Anda di halaman 1dari 8

PENYAKIT BIPOLAR (MANIA)

1. DEFENISI

Penyakit bipolar dikenal dengan penyakit manik-depresi merupakan

gangguan yang memiliki siklus, dimana terjadi fluktasi yang sangat ekstrim pada

suasana hati (mood), energi dan tingkah laku yang berulang. Diagnosis penyakit

ini melibatkan kemunculan mania, hipomania, atau kombinasi antar episode

selama perjalanan penyakit.

Mania adalah kondisi gangguan suasana hati yang membuat seseorang

merasa sangat bersemangat secara fisik dan mental. Orang dengan bipolar yang

mengalami episode ini akan membuat keputusan yang tidak rasional.

2. ETIOLOGI

Etiologi pasti gangguan bipolar tidak diketahui. Penyakit bipolar dianggap

sebagai penyakit genetik kompleks yang bersifat lingkungan, dipengaruhi secara

mental, dan disebabkan oleh berbagai kelainan neurologis . Peristiwa kehidupan

yang penuh tekanan, penggunaan alkohol atau narkoba, dan perubahan dalam

siklus tidur-bangun dapat menimbulkan ekspresi genetik atau kerentanan biologis

yang menyebabkan disregulasi neurotransmiter, jalur neuroendokrin, dan sistem

messengar kedua.

3. PATOFISIOLOGI

Kondisi medis yang dapat menginduksi mania:

a. Gangguan SSP (tumor otak, stroke, trauma kepala, subdural hematoma,

multiple sclerosis, systemic lupus erythematosus, temporal lobe seizures,

penyakit Hungtinton)
b. Infeksi (ensefalitis, neurosifilis, sepsis, HIV)

c. Abnormalitas elektrolit dan metabolik (fluktasi kalsium atau natrium, hiper

atau hipoglikemia)

d. Disregulasi endokrin atau hormon (penyakit addison, penyakit cushing,

hiper atau hipotiroidisme, gangguan suasana hati terkait menstruasi atau

kehamilan atau perimenopause)

e. Defisiensi vitamin dan nutrisi (asam amino esensial, asam lemak esensial,

vitamin B12.

Obat yang dapat menginduksi mania:

a. Intoksikasi alkohol

b. Keadaan putus obat (alkohol, agonis α2-adrenergik, antidepresan,

barbiturat, benzodiazepin, opiat)

c. Substansi yang meningkatkan efek DA (stimulan SSP: golongan

amfetamin, kokain, golongan obat dengan efek simpatomimetik, agonis,

pelepas, atau penghambat ambilan kembali DA)

d. Halusinogen (LSD, PCP)

e. Intoksikasi ganja dapat memperburuk keadaan psikosis, pemikiran

paranoid, ansietas, dan tidak bersemangat

f. Substansi yang meningkatkan efek NE (agonis α2-adrenergik, agonis β,

penghambat ambilan kembali NE)

g. Golongan steroid (anabolik, hormon adrenokortikotropik, golongan

kortikosteroid)

h. Sediaan tiroid
i. Golongan xantin (kafein, teofilin)

j. Obat penurun berat badan dan dekongestan (efedra, pseudoefedrin)

k. Produk herbal

Terapi somatik yang dapat menginduksi mania:

a. Terapi dengan sinar terang

b. Pengurangan waktu tidur

4. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Durasi dan tingkat keparahan episode gangguan suasana hati dan interval

waktu antar episode dapat bervariasi antar pasien. Episode mania umumnya lebih

singkat dan berakhir lebih mendadak dibandingkan episode depresi. Rata-rata

durasi episode mania tanpa terapi berkisar antara 4 sampai 13 bulan. Episode

dapat muncul secara teratur (pada saat atau musim yang sama sepanjang tahun)

dan seringkali berkelompok dalam interval waktu 12 bulan. Pada wanita episode

depresi lebih banyak dibanding episode mania. Sedangkan pada pria distribusi

episode lebih seimbang.

Mania akut biasanya timbul secara tiba-tiba dan gejala memburuk dalam

beberapa hari. Pada tingkat yang parah dapat meliputi tingkah laku yang tidak

lazim, halusinasi, dan delusi paranoida atau grandiosa. Pada tahap ini pasien akan

mengalami gangguan fungsi yang signifikan atau bahkan perlu perawatan di

rumah sakit. Episode mania dapat diperburuk dengan adanya pemicu stres, kurang

tidur, antidepresan, stimulan SSP, atau sinar yang terang.

Diagnosis berdasarkan manifestasi dan temuan klinis:


1. Pemeriksaan status mental

2. Riwayat psikiatrik, medis, dan pengobatan

3. Tes laboratorium dasar: darah lengkap, blood chemistry screen, fungsi

tiroid, urinalisis, urine drug screen

4. Tes psikologi

5. Brain imaging: magnetic resonance, imaging dan functional scan,

alternatif; alternatif: computed tomograpgy scan, positron emission

tomography

6. Lumbar puncture

7. Elektroensefalogram
5. TERAPI

5.1. Tujuan Terapi

Tujuan terapi meliputi resolusi gejala, pencegahan episode yang akan

datang, minimalisasi efek samping obat, kepatuhan yang baik terhadap terapi,

edukasi pasien tentang penyakit maupun terapi yang didapatkan, dan pencegahan

pemicu stres yang dapat memperburuk episode akut.

5.2. Alogaritma dan Pedoman Terapi


5.3. Terapi Farmakologi
5.4. Terapi Non Farmakologi

1. Edukasi tentang psikologi penyakit mania, terapi, dan pemantauan yang

perlu dilakukan pasien dan keluarganya.

2. Psikoterapi (misalnya: individu, kelompok dan keluarga), terapi

interpersonal, dan atau terapi tingkah laku kognitif.

3. Teknik untuk mengurangi stres, terapi relaksasi, pijat, yoga, dan lain-lain.

4. Tidur (jadwal tidur-bangun yang teratur, hindari konsumsi alkohol atau

kafein menjelang tidur)

5. Nutrisi (konsumsi makanan atau minuman kaya protein dan asam lemak

esensial, suplemen vitamin dan mineral)

6. Olah raga (aerobik dan latihan beban secara teratur minimal 3 kali

seminggu)
7. Penggunaan terapi elektrokonvulsif bilateral untuk mania berat atau

kombinasi episode, depresi psikotik, atau siklus cepat, masih dianggap

sebagai terapi akut terbaik (sekitar 80% memberikan respon) pada pasien

yang tidak merespon pemberian obat untuk menstabilkan suasana hati

(mood stabilizing drugs) lini pertama, seperti litium dan valproat.

Anda mungkin juga menyukai