Anda di halaman 1dari 8

Khulafaur Rasyidin adalah para khalifah pengganti

Nabi yang dikenal sangat arif dan bijaksana. Mereka

adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khatthab,

Utsman Bin ‘Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Jabatan

sebagai Khalifah bukanlah jabatan warisan turun

temurun sebagaimana jabatan raja-raja Romawi

dan Persia, tetapi dipilih secara demokratis. Ketika

Nabi Muhammad meninggal, permasalahan pertama

yang dihadapi umat islam adalah siapa pengganti

Nabi sebagai pimpinan negara Madinah (khalifah).

Persoalan politik ini begitu penting sehingga

penguburan jenazah Nabi tertunda karena para

penguasa di Madinah sedang dalam kesibukan

sosial-politik besar untuk menentukan kepala

negara. Perdebatan antara kaum Anshor dan

Muhajirin tentang klan mereka yang lebih berhak

telah menjadikan perdebatan menjadi serius. Hal ini

terjadi karena selain Nabi tidak menunjuk seorang

pengganti memimpin negara (sebagaimana raja-raja

Romawi dan Persia), juga tidak memberikan petunjuk

yang jelas tentang proses suksesi kepemimpinan di

Madinah. Sebelum wafat, Nabi Muhammad tidak

pernah berwasiat tentang siapa penggantinya

sebagai khalifah sehingga memunculkan wacana-

wacana baru pemikiran sahabat waktu itu.

Walaupun prosedur pemilihan khalifah berbeda-

beda, namun tidak satupunh khalifah yang

dinobatkan berangkat dari geneologi keturunan. Pola

pemerintah dan syarat menduduki jabatan juga sama

yaitu penerus perjuangan Nabi untuk kemaslahatan


umat. Khalifah diangkat oleh umat Islam berdasarkan

prestise religius dan prestasi perjuangan Islam.

Pemilihan khalifah dilakukan secara demokratis

dengan menempuh prinsip-prinsip konsultasi

diantara klan-klan, penunjukan dan aklamasi.

Sebagai penerus Nabi, para khalifah memandang

kedudukan dan jabatannya sebagai khalifah

adalah medan energi yang mulia bagi kebesaran

dan kejayaan Islam dan sebagai cara efektif untuk

mengaktualisasikan Islam sebagai rahmat bagi

seru sekalian alam. Khulafaurrasyidin meletakkan

kesuciaan agama dan kemaslahatan umat di atas

segala-galanya. Pemerintahan berjalan dengan

sistem demokrasi-teokrasi, artinya demokrasi yang

menjunjung tinggi musyawarah dengan berbasis

pada ajaran agama Islam. Jabatan khalifah bukan

seperti raja tetapi lebih pada posisi pengganti Rasul

dalam meneruskan perjuangan menyebar rahmat.

1.Abu bakar

khalifah pertama sebagai pimpinan negara Madinah

pasca Nabi adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq yanga

memerintah dari tahun 632-634 M. Gelar Ash-Shiddiq

merupakan gelar prestise religius karena Abu Bakar

selalu membenarkan apa yang disabdakan Nabi dan

tidak pernah meragukan. Abu Bakar adalah figur yang

disegani, sahabat kepercayaan Nabi dan sekaligus

menjadi mertua Nabi yang putrid kesayangannya

Aisyah menjadi istri Nabi SAW. Sebagai pengganti

Nabi memimpin negara Madinah, Abu Bakar

mendapat gelar Khalifah ar-Rasul (pengganti Rasul,


The Caliph of the Messenger of God) sedangkan

pemerintahannya disebut khilafah.

Secara sosial-politk, tugas utama Abu Bakar adalah

meneruskan perjuangan sosial-politik Nabi dalam

kerangkan dakwah Islam. Abu Bakar melanjutkan

penyampaian syi’ar Islam kepada negara-negara

yang sebelumnya sudah dilakukan oleh Nabi

Muhammad SAW dengan mengirim utusan-utusan

ke Raja Persia, Ethiopia, Aleksandria, gubernur

Bizantium dan sebagainya. Walaupun era khalifah.

Abu Bakar kurang memperoleh hasil yang signifikan

namun tradisi dakwah ke negara-negara di luar

Madinah menjadi tradisi khalifah setelah Abu Bakar.

Dalam meminmpin kekhalifahan, Abu Bakar lebih

banyak disibukkan dengan memerangi kaum riddah

(murtad) yang mulai menolak membayar zakat dan

membelot dari hokum negara Madinah.

Peran sejarah Abu Bakar adalah bahwa pada era

kekhalifahannya ini, Abu Bakar sebagai kepala

negara dan pemerintahan Madinah membentuk tim

pengumpulan tulisan-tulisan ayat-ayat suci Al-qur’an

yang tercecer yang pernah ditulis era Rasul dan

menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai ketua Tim. Zaid bin

Tsabit sendiri merupakan salah satu sahabat yang

menjadi sekretaris Rasul yang ditugaskan untuk

menuliskan wahyu Al-Qur’an.

Abu Bakar selaku khalifah dan yang bertanggung

jawab atas proses ini memberikan petunjuk (rambu-

rambu) agar tulisan-tulisan yang diterima tim memiliki


validitas kuat dan tidak menerima naskah-naskah

tulisan yang tidak memenuhi syarat. Adapun syarat

naskah tulisan yang dapat diterima adalah sesuai

dengan hafalan para sahabat dan tulisan naskah

tersebut harus benar-benar ditulis atas perintah

dan di hadapan nabi SAW.54 Ide Abu Bakar tersebut

muncul dari usulan Umar bin Khattab karena Umar

kawatir banyaknya sahabat penghafal Al-Qur’an

yang meninggal dalam peperangan Yamamah di

masa kekhalifahan Abu Bakar. Dengan gugurnya

para penghafal, sangat dikawatirkan ayat-ayat Al-

Qur’an akan hilang bersama kematian para sahabat

penghafal Al-Qur’an.

Peristiwa manajemen pengumpulan naskah-naskah

tulisan Al-Qur’an yang tercecer era Abu Bakar ini

merupakan peristiwa kebudayaan karena sebelumnya

tidak pernah disabdakan oleh Nabi Muhammad. Ayat-

ayat yang ditulis di pelepah kurmna, batu, kulit-kulit

dan tulang binatang dikumpulkan dikumpulkan atas

perintah Abu Bakar untuk memelihara keotentikan

Al-Qur’an. Implikasi dari pengumpulan Al-Qur’an

sangat luas baik Dari sisi teologis maupun dari sisi

kebudayaan. Dari sisi teologis, umat Islam akan

lebih dapat mengerti dan memahamai pesan-pesan

Al-Qur’an yang telah disusun secara sistematis.

Sedangkan dari perspektif kebudayaan, Al-Qur’an

yang telah disatukan dalam susunan tersebut telah

menumbuhkan berbagai macam ilmu pengetahuan

(sebagai pilar budaya). Teks Al-Qur’an kemudian


dibakukan pada era pemerintahan Utsman bin Affan

untuk menjaga kesatuan. Teks ditulis dan dicetak

serta disebarluaskan di seluruh penjuru atas perintah

Utsman Bin Affan untuk menjadi pegangan tertulis

bagi umat Islam.

Setalah dua tahun memimpin negara Madinah dan

memantapkan kepemimpinan Madinah dalam sebuah

masyarakat tunggal yang mempersatukan seluruh

Arabia, Abu Bakar meninggal. Sebelum meninggal,

Abu Bakar sempat bermusyawarah dengan sejumlah

tokoh sahabat dan klan-klan terkemuka di Madinah

dan menunjuk Umar Bin Khattab sebagai khalifah.

Penunjukan ini menjadi efektif karena disetujui oleh

umat dan Umar memperoleh sumpah setia (bai’at)

dari umat.

2.umar bin khattab

Pada era khalifah Umar Bin Khattab ini

(634-644 M). Pada masa Umar ini, gelar Amirul

Mukminin (pemimpin umat Islam) dilegal formalkan

sebagai gelar khalifah. Dalam konstelasi sosial

politik dan keagamaan, khalifah Umar memperoleh

hasil yang cukup gemilang yaitu Islam telah tersebar

ke Mesir, Palestina, Suriah, Irak dan Persia.

Keberhasilan dakwah ini sekaligus merupakan

keberhasilan penataan kebudayaan Islam dan

perluasan teritorial Islam sejak Umar Bin Khattab

mencanangkan program ekspansi (futuhat). Ide

malakukan ekspansi ini merupakan ide gemilang

dalam kerangka dakwah dan territorial guna

membangun peradaban. Dalam menjalankan roda


pemerintahan, Umar terkenal memiliki mental

mujtahid (menggunakan nalar) untuk membangun

peradaban dan syi’ar Islam. Umar dikenal sosok

yang memimpin dengan logika yang sangat progresif

dan telah meletakkan fondasi dasar pemerintahan

Islam yang sangat luas.

Pada akhir pemerintahannya, Umar memilih

sejumlah orang sebagai tim untuk memilih khalifah

yang baru dan memberikan syarat agar puteranya

tidak dipilih menjadi penggantinya, sebagaimana

raja-raja yang mewariskan tahta secara turun

temurun. Akhirnya

3.utsman bin affan

Utsman Bin Affan terpilih menjadi

khalifah (644-656 M). Utsman sendiri bukan dari

keluarga Bani Hasyim, tetapi dari keluarga Bani

Umayah. Utsman juga tidak pernah mengatakan

bahwa kekhalifahannya adalah kekhalifahan bani

Umayah. Sebaliknya, Utsman melanjutkan tradisi

pendahulunya bahwa kekhalifahan yang dipimpinnya

adalah kekhalifahan milik umat Islam, dan bukan milik

klan tertentu. Orientasi plitik Utsman dapat meredam

berbagai kelompok masyarakat bani Hasyim yang

menginginkan khalifah dari bani Hasyim.

Prestasi gemilang Utsman adalah mampu

melanjutkan kebijakan strategis Umar Bin Khattab

dalam melakukan ekspansi (futuhat) sehingga

khilafah mampu mengembangkan sayapnya hingga

Tripoli, kepulauan Siprus, Armenia dan Kaukasia

(di sebalah barat) serta Persia timur, India dan


Herat (di sebelah timur). Kemampuan membangun

angkatan laut juga menjadi prestasi tersendiri bagi

khalifah Utsman. Kegemilangan pemerintahan

khalifah Utsman ini terjadi pada 6 tahun pertama

dari 12 tahun masa pemerintahannya. Pada 6 tahun

kedua pemerintahannya, khalifah Utsman dilanda

persoalan intern besar karena bersikap nepotisme

dengan mengangkat gubernur-gubernur dari

keluarga keturunan Umayah.

4.Ali bin abi thalib

Sejak khalifah Utsman meninggal maka kekhalifahan

dipegang oleh Ali Bin Abi Thalib55 (656-661 M) yang

diumumkan di Madinah dan mendapat dukungan

dari bani Hasyim dan mayoritas umat Islam di

Madinah. Bahkan pendukung fanatik Ali (Syi’at ‘Ali)

sebagai embrio kaum Syi’ah memiliki pandangan

yang sangat radikal yaitu bahwa Ali merupakan

keluarga Bani Hasyim, sepupu Nabi, menantu Nabi

(karena menikah dengan Fathimah binti Rasul) lebih

berhak menjadi khalifah ketimbang Abu Bakar, Umar

dan Utsman. Tetapi Ali gagal merangkul Mu’awiyah,

kerabat Utsman yang menjabat sebagai gubernur

Syiria. Bahakn Mu’awiyah, atas nama keluarga bani

Umayah menuntut balas atas kematian Utsman.

Pada era khalifah Ali, perseteruan politik intern

55 Ali Bin Abi Thalib adalah sepupu Nabi yang sejak masa

remajanya sudah memluk Islam. Ali adalah laki-laki pertama

yang memeluk Islam.

umat Islam semakin menonjol, misalnya terjadi

konflik dan peperangan antara khalifah Ali dengan


Aisyah, Tholhah dan Zubair dalam perang unta

(perang jamal) serta peperangan antara Ali dengan

Mu’awiyah (perang shiffin) yang berakhir dengan

tahkim (arbitrage) dan berimplikasi pada munculnya

aliran-aliran pemikiran teologi Islam.

Apa yang perlu menjadi catatan adalah bahwa

Khulafaur Rasyidin sebagai Amirul Mukminin

tidak pernah membentuk dinasti. Hal ini sekaligus

mewarisi pola pergantian kepemimpinan politik Nabi

yang tidak pernah mewariskan tahta kekuasaan

politik kepada keturunannya. Sistem pemerintahan

dinasti klan baru muncul sejak Mu’awiyah mendirikan

dinasti Umayah. Sejak Mu’awiyah dan keturunanya

ini, sistem kepemimpinan kharismatik khilafah awal

telah diubah menjadi sistem monarki berbasis pada

klan.

Anda mungkin juga menyukai