Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dewasa ini banyak teknologi yang bisa dimanfaatkan untuk menyokong aktivitas
bercocok tanam di lahan perkebunan. Smart Agriculture merupakan suatu sistem yang
memakai teknologi tinggi untuk membudidayakan serta mengelola tumbuhan pangan
secara berkepanjangan untuk banyak pihak. Pertanian berbasis Internet of Things (IoT)
membuat para petani mendapatkan real-time data yang berguna untuk memantau
kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan tanaman. Proses ini akan
memangkas segala aktivitas yang memerlukan periode waktu tertentu serta jumlah
tenaga kerja yang cukup besar pada skala industri pertanian. Oleh sebab itu, industri
pertanian pada masa ini harus sadar akan potensi pasar IoT untuk aplikasi di dunia
pertanian.
Namun, kebanyakan sistem pertanian berbasis IoT yang sudah diterapkan di
Indonesia masih hanya mencakup wilayah lahan kebun yang tidak terlalu luas. Perlu
adanya teknologi yang dapat menghubungkan beberapa sensor yang tersebar di
beberapa titik lahan kebun secara nirkabel. Teknologi yang dibuat pada penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan beberapa data parameter yang berpengaruh dalam
kelangsungan pertumbuhan tanaman seperti temperatur udara, kelembaban udara, dan
kelembaban tanah.
Bersumber pada kasus tersebut, maka diperlukan media transmisi nirkabel yang
mempunyai jarak yang cukup jauh untuk dapat menghubungkan beberapa Sensor Node
yang akan disebarkan dalam beberapa titik pada lahan kebun. Berikut ini terdapat
beberapa contoh media transmisi nirkabel [1] yang dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Perbandingan Media Transmisi Nirkabel
Energy
Range Frequency Data Rate Cost
Consumption
Bluetooth 30 – 300 ft 2.4 GHz 1 Mbps Medium Low
Blee Up to 10 ft 2.4 GHz 1 Mbps Low Low
ZigBee 30 – 1.6 km 2.4 GHz 250 kbps Low Low
WiFi 100 – 150 ft 2.4 GHz 11 – 54 Mbps High High
LoRa 2 – 15 km ISM Band 868, 0.3 – 50 kbps Low Low
915 MHz
Dapat dilihat pada Tabel 1.1 bahwa media transmisi nirkabel yang bisa
menjangkau jarak yang paling jauh yaitu Long Range Radio (LoRa), dimana LoRa
sanggup mengirimkan informasi dengan jarak mencapai 2 – 15 km. Tidak hanya itu,
LoRa mempunyai kelebihan dalam hal konsumsi energi yang hemat dan anggaran yang
lumayan terjangkau dibandingkan dengan media transmisi nirkabel yang lain, misalnya
Bluetooth dan WiFi.
LoRa sering diaplikasikan untuk Machine-to-Machine (M2M) serta jaringan
IoT. LoRa bisa dioperasikan di Industrial, Scientific and Medical (ISM) pada pita
frekuensi 433 MHz, 868 MHz, dan 915 MHz. LoRa digunakan untuk piranti portable
yang beroperasi sampai 10 tahun dengan energi baterai saja di penyebaran regional,
nasional, ataupun global [2]. Ini membuatnya sangat cocok untuk penyebaran IoT
karena memakai sangat sedikit energi dan bisa dijalankan tahunan tanpa perawatan.
Beberapa riset taraf internasional mengenai LoRa menyimpulkan bahwa
jangkauan LoRa sangat dipengaruhi oleh kondisi zona. Zona perkotaan, pinggiran kota,
serta pedesaan mempunyai jangkauan LoRa yang berbeda, sehingga hal ini
mempengaruhi Received Signal Strength Indication (RSSI) [3]. Salah satu penelitian
mengenai studi performansi jarak jangkauan LoRa dalam mendukung infrastruktur
konektivitas nirkabel IoT berhasil melakukan pengukuran jangkauan LoRa hingga
radius 400 m. Namun jarak jangkauan ini masih belum sesuai dengan spesifikasi yang
diharapkan, yaitu sampai dengan radius 15 km [4]. Beberapa aspek menjanjikan dari
teknologi LoRa ini mendorong dilakukannya penelitian ini untuk pengujian performansi
jarak jangkauan LoRa di kawasan perkebunan di Bali. Analisis dilakukan untuk
mengetahui pengaruh jarak transmisi terhadap nilai RSSI yang berperan sebagai
indikator kekuatan sinyal terima untuk wilayah pedesaan khususnya daerah perkebunan.
Selain masalah tentang jangkauan performansi LoRa, konsumsi daya pada
perangkat ini juga perlu diperhatikan. Modul LoRa berfungsi untuk melakukan
pengukuran yang dilakukan secara tanpa henti (continuous). Hal ini menyebabkan
diperlukannya manajemen penggunaan daya pada modul LoRa, agar dapat
menghasilkan sebuah sistem yang hemat akan penggunaan energi.
Dalam menciptakan sebuah sistem yang hemat energi dapat diciptakan dengan
cara mengatur mode manajemen daya pada modul LoRa. Agar sistem manajemen daya
efektif, diperlukan pengukuran penggunaan daya yang dikonsumsi oleh modul LoRa
secara akurat [5]. Dalam implementasi baterai sebagai supply pada modul LoRa,
diperlukan sebuah pengujian penggunaan daya untuk mengetahui konsumsi daya
berdasarkan mode manajemen daya pada modul LoRa. Simulasi ini bertujuan untuk
mengetahui dan memberikan edukasi mengenai penggunaan energi yang dibutuhkan
sistem.
Penelitian ini mengkolaborasikan 2 modul LoRa populer yang tersedia di
pasaran, yaitu TTGO ESP32 LoRa V2.1.6 dan Heltec Cube Cell HTCC-AB01 dengan
pemilihan frekuensi 915 MHz untuk menguji kehandalan dan efisiensinya sebagai
media komunikasi data dalam hal monitoring parameter-parameter yang berpengaruh
pada tanaman jeruk seperti temperatur udara, kelembaban udara, dan kelembaban tanah.
Sistem ini diaplikasikan pada tanaman jeruk karena tanaman jeruk merupakan salah satu
tanaman yang membutuhkan kondisi khusus untuk dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Temperatur optimal yang dibutuhkan antara 25-30 C dengan kelembaban
optimum sekitar 70-80% [6]. Maka dari itu diperlukan beberapa sensor yang dapat
memantau nilai dari parameter tersebut agar para petani jeruk dapat mengetahui kondisi
lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman mereka secara
real-time.

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini yaitu:
a. Bagaimanakah implementasi sistem IoT untuk memonitoring temperatur udara,
kelembaban udara, dan kelembaban tanah pada kebun jeruk secara nirkabel?
b. Bagaimanakah perbandingan jarak transfer data dan daya yang dipancarkan
antara TTGO ESP32 LoRa V2.1.6 dengan Heltec Cube Cell HTCC-AB01?
c. Bagaimanakah pengaruh jarak terhadap konsumsi daya antara TTGO ESP32
LoRa V2.1.6 dengan Heltec Cube Cell HTCC-AB01?

1.3. Batasan Masalah


Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian hanya akan dibatasi pada:
a. Transmisi LoRa menggunakan topologi star.
b. Kondisi LOS (Line of Sight) dan NLOS (Non Line of Sight) pada lingkungan
outdoor.
c. LoRa yang digunakan menggunakan frekuensi 915 MHz.
d. Parameter yang dimonitoring ialah temperatur udara, kelembaban udara, dan
kelembaban tanah.
e. Pada pengujian jarak, penelitian hanya berfokus pada pengaruh jarak dan
halangan terhadap nilai RSSI.

1.4. Tujuan Penelitian


Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
dari penelitian ini yaitu:
a. Dapat membuat sistem monitoring temperatur udara, kelembaban udara, dan
kelembaban tanah pada kebun jeruk secara nirkabel.
b. Dapat mengetahui perbandingan jarak maksimum transfer data dan daya yang
dipancarkan antara TTGO ESP32 LoRa V2.1.6 dengan Heltec Cube Cell
HTCC-AB01.
c. Dapat mengetahui pengaruh jarak terhadap konsumsi daya antara TTGO ESP32
LoRa V2.1.6 dengan Heltec Cube Cell HTCC-AB01.

1.5. Manfaat Penelitian


Berikut manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini adalah:
a. Meningkatkan efisiensi penanaman tanaman jeruk.
b. Membantu petani dalam meningkatkan peluang bisnis budidaya tanaman jeruk.
c. Mengetahui karakteristik lokasi yang digunakan untuk lokalisasi node pada
jaringan sensor nirkabel.
d. Membantu mewujudkan Smart Agriculture 4.0.

1.6. Sistematika Penulisan


Penelitian skripsi ini terdiri dari 5 bab, antara lain :
a. Bab I Pendahuluan
Menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
b. Bab II Tinjauan Pustaka
Menguraikan tentang penelitian sebelumnya dan landasan teori yang berisi
definisi Internet of Things, LoRaWAN, Wireless Sensor Network, serta
komponen-komponen yang akan digunakan pada sistem yang dibangun.
c. Bab III Metodologi
Menguraikan tentang perancangan sistem, parameter yang dominan, pembuatan
sistem, prosedur pengujian sistem, dan hasil yang diharapkan.
d. Bab IV Hasil dan Pembahasan
Menguraikan dan menganalisis data-data yang didapatkan dari pengujian sistem.
e. Bab V Penutup
Menjelaskan tentang kesimpulan akhir penelitian serta saran-saran yang
direkomendasikan berdasarkan pengalaman di lapangan guna perbaikan proses
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Sebelumnya


Penelitian sebelumnya [7] melakukan pengujian pengaruh perubahan parameter
LoRa pada lingkungan indoor dengan menggunakan 2 skenario yaitu LOS (Line of
Sight) dan NLOS (Non Line of Sight). Pengujian tersebut menggunakan komponen
Arduino Nano serta modul LoRa sebagai perangkat transmitter dan receiver. Namun
penelitian tersebut menguji performansi LoRa pada lingkungan indoor saja, perlu juga
dilakukan pengujian pada lingkungan outdoor sehingga hasilnya dapat diaplikasikan
untuk memudahkan aktivitas masyarakat luas terutama untuk sektor pertanian lahan
terbuka.
Penelitian sebelumnya [8] juga mengevaluasi beberapa modul LoRa berbiaya
rendah yang tersedia di pasar dan kesesuaiannya, efisiensi energi dan kinerja selama
operasi. Dua transceiver LoRa murah dari Semtech Industries, SX1272 dan SX1278
diuji untuk konsumsi daya dan jangkauan transmisi maksimum. Perlu adanya pengujian
modul LoRa lain yang diproduksi oleh perusahaan yang berbeda untuk mendapatkan
perbandingan yang lebih bervariasi untuk menentukan modul LoRa yang cocok untuk
diterapkan di sektor pertanian.
Penelitian ini diharapkan agar sistem yang dibuat memiliki cakupan lahan
pertanian yang lebih luas, dan dapat mengoptimalkan kinerja LoRa dalam sektor
pertanian. Penelitian ini mengambil beberapa bagian sistem yang telah ada pada
penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini terletak pada sistem komunikasi, modul
yang digunakan, dan sistem antarmuka. Sistem komunikasi pada penelitian ini
menggunakan modul Wi-Fi pada data gateway dan menggunakan komunikasi LoRa
pada sensor node. Modul LoRa yang diuji dalam penelitian ini adalah TTGO ESP32
LoRa dan Heltec Cube Cell. Sistem antarmuka dirancang menggunakan Visual Studio
Code dan dimonitoring melalui halaman web.

2.2. Landasan Teori


2.2.1. Internet of Things
Internet of Things (IoT) adalah sebuah istilah yang muncul dengan pengertian
sebuah akses perangkat elektronik melalui media internet. Akses perangkat tersebut
terjadi akibat hubungan manusia dengan perangkat atau perangkat dengan perangkat
dengan memanfaatkan jaringan internet. Akses perangkat tersebut terjadi karena
keinginan untuk berbagi data, berbagi akses dan juga mempertimbangkan keamanan
dalam aksesnya [9]. Dengan kata lain IoT merupakan sebuah sistem yang
menghubungkan suatau perangkat dengan perangkat lain dengan memanfaatkan
internet.

2.2.2. LoRaWAN
LoRaWAN adalah protokol jaringan area luas berdaya rendah berdasarkan
Teknologi LoRa. Dirancang untuk komunikasi IoT, perangkat LoRa dan protokol
LoRaWAN memungkinkan koneksi antara perangkat penggunaan jarak jauh (LPWAN)
untuk pengiriman ke aplikasi [10].

Gambar 2.1. Sistem Hierarki LoRaWAN


(Sumber: )

2.2.3. Wireless Sensor Network


Wireless Sensor Network (WSN) adalah suatu jaringan nirkabel yang terdiri dari
kumpulan node sensor dengan kemampuan sensing, komputasi, dan komunikasi yang
tersebar pada suatu tempat. Setiap sensor akan mengumpulkan data dari area yang
dideteksi seperti suhu, suara, getaran, tekanan, gerakan, kelembaban udara, dan deteksi
lainnya tergantung kemampuan sensor tersebut. Data yang diterima ini kemudian akan
diteruskan ke base station untuk diolah sehingga memberikan suatu informasi [11].

2.2.4. TTGO ESP32 LoRa V2.1.6


TTGO adalah modul jarak jauh LoRa yang menggunakan chip LoRa SX1276
dengan tambahan modul WiFi ESP32. Memiliki frekuensi 868/915MHz, keandalan
tinggi, flash 128 MBit onboard, antena Wi-Fi, sirkuit dan antarmuka pengisian baterai
lithium, CP2102 USB ke chip serial, dukungan sempurna untuk pengembangan Arduino
[12].

Gambar 2.2. Konfigurasi pin TTGO ESP32 LoRa V2.1.6


(Sumber: )

Spesifikasi TTGO LoRa V1 antara lain :


a. Tegangan operasi : 3.3V hingga 7V.
b. Kisaran suhu pengoperasian : -40 °C hingga + 90 °C.
c. Mendukung mode Sniffer, Station, softAP dan Wi-Fi Direct.
d. Sensitivitas penerima hingga - 140 dBm.
e. UDP continues mencapai kecepatan 135 Mbps.

2.2.5. Heltec Cube Cell HTCC-AB01


Seri Cube Cell ini sudah terintegrasi dengan mikrokontroler PSoC 4000
(Prosesor ARM Cortex M0 + Core) dan chip LoRa SX1262 dengan frekuensi
868/915MHz. Modul ini sudah dapat terhubung dengan Arduino IDE dan dapat dengan
mudah menghubungkan baterai lithium dan panel surya [13].

Gambar 2.3. Konfigurasi pin Heltec Cube Cell HTCC-AB01


(Sumber: )

Spesifikasi Heltec Cube Cell HTCC-01 antara lain :


a. Konsumsi daya sangat rendah, 3,5uA dalam deep sleep mode.
b. Sistem manajemen energi surya on board, dapat langsung terhubung dengan
panel surya 5,5 ~ 7V.
c. Antarmuka baterai SH1.25-2 on board, sistem manajemen baterai lithium
terintegrasi.
d. Sensitivitas penerima hingga - 148 dBm.
e. CP2102 USB terintegrasi ke chip port serial.

2.2.6. Sensor INA219


Sensor INA219 merupakan modul sensor yang dapat membaca nilai arus dan
tegangan pada suatu rangkaian elektronika. Sensor INA219 didukung dengan interface
I2C atau SMBUS-COMPATIBLE yang dapat membaca nilai tegangan shunt dan suplai
tegangan bus, dengan konversi program times dan filtering.
Gambar 2.4. Konfigurasi pin Sensor INA219 [14]

Pin IN+ dan IN– merupakan pin positif dan negatif input dari tegangan shunt
dimana pin positif dihubungkan dengan hambatan shunt, sedangkan pin negatif
dihubungkan dengan ground. Pin SCL dan SDA merupakan pin serial bus clock line
dan serial bus data line, sedangkan pin A0 dan A1 merupakan alamat dari pin analog
input. Spesifikasi Sensor INA219 antara lain :
a. Amplifier input maksimum ±320mV, sehingga dapat mengukur nilai arus
mencapai ±3,2A.
b. Internal data 12 bit ADC, resolusi pada kisaran 3.2A adalah 0,8 mA.
c. Dapat mengidentifikasi tegangan shunt pada bus 0–26V [14].

2.2.7. Sensor SHT31


Sensor SHT31 adalah suatu sensor dari keluarga Sensirion yang digunakan
untuk melakukan pengukuran suhu dan kelembaban. Sensor SHT31 juga merupakan
sebuah single chip sensor suhu dan kelembaban relatif dengan multi-modul sensor yang
keluarannya telah dikalibrasi secara digital. Dibagian dalam sensor terdapat kapasitas
polimer sebagai elemen untuk sensor kelembaban relatif dan sebuah pita regangan yang
digunakan untuk sensor temperatur [15].
Gambar 2.5. Sensor SHT31
(Sumber: )

2.2.8. Sensor Kelembaban Tanah


Sensor kelembaban tanah yang digunakan adalah Soil Moisture sensor FC-28
tipe YL-100. Sensor ini memiliki spesifikasi tegangan input sebesar 3.3V-5V, tegangan
output sebesar 0V-4.2V, arus sebesar 35mA, dan rentang nilai ADC sebesar 1024 bit
yaitu antara 0-1023 bit.

Gambar.2.6. Sensor Kelembaban Tanah


(Sumber: )

Sensor ini terdapat dua probe yang digunakan untuk mengalirkan arus ke tanah
kemudian menghitung resistansinya agar mendapatkan nilai kelembaban tanah [16].

2.2.9. Modul TP4056


TP4056 merupakan modul untuk pengisian ulang baterai Lithium (Li-Ion
rechargeable battery). Modul ini terdapat 2 lampu indikator, yaitu LED merah
menunjukkan status sedang mengisi ulang dan LED biru menunjukkan status baterai
sudah terisi penuh. Modul ini menggunakan IC TP4056 yang merupakan IC pengisi
ulang linear untuk baterai Li-Ion sel tunggal dengan tegangan dan arus yang konstan
serta dilengkapi dengan thermal regulation.

Gambar 2.7. Modul TP4056


(Sumber: )

Tegangan pada saat pengisian adalah konstan di 4,2V (akurasi 1,5%), ideal
untuk pengisian ulang baterai yang bertegangan 3V-3,7V. IC ini juga memiliki fitur
pemantau arus, pengunci tegangan kurang (under-voltage lockout), pengisi ulang
otomatis dan 2 status pin yang terhubung dengan LED indikator. Modul ini juga dapat
mengisi ulang beberapa baterai Li-Ion yang disusun secara paralel [17].

2.2.10. Panel Surya


Sel surya merupakan elemen semikonduktor yang dapat mengubah energi
matahari menjadi energi listrik dengan prinsip photovoltaic. Modul surya adalah
kumpulan dari beberapa sel surya, dan panel surya adalah kumpulan beberapa modul
surya.
Gambar 2.8. Panel surya mini
(Sumber: )

Arus dan tegangan listrik yang dihasilkan oleh sel surya dipengaruhi oleh 2
variabel fisis, yaitu intensitas cahaya matahari dan temperatur lingkungan. Intensitas
cahaya matahari yang diterima oleh sel surya sebanding dengan arus dan tegangan
listrik yang dihasilkan oleh sel surya, sedangkan dengan intensitas radiasi cahaya
matahari yang tetap, namun apabila suhu lingkungan semakin tinggi maka tegangan sel
surya akan berkurang dan arus listrik yang dihasilkan akan bertambah [18].

2.2.11. Baterai Lithium 18650


Baterai Lithium 18650 adalah tipe baterai yang dapat dilakukan pengisian ulang
(rechargeable). Nama 18650 merujuk pada ukuran dimensinya yang berbentuk tabung.
Angka 18 berasal dari diameter baterai yang berukuran 18 milimeter dan angka 650
untuk ukuran tinggi baterai yaitu 65,0 milimeter. Angka “0” dibelakang koma merujuk
pada toleransi tinggi total baterai berdasarkan jenis produk baterai 18650 tersebut. [19].

Gambar 2.9. Baterai Lithium 18650


(Sumber: )

Tegangan nominal baterai lithium 18650 yaitu 3.6V-3.7V dengan tegangan


maksimal ketika full adalah 4,2 V Baterai yang digunakan pada sistem ini adalah baterai
lithium 18650 KDEST dengan kapasitas 2400mAh untuk satu baterai kemudian baterai
disusun secara paralel sebanyak 4 buah.

2.2.12. MySQL – phpMyAdmin


MySQL merupakan suatu aplikasi sistem manajemen basis data SQL atau
DBMS (Data Base Management System) yang multi-thread serta multi-user. MySQL
merupakan turunan salah satu konsep utama dalam database sejak lama, yaitu SQL
(Structured Query Language). SQL merupakan suatu konsep pengoperasian database,
terutama untuk pemilihan/seleksi dan input data, yang memungkinkan pengoperasian
data dikerjakan dengan mudah secara otomatis.
PhpMyAdmin merupakan suatu aplikasi bebas (opensource) yang ditulis dalam
bahasa pemrograman PHP yang digunakan untuk mengatasi administrasi database
MySQL lewat jaringan lokal ataupun internet. phpMyAdmin menunjang berbagai
operasi MySQL, antara lain (mengelola basis data, tabel- tabel, bidang (fields), relasi
(relations), indeks, pengguna (users), perijinan (permissions), dan lain-lain. Perbedaan
phpMyAdmin dengan MySQL terletak pada fungsinya, phpMyAdmin merupakan alat
untuk mempermudah dalam mengoperasikan database MySQL, sedangkan MySQL
merupakan database tempat penyimpanan data. PhpMyAdmin sendiri digunakan
sebagai alat untuk mengolah atau mengatur data pada MySQL [20].
BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Gambaran Umum


Penelitian ini dilakukan di sebuah kebun jeruk jenis Jeruk Siam (Citrus nobilis)
seluas 4.229 m2 di Banjar Pilan, Desa Margatengah, Payangan, Gianyar, Bali. Pada
penelitian ini terdapat satu buah data gateway dan 2 buah sensor node, sehingga data
sensor yang masuk akan dikirim ke database oleh data gateway menggunakan koneksi
internet. Kondisi kebun dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Kondisi kebun jeruk untuk penempatan sistem

3.1.1. Perancangan Sistem

(a)
(b)

(c)

Gambar 3.2. (a) Diagram Blok Sensor Node, (b) Diagram Blok Data Gateway, (c) Diagram
Blok Sistem Keseluruhan

Gambar 3.2 (c) menampilkan blok diagram sistem monitoring kelembaban tanah
dan udara yang terhubung secara wireless (Wireless Sensor Network) berbasis LoRa dan
IoT. Pada sistem WSN tersebut terdapat dua bagian penting yaitu sensor node dan juga
data gateway yang terhubung dengan menggunakan topologi star. Kedua sensor node
memiliki 3 sensor yang sama yaitu yaitu sensor kelembaban tanah, sensor SHT31,
sensor INA219.
Sensor kelembaban tanah berfungsi untuk membaca nilai kelembaban tanah
pada tanaman jeruk, sedangkan sensor SHT31 berfungsi untuk membaca nilai
temperatur dan kelembaban udara di wilayah sekitar sensor. Masing-masing sensor
node juga terdapat sensor INA219 untuk mendapatkan nilai konsumsi daya baterai yang
menjadi sumber daya utama dari sensor node tersebut. Kemudian data yang diperoleh
dari masing-masing sensor node tersebut akan dikirim ke data gateway.
Pada data gateway terdapat TTGO ESP32 LoRa yang digunakan untuk
menerima data dari sensor node sekaligus melakukan upload data ke database MySQL.
Data yang disimpan dalam database kemudian ditampilkan pada halaman web berupa
dashboard. Data yang sudah diupload dapat dilihat oleh user via internet dengan
menggunakan web browser lewat laptop maupun smartphone.
Kedua sensor node terdapat panel surya untuk keperluan pengisian daya baterai.
Baterai yang digunakan adalah jenis Li-ion 18650 dengan kapasitas 9600 mAh,
sedangkan kapasitas panel surya yang digunakan adalah 2 WP. Spesifikasi tersebut
digunakan dengan perkiraan baterai masih dapat memberikan daya meskipun kondisi
tidak ada matahari selama 3 hari.

3.1.2. Parameter Dominan


Parameter yang dominan pada rancangan sistem ini ada tiga, antara lain RSSI
(dBm), PLE (n), daya sinyal (Pout), dan konsumsi daya baterai (W) dari masing-masing
sensor node. RSSI (Received Signal Strength Indication) merupakan indikator penanda
kekuatan sinyal yang dapat diterima oleh receiver. Baik tidaknya suatu RSSI dinilai dari
seberapa jauh RSSI yang diterima dari nilai 0. Apabila semakin mendekati 0 maka RSSI
dapat dikatakan baik. Nilai RSSI yang baik berkisar -1 dBm hingga -99 dBm,
sedangkan nilai RSSI yang buruk berada di bawah -100 dBm [8]. Rata-rata RSSI dapat
ditentukan melalui:

Jumlah RSSI
Rata−Rata RSSI = (3.1)
Paket Diterima

Dari nilai RSSI yang didapatkan, maka dapat diperoleh nilai daya sinyal. Daya
sinyal merupakan daya pancar pada Tx (transmitter) dan Rx (receiver) yang dapat
dihitung dengan rumus :
RSSI
Pout ( mW )=1000 x 10 10 (3.2)

Karakteristik lingkungan juga mempengaruhi keadaan transmisi khususnya di


area outdoor. Karakteristik lingkungan dapat dilihat dari nilai PLE (Path Loss
Exponent). Contoh PLE di berbagai kondisi ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Nilai parameter (n) pada kondisi lingkungan yang berbeda

Free Space 2
Urban Area 2,7 – 3,5
Shadowed urban Area 3–5
In-building LOS 1,6 – 1,8
Obstructed in-building 4-6

PLE dapat diukur dari nilai RSSI dengan menggunakan rumus :


Po− RSSIij

n=10 10 log10
dij
(3.3)

Keterangan:
P0 : Nilai RSSI terkuat
RSSIij : Kekuatan sinyal yang diterima
dij : Jarak pengukuran

3.2. Pembuatan Alat


3.2.1. Langkah Pembuatan Alat

Gambar 3.3. Diagram Alir Pembuatan Sistem

Pembuatan sistem dimulai dari pembelian alat dan bahan yang diperlukan untuk
pembuatan sistem. Setelah disiapkan, kemudian komponen dirangkai sesuai dengan
blok diagram pada Gambar 3.2 (a). dan 3.2 (b). masing-masing pada sensor node
maupun data gateway. Selanjutnya yakni melakukan pemograman pada masing-masing
modul untuk mengintegrasikan sensor-sensor yang terhubung sekaligus
menghubungkan antara sensor node maupun data gateway agar dapat berkomunikasi
dengan baik. Saat program sudah dapat berjalan dengan baik, maka dilanjutkan dengan
pembuatan dashboard web untuk keperluan monitoring dengan menggunakan aplikasi
Visual Studio Code.

3.2.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari perangkat
keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yaitu:
a. Perangkat keras (hardware) : TTGO ESP32 LoRa V2.1.6, Heltec Cube Cell
HTCC-AB01, Sensor SHT30, Sensor Kelembaban Tanah, Sensor INA219,
Baterai Li-Ion 9600mAh, Panel Surya 2W, dan Kabel Penghubung.
b. Perangkat lunak (software) : Arduino IDE, Visual Studio Code, database
MySQL, dan phpMyAdmin.

3.2.3. Perancangan Hardware


Pada tahap ini akan diuraikan bagaimana cara merancang perangkat keras sistem
dan diuraikan komponen apa saja yang bertugas sebagai perangkat masukan (input),
perangkar pengolah data (process), dan perangkat keluaran (output) yang digunakan dan
cara kerja alatnya.
a. Rangkaian Skematik pada Sensor Node 1

Gambar 3.4. Rangkaian skematik sensor node 1 pada software Fritzing


Pada Gambar 3.4 merupakan rangkaian sensor node 1 yang berisi sensor
SHT31, sensor kelembaban tanah, dan 2 buah sensor INA219. Sensor SHT31
digunakan untuk membaca nilai temperatur dan kelembaban udara, sedangkan
sensor kelembaban tanah digunakan untuk mambaca nilai kelembaban tanah.
Sensor INA219 digunakan 2 buah untuk membaca nilai arus dan tegangan yang
dihasilkan oleh sistem, serta membaca nilai arus dan tegangan yang dihasilkan
oleh panel surya. Semua data yang dihasilkan oleh sensor dikirim ke data
gateway oleh board TTGO ESP32 LoRa V2.1.6 yang memiliki chip LoRa.

Gambar 3.5. Rangkaian sensor SHT31 dengan TTGO ESP32 LoRa pada software
Fritzing

Keterangan port pada Gambar 3.5:


1. Pin GND pada sensor terhubung dengan pin GND pada TTGO ESP32 LoRa
2. Pin VCC pada sensor terhubung dengan pin 5V pada TTGO ESP32 LoRa
3. Pin SDA pada sensor terhubung dengan pin 21 pada TTGO ESP32 LoRa
4. Pin SCL pada sensor terhubung dengan pin 22 pada TTGO ESP32 LoRa

Gambar 3.6. Rangkaian sensor kelembaban tanah dengan TTGO ESp32 LoRa pada
software Fritzing
Keterangan port pada Gambar 3.6.:
1. Pin GND pada sensor terhubung dengan pin GND pada TTGO ESP32 LoRa
2. Pin VCC pada sensor terhubung dengan pin 3V3 pada TTGO ESP32 LoRa
3. Pin A0 pada sensor terhubung dengan pin 02 pada TTGO ESP32 LoRa

Gambar 3.7. Rangkaian sensor INA219 dengan baterai dan TTGO ESP32 LoRA pada
software Fritzing

Keterangan port pada Gambar 3.7:


1. Pin GND pada sensor terhubung dengan pin GND pada TTGO ESP32 LoRa
2. Pin VCC pada sensor terhubung dengan pin 5V pada TTGO ESP32 LoRa
3. Pin SDA pada sensor terhubung dengan pin 21 pada TTGO ESP32 LoRa
4. Pin SCL pada sensor terhubung dengan pin 22 pada TTGO ESP32 LoRa
5. Terminal Vin+ pada sensor terhubung dengan pin GND pada TTGO ESP32
LoRa
6. Terminal Vin- pada sensor terhubung dengan kutub - baterai
Gambar 3.7. Rangkaian sensor INA219 dengan panel surya dan TTGO ESP32 LoRA
pada software Fritzing

Keterangan port pada Gambar 3.7:


1. Pin GND pada sensor terhubung dengan pin GND pada TTGO ESP32 LoRa
2. Pin VCC pada sensor terhubung dengan pin 5V pada TTGO ESP32 LoRa
3. Pin SDA pada sensor terhubung dengan pin 21 pada TTGO ESP32 LoRa
4. Pin SCL pada sensor terhubung dengan pin 22 pada TTGO ESP32 LoRa
5. Terminal Vin+ pada sensor terhubung dengan terminal + pada TTGO ESP32
LoRa
6. Terminal Vin- pada sensor terhubung dengan terminal + pada soket baterai pada
TTGO ESP32 LoRa
b. Rangkaian Skematik pada Sensor Node 2

Gambar 3.8. Rangkaian komponen sensor node 2 pada software Fritzing

Pada Gambar 3.8 merupakan rangkaian sensor node 2 yang berisi sensor
SHT31, sensor kelembaban tanah, dan 2 buah sensor INA219. Sensor SHT31
digunakan untuk membaca nilai temperatur dan kelembaban udara, sedangkan
sensor kelembaban tanah digunakan untuk mambaca nilai kelembaban tanah.
Sensor INA219 digunakan 2 buah untuk membaca nilai arus dan tegangan yang
dihasilkan oleh sistem, serta membaca nilai arus dan tegangan yang dihasilkan
oleh panel surya. Semua data yang dihasilkan oleh sensor dikirim ke data
gateway oleh board Heltec Cube Cell HTCC-AB01 yang memiliki chip LoRa.

Gambar 3.9. Rangkaian sensor SHT31 dengan Heltec Cube Cell pada software Fritzing

Keterangan port pada Gambar 3.9:


1. Pin GND pada sensor terhubung dengan pin GND pada Heltec Cube Cell
2. Pin VCC pada sensor terhubung dengan pin 3V3 pada Heltec Cube Cell
3. Pin SDA pada sensor terhubung dengan pin SDA pada Heltec Cube Cell
4. Pin SCL pada sensor terhubung dengan pin SCL pada Heltec Cube Cell

Gambar 3.10. Rangkaian sensor kelembaban tanah dengan Heltec Cube Cell pada
software Fritzing

Keterangan port pada Gambar 3.10.:


1. Pin GND pada sensor terhubung dengan pin GND pada Heltec Cube Cell
2. Pin VCC pada sensor terhubung dengan pin 3V3 pada Heltec Cube Cell
3. Pin A0 pada sensor terhubung dengan pin ADC pada Heltec Cube Cell

Gambar 3.11. Rangkaian sensor INA219 dengan baterai dan Heltec Cube Cell pada
software Fritzing
Keterangan port pada Gambar 3.11:
1. Pin GND pada sensor terhubung dengan pin GND pada Heltec Cube Cell
2. Pin VCC pada sensor terhubung dengan pin 3V3 pada Heltec Cube Cell
3. Pin SDA pada sensor terhubung dengan pin SDA pada Heltec Cube Cell
4. Pin SCL pada sensor terhubung dengan pin SCL pada Heltec Cube Cell
5. Terminal Vin+ pada sensor terhubung dengan pin GND pada Heltec Cube
Cell
6. Terminal Vin- pada sensor terhubung dengan kutub - baterai

Gambar 3.12. Rangkaian sensor INA219 dengan baterai dan Heltec Cube Cell pada software
Fritzing

Keterangan port pada Gambar 3.12:


1. Pin GND pada sensor terhubung dengan pin GND pada Heltec Cube Cell
2. Pin VCC pada sensor terhubung dengan pin 3V3 pada Heltec Cube Cell
3. Pin SDA pada sensor terhubung dengan pin SDA pada Heltec Cube Cell
4. Pin SCL pada sensor terhubung dengan pin SCL pada Heltec Cube Cell
5. Terminal Vin+ pada sensor terhubung dengan terminal + pada Heltec Cube
Cell
6. Terminal Vin- pada sensor terhubung dengan pin VS pada Heltec Cube Cell
c. Rangkaian Skematik pada Data Gateway

Gambar 3.13. Rangkaian skematik data gateway pada software Fritzing

3.2.4. Perancangan Software


a. Algoritma Sistem pada Sensor Node
Pada Gambar 3.14. dapat dijelaskan bagaimana sistem sensor node
bekerja. Sensor SHT31 membaca nilai temperatur dan kelembaban udara, sensor
kelembaban tanah membaca nilai kelembaban tanah, dan sensor INA219
membaca nilai arus dan tegangan yang ada pada sistem. Data-data tersebut akan
diolah di board Heltec Cube Cell untuk kemudian dikirim ke data gateway
menggunakan chip LoRa. Pengiriman data menggunakan konektivitas LoRa
dengan frekuensi 915 MHz.
Gambar 3.14. Flowchart keseluruhan sensor node

b. Algoritma Sistem pada Data Gateway

Gambar 3.15. Flowchart keseluruhan data gateway

Pada algoritma ini program data gateway berjalan melalui deklarasi


variable data yang akan diterima. LED pada data gateway akan menyala sebagai
tanda terima data dari sensor node serta menampilkan data dan RSSI pada serial
monitor dan OLED display. Data yang diterima selanjutnya akan dikirim ke
database melalui koneksi internet. Data yang sudah tersimpan pada database
akan dipanggil dan ditampilkan pada halaman web sehingga dapat dilihat oleh
pengguna.

c. Pemrograman Arduino IDE pada Sensor Node 1


1. LoRa (Long Range)
Untuk mendeklarasikan chip komponen LoRa pada board TTGO ESP32
LoRa V1.2.6 maka digunakan syntax seperti di bawah ini:
#include <LoRa.h>
#include <Wire.h>
#include <SPI.h>
#define SCK 5 // GPIO5 -- SX1278's SCK
#define MISO 19 // GPIO19 -- SX1278's MISnO
#define MOSI 27 // GPIO27 -- SX1278's MOSI
#define SS 18 // GPIO18 -- SX1278's CS
#define RST 14 // GPIO14 -- SX1278's RESET
#define DI0 26 // GPIO26 -- SX1278's IRQ(Interrupt
Request)
Setelah pendeklarasian LoRa, maka langkah selanjutnya adalah
menentukan frekuensi dari LoRa yang akan digunakan.
#define BAND 915E6
Setelah menentukan frekuensi LoRa, maka langkah selanjutnya adalah
mendeklarasikan parameter dari LoRa yang akan digunakan.
String rssi = "";
String packSize = "--";
String packet ;
Langkah selanjutnya yaitu membuat script pada void setup() untuk
mengaktifkan chip LoRa dan menampilkan status kerjanya pada serial
monitor.
uint32_t currentFrequency;
while (!Serial);
Serial.println();
Serial.println("LoRa Sender Test");

SPI.begin(SCK,MISO,MOSI,SS);
LoRa.setPins(SS,RST,DI0);
if (!LoRa.begin(915E6)) {
Serial.println("Starting LoRa failed!");
while (1);
}
Langkah terakhir yaitu membuat script pada void loop() untuk
menentukan data-data apa saja yang akan dikirim dalam sebuah packet
menggunakan konektivitas LoRa.
// send packet
LoRa.beginPacket();
LoRa.print(t);
LoRa.print("-");
LoRa.print(h);
LoRa.print("-");
LoRa.print(value);
LoRa.print("-");
LoRa.print(loadvoltage);
LoRa.print("-");
LoRa.print(loadvoltage2);
LoRa.print("-");
LoRa.print(current_mA);
LoRa.print("-");
LoRa.print(current_mA2);
LoRa.print("-");
LoRa.print(counter);
LoRa.endPacket();
counter++;

2. Sensor Adafruit SHT31


Untuk mendeklarasikan sensor Adafruit SHT31 pada board TTGO
ESP32 LoRa V1.2.6 maka digunakan syntax seperti di bawah ini:
#include "Adafruit_SHT31.h"
Adafruit_SHT31 sht31 = Adafruit_SHT31();
Setelah pendeklarasian sensor, maka langkah selanjutnya adalah
membuat script pada void loop() untuk memastikan alamat I2C keberadaan
sensor dan mendeklarasikan parameter temperatur dan kelembaban.
if (!sht31.begin(0x44)) {
Serial.println("Couldn't find SHT31");
delay(1000);
}
float t = sht31.readTemperature();
float h = sht31.readHumidity();

3. Sensor Adafruit INA219


Untuk mendeklarasikan sensor Adafruit SHT31 pada board TTGO
ESP32 LoRa V1.2.6 maka digunakan syntax seperti di bawah ini:
#include "Adafruit_INA219.h"
Adafruit_INA219 ina219 = Adafruit_INA219();
Adafruit_INA219 ina219b = Adafruit_INA219(0x41);
Setelah pendeklarasian sensor, maka langkah selanjutnya adalah
membuat script pada void setup() untuk memastikan alamat I2C keberadaan
sensor..
if (!ina219.begin()) {
Serial.println("Failed to find INA219 chip");
while (1) { delay(10); }
}
if (!ina219b.begin()) {
Serial.println("Failed to find INA219 chip");
while (1) { delay(10); }
}
Langkah terakhir yaitu membuat script pada void loop() untuk
mendeklarasikan parameter arus, tegangan, dan daya.
float solarshuntvoltage = 0;
float solarbusvoltage = 0;
float solarcurrent_mA = 0;
float solarloadvoltage = 0;
float solarpower_mW = 0;

float batteryshuntvoltage = 0;
float batterybusvoltage = 0;
float batterycurrent_mA = 0;
float batteryloadvoltage = 0;
float batterypower_mW = 0;

solarshuntvoltage = ina219.getShuntVoltage_mV();
solarbusvoltage = ina219.getBusVoltage_V();
solarcurrent_mA = ina219.getCurrent_mA();
solarpower_mW = ina219.getPower_mW();
solarloadvoltage = solarbusvoltage + (solarshuntvoltage /
1000);
batteryshuntvoltage = ina219b.getShuntVoltage_mV();
batterybusvoltage = ina219b.getBusVoltage_V();
batterycurrent_mA = ina219b.getCurrent_mA();
batterypower_mW = ina219b.getPower_mW();
batteryloadvoltage = batterybusvoltage + (batteryshuntvoltage
/ 1000);

4. Sensor Kelembaban Tanah


Untuk mendeklarasikan pin sensor kelembaban tanah pada board TTGO
ESP32 LoRa V1.2.6 maka digunakan syntax seperti di bawah ini:
int sensor_pin = 15;
int value ;
Setelah pendeklarasian sensor, maka langkah selanjutnya adalah
membuat script pada void loop() untuk mendeklarasikan parameter
kelembaban tanah.
value = analogRead(sensor_pin);
value = map(value,4095,0,0,100);

5. LED (Light Emitting Diode) Indikator


Untuk mendeklarasikan pin LED pada board TTGO ESP32 LoRa V1.2.6
maka digunakan syntax seperti di bawah ini:
pinMode(16,OUTPUT);
pinMode(25,OUTPUT);
Setelah pendeklarasian pin, maka langkah selanjutnya adalah membuat
script pada void loop() untuk mengatur LED menyala di setiap board TTGO
ESP32 LoRa V1.2.6 mengirim packet .
digitalWrite(25, HIGH);
delay(10);
digitalWrite(25, LOW);
delay(1000);

d. Pemrograman Arduino IDE pada Sensor Node 2


1. LoRa (Long Range)
Untuk mendeklarasikan chip komponen LoRa pada board Heltec Cube
Cell HTCC-AB01 maka digunakan syntax seperti di bawah ini:
#include "LoRaWan_APP.h"
#include <SPI.h>
#include <Wire.h>
Setelah menentukan frekuensi LoRa, maka langkah selanjutnya adalah
menentukan frekuensi dan mendeklarasikan parameter dari LoRa yang akan
digunakan.
#define RF_FREQUENCY 915000000 // Hz
#define TX_OUTPUT_POWER 14 // dBm
#define LORA_BANDWIDTH 0 // [0: 125 kHz,
// 1: 250 kHz,
// 2: 500 kHz,
// 3: Reserved]
#define LORA_SPREADING_FACTOR 7 // [SF7..SF12]
#define LORA_CODINGRATE 1 // [1: 4/5,
// 2: 4/6,
// 3: 4/7,
// 4: 4/8]
#define LORA_PREAMBLE_LENGTH 8 // Same for Tx and Rx
#define LORA_SYMBOL_TIMEOUT 0 // Symbols
#define LORA_FIX_LENGTH_PAYLOAD_ON false
#define LORA_IQ_INVERSION_ON false

#define RX_TIMEOUT_VALUE 1000


#define BUFFER_SIZE 300 // Define the
payload size here

char txpacket[BUFFER_SIZE];
char rxpacket[BUFFER_SIZE];
static RadioEvents_t RadioEvents;

txNumber = 0;
Langkah selanjutnya yaitu membuat script pada void setup() untuk
mengaktifkan chip LoRa.
boardInitMcu( );
RadioEvents.TxDone = OnTxDone;
RadioEvents.TxTimeout = OnTxTimeout;
RadioEvents.RxDone = OnRxDone;

Radio.Init( &RadioEvents );
Radio.SetChannel( RF_FREQUENCY );
Radio.SetTxConfig( MODEM_LORA, TX_OUTPUT_POWER, 0,
LORA_BANDWIDTH, LORA_SPREADING_FACTOR, LORA_CODINGRATE,
LORA_PREAMBLE_LENGTH, LORA_FIX_LENGTH_PAYLOAD_ON, true, 0, 0,
LORA_IQ_INVERSION_ON, 3000 );
Radio.SetRxConfig( MODEM_LORA, LORA_BANDWIDTH,
LORA_SPREADING_FACTOR, LORA_CODINGRATE, 0,
LORA_PREAMBLE_LENGTH, LORA_SYMBOL_TIMEOUT,
LORA_FIX_LENGTH_PAYLOAD_ON, 0, true, 0, 0,
LORA_IQ_INVERSION_ON, true );
state=TX;
Langkah terakhir yaitu membuat script pada void loop() untuk
menentukan data-data apa saja yang akan dikirim dalam sebuah packet
menggunakan konektivitas LoRa.
String data = String(t);
sprintf(txpacket, "%s", f2s(t,2));
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s", ";");
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s", f2s(h, 2));
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s", ";");
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s", f2s(value, 2));
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s", ";");
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s",
f2s(solarloadvoltage, 2));
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s", ";");
Sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s",
f2s(batteryloadvoltage, 2));
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s", ";");
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s", f2s(solarcurrent_mA,
2));
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s", ";");
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s",
f2s(batterycurrent_mA, 2));
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%s", ";");
sprintf(txpacket+strlen(txpacket), "%d", txNumber);
txNumber++;
Radio.Send( (uint8_t *)txpacket, strlen(txpacket) );

2. Sensor Adafruit SHT31


Untuk mendeklarasikan sensor Adafruit SHT31 pada board Heltec Cube
Cell HTCC-AB01 maka digunakan syntax seperti di bawah ini:
#include "Adafruit_SHT31.h"
Adafruit_SHT31 sht31 = Adafruit_SHT31();
Setelah pendeklarasian sensor, maka langkah selanjutnya adalah
membuat script pada void loop() untuk memastikan alamat I2C keberadaan
sensor dan mendeklarasikan parameter temperatur dan kelembaban.
if (!sht31.begin(0x44)) {
Serial.println("Couldn't find SHT31");
delay(1000);
}
float t = sht31.readTemperature();
float h = sht31.readHumidity();

3. Sensor Adafruit INA219


Untuk mendeklarasikan sensor Adafruit SHT31 pada board Heltec Cube
Cell HTCC-AB01 maka digunakan syntax seperti di bawah ini:
#include "Adafruit_INA219.h"
Adafruit_INA219 ina219 = Adafruit_INA219();
Adafruit_INA219 ina219b = Adafruit_INA219(0x41);
Setelah pendeklarasian sensor, maka langkah selanjutnya adalah
membuat script pada void setup() untuk memastikan alamat I2C keberadaan
sensor..
if (!ina219.begin()) {
Serial.println("Failed to find INA219 chip");
while (1) { delay(10); }
}
if (!ina219b.begin()) {
Serial.println("Failed to find INA219 chip");
while (1) { delay(10); }
}
Langkah terakhir yaitu membuat script pada void loop() untuk
mendeklarasikan parameter arus, tegangan, dan daya.
float solarshuntvoltage = 0;
float solarbusvoltage = 0;
float solarcurrent_mA = 0;
float solarloadvoltage = 0;
float solarpower_mW = 0;

float batteryshuntvoltage = 0;
float batterybusvoltage = 0;
float batterycurrent_mA = 0;
float batteryloadvoltage = 0;
float batterypower_mW = 0;

solarshuntvoltage = ina219.getShuntVoltage_mV();
solarbusvoltage = ina219.getBusVoltage_V();
solarcurrent_mA = ina219.getCurrent_mA();
solarpower_mW = ina219.getPower_mW();
solarloadvoltage = solarbusvoltage + (solarshuntvoltage /
1000);

batteryshuntvoltage = ina219b.getShuntVoltage_mV();
batterybusvoltage = ina219b.getBusVoltage_V();
batterycurrent_mA = ina219b.getCurrent_mA();
batterypower_mW = ina219b.getPower_mW();
batteryloadvoltage = batterybusvoltage + (batteryshuntvoltage
/ 1000);

4. Sensor Kelembaban Tanah


Untuk mendeklarasikan pin sensor kelembaban tanah pada board Heltec
Cube Cell HTCC-AB01 maka digunakan syntax seperti di bawah ini:
int sensor_pin = 15;
int value;
long map(long x, long in_min, long in_max, long out_min, long
out_max) {
return (x - in_min) * (out_max - out_min) / (in_max -
in_min) + out_min;
}
Setelah pendeklarasian sensor, maka langkah selanjutnya adalah
membuat script pada void loop() untuk mendeklarasikan parameter
kelembaban tanah.
value = analogRead(sensor_pin);
value = map(value,4095,0,0,100);

5. LED (Light Emitting Diode) Indikator


Untuk mendeklarasikan pin LED pada board Heltec Cube Cell HTCC-
AB01 maka digunakan syntax seperti di bawah ini:
/*
* set LoraWan_RGB to 1,the RGB active
* RGB red means sending;
* RGB green means received done;
*/
#ifndef LoraWan_RGB
#define LoraWan_RGB 0
#endif
pinMode(Vext, OUTPUT);
digitalWrite(Vext, LOW);
Setelah pendeklarasian pin, maka langkah selanjutnya adalah membuat
script pada void loop() untuk mengatur LED menyala di setiap board Heltec
Cube Cell HTCC-AB01 mengirim packet .
digitalWrite(Vext, LOW);
delay(50);
digitalWrite(Vext, HIGH);
turnOnRGB(0x100000,0);

e. Pemrograman Arduino IDE pada Data Gateway


1. LoRa (Long Range)
Untuk mendeklarasikan chip komponen LoRa pada board TTGO ESP32
LoRa V1.2.6 maka digunakan syntax seperti di bawah ini:
#include <SPI.h>
#include <LoRa.h>
#include <Wire.h>
#include "SSD1306.h"
#define SCK 5 // GPIO5 -- SX1278's SCK
#define MISO 19 // GPIO19 -- SX1278's MISnO
#define MOSI 27 // GPIO27 -- SX1278's MOSI
#define SS 18 // GPIO18 -- SX1278's CS
#define RST 14 // GPIO14 -- SX1278's RESET
#define DI0 26 // GPIO26 -- SX1278's IRQ(Interrupt
Request)
Setelah pendeklarasian LoRa, maka langkah selanjutnya adalah
menentukan frekuensi dari LoRa yang akan digunakan.
#define BAND 915E6
Setelah menentukan frekuensi LoRa, maka langkah selanjutnya adalah
mendeklarasikan parameter dari LoRa yang akan digunakan.
String rssi = "";
String packSize = "--";
String packet ;
String readingID;
Langkah selanjutnya yaitu membuat script pada void setup() untuk
mengaktifkan chip LoRa dan menampilkan status kerjanya pada serial
monitor.
while (!Serial);
Serial.println();
Serial.println("LoRa Receiver Callback");
SPI.begin(SCK,MISO,MOSI,SS);
LoRa.setPins(SS,RST,DI0);
if (!LoRa.begin(915E6)) {
Serial.println("Starting LoRa failed!");
while (1);
}
LoRa.receive();
Serial.println("init ok");
Langkah selanjutnya yaitu membuat script pada void loop() untuk
menjalankan fungsi untuk menerima data dari sensor node menggunakan
konektivitas LoRa dan mengirim data ke database MySQL.
kirim_data();
delay(60000);
Langkah terakhir yaitu membagi paket data yang telah diterima serta
mendeklarasikannya dalam beberapa parameter yang akan dikirim ke
database.
int id = 0;
id++;
int packetSize = LoRa.parsePacket();
if (packetSize) {
cbk(packetSize);
Serial.println(packet);
digitalWrite(25, HIGH);
}
else {digitalWrite(25, LOW);}
float temperature1 = getValue(packet,45,0).toFloat();
float humidity1 = getValue(packet,45,1).toFloat();
float soil1 = getValue(packet, 59,2).toFloat();
float solarvoltage1 = getValue(packet,45,3).toFloat();
float loadvoltage1 = getValue(packet,45,4).toFloat();
float solarcurrent1 = getValue(packet,45,5).toFloat();
float loadcurrent1 = getValue(packet,45,6).toFloat();
float temperature2 = getValue(packet,59,0).toFloat();
float humidity2 = getValue(packet, 59,1).toFloat();
float soil2 = getValue(packet, 59,2).toFloat();
float solarvoltage2 = getValue(packet, 59,3).toFloat();
float loadvoltage2 = getValue(packet, 59,4).toFloat();
float solarcurrent2 = getValue(packet, 59,5).toFloat();
float loadcurrent2 = getValue(packet, 59,6).toFloat();
2. HTTP Request
Untuk mendeklarasikan library dan konektivitas internet yang akan
digunakan maka digunakan syntax seperti di bawah ini:
#include <HTTPClient.h>
const char *ssid = "BALI SMART ISLAND"; //Nama Wifi
const char *password = ""; // pass wifi
Langkah selanjutnya yaitu membuat script pada void setup() untuk
mengaktifkan fungsi WiFi dan HTTP Client dan menampilkan status
kerjanya pada serial monitor.
WiFi.mode(WIFI_OFF);
delay(1000);
WiFi.mode(WIFI_STA);

WiFi.begin(ssid, password);
Serial.println("");

Serial.print("Connecting");
// Wait for connection
while (WiFi.status() != WL_CONNECTED) {
delay(500);
Serial.print(".");
}

Serial.println("");
Serial.print("Connected to ");
Serial.println(ssid);
Serial.print("IP address: ");
Serial.println(WiFi.localIP());
Langkah selanjutnya yaitu membuat script pada void kirimdata() untuk
dapat mengirim data ke database MySQL menggunakan koneksi WiFi
String postData = (String)"id=" + id + "&temperature1="+
temperature1 + "&humidity1=" + humidity1 + "&soil1=" + soil1
+ "&solarcurrent1=" + solarcurrent1 + "&solarvoltage1=" +
solarvoltage1 + "&loadcurrent1=" + loadcurrent1 +
"&loadvoltage1=" + loadvoltage1 + "&temperature2=" +
temperature2 + "&humidity2=" + humidity2 + "&soil2=" + soil2
+ "&solarcurrent2=" + solarcurrent2 + "&solarvoltage2=" +
solarvoltage2 + "&loadcurrent2=" + loadcurrent2 +
"&loadvoltage2=" + loadvoltage2 + "&rssi=" + rssi;

HTTPClient http;
http.begin("http://sapteka.net/project02/api.php");
http.addHeader("Content-Type", "application/x-www-form-
urlencoded");

auto httpCode = http.POST(postData);


String payload = http.getString();

Serial.println(postData);
Serial.println(payload);

http.end();

3.2.5. Perancangan Prototype


Rangkaian yang telah dibuat ditempatkan pada sebuah duradus junction box
yang telah dibuatkan 3 lubang untuk peletakan kabel dari panel surya, sensor
kelembaban tanah, dan antena LoRa. Desain dari prototype yang akan digunakan untuk
tiap node dapat dilihat pada Gambar 3.16. sampai Gambar 3.21.

Gambar 3.16. Tampak dalam desain Data Gateway


Gambar 3.17. Tampak luar desain Data Gateway

Gambar 3.18. Tampak dalam desain Node 1

Gambar 3.19. Tampak luar desain Node 1


Gambar 3.20. Tampak dalam desain Node 2

Gambar 3.21. Tampak luar desain Node 2

3.3. Pengujian Sistem


3.3.1. Pengujian Jarak Maksimum dan Daya Sinyal dari 2 Jenis Modul LoRa
Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan dan mengetahui pengaruh
perubahan parameter jarak terhadap nilai RSSI oleh modul TTGO ESP32 LoRa dan
Heltec Cube Cell. Pengujian ini berfokus pada pengambilan data berupa nilai RSSI
yang dilakukan dengan beberapa skenario percobaan yang dilakukan yaitu:
a. Kondisi LOS (Line of Sight)
Pada skenario ini dilakukan pengukuran pada kondisi area yang benar-
benar tanpa halangan (obstacle) dengan tinggi antena 1 meter. Diukur pada saat
sensor node terhubung dengan data gateway dengan jarak pengukuran bervariasi
hingga mencapai batas panjang kebun jeruk (140m). Data yang diambil
sejumlah 10 data di masing-masing jarak pengukuran.
b. Kondisi NLOS (Non Line of Sight)
Pada skenario ini dilakukan pengukuran pada kondisi area yang memiliki
beberapa halangan (obstacle) dengan tinggi antena 1 meter. Diukur pada saat
sensor node terhubung dengan data gateway dengan jarak pengukuran hingga
mencapai batas panjang kebun jeruk (140m). Data yang diambil sejumlah 10
data di masing-masing jarak pengukuran.

3.3.2. Pengujian Perbandingan Konsumsi Daya Berdasarkan Jarak


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan konsumsi daya modul
LoRa berdasarkan perubahan nilai parameter jarak. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan dua unit sensor node. Pengujian ini berfokus pada pengambilan data
berupa nilai arus dan tegangan yang dibaca oleh sensor INA219 pada masing-masing
sensor node yang dilakukan dengan skenario pengukuran dengan jarak pengukuran
yang bervariasi. Data yang diambil sejumlah 10 data di masing-masing jarak
pengukuran.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis akan dijelaskan pada bab ini.
Tujuan dari bab ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan terhadap perancangan
sistem yang telah diajukan dan dikerjakan. Tahapan pengujian yang dilakukan meliputi
pengujian halaman web untuk monitoring sistem, pengujian jarak dan daya sinyal dari 2 jenis
modul LoRa, serta pengujian perbandingan konsumsi daya berdasarkan parameter jarak.

4.1. Pengujian Halaman Web untuk Monitoring Sistem


Dalam pengujian ini dapat dilihat bahwa board TTGO ESP32 LoRa yang terdapat
pada data gateway sudah berhasil menerima data dari kedua sensor node dan dikirim ke
database MySQL seperti gambar di bawah ini :

Gambar 4.1. Hasil uji pengiriman data ke database MySQL

Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa data yang dikirim oleh data gateway sudah
tersimpan di MySQL yaitu di dalam tabel “datagateway” pada database sapteka_research.
Data-data ini terkirim dan disimpan dalam database setiap 1 menit yang diatur dalam
pemrograman Arduino pada board TTGO ESP32 LoRa.
Data-data yang sudah tersimpan pada database kemudian dipanggil menggunakan
bahasa pemrograman PHP dan ditampilkan melalui halaman web dengan alamat
http://sapteka.net/project02/index.php. Halaman web dapat diakses oleh pengguna melalui PC
maupun smartphone. Namun sebelum masuk ke alamat tersebut, sistem akan otomatis
mengarahkan pengguna ke halaman login terlebih dahulu.
Gambar 4.2. Tampilan halaman login pada sistem monitoring melalui PC

Pengguna dapat login menggunakan username dan password yang telah terdaftar di
database sebelumnya. Setelah login, maka sistem otomatis mengarahkan pengguna ke
halaman monitoring berupa tabel yang berisi data-data yang diterima oleh sensor seperti pada
Gambar 4.3 (a), (b), dan (c).

(a)
(b)

(c)

Gambar 4.3 (a) Tampilan utama web monitoring, (b) Tampilan tabel data sensor node 1, (c)
Tampilan tabel data sensor node 2

Data yang ditampilkan pada tabel merupakan 10 data terbaru pada masing-masing
sensor node. Data tersebut akan otomatis diperbarui setiap 1 menit. Pengguna juga dapat
melihat tampilan grafik dari data-data tersebut dengan cara memilih tombol “LIHAT
GRAFIK” pada pojok kiri atas tabel data sensor node 1.
Gambar 4.4. Tampilan utama grafik pada web monitoring

Halaman web tersebut juga dapat diakses oleh pengguna melalui smartphone dengan
prosedur yang sama. Tampilan halaman web pada smartphone dapat dilihat pada Gambar 4.5
(a), (b), dan (c).

(a) (b) (c)

Gambar 4.5 (a) Tampilan halaman login pada web monitoring melalui smartphone, (b) Tampilan
utama web monitoring pada smartphone, (c) Tampilan utama grafik pada web monitoring melalui
smartphone
Pengguna dapat keluar dari halaman web monitoring dengan cara memilih tombol
“LOGOUT” yang berada pada pojok kiri atas tabel data sensor node 1. Setelah memilih
tombol “LOGOUT”, maka sistem langsung mengarahkan pengguna ke halaman login
kembali.

4.2. Pengujian Jarak dan Daya Sinyal pada Kondisi LOS


4.2.1. Peralatan yang Digunakan
1. Dua buah sensor node berisi rangkaian sensor dan modul LoRa.
2. Data gateway berisi rangkaian modul LoRa.
3. Laptop berisi software Tera Term.

4.2.2. Cara Pengujian


1. Menyambungkan laptop dengan data gateway yang berfungsi sebagai receiver.
2. Menyalakan dua buah sensor node yang berfungsi sebagai transmitter.
3. Merekam data yang diterima berupa data RSSI oleh receiver menggunakan software
Tera Term pada laptop.
4. Mengatur perubahan parameter jarak antara transmitter dan receiver.

4.2.3. Hasil Pengujian


Skenario pengujian pada kondisi LOS (Line of Sight) menggunakan panjang jalan di
pinggir kebun jeruk di wilayah Kebun Raya Gianyar sesuai pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Denah Pengujian Kondisi LOS


Gambar 4.7. Posisi Transmitter

Gambar 4.8 Posisi Receiver

Pengujian dilakukan dengan menempatkan antara transmitter dan receiver seperti


pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8, selanjutnya transmitter dipindahkan menjauh dari receiver
untuk mengatur parameter jarak sesuai dengan skenario pengujian. Pengujian dilakukan
dengan cara bergantian antara sensor node 1 dan sensor node 2 dengan perubahan parameter
yang sama agar data yang terekap akurat. Maka dapat dilihat data tabel Nilai Rata-Rata RSSI
dan Daya Sinyal pada Kondisi LOS pada Tabel 4.1 dan data lengkap perhitungan rata-rata
RSSI dan daya sinyal pada kondisi LOS dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 14.

Tabel 4.1. Nilai Rata-Rata RSSI dan Daya Sinyal LOS dari Sensor Node ke Data Gateway
Rata-rata RSSI (dBm) Daya Sinyal (mW)
Jarak
(m) TTGO ESP32 Heltec Cube TTGO ESP32 Heltec Cube
LoRa Cell LoRa Cell
-6
10 -69,3 -82,7 117.490 x 10 5.370 x 10-6
20 -75,1 -87,1 30.903 x 10-6 1.950 x 10-6
30 -73,5 -93,3 44.668 x 10-6 0.468 x 10-6
40 -69,8 -90,9 104.713 x 10-6 0.813 x 10-6
50 -78,0 -100,7 15.849 x 10-6 0.085 x 10-6
60 -77,5 -98,6 17.783 x 10-6 0.138 x 10-6
70 -84,6 -101,3 3.467 x 10-6 0.074 x 10-6
80 -85,8 -104,1 2.630 x 10-6 0.039 x 10-6
90 -91,2 -108,3 0.759 x 10-6 0.015 x 10-6
100 -91,3 -106,9 0.741 x 10-6 0.020 x 10-6
110 -90,5 -106,9 0.891 x 10-6 0.020 x 10-6
120 -90,4 -110,8 0.912 x 10-6 0.008 x 10-6
130 -89,3 -111,0 1.175 x 10-6 0.008 x 10-6
140 -86,6 -107,9 2.188 x 10-6 0.016 x 10-6

Nilai Rata-Rata RSSI kondisi LOS


Node 1 Node 2
-65
10m 20m 30m 40m 50m 60m 70m 80m 90m 100m 110m 120m 130m 140m
-69.3
-70 -69.8
-73.5
-75 -75.1
-78 -77.5
-80
-82.7
RSSI (dBm)

-85 -84.6 -85.8


-87.1 -86.6
-90 -90.5 -90.4 -89.3
-90.9 -91.2 -91.3
-93.3
-95
-98.6
-100 -100.7 -101.3
-105 -104.1
-106.9-106.9 -107.9
-108.3
-110 -110.8 -111

Jarak (m)

Gambar 4.9. Pengaruh perubahan parameter jarak (m) terhadap nilai RSSI (dBm) kondisi LOS

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.9, hasil pengukuran RSSI terhadap perubahan
parameter jarak sangat berpengaruh pada penurunan nilai RSSI. Dimana pada sensor node 1
nilai berkisar -69,3 dBm hingga -91,3 dBm, sedangkan pada sensor node 2 nilai berkisar
-82,7 dBm hingga -111 dBm.
Daya Sinyal (x 10-6 mW)
Node 1
117.490

104.713
100.700

80.700

60.700

44.668
40.700
30.903
20.700
15.84917.783

0.700 3.467 2.630 0.759 0.741 0.891 0.912 1.175 2.188


10m 20m 30m 40m 50m 60m 70m 80m 90m 100m 110m 120m 130m 140m

Gambar 4.10. Pengaruh perubahan parameter jarak (m) terhadap nilai daya sinyal (mW) kondisi
LOS pada Node 1

Daya Sinyal (x 10-6 mW)


Node 2
5.370
5.000

4.000

3.000

2.000 1.950

1.000
0.813
0.468

0.000 0.085 0.138 0.074 0.039 0.015 0.020 0.020 0.008 0.008 0.016
10m 20m 30m 40m 50m 60m 70m 80m 90m 100m 110m 120m 130m 140m

Gambar 4.11. Pengaruh perubahan parameter jarak (m) terhadap nilai daya sinyal (mW) kondisi
LOS pada Node 2

4.2.4. Analisis Data


Tabel 4.2. Hasil rata-rata RSSI percobaan LOS Sensor Node 1 pada jarak 10m

Data 1 -70
Data 2 -69
Data 3 -70
Data 4 -70
Data 5 -68
Data 6 -68
Data 7 -68
Data 8 -68
Data 9 -68 P0
Data 10 -74
Rata-rata -69.3 RSSIij
Pada Tabel 4.2 ditemukan bahwa P0 = -68 dBm karena nilai maksimal dari RSSI pada
percobaan jarak 10 meter. Kemudian -68 dBm digunakan sebagai P0 dan RSSIij = -69,3 dBm
dengan dij = 10 m. Maka didapatkan:
−68−(−69,3 )
10
10 log10
n=10
1,3
n=10 100

n=1,030

Hasil perhitungan PLE kondisi LOS dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan data lengkap
perhitungan PLE pada kondisi LOS dapat dilihat pada Lampiran 28 sampai Lampiran 41.
Tabel 4.3. Hasil perhitungan PLE kondisi LOS

Jarak PLE (n) Sensor Node 1 PLE (n) Sensor Node 2


(m)
10 1.030 1.040
20 1.060 1.001
30 1.059 1.058
40 1.005 1.011
50 1.042 1.031
60 1.006 1.006
70 1.022 1.011
80 1.002 1.006
90 1.019 1.019
100 1.003 1.004
110 1.012 1.010
120 1.003 1.003
130 1.002 1.002
140 1.001 1.001
PLE kondisi LOS
Node 1
1.060 1.060 1.059
1.055
1.050
1.045
1.042
1.040
1.035
PLE (n)

1.030
1.030
1.025
1.020 1.022
1.019
1.015
1.010 1.012
1.005 1.005 1.006
1.002 1.003 1.003 1.002 1.001
1.000
10m 20m 30m 40m 50m 60m 70m 80m 90m 100m 110m 120m 130m 140m
Jarak (m)

Gambar 4.12. Grafik perubahan PLE kondisi LOS pada Node 1

PLE kondisi LOS


Node 2
1.060
1.058
1.055
1.050
1.045
1.040
1.040
1.035
PLE (n)

1.030 1.031
1.025
1.020 1.019
1.015
1.010 1.011 1.011 1.010
1.005 1.006 1.006 1.004 1.003 1.002 1.001
1.000 1.001
10m 20m 30m 40m 50m 60m 70m 80m 90m 100m 110m 120m 130m 140m
Jarak (m)

Gambar 4.13. Grafik perubahan PLE kondisi LOS pada Node 2

Hasil pengujian nilai PLE (n) kondisi LOS pada sensor node 1 adalah sebesar 1,019,
sedangkan untuk kondisi LOS pada sensor node 2 adalah sebesar 1,015. Pengujian nilai PLE
dilihat dari pengukuran nilai RSSI terhadap perubahan parameter jarak antara transmitter
dengan receiver. Pengujian ini perlu dilakukan berulang kali untuk mendapatkan nilai linier
RSSI terhadap parameter jarak, yaitu semakin jauh jarak maka semakin rendah nilai RSSI.
Sehingga hasil perhitungan PLE ditentukan oleh hasil pengukuran RSSI dimana perubahan
RSSI yang didapatkan tergantung dari lingkungan pada saat pengukuran.

4.3. Pengujian Jarak dan Daya Sinyal pada Kondisi NLOS


4.3.1. Peralatan yang Digunakan
1. Dua buah sensor node berisi rangkaian sensor dan modul LoRa.
2. Data gateway berisi rangkaian modul LoRa.
3. Laptop berisi software Tera Term.

4.3.2. Cara Pengujian


1. Menyambungkan laptop dengan data gateway yang berfungsi sebagai receiver.
2. Menyalakan dua buah sensor node yang berfungsi sebagai transmitter.
3. Merekam data yang diterima berupa data RSSI (Received Signal Strength Indicator)
oleh receiver menggunakan software Tera Term pada laptop.
4. Mengatur perubahan parameter jarak antara transmitter dan receiver.

4.3.3. Hasil Pengujian


Skenario pengujian pada kondisi NLOS (Non Line of Sight) menggunakan wilayah
kebun jeruk di wilayah Kebun Raya Gianyar sesuai pada Gambar 4.14.

Gambar 4.14. Denah Pengujian Kondisi NLOS


Gambar 4.15. Posisi Transmitter

Gambar 4.16. Posisi Receiver

Pengujian dilakukan dengan menempatkan antara transmitter dan receiver seperti


pada Gambar 4.15 dan Gambar 4.16 Pengujian kondisi NLOS menggunakan beberapa pohon
jeruk dengan tinggi rata-rata 3 meter yang tumbuh di kebun sebagai halangan (obstacle),
selanjutnya transmitter dipindahkan menjauh dari receiver untuk mengatur parameter jarak
sesuai dengan skenario pengujian. Pengujian dilakukan dengan cara bergantian antara sensor
node 1 dan sensor node 2 dengan perubahan parameter yang sama agar data yang terekap
akurat. Maka dapat dilihat data tabel Nilai Rata-Rata RSSI dan Daya Sinyal pada Kondisi
NLOS pada Tabel 4.4 dan data lengkap perhitungan rata-rata RSSI dan daya sinyal pada
kondisi NLOS dapat dilihat pada Lampiran 15 sampai Lampiran 27.
Tabel 4.4. Nilai RSSI dan Daya Sinyal NLOS dari Sensor Node ke Data Gateway
RSSI (dBm) Daya Sinyal (mW)
Jarak
(m) TTGO ESP32 Heltec Cube TTGO ESP32 Heltec Cube
LoRa Cell LoRa Cell
-6
10 -70,6 -103,7 87.096 x 10 0.043 x 10-6
20 -69,2 -95,0 120.226 x 10-6 0.316 x 10-6
-6
30 -71,1 -94,2 77.625 x 10 0.380 x 10-6
40 -78,7 -102,3 13.490 x 10-6 0.059 x 10-6
50 -89,4 -104,4 1.148 x 10-6 0.036 x 10-6
60 -108,8 -109,7 0.013 x 10-6 0.011 x 10-6
70 - -114,0 - 0.004 x 10-6
80 - -115,4 - 0.003 x 10-6
90 - -114,7 - 0.003 x 10-6
100 - -116,0 - 0.003 x 10-6
110 - -116,0 - 0.003 x 10-6
120 - -117,7 - 0.002 x 10-6
130 - -116,7 - 0.002 x 10-6

Nilai RSSI kondisi NLOS


Node 1 Node 2
-65
10m 20m 30m 40m 50m 60m 70m 80m 90m 100m 110m 120m 130m
-70 -69.2
-70.6 -71.1
-75
-78.7
-80
-85
RSSI (dBm)

-90 -89.4

-95 -95 -94.2

-100
-102.3
-103.7 -104.4
-105
-110 -108.8
-109.7
-114
-115 -115.4 -114.7 -116 -116
-117.7 -116.7
Jarak (m)

Gambar 4.17. Pengaruh perubahan parameter jarak (m) terhadap nilai RSSI (dBm) kondisi NLOS

Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.17, hasil pengukuran RSSI terhadap perubahan
parameter jarak sangat berpengaruh pada penurunan nilai RSSI. Dimana pada sensor node 1
nilai berkisar -70,6 dBm hingga -108,8 dBm, sedangkan pada sensor node 2 nilai berkisar
-94,2 dBm hingga -117,7 dBm.
Daya Sinyal (x 10-6 mW)
Node 1
120.000 120.226

100.000
87.096
80.000 77.625

60.000

40.000

20.000
13.490
0.000 1.148 0.013
10m 20m 30m 40m 50m 60m 70m 80m 90m 100m 110m 120m 130m

Gambar 4.18. Pengaruh perubahan parameter jarak (m) terhadap nilai daya sinyal (mW) kondisi
NLOS pada Node 1

Daya Sinyal (x 10-6 mW)


Node 2

0.380
0.351
0.316
0.301

0.251

0.201

0.151

0.101

0.051 0.059
0.043 0.036
0.001 0.011 0.004 0.003 0.003 0.003 0.003 0.002 0.002
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Gambar 4.19. Pengaruh perubahan parameter jarak (m) terhadap nilai daya sinyal (mW) kondisi
NLOS pada Node 2

4.3.4. Analisis Data


Tabel 4.5. Hasil rata-rata RSSI percobaan NLOS Sensor Node 2 pada jarak 10 m
Data 1 -99 P0
Data 2 -102
Data 3 -104
Data 4 -105
Data 5 -110
Data 6 -112
Data 7 -106
Data 8 -100
Data 9 -100
Data 10 -99
Rata-rata -103.7 RSSIij
Pada Tabel 4.5 ditemukan bahwa P0 = -99 dBm karena nilai maksimal dari RSSI pada
percobaan jarak 10 meter. Kemudian -99 dBm digunakan sebagai P 0 dan RSSIij = -103,7 dBm
dengan dij = 10 m. Maka didapatkan:
−99−(−103,7)
10
10 log 10
n=10
4,7
100
n=10

n=1,114

Hasil perhitungan PLE kondisi NLOS dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan data lengkap
perhitungan PLE pada kondisi NLOS dapat dilihat pada Lampiran 42 sampai Lampiran 54.
Tabel 4.6. Hasil perhitungan PLE kondisi NLOS
Jarak PLE (n) Sensor Node 1 PLE (n) Sensor Node 2
(m)
10 1.038 1.114
20 1.038 1.047
30 1.016 1.049
40 1.027 1.008
50 1.083 1.011
60 1.113 1.007
70  - 1.010
80  - 1.001
90  - 1.004
100  - 1.002
110  - 1.006
120  - 1.001
130  - 1.001
PLE kondisi NLOS
Node 1
1.110 1.113
1.100
1.090
1.080 1.083
1.070
1.060
PLE (n)

1.050
1.040
1.038 1.038
1.030 1.027
1.020 1.016
1.010
1.000
10m 20m 30m 40m 50m 60m 70m 80m 90m 100m 110m 120m 130m
Jarak (m)

Gambar 4.20. Grafik perubahan PLE kondisi NLOS pada Node 1

PLE kondisi NLOS


Node 2
1.114
1.110
1.100
1.090
1.080
1.070
1.060
PLE (n)

1.050 1.047 1.049


1.040
1.030
1.020
1.010 1.008 1.011 1.007 1.010 1.006
1.000 1.001 1.004 1.002 1.001 1.001
10m 20m 30m 40m 50m 60m 70m 80m 90m 100m 110m 120m 130m
Jarak (m)

Gambar 4.21. Grafik perubahan PLE kondisi NLOS pada Node 2

Hasil perhitungan nilai PLE (n) kondisi NLOS pada sensor node 1 adalah sebesar
1,052, sedangkan untuk kondisi NLOS pada sensor node 2 adalah sebesar 1,020. Pengujian
nilai PLE dilihat dari pengukuran nilai RSSI terhadap perubahan parameter jarak antara
transmitter dengan receiver. Pengujian ini perlu dilakukan berulang kali untuk mendapatkan
nilai linier RSSI terhadap parameter jarak, yaitu semakin jauh jarak maka semakin rendah
nilai RSSI. Sehingga hasil perhitungan PLE ditentukan oleh hasil pengukuran RSSI dimana
perubahan RSSI yang didapatkan tergantung dari lingkungan pada saat pengukuran.

4.4. Pengujian Perbandingan Konsumsi Daya Berdasarkan Jarak


4.4.1. Peralatan yang Digunakan
1. Dua buah sensor node berisi rangkaian sensor dan modul LoRa.
2. Data gateway berisi rangkaian modul LoRa.
3. Laptop berisi software Tera Term.

4.4.2. Cara Pengujian


1. Menyambungkan laptop dengan data gateway yang berfungsi sebagai receiver.
2. Menyalakan dua buah sensor node yang berfungsi sebagai transmitter.
3. Merekam data yang diterima berupa nilai arus dan tegangan oleh receiver
menggunakan software Tera Term pada laptop.
4. Mengatur perubahan parameter jarak antara transmitter dan receiver.

4.4.3. Hasil Pengujian


Skenario pengujian pada mode normal menggunakan wilayah kebun jeruk di wilayah
Kebun Raya Gianyar sesuai pada Gambar 4.22.

Gambar 4.22. Denah Pengujian Konsumsi Daya Terhadap Jarak

Pengujian dilakukan dengan mensejajarkan antara transmitter dan receiver seperti


pada Gambar 4.22 selanjutnya transmitter dipindahkan menjauh dari receiver untuk
mengatur parameter jarak sesuai dengan skenario pengujian. Pengujian dilakukan dengan
cara bergantian antara sensor node 1 dan sensor node 2 dengan perubahan parameter yang
sama agar data yang terekap akurat.

Tabel 4.7. Pengukuran Daya Berdasarkan Jarak

Jarak (m) TTGO ESP32 LoRa Heltec Cube Cell


Arus Tegangan Daya Arus Tegangan Daya
(mA) (V) (mW)  (mA) (V) (mW) 
10 70.85 3.80 269.23 5.47 3.73 20.40
20 73.20 3.81 278.67 8.42 3.75 31.53
30 74.12 3.80 281.43 8.32 3.74 31.15
40 71.68 3.81 273.10 11.83 3.76 44.50
50 74.04 3.80 281.20 9.10 3.75 34.11
60 74.00 3.83 283.05 13.07 3.77 49.25
70 73.83 3.81 281.44 11.67 3.76 43.88
80 73.51 3.86 283.75 13.19 3.77 49.73
90 73.51 3.83 281.54 11.13 3.76 41.80
100 74.26 3.85 285.53 22.31 3.81 85.07
110 73.74 3.82 281.47 22.65 3.81 86.39
120 74.87 3.83 286.38 24.23 3.82 92.58
130 73.97 3.83 283.23 26.00 3.83 99.58
140 74.68 3.81 284.83 22.08 3.81 84.12

Daya Beban (mW)


Node 1

286.00 286.38
285.53
284.83
284.00 283.75
283.05 283.23
282.00 281.54
281.43 281.20 281.44 281.47
280.00
Daya (mW)

278.67
278.00
276.00
274.00
273.10
272.00
270.00
269.23
268.00
10m 20m 30m 40m 50m 60m 70m 80m 90m 100m 110m 120m 130m 140m
Jarak (m)

Gambar 4.23. Pengaruh perubahan parameter jarak (m) terhadap daya beban (mW) kondisi LOS
pada Node 1
Daya Beban (mW)
Node 2
100.00 99.58
92.58
90.00
85.07 86.39 84.12
80.00

70.00
Daya (mW)

60.00

50.00 49.25 49.73


44.50 43.88
40.00 41.80
34.11
30.00 31.53 31.15

20.40
20.00
10m 20m 30m 40m 50m 60m 70m 80m 90m 100m 110m 120m 130m 140m
Jarak (m)

Gambar 4.24 Pengaruh perubahan parameter jarak (m) terhadap daya beban (mW) kondisi LOS
pada Node 2

Berdasarkan Tabel 4.7, Gambar 4.23 ,dan Gambar 4.24 hasil pengukuran konsumsi
daya terhadap perubahan parameter jarak sangat berpengaruh pada kenaikan nilai konsumsi
daya. Dimana pada sensor node 1 nilai berkisar 269,3 mW hingga 286,38 mW, sedangkan
pada sensor node 2 nilai berkisar 20,40 mW hingga 99,58 mW.
4.4.4. Analisis Data

Regresi Linier Nilai Konsumsi Daya Terhadap Jarak pada Node


1
Node 1 Linear (Node 1)
290.00

285.00 f(x) = 0.08 x + 274.87


R² = 0.54
Nilai Konsumsi Daya (mW)

280.00

275.00

270.00

265.00

260.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Jarak (m)

Gambar 4.25. Grafik regresi linier nilai konsumsi daya terhadap jarak pada sensor node 1

Regresi Linier Nilai Konsumsi Daya Terhadap Jarak pada Node


2
Node 2 Linear (Node 2)
120.00

100.00
Nilai Konsumsi Daya (mW)

f(x) = 0.58 x + 12.85


80.00 R² = 0.84

60.00

40.00

20.00

0.00
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Jarak (m)

Gambar 4.26. Grafik regresi linier nilai konsumsi daya terhadap jarak pada sensor node 2
Hasil regresi linier antara nilai konsumsi daya (mW) dengan parameter jarak (m) pada
sensor node 1 yaitu y = 0.0825x + 274.87 sedangkan pada sensor node 2 yaitu y = 0.5849x +
12.854. Nilai x merupakan nilai parameter jarak dan y adalah nilai konsumsi daya, sedangkan
angka 274.87 menyatakan nilai konsumsi daya awal node 1 saat nilai parameter jarak
mendekati nol, dan angka 12.854 menyatakan nilai konsumsi daya awal sensor node 2 saat
nilai parameter jarak mendekati nol. Tanda positif (+) menyatakan bahwa nilai konsumsi
daya mengalami kenaikan dengan peningkatan nilai parameter jarak. Hasil derajat kolerasi
linear grafik pada sensor node 1 diperoleh sebesar R² = 0.5376 sedangkan derajat kolerasi
linear grafik pada sensor node 1 diperoleh sebesar R² = 0.8353. Nilai ini sudah menunjukkan
bahwa hubungan antara parameter jarak dengan nilai konsumsi daya pada sistem adalah
linier.
BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan analisa yang sudah dilakukan, maka hasil dari
penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Sistem kerja pada alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu memanfaatkan
konektivitas LoRa, dimana sensor node 1 dan sensor node 2 mengirim data sensor ke
data gateway secara nirkabel dengan LoRa pada frekuensi 915Mhz. Dari data gateway,
data diproses lalu dikirim ke database MySQL setiap satu menit yang kemudian
ditampilkan ke halaman web sebagai halaman monitoring. Data disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik serta dapat diakses oleh pengguna melalui PC maupun smartphone.
2. Kekuatan sinyal yang diterima (RSSI) dengan LoRa pada sistem Wireless Sensor
Network ini dipengaruhi oleh parameter jarak komunikasi antara sensor node dan data
gateway. Semakin jauh jarak antara sensor node dengan data gateway maka semakin
kecil nilai RSSI dan daya sinyal yang diterima. Selain itu kondisi lingkungan juga sangat
mempengaruhi performansi LoRa dalam pengiriman data, dimana pada kondisi LOS
nilai RSSI dan daya sinyal yang diterima lebih baik dari pada kondisi NLOS. Bahkan
pada jarak pengukuran 70 m, sensor node 1 sudah tidak dapat lagi mengirim data kepada
data gateway (packet loss). Hal ini membuktikan bahwa adanya halangan antar node
sangat berpengaruh terhadap nilai kekuatan sinyal yang diterima (RSSI). Pemilihan
device LoRa yang digunakan juga mempengaruhi performansi LoRa dalam pengiriman
data, dimana board TTGO ESP32 LoRa (sensor node 1) memiliki nilai RSSI yang lebih
baik dibandingkan board Heltec Cube Cell (sensor node 2).
3. Hasil dari penelitian diketahui bahwa perubahan nilai parameter jarak berpengaruh pada
nilai konsumsi daya dari masing-masing sensor node. Semakin jauh jarak antara sensor
node dengan data gateway maka semakin besar daya yang dikeluarkan oleh sensor node.
Hal ini dibuktikan dengan perhitungan regresi linier dari masing-masing sensor node
yang diuji. Selain itu pemilihan device LoRa yang digunakan juga mempengaruhi nilai
konsumsi daya yang dikeluarkan, dimana board TTGO ESP32 LoRa (sensor node 1)
memiliki nilai konsumsi daya yang jauh lebih tinggi dibandingkan board Heltec Cube
Cell (sensor node 2). Hal ini membuktikan bahwa board Heltec Cube Cell lebih baik
dalam hal penghematan daya baterai.

5.2. Saran
Dalam pengembangan penelitian selanjutnya, penulis menyampaikan beberapa saran,
antara lain:
1. Sistem monitoring perlu diintegrasikan dengan smartphone dalam bentuk aplikasi
mobile sehingga lebih portable dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas.
2. Pengujian dapat dilakukan tambahan parameter seperti jenis antena, variasi tinggi antena,
dan jenis device yang bervariasi sehingga dapat dikembangkan agar dapat
diimplementasikan di kebun yang lebih luas lagi.
3. Melakukan maintenance komponen-komponen yang digunakan secara rutin agar sistem
bekerja lebih lama secara optimal.
V

Anda mungkin juga menyukai