4.1 Hubungan Antara Waktu dengan Suhu pada Solute Standar
Gambar 4.1 Hubungan antara waktu dengan suhu pada Nacl
Berdasarkan gambar 4.1 terlihat bahwa pada menit ke-2 suhu yang terukur adalah 65ºC. Sedangkan pada menit ke- 4 sampai menit ke-8 suhu pada NaCl adalah 66ºC konstan. Berdasarkan data referensi ΔHs NaOH adalah – 1,164 kgcal/ g-mole (Perry,1984). Tanda (-) tersebut berarti system bersifat eksoterm, dimana apabila dalam sistem terisolasi suhu akan turun. Namun, dapat terlihat pada gambar 4.1 terlihat bahwa kurva menunjukkan suhu NaCl konstan di suhu 66ºC dan tidak mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan kalorimeter tidak terisolasi secara sempurna sehingga kalor keluar dari system ke lingkungan (Satriawan, 2013). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat tidak sesuai dengan kajian teori, hal ini dikarenakan calorimeter yang tidak terisolasi dengan sempurna menyebabkan suhu yang seharusnya turun justru menjadi konsttan. PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
4.2 Hubungan Antara Waktu dengan Suhu pada Solute Variabel
4.2.1 KOH
Gambar 4.2 Hubungan antara waktu dengan suhu pada KOH
Berdasarkan gambar 4.2 terlihat pada larutan KOH 2 gram suhu meningkat dari 62ºC hingga konstan pada suhu 63 ºC. Pada larutan KOH 4 gram suhu meningkat dari 63 ºC hingga konstan pada suhu 64 ºC. Pada larutan KOH 6 gram suhu meningkat dari 67 ºC hingga konstan pada suhu 68 ºC. Pada larutan KOH 8 gram suhu meningkat dari 69 ºC hingga konstan pada suhu 70 ºC. Berdasarkan data referensi ΔHs dari KOH adalah + 192 kj/mol (Lange’s Book, 1985). Tanda(+) menandakan bahwa system memiliki sifat endotermis dimana suhu akan naik seiring berjalannya waktu karena system menyerap panas dari lingkungan ke system. Selain itu, pada pengaruh massa, apabila panas pelarutan positif (endotermis) maka makin tinggi temperature semakin banyak pula zat yang terlarut (Tim Kimia Fisika I, 2014 dalam Sukma, 2015). Dapat dilihat pada gambar 4.2 kenaikan suhu pada larutan KOH 2, 4, 6, 8 gram sudah sesuai kajian teori. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kenaikan suhu pada larutan solute variable KOH 2, 4, 6, 8 gram semakin tinggi seiring bertambahnya massa. PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
4.2.2 MgCl2.6H2O
Gambar 4.3 Hubungan antara waktu dengan suhu pada MgCl2.6H2O
Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pada larutan MgCl2.6H2O 2 gram suhu konstan pada 69ºC. Pada larutan MgCl2.6H2O 4 gram suhu meningkat dari 68 ºC hingga konstan pada suhu 69 ºC. Pada larutan MgCl2.6H2O 6 gram suhu meningkat dari 73 ºC hingga konstan pada suhu 74 ºC. Pada larutan MgCl 2.6H2O 8 gram suhu meningkat dari 74 ºC hingga konstan pada suhu 75 ºC. Berdasarkan data referensi ΔHs dari MgCl2.6H2O adalah + 3,4 kgcal/g-mole(Perry, 1984). Tanda (+) berarti sistem dalam keadaan endotermis dimana sistem akan mengalami kenaikan suhu karena sistem menyerap panas dari lingkungan ke sistem. Selain itu, pada pengaruh massa, apabila panas pelarutan positif (endotermis) maka makin tinggi temperature semakin banyak pula zat yang terlarut (Tim Kimia Fisika I, 2014 dalam Sukma,2015). Dapat dilihat pada gambar 4.3 kenaikan suhu pada larutan MgCl2.6H2O 2,4,6,8 gram sudah sesuai kajian teori. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kenaikan suhu pada larutan solute variable MgCl 2.6H2O 2, 4, 6, 8 gram semakin tinggi seiring bertambahnya massa. PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
4.2.3 BaCl2.2H2O
Gambar 4.4 Hubungan antara waktu dengan suhu pada BaCl2.2H2O
Berdasarkan gambar 4.4 dapat dilihat bahwa pada larutan BaCl2.2H2O 2 gram terjadi kenaikan suhu dari 71ºC hingga konstan pada suhu 72 ºC. Pada larutan BaCl2.2H2O 4 gram terjadi kenaikan suhu dari 69 ºC hingga konstan pada suhu 70 ºC. Pada larutan BaCl2.2H2O 6 gram terjadi kenaikan suhu dari 67 ºC hingga konstan pada suhu 69 ºC. Pada larutan BaCl2.2H2O 8 gram terjadi kenaikan suhu 63 ºC hingga konstan pada suhu 65 ºC. Berdasarkan data referensi ΔHs dari BaCl2.2H2O adalah - 4,5 kgcal/g-mole(Perry, 1984). Tanda (-) berarti sistem bersifat eksotermis dimana suhu sistem akan turun seiring berjalannya waktu karena sistem mengalirkan panas ke lingkungan. Berdasarkan gambar 4.4 tidak terjadi penurunan suhu pada larutan BaCl 2.2H2O disemua variable massa zat terlarut. Hal ini terjadi akibat calorimeter yang digunakan mengalami penyesuaian suhu karena sudah digunakan oleh solute variable sebelumnya. Pada dasarnya kalor yang dilepas atau diserap menyebabkan perubahan suhu pada calorimeter (Prasetya, 210). Jadi kenaikan suhu pada larutan BaCl 2.2H2O pada variable massa 2, 4, 6, 8 gram tidak sesuai teori. Hal ini terjadi akibat calorimeter yang digunakan mengalami penyesuaian suhu karena sudah digunakan oleh solute variable sebelumnya. PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
4.3 Hubungan Antara Entalpi dengan Molaritas pada Solute Variabel
4.3.1 KOH
Gambar 4.5 Hubungan antara molaritas dengan entalpi pada KOH
Berdasarkan gambar 4.5 dapat dilihat bahwa hubungan molaritas dengan entalpi bersifat naik-turun (fluktuatif). Dapat dilihat pada titik 0,396 M ke titik 0,793 M mengalami kenaikan, pada titik 0,793 M ke titik 1,19 M mengalami penurunan, dan pada titik 1,19 M ke titik 1,587 M mengalami kenaikan lagi. Berdasarkan referensi, seharusnya seiring bertambahnya molaritas maka ΔHs akan semakin kecil. Hal ini dibuktikan dengan persamaan : T2 BM × C × ΔT ΔH = W - ∫ Cp dT (Sari dkk., 2016) T1
Dimana ΔHs dan W berbanding terbalik, sedangkan W dan molaritas
berbanding lurus. Hal ini dibuktikan dengan persamaan : W 1000 M × BM × mL M= × ; W= (Widayani,2018) BM mL 1000 Maka dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya molaritas maka ΔHs semakin kecil. Berdasarkan gambar 4.5 dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat tidak sesuai teori karena hubungan molaritas dengan ΔHs bersifat fluktuatif. Hal tersebut dikarenakan sistem tidak terisolasi sempurna. Apablia calorimeter tidak terisolasi sempurna maka akan ada transfer kalor antara sistem dan lingkungan. PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
4.3.2 MgCl2.6H2O
Gambar 4.6 Hubungan antara molaritas dengan entalpi pada MgCl2.6H2O
Berdasarkan gambar 4.6 dapat dilihat bahwa hubungan antara molaritas dengan entalpi bersifat meningkat dari awal hingga akhir. Dapat dilihat pada titik 0,109 M hingga 0,437 M kurva tersebut selalu naik . Berdasarkan referensi, semakin bertambahnya molaritas maka ΔHs akan semakin kecil. Hal ini dibuktikan dengan persamaan : T2 BM × C × ΔT ΔH = W - ∫ Cp dT (Sari dkk., 2016) T1
Dimana ΔHs dan W berbanding terbalik, sedangkan W dan molaritas
berbanding lurus. Hal ini dibuktikan dengan persamaan : W 1000 M × BM × mL M= × ; W= (Widayani,2018) BM mL 1000 Maka dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya molaritas maka ΔHs semakin kecil. Berdasarkan gambar 4.6 dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat tidak sesuai teori karena hubungan molaritas dengan ΔHs bersifat meningkat. Hal tersebut dikarenakan sistem tidak terisolasi sempurna. Apablia calorimeter tidak terisolasi sempurna maka akan ada transfer kalor antara sistem dan lingkungan. PANAS PELARUTAN DAN KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU
4.3.3 BaCl2.2H2O
Gambar 4.7 Hubungan antara molaritas dengan entalpi pada BaCl2.2H2O
Berdasarkan gambar 4.7 dapat dilihat bahwa hubungan antara molaritas dengan entalpi bersifat meningkat dari awal sampai akhir . Dapat dilihat pada titik 0,091 M hingga 0,364 M kurva tersebut selalu naik. Berdasarkan referensi, semakin bertambahnya molaritas maka ΔHs akan semakin kecil. Hal ini dibuktikan dengan persamaan : T2 BM × C × ΔT ΔH = W - ∫ Cp dT (Sari dkk., 2016) T1
Dimana ΔHs dan W berbanding terbalik, sedangkan W dan molaritas
berbanding lurus. Hal ini dibuktikan dengan persamaan : W 1000 M × BM × mL M= × ; W= (Widayani,2018) BM mL 1000 Maka dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya molaritas maka ΔHs semakin kecil. Berdasarkan gambar 4.7 dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat tidak sesuai teori karena hubungan molaritas dengan ΔHs bersifat meningkat. Hal tersebut dikarenakan sistem tidak terisolasi sempurna. Apablia calorimeter tidak terisolasi sempurna maka akan ada transfer kalor antara sistem dan lingkungan.