terbuka dan akan melapisi
stroma yang masih telanjang hingga tertutup oleh lapisan epitel. Proses ini
disertai regenerasi dari pembuluh darah dan sel stroma. Selama regenerasi
hingga ovulasi, endometrium mengalami peningkatan ketebalan hingga
beberapa kali lipat. Pada endometrium didapatkan beberapa gambaran mitosis
di epitel, glandula dan stroma. Arteri spiralis akan mengalami regenerasi hingga
ke stratum fungsionalis dan bercabang-cabang dalam stroma. Dengan
pertumbuhan arteri spiralis hingga ke stratum fungsionalis maka endometrium
tampak lebih sembab dan kaya vascular. Glandula memanjang dalam tunica
propria dan awalnya berbentuk tubular secara bertahap akan lebih berkelok-
kelok. Glikogen mulai mengalami akumulasi dalam epitel glandula dan adanya
organela sitoplasmik seperti retikulum endoplasmik kasar dan aparatus Golgi
yang mengindikasikan peningkatan kapasitas sintesis. Fase ini dipengaruhi
hormon estrogen.

2. Fase Sekretori (Luteal, Progestasional)


Fase sekretori berlangsung mulai dari saat ovulasi dan pembentukan
korpus luteum hingga menstruasi. Fase sekretori terutama dipengaruhi oleh
4

progesteron bersama dengan estrogen yang relatif masih tinggi pada fase ini.
Glandula pada fase sekretori sangat berkelok-kelok; lumen dari glandula
mengalami dilatasi, sakulasi dan terisi produk sekretori glikogen yang akan
berfungsi sebagai sumber nutrisi embrio. Akumulasi timbunan glikogen dalam
jumlah besar dalam sitoplasma basal sel glandula, akan mendesak nuklei lebih
ke apek sebelum inisiasi sekresi aktif.
Edema stroma akan menyebabkan peningkatan ketebalan endometrium
hingga 5 mm. Arteri spiralis akan mengalami elongasi dan konvolusi dalam
tunika propria dan akan mencapai stroma yang tampak lebih kaya sel dan
padat. Progresi ini berlangung hingga hari ke 21 siklus menstruasi, pada saat itu
endometrium mencapai status sekretori penuh dan dapat mendukung implantasi
embrio.  

3. Fase Menstruasi (Menses)


Mendekati menstruasi, terjadi spasme arteri spiralis yang diperantarai
prostaglandin yang akan menurunkan suplai darah ke stratum fungsionalis
hingga 2/3 bagian. Sekresi lokal prostaglandin tersebut selain menyebabkan
spasme dan nekrosis iskemik, juga akan menyebabkan kontraksi uterus.
Nekrotik yang terjadi dengan adanya pelepasan kontriksi yang terjadi
secara tiba-tiba akan menyebabkan ruptur pembuluh darah perifer dan darah
keluar ke stroma dan lumen uterus. Setelah 3-4 hari maka seluruh lapisan
fungsionalis akan mengalami nekrosis dan akan lepas.

Mekanisme Haid
Adanya hormon estrogen dan progesteron yang meningkat secara
bertahap, berdampak pada perubahan-perubahan target organ(=endometrium).
Begitu hormon estrogen meningkat, endometrium mulai menebal (masa
proliferasi), dan saat hormon progesteron meningkat terjadi terus perubahan
endometrium dengan bertambahnya pertumbuhan pembuluh darah dan
kelenjar-kelenjar (masa sekresi).
Apabila kadar estrogen dan progesteron turun mendadak (perubahan
korpus luteum ke korpus rubrum) maka pertumbuhan endometrium terhenti
terjadi pelepasan dan perdarahan endometrium (=haid).
5

Beberapa faktor lain yang juga berperan dalam mekanisme haid yaitu :

Faktor Enzim
Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-
enzim hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen
dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut serta dalam
6

pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma di bagian


bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti,
dengan akibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang
sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian, lebih
banyak zat-zat makanan yang mengalir ke stroma endometrium sebagai
persiapan untuk implantasi ovum, apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan
tidak terjadi, maka dengan menurunnya kadar progesteron, enzim-enzim
hidrolitik dilepaskan dan merusakkan bagian dari sel-sel yang berperan dalam
sintesis protein. Karena itu timbul gangguan dalam metabolisme endometrium
yang mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan.

Faktor Vaskuler
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam
lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh
pula arteria-arteria, vena-vena dan hubungan antaranya. Dengan regresi
endometrium timbul stasis dalam vena-vena serta saluran-saluran yang
menghubungkannya dengan arteri dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan
dengan pembentukan hematom, baik dari arteri maupun dari vena.

Faktor Prostaglandin
Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2 . Dengan
desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan
berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan
pada haid.
7

Gametogenesis
GAMETOGENESIS

Sifat kelamin pria dan wanita ditentukan secara genetik oleh kombinasi
kromosom.
Pada pria : 46XY (sering disebut juga 44+XY)
Pada wanita : 46XX (sering disebut juga 44+XX)

Sel-sel gamet : sel-sel yang berperan pada peristiwa reproduksi menjadi


bakal keturunan selanjutnya. Disebut juga sel benih.
Pada pria : sel sperma
Pada wanita : sel telur / ovum

Gametogenesis adalah : proses pembentukan, pembelahan dan pematangan


sel-sel gamet yang siap berperan dalam proses reproduksi
Pada pria : spermatogenesis-spermiogenesis
Pada wanita : oogenesis

PEMBELAHAN SEL

Tujuan pembelahan sel-sel


1. mitosis : regenerasi
2. miosis : mengurangi kromosom (2nDNA 46xx/xy diploid menjadi 1nDNA
23x/y haploid), perubahan bentuk sel-sel benih untuk persiapan pembuahan
(sperma mengecil, ovum membesar)

(dalam gametogenesis : sel-sel yang mengalami pembelahan adalah bakal sel-


sel benih / gamet)

Mitosis

Kromosom melakukan replikasi DNA (2n-4n)


Stadium : profase-prometafase-anafase-telofase, pembelahan sentromer. (baca
sendiri juga tentang biologi sel )

Jumlah akhir kromosom pada pembelahan mitosis : kromosom sel anak =


kromosom sel induk = 2n = 46
8

Miosis

Pembelahan miosis pertama

Replikasi DNA kromosom (2n-4n), membentuk pasangan homolog, kemudian


mengadakan cross-over kromatid, pemisahan membentuk kiasma, terjadi
pertukaran gen interkromosom homolog.
Jumlah akhir kromosom pada pembelahan miosis pertama : kromosom sel anak
= kromosom sel induk = 2n = 23 ganda.

Pembelahan miosis kedua :


Non replikasi, pembelahan pada sentrometer,
Jumlah akhir kromosom pada pembelahan miosis kedua : kromosom sel anak =
½ kromosom sel induk = n = 23 tunggal.

Table : some characteristic differences between mitosis and meiosis


Mitosis Miosis
A single division of the A single division of the chromosomes, but a double
chromosomes and the nucleus division of the nucleus
The number of chromosomes The number of chromosomes is halved
remains the same
Homologous chromosomes do Homologous chromosomes associate to form
not associate bivalents in prophase 1
Chiasmata are never fomed Chiasmata may be fomed
Crossing over never occurs Crossing over may occur
Daughter cells are identical to Daughter cells are genetically different from parental
parent cells (in normal ones
conditions, no mutations)
Two daughter cells are formed Four daughter cells are formed (although in females
only one is usually functional)
Chromosomes coil but remain longer than in mitosis
Chromosomes thicken and Chromosomes form a double row at the equator of
shorten spindle during metaphase 1
Chromosomes move to opposite poles during the
Chromosomes form a single row first meiotic division
at the equator of spindle
Chromatids move to opposite
poles
9

SEL-SEL BENIH PRIMORDIAL

Sel benih pria maupun wanita merupakan turunan langsung sel-sel benih
primordial (primordial germ cells) yang terbentuk pada masa embrional.
Sel benih primordial mulai tanpak di dinding yolk sac pada akhir minggu ke-3
pertumbuhan embrio.
Dalam perkembangannya sel benih primordial berpindah / migrasi ke arah
jaringan gonad, sampai kira-kira minggu ke-5.

SPERMATOGENESIS – SPERMIOGENESIS ( PADA PRIA)

Pada pria, sel benih primordial tetap berada pada stsdium embryonalnya, di
dalam jaringan testis, dikelilingi dengan sel-sel penunjang, sampai saat sesudah
lahir dan menjelang pubertas.

Diferensiasi lanjutan dari sel benih primordial dan penunjangnya baru mulai
pada masa pubertas.

Pada masa pubertas, sel penunjang berkembang menjadi sel-sel sustentakuler


Sertoli untuk nutrisi gamet.

Sel benih primordial berkembang menjadi spermatogonium kemudian menjadi


spermatosit sekunder.
10

Setelah itu spermatosit sekunder menjalani proses miosis kedua menjadi


spermatid.

Perkembangan selanjutnya dari spermatid menjadi sel sperma dewasa disebut


sebagai spermiogenesis.

Pada proses spermiogenesis, terjadi beberapa proses penting :


1. badan dan inti sel spermatid menjadi “kepala” sperma
2. sebahgian besar sitoplasma luruh dan diabsorpsi
3. terjadi juga pembentukan leher, lempeng tengah dan ekor
4. kepala sperma diliputi akrosom.

Hasil akhir proses ini adalah sel-sel sperma dewasa yaitu spermatozoa.

Karena terjadi pemisahan pasangan kromosom, satu sel sperma akan


mengandung kromosom separuh dari induknya (44 + XY ) yaitu kemungkinan
22 + X atau 22 + Y

Keseluruhan proses spermatogenesis-spermiogenesis normal pada pria


memerlukan waktu 60-70 hari.

Setelah terbentuk sempurna, spermatozoa masuk ke dalam rongga tubulus


seminiferus, kemudian akibat kontraksi dinding tubulus spermatozoa terdorong
ke arah epididimis.

Suasana keseimbangan asam-basa dan elektrolit yang sesuai di intratubulus


dan epididimis memberikan spermatozoa kemampuan untuk bergerak (motilitas
sperma).
11

OOGENESIS (PADA WANITA)

Pada wanita, setelah tiba di gonad, sel benih primodial segera berdiferensiasi
menjadi oogonium.
Oogonium kemudian mengalami beberapa kali mitosis, dan pada akhir
perkembangan embrional bulan ketiga setiap oogenium akan dikelilingi oleh
selapis sel epitel yang berasal dari permukaan jaringan gonad, yang nantinya
menjadi sel folikuler.

Sebagian besar oogenium terus mengalami mitosis, sebagian lain


berdiferensiasi dan tumbuh membesar menjadi oosit primer. Oosit primer
kemudian mengadakan replikasi DNA dan memasuki proses miosis pertama
sampai tahap propase.

Pada bulan ke-5 sampai ke-7, jumlah oogenium diperkirakan mencapai +7 juta
sel. Pada saat itu sel-sel mulai berdegenerasi, sehingga banyak oogenium dan
oosit primer berhenti tumbuh dan menjadi atretik.

Tetapi oosit primer yang telah memasuki tahap profase miosis pertama tetap
bertahan pada stadiumnya denga dilapisi sel folikuler epitel gepeng
( selanjutnya oosit primer dengan sel folikuler ini disebut sebagai folikel
primordial).

Folikel primordial tetap pada stadiumnya (disebut fase istrirahat /fase diktioten/
diplotene stage), sampai sesudah kelahiran dan menjelang pubertas. Jumlahnya
pada saat kelahiran 700 ribu –2 juta folikel.
Pada masa pubertas, sambil mulai tebentuknya siklus mentrusi, folikel
primordial/oosit primer mulai mulai melanjutkan pematangan dengan kecepatan
yang berbeda-beda.
12

Pada saat ovulasi dalam siklus haid normal, yaitu sekitar dua minggu sebelum
terjadinya pendarahan haid berikutnya, hanya satu sel folikel yang mengalami
pematangan sampai tingkat lanjut dan keluar sebagai ovum yang siap dibuahi.
Pertrumbuhan /pematangan diawali diawali dengan pertambahan ukuran oosit
primer/ folikel primodial menjadi membesar, dan sel-sel epitel selapis gepeng
berubah menjadi kuboid dan berlapis-lapis.
Pada tingkat pertumbuhan ini, oosit primer bersama lapisan epitelnya disebut
berada dalam stadium folikel primer.

Awalnya oosit primer berhubungan erat dengan sel folikuler kuboid yang
melapisinya, namun sebelumnya terbentuk lapisan mukopolisakarida yang
membatasi / memisahkan diantaranya, yang disebut zona pellucida.

Kemudian terbentuk juga suatu rongga dalam lapisan folikuler (antrum folikuli)
yang makin lam makin besar.
Tetapi sel-sel folikuler, yang berbatasan dengan zona pellucida oosit primer
tetap utuh dan menjadi cumulus oophorus.
Stadium perkembangan ini disebut stadium folikel sekunder.

Kemudian antrum folikuli semakin membesar, sementara bagian tepi luar


lapisan folikuler mulai dilapisi oleh dua lapisan jaringan ikat yaitu teka interna
(lapisan seluler, sebelah dalam, yang kemudian menghasilkan hormon
estrogen) dan teka eksterna (lapisan fibrosa, sebelah luar).
Pada stadium ini, folikel disebut sebagai berada dalam stadium sudah matang,
disebut sebagai folikel tersier atau folikel deGraaf.
13

Setelah tercapai pematangan folikel, oosit primer memasuki pembelahan miosis


kedua dengan menghasilkan dua sel anak yang masing-masing mengandung
jumlah DNA sebanyak separuh sel induk (23 tunggal).
Tetapi hanya SATU sel anak yang tumbuh menjadi oosit sekunder, sementara
sel anak lainnya hanya menjadi badan kutub (polar body) yang tidak tumbuh
lebih lanjut.

Pada saat oosit sekunder mencapai stadium pembentukan kumparan (coilling)


terjadilah OVULASI di mana oosit tersebut dilepaskan dari folikel deGraaf,
bersama dengan lapisan cumulus oophorus dari sel folikular dan lapisan zona
pellucida.
Susunan cumulus oophorus di sekeliling zona pellucida kemudian menjadi
corona radiata.

Folikel bebas tempat oosit kemudian dibawah pengaruh hormon LH hipofisis


akan menjadi korpus luteum yang kemudian menghasilkan hormon progesteron.

Kemudian , oleh gerakan kontraksi dinding tuba dan ayunan serabut-serabut


fimbriae dinding tuba, oosit tersebut ikut terbawa kearah uterus. Di dalam tuba
inilah terdapat kemunhgkian terjadinya pembuahan dengan sel sperma.

Jika terjadi pembuahan, oosit sekunder menyelesaikan stadium pembelahan


pematangan keduanya sampai menjadi oosit matang, kemungkinan dengan
menghasilkan satu buah polar body lagi. Sementara polar body hasil
pembelahan sebelumnya diperkirakan juga mengadakan satu pembelahan lagi.

Jika terjadi pembuahan dan kehamilan, korpus luteum tetap aktif karena
hormon progesteron yang dihasilkan berfungsi mempertahankan keseimbangan
hormonal selama masa-masa awal kehamilan.

Jika tidak terjadi pembuahan, oosit sekunder akan mengalami degenerasi dalam
waktu sekitar 24-48 jam pasca evolusi.

Jika tidak terjadi pembuahan dan kehamilan, sampai dengan 9-10 hari sesudah
ovulasi korpus luteum akan berdegenerasi dan mengalami fibrosis menjadi
korpus albikans.
Akibat degenerasi ini produksi progesteron juga menurun, menjadi stimulasi
untuk terjadinya pendarahan haid berikutnya.

Hasil akhir oogenesis normal kemungkinan adalah satu buah oosit matang dan
1-3 buah polar bodies.
14

Kromosom yang dikandung oleh oosit adalah separuh dari induknya, yaitu 23+X.

Anda mungkin juga menyukai