DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 14
KELAS A
1. Definisi Ansietas
2. Etiologi
Penyebab multifaktorial, baik dari diri sendiri, faktor biologi, faktor social,
psikologis, penyalahgunaan/pemakaian obat tertentu secara berlebihan,
maupun gejala yang timbul dari suatu penyakit lain.
3. Patofisiologi
1. Model noradrenergic
System saraf otonomik hipersensitif dan bereaksi berlebihan terhadap
berbagai rangsangan. Aktivitas berlebihan noradrenergic yang kronik
menurunkan jumlah aZ adrenoreseptor pada penderita gangguan
kecemasan umum (GAD), gangguan stress pasca trauma (PTSD) dan
gangguan kecemasan sosial (SAD).
2. Model reseptor asam y-aminobutirat (GABA)
Pada penderita GAD, ikatan Benzodiazepin dilobus temporalis kiri
dikurangi. Sensitivitas abnormal terhadap sifat antagonis tempat ikatan
benzodiazepin dan pengurangan ikatan ditunjukkan pada kondisi gangguan
kepanikan/panic disorder. Respon hormon pertumbuhan (growth hormone)
terhadap baclofen pada penderita SAD pada umumnya menunjukkan
adanya ketidaknormalan pada fungsi reseptor GABAB pusat.
Ketidaknormalan penghambatan GABA dapat menyebabkan peningkatan
respon terhadap suatu tekanan / stress pada penderita PTSD.
3. Model serotonin (5-HT)
Peranan 5-HT pada gangguan kepanikan tidak jelas, tetapi mungkin
berperan pada perkembangan anticipatory anxiety.
4. Penderita PTSD mengalami hipersekresi faktor pelepas kortikotropin,
tetapi menunjukkan tingkat kortisol yang abnormal pada saat trauma dan
berlangsung kronis
5. Penderita gangguan anxietas memiliki aktivasi abnormal pada daerah
parahippocampal dan korteks prefontal dalam keadaan istirahat. Panik
kecemasan berhubungan dengan dengan aktivasi batang otak dan daerah
ganglia basal. Penderita GAD mengalami peningkatan abnormal aktivitas
kortikal dan penurunan aktivitas ganglia basal. Pada penderita SAD,
mungkin terdapat ketidaknormalan pada amigdala, hippokampus dan
beberapa daerah kortikal. Rendahnya volume hippokampal pada penderita
PTSD mungkin merupakan pekursor perkembangan lanjut PTSD.
4. Manifestasi klinik
1. Gejala kepanikan umum (GAD)
Gejala fisik
Gelisah
Letih
Otot tegang
Sulit tidur
Mudah marah
Dampak buruk
Gejala hyperarousal
Penurunan konsentrasi
Mudah ketakutan
Kewaspadaan yang berebihan
Kesulitan tidur / insomnia
Sensitive atau tiba – tiba marah
Subtipe
Gejala fisik
Tipe umum : rasa takut dan sikap menghindar pada banyak situasi
social
Tipe tidak umum : rasa takut terbatas pada satu atau dua situasi
5. Diagnosis
6. Terapi
Pilihan obat :
Antidepresan yang digunakan pada pengobatan gangguan stress pasca
trauma (PTSD)
1. DEFENISI
Penyakit bipolar dikenal dengan penyakit manik-depresi merupakan
gangguan yang memiliki siklus, dimana terjadi fluktasi yang sangat ekstrim pada
suasana hati (mood), energi dan tingkah laku yang berulang. Diagnosis penyakit
ini melibatkan kemunculan mania, hipomania, atau kombinasi antar episode
selama perjalanan penyakit.
Mania adalah kondisi gangguan suasana hati yang membuat seseorang
merasa sangat bersemangat secara fisik dan mental. Orang dengan bipolar yang
mengalami episode ini akan membuat keputusan yang tidak rasional.
2. ETIOLOGI
Etiologi pasti gangguan bipolar tidak diketahui. Penyakit bipolar dianggap
sebagai penyakit genetik kompleks yang bersifat lingkungan, dipengaruhi secara
mental, dan disebabkan oleh berbagai kelainan neurologis . Peristiwa kehidupan
yang penuh tekanan, penggunaan alkohol atau narkoba, dan perubahan dalam
siklus tidur-bangun dapat menimbulkan ekspresi genetik atau kerentanan biologis
yang menyebabkan disregulasi neurotransmiter, jalur neuroendokrin, dan sistem
messengar kedua.
3. PATOFISIOLOGI
Kondisi medis yang dapat menginduksi mania:
a. Gangguan SSP (tumor otak, stroke, trauma kepala, subdural hematoma,
multiple sclerosis, systemic lupus erythematosus, temporal lobe seizures,
penyakit Hungtinton)
b. Infeksi (ensefalitis, neurosifilis, sepsis, HIV)
c. Abnormalitas elektrolit dan metabolik (fluktasi kalsium atau natrium,
hiper atau hipoglikemia)
d. Disregulasi endokrin atau hormon (penyakit addison, penyakit cushing,
hiper atau hipotiroidisme, gangguan suasana hati terkait menstruasi atau
kehamilan atau perimenopause)
e. Defisiensi vitamin dan nutrisi (asam amino esensial, asam lemak
esensial, vitamin B12.
a. Intoksikasi alkohol
b. Keadaan putus obat (alkohol, agonis α2-adrenergik, antidepresan,
barbiturat, benzodiazepin, opiat)
c. Substansi yang meningkatkan efek DA (stimulan SSP: golongan
amfetamin, kokain, golongan obat dengan efek simpatomimetik, agonis,
pelepas, atau penghambat ambilan kembali DA)
d. Halusinogen (LSD, PCP)
e. Intoksikasi ganja dapat memperburuk keadaan psikosis, pemikiran
paranoid, ansietas, dan tidak bersemangat
f. Substansi yang meningkatkan efek NE (agonis α2-adrenergik, agonis β,
penghambat ambilan kembali NE)
g. Golongan steroid (anabolik, hormon adrenokortikotropik, golongan
kortikosteroid)
h. Sediaan tiroid
i. Golongan xantin (kafein, teofilin)
j. Obat penurun berat badan dan dekongestan (efedra, pseudoefedrin)
k. Produk herbal
Durasi dan tingkat keparahan episode gangguan suasana hati dan interval
waktu antar episode dapat bervariasi antar pasien. Episode mania umumnya lebih
singkat dan berakhir lebih mendadak dibandingkan episode depresi. Rata-rata
durasi episode mania tanpa terapi berkisar antara 4 sampai 13 bulan. Episode
dapat muncul secara teratur (pada saat atau musim yang sama sepanjang tahun)
dan seringkali berkelompok dalam interval waktu 12 bulan. Pada wanita episode
depresi lebih banyak dibanding episode mania. Sedangkan pada pria distribusi
episode lebih seimbang.
Mania akut biasanya timbul secara tiba-tiba dan gejala memburuk dalam
beberapa hari. Pada tingkat yang parah dapat meliputi tingkah laku yang tidak
lazim, halusinasi, dan delusi paranoida atau grandiosa. Pada tahap ini pasien akan
mengalami gangguan fungsi yang signifikan atau bahkan perlu perawatan di
rumah sakit. Episode mania dapat diperburuk dengan adanya pemicu stres, kurang
tidur, antidepresan, stimulan SSP, atau sinar yang terang.
Diagnosis berdasarkan manifestasi dan temuan klinis:
1. Pemeriksaan status mental
2. Riwayat psikiatrik, medis, dan pengobatan
3. Tes laboratorium dasar: darah lengkap, blood chemistry screen, fungsi tiroid,
urinalisis, urine drug screen
4. Tes psikologi
5. Brain imaging: magnetic resonance, imaging dan functional scan, alternatif;
alternatif: computed tomograpgy scan, positron emission tomography
6. Lumbar puncture
7. Elektroensefalogram
5. TERAPI
5.1. Tujuan Terapi
Tujuan terapi meliputi resolusi gejala, pencegahan episode yang akan
datang, minimalisasi efek samping obat, kepatuhan yang baik terhadap terapi,
edukasi pasien tentang penyakit maupun terapi yang didapatkan, dan pencegahan
pemicu stres yang dapat memperburuk episode akut.