Anda di halaman 1dari 13

118

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI DANAU TOBA DESA


HARANGGAOL KECAMATAN HARANGGAOL HORISAN
KABUPATEN SIMALUNGUN

(Diversity of Macrozoobenthos in Lake Toba, Village Haranggaol, Haranggaol


Horisan District, Simalungun Regensi)

Ariance Nurdaya Sitanggang(1), Hasan Sitorus(2), Riri Ezraneti(2)


1
Alumni Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara
2
Staf Pengajar Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara
Email: ariance.sitanggang@gmail.com

ABSTRACT

The aims of study were to determine the diversity of macrozoobenthos and


to analize the relationship of water quality parameters (temperature, pH, DO,
BOD5) to diversity index of macrozoobenthos in Lake Toba , Village Haranggaol,
Haranggaol Horisan Subdistrict, Simalungun District. Observations had been
carried out three times in three locations, and each location sampling was
conducted three replications. Regression analysis was used to determine the
correlation of water quality parameters to diversity index of macrozoobenthos.
Based on the research obtained that macrozoobenthos diversity index ranged
from 1.53 to 1.90, uniformity index ranged from 0.82 to 0.95, the population
density ranges from 332 to 645 ind/m2 and relative density ranged from 99.95 to
99.98 %. Regression analysis showed that the correlation coefficient (R) of 0.710
indicates that the relationship between water quality against the relatively strong
macrozoobenthos diversity index and the coefficient of determination (R2)
obtained at 0.505.

Keywords: Diversity, Lake Toba, Macrozoobenthos.

PENDAHULUAN berbeda dengan kondisi alaminya


sehingga dapat mengganggu fauna
Danau Toba merupakan suatu yang hidup didalamnya.
perairan yang banyak dimanfaatkan Salah satu fauna perairan
dalam beberapa sektor seperti tawar yang akan terganggu adalah
perikanan, pariwisata, perhubungan kelompok fauna invertebrata yang
dan juga merupakan sumber air hidup di dasar perairan yang disebut
minum bagi masyarakat di kawasan kelompok zoobentos. Kelompok
Danau Toba. Adanya berbagai zoobentos yang relatif mudah
aktivitas manusia di sekitar danau diidentifikasi dan peka terhadap
tersebut menyebabkan Danau Toba perubahan lingkungan perairan
mengalami perubahan-perubahan adalah spesies yang termasuk dalam
ekologis sehingga kondisinya sudah kelompok invertebrata makro.
119

Kelompok tersebut lebih dikenal dengan keanekaragaman


dengan makrozoobentos (Suartini, makrozoobentos di Danau Toba
dkk., 2006). Desa Haranggaol Kecamatan
Makrozoobentos mempunyai Haranggaol Horisan Kabupaten
peranan sangat penting dalam siklus Simalungun.
nutrien di dasar perairan. Manfaat dari penelitian ini
Makrozoobentos berperan sebagai adalah memberikan data dan
salah satu mata rantai penghubung informasi mengenai keanekaragaman
dalam aliran energi dan siklus dari makrozoobentos di Danau Toba
alga planktonik sampai konsumen Desa Haranggaol Kecamatan
tingkat tinggi. Peran penting lainnya Haranggaol Horisan Kabupaten
adalah dalam proses dekomposisi Simalungun dengan sifat fisik dan
dan mineralisasi material organik kimia perairan, yang dapat
yang memasuki perairan, serta digunakan dalam mengambil
menduduki beberapa tingkat trofik kebijakan pengembangan budidaya
dalam rantai makanan (Koesobiono, ikan yang berkelanjutan di daerah
1987). tersebut.
Perkembangan pemanfaatan
perairan Danau Toba untuk kegiatan BAHAN DAN METODE
perikanan dengan sistem Keramba
Jaring Apung (KJA) di Desa Penelitian ini dilaksanakan
Haranggaol dengan instensitas yang pada bulan Mei-Juli 2013. Penelitian
tinggi, diperkirakan telah ini terdiri dari dua tahap yaitu
menimbulkan dampak terhadap penelitian di lapangan yang meliputi
struktur komunitas makrozoobentos pengambilan sampel dan pengukuran
di dasar perairan akibat limbah sisa parameter fisika-kimia perairan
pakan yang mengendap di dasar secara insitu dan eksitu. Identifikasi
perairan. Menurut data dari Badan makrozoobentos dilakukan di
Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Laboratorium Biologi FMIPA USU
Kawasan Danau Toba (2008) jumlah Medan.
unit KJA yang aktif beroperasi di Alat-alat yang digunakan
Desa Haranggaol mencapai 2500 adalah termometer, pH meter, jarum
unit, dengan menggunakan pakan suntik, plastik, meteran, lakban,
komersial untuk budidaya ikan mas kertas label, erlenmeyer, GPS,
dan nila. Pemerintah mengharapkan eckman grab, ember, cool box, tali
pengembangan usaha budidaya ini plastik, kamera digital, dan alat-alat
dapat dilakukan secara berkelanjutan tulis yang mendukung pelaksanaan
(sustainable aquaculture), dengan penelitian. Bahan yang digunakan
prinsip peningkatan produksi dan adalah MnSO4, KOHKI, H2SO4,
perairan tetap lestari. Na2S2O3, amilum, akuades, formalin
Tujuan dari penelitian ini 4 % dan alkohol 70 %.
adalah untuk mengetahui Penelitian ini dilakukan di
keanekaragaman makrozoobentos di perairan Danau Toba Desa
Danau Toba di Desa Haranggaol Haranggaol Horisan Kecamatan
Kecamatan Haranggaol Horisan Haranggaol Kabupaten Simalungun
Kabupaten Simalungun dan pada 3 lokasi pengamatan yang
mengetahui hubungan beberapa berbeda dengan pengulangan
parameter fisika kimia perairan masing-masing tiga kali. Lokasi I
121

Tabel 1. Klasifikasi Makrozoobentos yang Diperoleh pada Setiap Stasiun


Penelitian
Filum Kelas Ordo Famili Genus
Annelida Oligochaeta Haplotaxida Tubificidae Branchiura
Arthropoda Insekta Diptera Limoniidae Hexatoma
Odonata Libellulidae Plathemis
Crustaceae Decapoda Palaemonidae Macrobranchium
Palaemonetes
Melacostraca Isopoda Cirolanidae Exosphaeroma
Moluska Bivalvia Unionida Unionidae Anodonta
Gastropoda Mesogastropoda Ampullariidae Pila
Buccinidae Anentome
Hydrobidae Floridobia
Littoridinops
Lithoglyphidae Gillia
Pleuroceridae Elimia
Thiaridae Melanoides
Thiara
Truncatellidae Truncatella
Vivivaridae Viviparus
Plathyhelminthes Turbellaria Tricladida Planariidae Planaria

Hasil identifikasi terhadap makrozoobentos pada setiap stasiun penelitian


maka diperoleh ciri-ciri morfologi pada setiap individu:

a b c d

e f h

i j k l

m n o p
122

q r
Keterangan: a. Branchiura b. Hexatoma c. Plathemis d. Macrobranchium
e. Palaemonetes f. Exosphaeroma g. Anodonta h. Pila i. Anentome
j. Floridobia k. Littoridinops l. Gillia m. Elimia n. Melanoides
o. Thiara p. Truncatella q. Viviparus r. Planaria

Berdasarkan data jumlah didapat nilai kepadatan populasi dan


makrozoobentos yang diperoleh pada kepadatan relatif sebagai berikut
setiap stasiun penelitian maka (Tabel 2).

Tabel 2. Nilai Kepadatan Populasi (K) dan Kepadatan Relatif (KR) Pada Setiap
Stasiun
Kepadatan Populasi
Stasiun Kepadatan Relatif (%)
(ind/m2)
I 332 99,98
II 424 99,95
III 645 99,95
Tabel 2. menunjukkan pada sedangkan stasiun I dan II memiliki
stasiun III memiliki nilai kepadatan nilai total kepadatan relatif sama
populasi (K) tertinggi yaitu 645 yaitu 99,95 %.
ind/m2, sedangkan stasiun I memiliki Berdasarkan analisis data
nilai kepadatan populasi terendah diperoleh nilai indeks
yaitu 332 ind/m2. keanekaragaman dan indeks
Nilai total kepadatan relatif keseragaman makrozoobentos pada
tertinggi terdapat pada stasiun I masing-masing stasiun seperti
dengan nilai 99,98 % (Tabel 3), terlihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Indeks Keanekaragaman (H ) dan Indeks Keseragaman (E)


Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian
Stasiun
Indeks
I II III Rataan
Keanekaragaman (H ) 1,53 1,87 1,90 1,77
Keseragaman (E) 0,95 0,83 0,82 0,87
Pada Tabel 3 dapat dilihat Berdasarkan penelitian yang
bahwa nilai indeks keanekaragaman dilakukan pada ketiga stasiun
yang tertinggi terdapat pada stasiun penelitian di perairan Danau Toba
III sebesar 1,90 dan indeks Desa Haranggaol Kecamatan
keanekaragaman terendah pada Haranggaol Horisan diperoleh nilai
stasiun I sebesar 1,53. Indeks rata-rata faktor fisika kimia pada
keseragaman tertinggi terdapat pada Tabel 4 sebagai berikut:
stasiun I sebesar 0,95 dan terendah
pada stasiun III sebesar 0,82.
123

Tabel 4. Nilai Rata-rata Parameter Fisika Kimia di Danau Toba Desa Haranggaol
Stasiun
Parameter
I II III
Suhu (oC) 26 - 28 26 - 28 26 28
pH 7,31 7,38 7,49
Kecerahan (cm) 47,00 50,89 98,67
DO (mg/l) 4,43 5,80 6,50
BOD5 (mg/l) 14,67 11,67 10,33
Substrat Pasir Berlumpur Pasir Berlumpur Pasir
Hubungan parameter kualitas (Y) pada ketiga stasiun dianalisis
air suhu (X1), pH (X2), DO (X3) dan dengan regresi linier berganda (Tabel
BOD5 (X4) dengan Indeks 5)
Keanekaragaman makrozoobentos
Tabel 5. Analisis Regresi Parameter Fisika Kimia Perairan dengan Indeks
Keanekaragaman Makrozoobentos
Parameter Komponen Hasil Analisis Regresi

1+0,389 X2+ 0,065 X3 0,003


Suhu (X1), pH (X2), DO
R 0,710
(X3) dan BOD5 (X4)
R2 0,505

Pembahasan plathyhelmintes hanya didapatkan 1


Penelitian yang dilakukan genus.
pada ketiga lokasi penelitian selama Nilai kepadatan populasi
3 kali pengambilan sampel yang diperoleh pada daerah Keramba
teridentifikasi 4 filum, 7 kelas, 8 Jaring Apung (KJA) pada stasiun I
ordo, 15 famili dan 18 genus merupakan nilai kepadatan populasi
makrozoobentos. Berdasarkan hasil paling rendah yaitu 332 ind/m2. Hal
pengamatan dan identifikasi yang ini dikarenakan pada stasiun I jumlah
telah dilakukan bahwa filum KJA yang dioperasikan secara
moluska merupakan genus yang intensif sangat banyak yang berarti
paling banyak didapatkan di Danau jumlah limbah organik yang
Toba yaitu 11 genus. Menurut dihasilkan relatif besar (kotoran ikan
Suwignyo, dkk. (1998) moluska dan sisa pakan yang tidak termakan)
merupakan hewan yang sangat yang pada akhirnya mengendap di
berhasil menyesuaikan diri untuk dasar perairan dan mengganggu
hidup dibeberapa tempat dan cuaca. habitat benthos. Jumlah bahan
Filum moluska mempunyai bentuk organik yang cukup tebal di dasar
tubuh yang beranekaragam, dari perairan memungkinkan terjadinya
bentuk silindris seperti cacing dan dekomposisi bahan organik secara
tidak mempunyai kaki maupun anaerobik yang menghasilkan gas
cangkang sampai bentuk hampir beracun dan suhu yang meningkat,
bulat tanpa kepala dan tertutup dua sehingga hanya jenis benthos tertentu
keping cangkang besar. Filum yang dapat bertahan hidup
arthropoda diperoleh sebanyak 5 (Koesoebiono, 1995). Kondisi ini
genus, sedangkan filum annelida dan menyebabkan kepadatan
124

makrozoobenthos di lokasi KJA kepadatan relatif (KR) paling tinggi


lebih rendah dibandingkan lokasi adalah Anentome dengan nilai K
pengamatan lainnya. Kepadatan sebesar 203 ind/m2 dan nilai KR
Relatif yang diperoleh pada stasiun sebesar 31,42 %. Nilai kepadatan
ini sebesar 99,98 %. populasi (K) dan kepadatan relatif
Pada stasiun II nilai (KR) paling rendah terdapat pada
kepadatan populasi (K) sebesar 424 genus Hexatoma dan Palaemonetes
ind/m2 dan Kepadatan Relatif (KR) dengan nilai K sebesar 18 ind/m2 dan
99,95 %. Jenis Viviparus merupakan nilai KR sebesar 2,85 %. Hal ini
paling tinggi pada stasiun ini yaitu dikarenakan kondisi lingkungan pada
sebesar 110 ind/m2 dan KR 26,08 %. stasiun III yaitu daerah pariwisata
Hal ini disebabkan kondisi tidak sesuai dengan kehadiran genus
lingkungan yang sesuai dengan tersebut.
keberadaan hewan tersebut. Menurut Keberadaan hewan
Pennak (1978) bahwa Viviparus makrozoobenthos dapat digunakan
dapat hidup pada perairan yang untuk mengetahui kondisi perairan.
memiliki kadar BOD5 yang rendah Dari data jumlah makrozoobenthos
dan kandungan oksigen terlarut yang yang ditangkap dapat digunakan
rendah. Sedangkan nilai kepadatan untuk menentukan nilai indeks
populasi dan kepadatan relatif
makrozoobentos terendah ditemukan keseragaman (E) di Danau Toba
pada genus Gillia, Planaria, Desa Haranggaol Kecamatan
Plathemis dengan nilai K sebesar 18 Haranggaol Horisan Kabupaten
ind/m2 dan nilai KR sebesar 4,34 %. Simalungun.
Rendahnya nilai kepadatan populasi Nilai indeks keanekaragaman
dan kepadatan relatif genus tersebut terendah dari ketiga stasiun terdapat
disebabkan kondisi lingkungan yang pada stasiun I (daerah keramba jaring
tidak sesuai dengan keberadaan apung) sebesar 1,53. Hal ini
hewan tersebut. dikarenakan pada daerah ini adanya
Lokasi pengamatan stasiun II limbah organik yang berasal dari
di sekitar pemukiman penduduk sisa-sisa pakan yang tidak
dipastikan terjadi pembuangan terkonsumsi oleh ikan budidaya dan
limbah rumah tangga (domestik) ke buangan dari sisa metabolisme ikan
perairan Danau Toba, yang menjadi berupa feces dan urin. Limbah
salah satu sumber bahan organik di organik dari pakan ikan KJA yang
dasar perairan. Pembuangan limbah terbuang ke badan air secara kontiniu
domestik yang semakin meningkat jumlahnya cukup besar. Menurut
akibat pertambahan penduduk Panjaitan (2009), keramba jaring
dengan berbagai aktivitasnya, apung menghasilkan senyawa
menyebabkan bahan organik substrat beracun yang selalu merugikan dan
dasar yang menjadi habitat dapat menyebabkan kematian fauna,
makrobenthos mengalami perubahan dekomposisi juga dapat
yang signifikan, sehingga kepadatan menghasilkan kondisi perairan yang
makrozoobenthos lebih rendah cocok bagi kehidupan mikroba
dibandingkan lokasi pariwisata yang fatogen yang terdiri dari mikroba,
relatif bersih. virus dan protozoa yang setelah
Pada stasiun III nilai berkembang-biak, setiap saat dapat
kepadatan populasi (K) dan menyerang dan menjadi penyakit
125

yang mematikan ikan, udang dan indeks keanekaragaman


fauna lainnya termasuk makrozoobentos beserta data yang
makrozoobentos. diperoleh, stasiun III termasuk ke
Berdasarkan pengelompokan dalam tingkat keanekaragaman
tingkat indeks keanekaragaman makrozoobentos tergolong sedang.
beserta data yang diperoleh, stasiun I Pada stasiun ini Anentome
termasuk tingkat keanekaragaman merupakan genus yang memiliki
makrozoobentos tergolong sedang. indeks keanekaragaman tertinggi
Menurut Alfitriatussulus (2003), yaitu sebesar 0,36. Tingginya
mengatakan bahwa nilai indeks keanekaragaman di stasiun III diduga
keanekaragaman tergantung dari karena ketersediaan makanan (faktor
variasi jumlah spesies dan jumlah biotik) bagi makrozoobentos lebih
individu tiap spesies yang mendukung diperairan ini. Selain itu
didapatkan. Semakin kecil jumlah faktor lingkungan abiotik di stasiun
spesies dan variasi jumlah individu ini lebih mendukung terhadap
tiap spesies maka keanekargaman perkembangan makrozoobentos dan
suatu ekosistem semakin kecil. Hal menyebabkan beberapa
ini dapat menyebabkan terjadinya makrozoobentos lebih menyukai
ketidakseimbangan ekosistem yang stasiun ini sebagai habitatnya.
disebabkan gangguan atau tekanan Indeks keseragaman yang
dari lingkungan, berarti hanya jenis tertinggi terdapat pada stasiun I
tertentu yang dapat bertahan hidup. sebesar 0,95 dan indeks keseragaman
Indeks keanekaragaman pada terendah terdapat pada stasiun III
stasiun II sebesar 1,87. Berdasarkan sebesar 0,82. Nilai Indeks
pengelompokan tingkat indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0
keanekaragaman makrozoobentos 1. Jika nilai indeks keseragaman
beserta data yang diperoleh, stasiun mendekati 0 berarti keseragamannya
II termasuk ke dalam tingkat rendah karena ada jenis yang
keanekaragaman makrozoobentos mendominasi. Bila nilai mendekati 1,
tergolong sedang. Pada stasiun ini maka keseragaman tinggi dan
Viviparus merupakan genus yang menggambarkan tidak ada jenis yang
memiliki indeks keanekaragaman mendominasi sehingga pembagian
tertinggi yaitu sebesar 0,35. jumlah individu pada masing-masing
Indeks keanekaragaman jenis sangat seragam atau merata
tertinggi terdapat pada stasiun III (Krebs, 1985).
sebesar 1,90. Brower, dkk., (1990) Suhu merupakan faktor
suatu komunitas dikatakan penting yang mempengaruhi
mempunyai keanekaragaman spesies kehidupan makrozoobentos. Dari
yang tinggi apabila terdapat banyak Tabel 5 dapat dilihat bahwa suhu air
spesies dengan jumlah individu dari tiga stasiun penelitian berkisar
o
masing-masing spesies relatif antara C. Suhu pada tiga
merata. Dengan kata lain bahwa stasiun tersebut relatif sama, tidak
apabila suatu komunitas hanya terdiri mengalami fluktuasi karena keadaan
dari sedikit spesies dengan jumlah cuaca pada saat pengukuran suhu
individu yang tidak merata, maka relatif sama, sehingga suhu tidak
komunitas tersebut mempunyai mengalami perubahan. Kisaran suhu
keanekaragaman yang rendah. tersebut bersifat optimum untuk
Berdasarkan pengelompokan tingkat kehidupan makrozoobentos air tawar
126

seperti moluska, karena umumnya pengamatan. Pada saat cuaca


moluska dapat hidup dengan suhu mendung lebih sedikit cahaya yang
antara 20 C, seperti moluska masuk ke perairan dibanding dengan
M. tuberculata yang termasuk ke saat cuaca cerah. Hal tersebut dapat
dalam famili Thiaridae hidup pada mempengaruhi pandangan mata.
C (Hamidah, 2000). Kandungan oksigen terlarut
Nilai pengukuran pH (DO) tertinggi terdapat pada stasiun
tertinggi terdapat pada stasiun III III yaitu 6,50 mg/l, sedangkan nilai
sebesar 7,49 dan nilai pH terendah oksigen terlarut terendah terdapat
terdapat pada stasiun I yaitu 7,31. pada stasiun I yaitu 4,43 mg/l.
Kisaran ini masih berada dalam nilai Menurut Setyobudiandi (1997),
toleransi hewan makrozoobentos, ini kandungan oksigen terlarut
dibuktikan pada kelimpahan genus mempengaruhi suatu perairan,
yang relatif sama pada pH terendah semakin tinggi kadar O2 terlarut
maupun tertinggi, sehingga dapat maka jumlah dan jenis
disimpulkan bahwa ketiga lokasi makrozoobentos semakin besar.
tersebut masih mempunyai pH yang Rendahnya nilai oksigen terlarut
cukup bagus bagi kehidupan pada stasiun I menunjukkan bahwa
organisme. Menurut Effendi (2003), terdapat banyak senyawa organik
sebagian besar biota akuatik sensitif serta senyawa kimia yang masuk ke
terhadap perubahan pH dan dalam badan perairan tersebut,
menyukai nilai pH sekitar 7 8,5. sehingga kehadiran senyawa organik
Pengukuran kecerahan setiap akan menyebabkan terjadinya proses
stasiun berbeda-beda, tergantung penguraian yang dilakukan oleh
pada kondisi stasiun yang diamati. mikroorganisme yang akan
Nilai kecerahan yang yang tertinggi berlangsung secara aerob
diperoleh pada stasiun III sebesar (memerlukan oksigen). Oksigen
98,67 cm. Hal ini terjadi karena pada terlarut diperairan sangat penting
stasiun III (daerah pariwisata) tingkat bagi kehidupan makrozoobentos
kejernihan perairan ini masih tinggi untuk aktivitas respirasi dalam
dan partikel terlarut masih sedikit. metabolisme. Semakin besar suhu
Nilai kecerahan terendah terdapat dan ketinggian serta semakin kecil
pada stasiun I sebesar 47 cm, tekanan atmosfer, maka kadar
dikarenakan pada daerah ini bahan oksigen terlarut semakin kecil
organik dan sisa pakan dari keramba (Jeffries dan Mills, 1996).
jaring apung sudah sangat banyak. Nilai BOD5 tertinggi terdapat
Kecerahan suatu perairan sangat pada stasiun I yaitu 14,67 mg/l dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, terendah terdapat pada stasiun II
diantaranya kedalaman perairan, yaitu 10,33 mg/l. Adanya perbedaan
cuaca (sinar matahari) serta adanya nilai BOD5 pada setiap stasiun
zat-zat terlarut yang berada di penelitian disebabkan oleh jumlah
perairan tersebut. Partikel-partikel bahan organik yang berbeda pada
terlarut yang dapat mengendap dan masing-masing stasiun yang
terbawa oleh aliran air dari hulu juga berhubungan dengan defisit oksigen
akan mempengaruhi kecerahan karena oksigen tersebut digunakan
perairan. Menurut Ginting (2006), oleh mikroorganisme dalam proses
faktor lain yang mempengaruhi penguraian bahan organik sehingga
pengukuran kecerahan adalah waktu mengakibatkan nilai BOD5
127

meningkat. Menurut Manahan mempunyai fluktuasi suhu udara


(1984) diacu oleh Wargadinata yang tidak terlalu tinggi sehingga
(1995), bahwa nilai BOD5 mengakibatkan fluktuasi suhu air
menunjukkan terjadinya pencemaran juga tidak terlalu besar.
dalam suatu perairan. Suhu ekosistem akuatik
Substrat dasar perairan pada dipengaruhi oleh berbagai faktor
stasiun I dan II merupakan jenis seperti intensitas cahaya matahari,
substrat pasir berlumpur sedangkan pertukaran panas antara air dan udara
pada stasiun III adalah jenis substrat sekelilingnya dan juga oleh faktor
berpasir. Jenis substrat ini masih kanopi (penutupan oleh vegetasi)
sesuai dengan habitat dari pepohonan yang tumbuh ditepi
makrozoobentos. Kelompok perairan. Naiknya suhu air dapat
organisme yang mampu beradaptasi menimbulkan beberapa akibat
pada kondisi substrat pasir adalah diantaranya menurunnya jumlah
organisme infauna makro (berukuran oksigen terlarut dalam air,
1 10 cm) yang mampu menggali meningkatkan kecepatan reaksi
liang di dalam pasir, dan organisme kimia, dan mengganggu kehidupan
meiofauna mikro (berukuran 0,1 1 biota air, apabila batas suhu yang
mm) yang hidup di antara butiran mematikan terlampaui maka
pasir dalam ruang interaksi. Ditinjau organisme air diantaranya
dari kebiasaan makan (feeding habit) makrozoobentos mungkin akan mati
maka hewan bentos yang banyak (Wardhana, 1995).
ditemukan adalah kelompok Koefisien regresi pH (X2)
suspention feeder dan carnivore. sebesar 0,389 menggambarkan
Organisme yang dominan adalah bahwa nilai pH mempunyai
Polychaeta, Bivalvia dan Crustacea pengaruh positif terhadap indeks
(Nybakken, 1988). keanekaragaman makrozoobentos,
Persamaan regresi hasil artinya dengan semakin besarnya
analisis suhu (X1), pH (X2), DO (X3) nilai pH maka akan semakin
dan BOD5 (X4) terhadap Indeks meningkatkan indeks
Keanekaragaman makrozoobentos keanekaragaman makrozoobentos.
X1 + Secara keseluruhan nilai pH yang
0,389 X2 + 0,065 X3 X4. didapat dari ketiga stasiun penelitian
Persamaan regresi tersebut masih mendukung kehidupan dan
menggambarkan bahwa apabila nilai perkembangan makrozoobentos.
suhu (X1 Menurut Barus (2004), kehidupan
suhu mempunyai pengaruh negatif dalam air masih dapat bertahan
terhadap indeks keanekaragaman apabila perairan mempunyai kisaran
makrozoobentos, artinya dengan pH 7 8,5. Kehidupan hewan
semakin besarnya suhu perairan akuatik akan semakin terganggu
maka indeks keanekaragaman apabila pH makin jauh dari titik
makrozoobentos akan semakin kecil. normal, bahkan pH di bawah 4 dan
Suhu merupakan salah satu faktor di atas 11 dapat berakibat fatal.
abiotik yang memegang peranan Nilai Oksigen Terlarut/ DO =
penting bagi kehidupan organisme Dissolved Oxygen (X3) sebesar 0,065
perairan. Menurut Barus (2004), menggambarkan bahwa nilai oksigen
fluktuasi suhu diperairan tropis terlarut (DO) mempunyai pengaruh
umumnya sepanjang tahun positif terhadap besarnya indeks
128

keanekaragaman makrozoobentos, nilai BOD5 menunjukkan terjadinya


artinya dengan semakin besarnya pencemaran organik di dalam suatu
nilai oksigen terlarut (DO) maka perairan. Semakin tinggi nilai BOD5
indeks keanekaragaman maka menunjukkan semakin tinggi
makrozoobentos akan semakin aktivitas organisme untuk
meningkat. DO memegang peranan menguraikan bahan organik atau
penting sebagai indikator biologis dapat dikatakan juga semakin besar
karena oksigen terlarut berperan kandungan bahan organik di perairan
dalam proses oksidasi dan reduksi itu. Menurut Lee dkk., (1978)
bahan organik dan anorganik. perairan yang mengandung BOD5
Sumber utama oksigen terlarut dalam lebih dari 10 mg/l berarti perairan
perairan berasal dari adanya kontak tersebut telah tercemar oleh bahan
antara permukaan air dengan udara organik, sedangkan apabila dibawah
dan juga dari proses fotosintesis. 3 mg/l berarti perairan tersebut masih
Menurut Brower, dkk., (1990) cukup bersih.
semakin tinggi suhu maka kelarutan Berdasarkan hasil pengolahan
oksigen akan semakin berkurang, data regresi pada seluruh stasiun
dimana kenaikan suhu 1°C akan diperoleh nilai koefisien korelasi (R)
meningkatkan metabolisme sebesar 0,710 yang menunjukkan
organisme dan meningkatkan bahwa hubungan antara kualitas air
konsumsi oksigen sekitar 10 %. suhu, pH, DO dan BOD5 terhadap
Koefisien regresi indeks keanekaragaman
Biochemical Oxygen Demand/ BOD5 makrozoobentos tergolong kuat.
(X4) memiliki nilai sebesar 0,003 Nilai koefisien determinasi (R2) yang
yang menggambarkan bahwa diperoleh sebesar 0,505
besarnya nilai BOD5 berpengaruh menunjukkan bahwa parameter
negatif terhadap indeks kualitas air yang diukur yakni: suhu,
keanekaragaman makrozoobentos, pH, DO dan BOD5 memberikan
artinya dengan semakin besarnya pengaruh sebesar 50,5% terhadap
nilai BOD5 maka indeks indeks keanekaragaman
keanekaragaman makrozoobentos makrozoobentos sedangkan 49,5%
akan semakin kecil. Nilai BOD5 lainnya dipengaruhi oleh faktor-
dalam suatu perairan sangat faktor lain.
berhubungan dengan ada tidaknya
pemasukan bahan organik dari KESIMPULAN DAN SARAN
daratan serta ketersediaan oksigen
bagi mikroorganisme dalam Kesimpulan
melakukan proses dekomposisi. Nilai indeks keanekaragaman
Rendahnya nilai BOD5 berarti (H ) makrozoobenthos yang
tingkat konsumsi oksigen oleh diperoleh pada ketiga stasiun
mikroorganisme dalam proses penelitian adalah 1,77. Indeks
dekomposisi juga rendah. BOD5 keanekaragaman tertinggi terdapat
adalah banyaknya oksigen yang pada stasiun III sebesar 1,90 dan
digunakan mikroorganisme untuk terendah terdapat pada stasiun I
menguraikan bahan-bahan organik sebesar 1,53 dan analisis regresi
yang terdapat dalam air selama lima linear berganda hubungan parameter
hari. Menurut Manahan (1984) diacu fisika kimia terhadap Indeks
oleh Wargadinata (1995), bahwa Keanekaragaman makrozoobenthos
129

diperoleh nilai koefisien korelasi (R) Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas


sebesar 0,710, dan koefisien Air: Bagi Pengelolaan
determinasi (R2) sebesar 0,505. Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan.
Saran Kanisius. Yogyakarta.
Perlu perhatian, pengawasan
dan penanganan yang khusus Ginting, E.H. 2006. Kualitas
terhadap kualitas di Danau Toba Perairan Hulu Sungai
Desa Haranggaol Kecamatan Ciliwung Ditinjau dari
Haranggaol Horisan Kabupaten Struktur Komunitas
Simalungun oleh masyarakat dan Makrozoobentos. Skripsi.
pemerintah setempat agar kondisi Departemen Manajemen
perairan terjaga dengan baik serta Sumberdaya Perairan Institut
penambahan stasiun pengamatan Pertanian Bogor. Bogor.
untuk mengetahui keanekaragaman
makrozoobentos yang lebih banyak Hamidah, A. 2000. Keanekaragaman
lagi. dan Kelimpahan Komunitas
Moluska di Perairan Bagian
Utara Danau Kerinci, Jambi.
DAFTAR PUSTAKA Tesis. Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Alftriatussulus. 2003. Sebaran Bogor.
Moluska (Bivalvia dan
Gastropoda) di Muara sungai Jeffries, M., D. Mills. 1996.
Cimandiri, Teluk Pelabuhan Freshwater Ecology,
Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Principles and Applications.
Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Koesoebiono. 1987. Ekologi
Perairan. Fakultas Perikanan
Badan Koordinasi Pengelolaan IPB. Bogor.
Ekosistem Kawasan Danau
Toba. 2008. Rona Awal Lee, C.D., S. E. Wang and C. L.
Ekosistem Kawasan Danau Kuo. 1978. Benthic
Toba. BKPDT. Medan. macroinvertebrates and fish
as biological indicators of
Barus, T.A. 2004. Pengantar water quality, with reference
Limnologi: Studi Tentang to community diversity index.
Ekosistem Air Daratan. International Conference on
Program Studi Biologi Water Pollution Control in
FMIPA USU. Medan. Developing Countries,
Bangkok. Thailand.
Brower, J. E. H. Z. Jerrold and Car.
I.N. Von Ende. 1990. Field Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut:
and Laboratory Methods For Suatu Pendekatan Ekologis.
General Ecology. Third Gramedia. Jakarta.
Edition. Wm. C. Brown
Publisher. USA. New York.
130

Panjaitan, P. 2009. Kajian Potensi Wargadinata, E.L. 1995.


Pencemaran Keramba Jaring Makrozoobentos Sebagai
Apung PT. Aquafarm Indikator Ekologi di Sungai
Nusantara di Ekosistem Percut. Tesis. Program Pasca
Perairan Danau Toba. ISSN Sarjana Ilmu Pengetahuan
0853-0203. Sumber Daya Alam dan
Lingkungan USU. Medan.
Pennak, R. 1978. Fresh Water
Invertebrates of The United
States Protozoa To Mollusca.
University of Colorado.
Colorado.

Setyobudiandi, I. 1997.
Makrozoobentos. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

Sinaga, T. 2009. Keanekaragaman


Makrozoobentos Sebagai
Indikator Kualitas Perairan
Danau Toba Balige
Kabupaten Toba Samosir.
Tesis. Program Pasca Sarjana
IPB. Bogor.

Suartini, N.M., N.W Sudatri., M.


Pharmawati dan R, Dalem.
2006. Identifikasi
Makrozoobentos di Tukad
Bausan Desa Pererenan
Kabupaten Badung Bali.
Ecotrophic 5 (1): 41-44.
Denpasar.

Suwignyo. S, B. Widigdo, Y.
Wardianto, M. Krisanti.
1998. Avertebrata Air Jilid 2.
Institut Pertanian Bogor.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Bogor.

Wardhana, W.A. 1995. Dampak


Pencemaran Lingkungan.
Penerbit Andi. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai