Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam

pencegahan dan pengontrolan infeksi (Potter & Perry, 2005). Mencuci tangan

merupakan proses pembuangan kotoran dan debu secara mekanis dari kedua

belah tangan dengan memakai sabun dan air. Tujuan cuci tangan adalah untuk

menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan

mengurangi jumlah mikroorganisme (Tietjen, 2003 dalam Moestika). Biasanya

kuman ditransmisikan dari tangan yang tidak bersih ke makanan. Kuman-

kuman kemudian memapar ke person yang makanan tersebut. Hal ini bisa

diegah dengan selalu mencuci tangan setelah menggunakan toilet dan sebelum

menyiapkan makanan (Darmiatun, 2013). Mencuci tangan juga dapat

menghilangkan sejumlah besar virus yang menjadi penyebab berbagai

penyakit, terutama penyakit yang menyerang saluran cerna, seperti diare dan

saluran nafas seperti influenza. Hampir semua orang mengerti pentingnya

mencuci tangan pakai sabun, namun masih banyak yang tidak membiasakan

diri untuk melakukan dengan benar pada saat yang penting (Umar, 2009 dalam

Mirzal). Sebagian masyarakat mengetahui akan pentingya mencuci tangan,

namun dalam kenyataanya masih sangat sedikit (hanya 5% yang tahu

bagaimana cara melakukanya dengan benar. Hal ini sangat penting untuk di

ajarkan pada masyarakat agar bias mencegah terjadinya penyakit (Siswanto,

2009 dalam Zuraidah).

Mencuci tangan memakai sabun sangat penting sebagai salah satu

mencegah terjadinya diare, kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang


air besar, sebelum makan serta sebelum menyiapkan makanan. Masyarakat

akan mampu meningkatkan pengetahuan hidup sehat dimanapun mereka

berada jika mereka sadar, termotivasi dan di dukungan dengan adanya

informasi serta sarana dan prasarana kesehatan. Masyarakat hanya mengetahui

penyakit menular pada penyakit tertentu saja sedangkan untuk penyakit dalam

atau penyakit infeksilainya masih kurang sehingga kesadaran untuk masyarakat

dalam menjaga hidup sehat, dan menjaga dirinya dari bahaya penyakit menular

terbatas pada apa yang mereka ketahui saja. Mencuci tangan merupakan

metode tertua, sederhana dan paling konsisten untuk pencegahan dan

pengontrolan penularan infeksi (Perry & Potter 2005). Maka dari sebagai ibu

diharus kan untuk mencuci tangan sebelum mengolah atau memasak suatu

makanan untuk keluarga tercintanya agar terhindar dari penyakit.

Bila masyarakat mencuci tangan kurang adekuat akan menimbulkan

bacteria seperti Staphylococcus, Streptococcus dan Escheriacolli (Schaffer,

2000 dalam Coniko). Organisme-organisme tersebut bersifat hidup kurang dari

24 jam padakulit, dan dapat dengan mudah disingkirkan dengan mencuci atau

menggosok, biasanya organism tersebut adalah anaerobik. Anaerobik berarti

tidak dapat hidup pada jangka waktu yang lama dalam keadaan adanya

oksigen. Mereka menggunakan tangan sebagai cara penularan yang singkat

ketika mencari hospes yang rentan atau “reservoir” dimana mereka dapat

hidup. Organisme transien dengan cepat menyebabkan infeksi bila masuk

kedalam tubuh hospes yang rentan (Shcaffer, 2000 dalam Coniko). Sekitar 20

jenis penyakit yang bisa hinggap di tubuh akibat tidak mencuci tangan dengan

baik dan benar. Beberapa penyakit yang dapat disebabkan karena kurang

pedulinya terhadap kegiatan cuci tangan pakai sabun, diantaranya: diare,


infeksi saluran pernafasan, infeksi cacingan. Dalam sebuah kelurga bila

kuranga dekuat dalam cuci tangan sebelum makan dan sebelum penyajian

makanan bisa terjadi diare dalam keluarga itu salah satunya yang terserang

anak-anak.

Tangan merupakan bagian tubuh yang lembab yang paling sering

berkontak dengan kuman yang menyebabkan penyakit dan menyebarnya. Cara

terbaik untuk mencegahnya adalah dengan membiasakan mencuci tangan

dengan memakai sabun (Kamarudin, 2009 dalam Mirzal ). Mencuci tangan

adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegahdan mengendalikan

infeksi, dengan mencuci tangan dapat menghilangkan sebagian besar

mikroorganisme yang ada di kulit (Hidayat, 2005 dalam Mirzal).

Masalah-masalah tersebut timbul karena kurangnya pengetahuan serta

kesadaran akan pentingnya kesehatan terutama kebiasaan mencuci tangan.

Cuci tangan merupakan cara murah dan efektif dalam pencegahan penyakit

menular. Namun hingga saat ini kebiasaaan tersebut seringkali dianggap remeh

(Sari, 2011). Berdasarkan kajian WHO cuci tangan menggunakan sabun dapat

mengurangi angka kejadian diare sebesar 47% (Darmiatun, 2008 dalam Sari).

Mencuci tangan dengan sabun mengurangi infeksi saluran pernafasan yang

berkaitan dengan pneumonia hingga lebih dari 50 %. Berbagai macam jenis

penyakit yang dapat timbul terkait kebiasaan tidak cuci tangan yaitu diare,

Infeksi Saluran Pernapasan, Flu Burung (H1N1), virus Covid-19 dan cacingan

(Depkes RI, 2019 dalam Sari).

Dengan memberikan penyuluhan tentang cuci tangan diharapkan

penyakit menular tersebut bisa mengurangi resiko terjadinya penularan

penyakit melalui tangan dengan mencuci bersih tangan-tangan anda. Makanan


dan minuman yang dimasak dengan tangan kotor itu dapat menularkan

penyakit, cobalah mencuci tangan anda dengan air menalir dan sabun pada saat

anda akan mempersiapkan dan memakan makanan serta sesudah berak.

Dari uraian di atas, kami tertarik untuk membahas lebih lanjut

mengenai pentingnya perilaku cuci tangan dalam masyarakat di tengah

mewabahnya virus Covid-19.

1.2. Tujuan

1.3. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cuci Tangan


2.1.1 Pengertian
Menurut WHO (2009) cuci tangan adalah suatu prosedur/tindakan
membersihkan tangan dengan menggunakan sabun dan air yang
mengalir atau Hand rub dengan antiseptik (berbasis alkohol). Sedangkan
menurut James (2008), mencuci tangan merupakan teknik dasar yang
paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi.
Tangan tenaga pemberi layanan kesehatan seperti perawat
merupakan sarana yang paling lazim dalam penularan infeksi
nosokomial, untuk itu salah satu tujuan primer cuci tangan adalah
mencegah terjadinya infeksi nosokomial (Pruss, 2005) serta
mengurangi transmisi mikroorganisme (Suratun, 2008).
2.1.2 Tujuan
Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukan cuci tangan yaitu untuk:
a) menghilangkan mikroorganisme yang ada di tangan, b) mencegah
infeksi silang (cross infection), c) menjaga kondisi steril, d) melindungi
diri dan pasien dari infeksi, e) memberikan perasaan segar dan bersih.
2.1.3 Indikasi Cuci Tangan
Indikasi cuci tangan atau lebih dikenal dengan five moments (lima
waktu) cuci tangan menurut SPO gizi adalah: a) Sebelum masuk ke
dalam area produksi dan distribusi, b) Setelah memegang bahan
mentah/kotor, c) Setelah memegang anggota tubuh, d) Sebelum dan
setelah memporsikan makanan di plato/alat saji pasien, e) Setelah keluar
dari kamar mandi/toilet.
2.1.4 Cuci Tangan 6 Langkah dengan Hand wash dan Hand rub
a. Cuci Tangan Hand-Wash
Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan
dengan sabun dan air bersih yang mengalir. Peralatan yang
dibutuhkan untuk mencuci tangan biasa adalah setiap wastafel
dilengkapi dengan peralatan cuci tangan sesuai sesuai standar rumah
sakit (misalnya kran air bertangkai panjang untuk mengalirkan air
bersih, tempat sampah injak tertutup yang dilapisi kantung sampah
medis atau kantung plastik berwarna kuning untuk sampah yang
terkontaminasi atau terinfeksi, alat pengering seperti tisu, lap tangan
(hand towel), sabun cair atau cairan pembersih tangan yang berfungsi
sebagai antiseptik, lotion tangan, serta dibawah wastafel terdapat alas
kaki dari bahan handuk. Oleh karena itu sarana serta prasarana juga
harus memadai untuk mendukung cuci tangan supaya dapat dilakukan
dengan maksimal.
Prosedur Hand-wash sebagai berikut: a) melepaskan semua
benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau jam
tangan. b) membuka kran air dan membasahi tangan. c) menuangkan
sabun cair ke telapak tangan secukupnya. d) melakukan gerakan
tangan, mulai dari meratakan sabun dengan kedua telapak tangan. e)
kedua punggung telapak tangan saling menumpuk secara bergantian.
f) bersihkan telapak tangan dan sela-sela jari seperti gerakan
menyilang. g) membersihkan ujung-ujung kuku bergantian pada
telapak tangan. h) membersihkan ibu jari secara bergantian. i)
posisikan jari-jari tangan mengerucut dan putar kedalam beralaskan
telapak tangan secara bergantian. j) bilas tangan dengan air yang
mengalir. k) keringkan tangan dengan tisu sekali pakai. l) menutup
kran air menggunakan siku atau siku, bukan dengan jari karena jari
yang telah selesai kita cuci pada prinsipnya bersih. Lakukan semua
prosedur diatas selama 40–60 detik.
Gambar 2.1
1.1 Hand wash
Sumber: WHO Guidelines on Cuci tangan in Health Care (2009)

b. Cuci Tangan Hand-Rub


Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan
dengan cairan berbasis alkohol, dilakukan sesuai lima waktu.
Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan Hand-rub hanya
cairan berbasis alkohol sebanyak 2–3 cc. Prosedur cuci tangan Hand-
rub sebagai berikut: a) melepaskan semua benda yang melekat pada
daerah tangan, seperti cincin atau jam tangan. b) cairan berbasis
alkohol ke telapak tangan 2–3 cc. c) melakukan gerakan tangan,
mulai dari meratakan sabun dengan kedua telapak tangan. d) kedua
punggung telapak tangan saling menumpuk secara bergantian. e)
bersihkan telapak tangan dan sela-sela jari seperti gerakan
menyilang. f) membersihkan ujung-ujung kuku bergantian pada
telapak tangan. g) membersihkan ibu jari secara bergantian. h)
posisikan jari-jari tangan mengerucut dan putar kedalam beralaskan
telapak tangan secara bergantian. Lakukan semua prosedur diatas
selama 20 – 30 detik.

Gambar 2.2
1.2 Hand Rub
Sumber: WHO Guidelines on Cuci tangan in Health Care (2009)
2.1.5 Cuci Tangan 6 Langkah menurut WHO
Kebersihan Tangan bahwa kebersihan tangan adalah prosedur/
tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan antiseptik berbasis
alkohol atau sabun dengan air yang mengalir. Tujuan cuci tangan yaitu
untuk menghilangkan kotoran dan menghambat atau membunuh
mikroorganisme pada kulit tangan serta mencegah penyebaran mikro
organism penyebab infeksi yang ditularkan melalui tangan.
Kebersihan tangan di bagi menjadi 2 (dua), yaitu mencuci tangan
dengan air mengalir dan sabun (Hand-wash) dan mencuci tangan dengan
antiseptik berbasis alkohol (Hand-rub). Langkah-langkah cuci tangan
Hand-wash yaitu: a) membasuh tangan dengan air, lalu tuangkan sabun
anti septik di telapak tangan secukupnya, b) meratakan dengan kedua
telapak tangan, c) menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri
dengan tangan kanan dan sebaliknya, d) menggosok kedua telapak dan
sela-sela jari tangan kanan dan tangan kiri bergantian, e) jari-jari sisi
dalam dari kedua tangan saling mengunci, f) menggosok ibu jari kiri
dengan cara berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya, g) menggosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan
di telapak tangan kiri dan sebaliknya searah jarum jam, h) membilas
kedua tangan dengan air mengalir, i) mengeringkan dengan handuk
sekali pakai/kertas tissue, j) menutup kran dengan menggunakan handuk
sekali pakai/kertas tissue tersebut, k) semua prosedur dilakukan selama
40-60 detik, l) indikasi cuci tangan dilakukan pada tangan yang tampak
kotor, setelah menggunakan sarung tangan, setelah kontak dengan cairan
tubuh pasien.
Langkah-langkah cuci tangan Hand-rub yaitu: a) menuangkan
larutan anti septik berbasis alkohol ke telapak tangan secukupnya, b)
meratakan di kedua telapak tangan, c) menggosok punggung dan sela-
sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya, d) menggosok
kedua telapak dan sela-sela jari tangan kanan dan tangan kiri bergantian,
e) jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci, f) menggosok
ibu jari kiri dengan cara berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya, g) menggosok dengan memutar ujung jari-jari
tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya searah jarum jam, h)
biarkan sampai kering, i) semua prosedur dilakukan selama 20- 30 detik.

2.2 Praktik Cuci Tangan


Notoatmodjo mengatakan bahwa bentuk respons seseorang terhadap
suatu stimulus ditunjukkan dalam dua bentuk, pertama perilaku tertutup
(covert behavior), hal ini ditunjukkan dalam bentuk perhatian, persepsi,
pengetahuan/ kesadaran, dan reaksi lainnya yang tidak tampak. Sedangkan
yang kedua adalah perilaku terbuka (overt behavior), yaitu dalam bentuk
tindakan nyata, misalnya cuci tangan sebelum makan (Sudarma, 2008). Jadi
dapat disimpulkan bahwa praktik cuci tangan adalah respons seseorang
terhadap suatu stimulus berupa tindakan nyata untuk melakukan cuci tangan.
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas.
Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari
pihak lain (Maulana, 2009). Tindakan (practice) merupakan salah satu
komponen pembentuk perilaku seseorang untuk ranah psikomotor, selain
pengetahuan (knowledge) untuk ranah afektif, dan sikap atau tanggapan
(attitude) untuk ranah afektif (Notoatmodjo dalam Anies, 2006).
Praktik menurut Notoatmodjo dalam Efendy (2009), dibagi menjadi
beberapa tingkatan, yaitu sebagai berikut:
1. Persepsi (perception). Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.
Contohnya, seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi
anak balitanya.
2. Respon terpimpin (guided response). Dapat melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator
praktik tingkat kedua. Contohnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan
benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lamanya
memasak, menutup panci, dan sebagainya.
3. Mekanisme (mechanism). Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan,
maka ia sudah mencapai praktik tingkat ketiga. Contohnya, seorang ibu
yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa
menunggu perintah atau ajakan orang lain.
4. Adopsi (adoption). Adaptasi merupakan suatu praktik atau tindakan yang
sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Contohnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi
berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana.
Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik menurut Lawrence Green
dalam Maulana (2009):
a. Faktor predisposisi (Predisposing factors)
Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini
termasuk pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai-nilai,
norma sosial, budaya, dan faktor sosio-demografi. Misalnya di rumah sakit
adanya regulasi maupun Standart Operational Procedure (SOP) tentang
cuci tangan.
b. Faktor pendorong (Enabling factors)
Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku. Hal ini berupa
lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang
mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan. Misalnya
ada tidaknya sarana-prasarana cuci tangan, seperti wastafel, tisu kering,
cairan sabun maupun cairan antiseptik berbasis alkohol.
c. Faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor penguat adalah faktor yang memperkuat untuk terjadinya
perilaku tertentu tersebut. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku
dari atasan dan lintas profesi, termasuk dalam pemberian reward dan
punishment. Misalnya ada tidaknya sanksi dan penghargaan bagi yang tidak
cuci tangan maupun yang cuci tangan
2.3 Bakteri
Bakteri merupakan uniseluler, pada umumnya tidak berklorofil, ada
beberapa yang fotosintetik dan produksi aseksualnya secara pembelahan dan
bakteri mempunyai ukuran sel kecil dimana setiap selnya hanya dapat dilihat
dengan bantuan mikroskop. Bakteri pada umumnya mempunyai ukuran sel
0,5-1,0 µm kali 2,0-5,0 µm, dan terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu bentuk
bulat atau kokus, bentuk batang atau bacillus, bentuk spiral (Harti, 2015).
James (2008) menyatakan bahwa: identifikasi jenis bakteri berdasarkan sifat
morfologi, biokimia, fisiologi dan serologi adalah sebagai berikut:
1. Bakteri gram positif
a. Kokus
1) Katalase positif : Staphylococcus
2) Katalase negatif : Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus
b. Batang
1) Anaerobik atau Fakultatif Anaerobik: Clostridium botulinum,
Lactobacillus, Propionic bacterium
2) Aerobik: Bacillus
2. Bakteri Gram Negatif
a. Fermentatif (batang) :
Proteus, Eschericia coli, Enterobacter
b. Non Fermentatif (spiral/batang) :
Pseudomonas, Alcaligenes
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri menurut
Sudjadi dan Laila (2006) ada dua, yaitu :
1. Faktor Intrinsik yaitu sifat-sifat dari bahan itu sendiri. Adapun penjelasan
dari masing-masing faktor sebagai berikut :
a. Waktu
Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi
pertumbuhannya. Pada kondisi optimal hampir semua bakteri
memperbanyak diri dengan pembelahan biner sekali setiap 20 menit.
b. Makanan
Semua mikroorganisme memerlukan nutrient yang akan
menyediakan:
1) Energi, biasanya diperoleh dari substansi mengandung karbon.
2) Nitrogen untuk sintesa protein.
3) Vitamin dan yang berkaitan denagn faktor pertumbuhan.
c. Kelembaban
Mikroorganisme, seperti halnya semua organisme memerlukan
air untuk mempertahankan hidupnya. Banyaknya air dalam pangan
yang tersedia untuk digunakan dapat di diskripsikan dengan istilah
aktivitas air (AW).
d. Suhu
Mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
berdasarkan suhu pertumbuhan yang diperlukannya.
1) Psikrofil (organisme yang suka dingin) dapat tumbuh baik pada
suhu dibawah 20oC, kisaran suhu optimal adalah 10oC sampai
20oC.
2) Mesofil (organisme yang suka pada suhu sedang) memiliki suhu
pertumbuhan optimal antara 20oC sampai 45oC.
3) Termofil (organisme yang suka pada suhu tinggi) dapat tumbuh
baik pada suhu diatas 45oC, kisaran pertumbuhan optimalnya
adalah 50oC sampai 60oC.
e. Oksigen
Tersedianya oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme, bakteri diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
menurut keperluan oksigennya.
1) Aerob Obligat (hanya dapat tumbuh jika terdapat oksigen yang
banyak)
2) Aerob Fakultatif (tumbuh dengan baik jika oksigen cukup, tetapi
juga dapat tumbuh sacara anaerob)
3) Anaerob Fakultatif (tumbuh dengan baik jika tidak ada oksigen,
tetapi juga dapat tumbuh secara aerob)
f. pH
Daging dan pangan hasil laut lebih mudah mengalami kerusakan
oleh bakteri, karena PH pangan tersebut mendekati 7,0. Bakteri yang
terdapat di permukaan ikan (lapisan lendir) adalah dari jenis
Pseudomonas, Acinobacter, Moraxella, Alcaligenes, Micrococcus,
Flavobacterium, Corynebacterium, Serratia, Vibrio, Bacillus,
Clostridium dan Eschericia. Bakteri Pseudomonas dan Acromabacter
merupakan bakteri Psikrofil yang paling menyebabkan kebusukan ikan
(Harti, 2015)
2. Faktor Ekstrinsik yaitu kondisi lingkungan dari penanganan dan
penyimpanan bahan pangan.
Kondisi pangan produk bahan pangan akan juga mempengaruhi
spesies mikroorganisme yang mungkin berkembang dan menyebabkan
kerusakan. Bahan pangan yang disimpan pada suhu lemari es akan dirusak
oleh spesies dari kelompok Psikrotofik. (Harti, 2015)
3. Menurut Harti (2015) fase pertumbuhan bakteri meliputi:
a. Fase adaptasi yaitu fase untuk menyesuaikan dengan substrat dan
kondisi lingkungan disekitarnya
b. Fase pertumbuhan awal yaitu fase dimana sel mulai membelah dengan
kecepatan yang masih rendah
c. Fase logaritmik yaitu fase dimana mikroorganisme membelah dengan
cepat dan konstan
d. Fase pertumbuhan lambat yaitu fase dimana zat nutrisi di dalam
medium sudah sangat berkurang dan adanya hasil-hasil metabolisme
yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan bakteri
e. Fase pertumbuhan tetap (statis) yaitu fase dimana jumlah populasi sel
yang tetap karena jumlah sel yang hidup tumbuh sama dengan jumlah
sel yang mati
f. Fase menuju kematin dan fase kematian yaitu fase dimana sebagian
populasi baktei mulai mengalami kematian karena beberapa sebab yaitu
zat gizi di dalam medium habis dan energi cadangan di dalam sel habis.
2.4 Makanan
Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan
salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi
untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta
mengganti jaringan tubuh yang rusak, memperoleh energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, mengatur metabolism dan berbagai keseimbangan air,
mineral, dan cairan tubuh yang lain, juga berperan di dalam mekanisme
pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (Asydhad & Mardiah, 2008).
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan
setiap saat dan dimanapun ia berada serta memerlukan pengelolaan yang baik
dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan minuman,
manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Adapun pengertian makanan
menurut WHO (World Health Organization), yaitu semua substansi yang
diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan substansi-substansi yang
dipergunakan untuk pengobatan (Chandra, 2007).
Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa
makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit,
diantaranya:
1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki
2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan
selanjutnya.
3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat
dari pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit
dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang
dihantarkan oleh makanan (food borne illness).
2.5 Cemaran Bakteri pada Makanan
Makanan dikatakan tercemar jika mengandung sesuatu benda atau
bahan yang tidak seharusnya berada di dalamnya. Keracunan makanan
merupakan sejenis gastroenteritis yang disebabkan oleh makanan yang telah
dicemari racun, biasanya bakteri. Bergantung kepada jenis racun, kekejangan
abdomen, demam, muntah dan akan berlaku dalam tempoh 3 hingga 24 jam.
Jika makanan telah dicemari bakteri, bakteri akan menghasilkan racun yang
dikenali sebagai toksin. Toksin memberi kesan langsung pada lapisan usus
dan menyebabkan peradangan. Ada berbagai jenis bakteri yang menyebabkan
keracunan makanan tetapi yang biasa didapati ialah salmonella, shigella,
staphylococcus dan E.coli (Ismail, 2008).
2.6 Air
Air bersih merupakan kebutuhan yang tidak dapat dilepaskan dari
kegiatan di rumah sakit. Namun mengingat bahwa rumah sakit merupakan
tempat tindakan dan perawatan orang sakit maka kualitas dan kuantitasnya
dipertahankan setiap saat agar tidak mengakibatkan sumber infeksi baru bagi
penderita. Tergantung pada kelas rumah sakit dan berbagai jenis pelayanan
yang diberikan mungkin beberapa rumah sakit harus melakukan pengolahan
tambahan terhadap air minum dan air bersih yang telah memenuhi standar
nasional (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Air minum dan air bersih dalam hal ini adalah air yang memiliki
kualitas minimal sebagaimana dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan
No. 416 tahun 1990. Dampak positif berupa penurunan penyakit yang dapat
ditularkan melalui air atau penyakit yang ditularkan karena kegiatan mencuci
dengan air, kebersihan lingkungan, alat-alat termasuk kebersihan pribadi.
Dampak negatif, misalnya meningkatnya penyakit yang ditularkan melalui air
dan kegiatan mencuci dengan air, kesehatan lingkungan dan pribadi kurang
terpelihara (Menteri Kesehatan RI, 1990).
Jumlah kebutuhan air minum dan air bersih untuk rumah sakit masih
belum dapat ditetapkan secara pasti. Jumlah ini tergantung pada kelas dan
berbagai pelayanan yang ada di rumah sakit yang bersangkutan. Makin
banyak pelayanan yang ada di rumah sakit tersebut, semakin besar jumlah
kebutuhan air. Di lain pihak, semakin besar jumlah tempat tidur, semakin
rendah proporsi kebutuhan air per tempat tidur. Secara umum, perkiraan
kebutuhan air bersih didasarkan pada jumlah tempat tidur. Kebutuhan
minimal air bersih 500 liter per tempat tidur per hari. Berbagai sumber untuk
penyediaan air bersih antara lain sungai, danau, mata air, air tanah dapat
digunakan untuk kepentingan kegiatan rumah sakit dengan ketentuan harus
memenuhi persyaratan, baik dari segi konstruksi sarana, pengolahan,
pemeliharaan, pengawasan kualitas dan kuantitas (Departemen Kesehatan RI,
2009).
Sebaiknya rumah sakit mengambil air PAM karena akan mengurangi
beban pengolahan sehingga tinggal beban pengawasan kualitas airnya. Bila
PAM tidak tersedia di daerah tersebut, pilihan yang ada sebaiknya air tanah
menjadi pilihan utama terutama bila keadaan geologi cukup baik karena air
tanah tidak banyak memerlukan pengolahan dan lebih mudah didesinfeksi
dibanding air permukaan disamping juga kualitasnya relatif lebih stabil. Bila
air tanah juga tidak mungkin, terpaksa harus menyediakan pengolahan air
permukaan. Untuk membangun system pengolahan perlu mempertimbangkan
segi ekonomi, kemudahan pengolahan, kebutuhan tenaga untuk
mengoperasikan sistem, biaya operasi dan kecukupan supply baik dari segi
jumlah maupun mutu air yang dihasilkan. Pengolahan air bervariasi
tergantung pada karakteristik asal air dan kualitas produk yang diharapkan,
mulai dari cara paling sederhana, yaitu dengan chlorinasi sampai cara yang
lebih rumit. Makin jauh penyimpangan kualitas air yang masuk terhadap
Permenkes No. 146 tahun 1990 semakin rumit pengolahan yang dilakukan.
Pengolahan-pengolahan yang mungkin dipertimbangkan adalah sebagai
berikut (Menteri Kesehatan RI, 1990):
1. Tanpa pengolahan (mata air yang dilindungi).
2. Chlorinasi.
3. Pengolahan secara kimiawi dan chlorinasi (landon air).
4. Penurunan kadar besi dan chlorinasi (air tanah).
5. Pelunakan dan chlorinasi (air tanah).
6. Filtrasi pasir lambat (FPL) dan chlorinasi (sungai daerah pegunungan).
7. Pra-pengolahan → FPL → Chlorinasi (air danau/waduk).
8. Koagulasi → Flokulasi → Sedimentasi → Filtrasi → Chlorinasi (sungai).
9. Aerasi → Koagulasi → Flokulasi → Sedimentasi → Filtrasi →
Chlorinasi (sungai/danau dengan kadar oksigen terlarut rendah).
10. Pra-pengolahan → Koagulasi → Flokulasi → Sedimentasi → Filtrasi
→ Chlorinasi (sungai yang sangat keruh).
11. Koagulasi → Flokulasi → Sedimentasi → Filtrasi → Pelunakan
→ Chlorinasi (sungai).
Tujuan pengawasan kualitas air di rumah sakit adalah terpantau dan
terlindungi secara terus menerus terhadap penyediaan air bersih agar tetap
aman dan mencegah penurunan kualitas dan penggunaan air yang dapat
mengganggu/ membahayakan kesehatan serta meningkatkan kualitas air.
Adapun sasaran pengawasan kualitas air ini terutama ditujukan kepada semua
sarana penyediaan air bersih yang ada di rumah sakit beserta jaringan
distribusinya baik yang berasal dari PDAM/BPAM maupun dikelola oleh
rumah sakit yang bilamana timbul masalah akan memberi risiko kepada
orang-orang yang berada dalam lingkup rumah sakit (pasien, karyawan,
pengunjung). Perlindungannya ditujukan kepada mulai dari PDAM dan air
baku yang akan diolah (apabila rumah sakit membuat pengolahan sendiri)
sampai air yang keluar dari kran-kran dimana air diambil (Departemen
Kesehatan RI, 2009).
Kegiatan pokok pengawasan kualitas air adalah sebagai berikut
(Menteri Kesehatan RI. 2015):
1. Inspeksi Sanitasi
Yang dimaksud inspeksi sanitasi adalah suatu kegiatan untuk
menilai keadaan suatu sarana penyediaan air bersih guna mengetahui
berapa besar kemungkinan sarana tersebut dipengaruhi oleh
lingkungannya yang mengakibatkan kesehatan masyarakat menurun.
Inspeksi sanitasi dapat memberikan informasi sedini mungkin pencemaran
sumber air yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau makhluk lainnya
yang dekat dengan sumber. Inspeksi sanitasi dilaksanakan sebagai bagian
dari pengawasan kualitas air dan mencakup penilaian keseluruhan dari
banyak factor yang berkaitan dengan system penyediaan air bersih.
Langkah-langkah inspeksi sanitasi di rumah sakit adalah sebagai
berikut:
c. Membuat peta/maping mulai dari reservoir/unit pengolahan sampai
system jaringan distribusi air yang terdapat dalam bangunan rumah
sakit.
d. Melakukan pengamatan dan menentukan titik-titik rawan pada jaringan
distribusi yang diperkirakan air dalam pipa mudah terkontaminasi.
e. Menentukan frekuensi inspeksi sanitasi.
f. Menentukan kran-kran terpilih dari setiap unit bangunan yang ada di
rumah sakit untuk pengambilan sampel dan penetuannya berdasarkan
hasil pengamatan dari poin b.
2. Pengambilan Sampel
Sampel diambil dari system penyediaan air bersih guna mengetahui
apakah air aman bagi konsumen di rumah sakit dan sampel ini harus dapat
mewakili air dari system secara keseluruhan. Mengingat fungsi rumah
sakit sebagai tempat pengobatan dan perawatan orang sakit dengan
berbagai aktivitasnya maka frekuensi pengambilan sampel untuk
pemeriksaan bakteriologik air dapat dilakukan setiap bulan sekali
sedangkan untuk unit-unit yang dianggap cukup rawan seperti kamar
operasi, unit IGD, ICCU serta dapur (tempat pengolahan makanan dan
minuman) maka pengambilan sampel dapat dilakukan setiap seminggu
sekali. Untuk pengambilan sampel pemeriksaan kimiawi, frekuensi
pengambilan dilakukan setiap 6 bulan sekali.
3. Pemeriksaan Sampel
Sampel air setelah diambil segera dikirim ke laboratorium yang
terdekat untuk pemeriksaan bakteriologik air dapat memanfaatkan
laboratorium yang ada di rumah sakit (bagi rumah sakit yang telah
dilengkapi peralatan laboratorium pemeriksaan air) atau Balai
Laboratorium Kesehatan (BLK) sedang untuk pemeriksaan kimia air dapat
diperiksa ke BLK atau BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan).
Parameter yang diperiksa di lapangan meliputi bau, rasa, warna,
kekeruhan, suhu air, kejernihan, pH dan sisa chlor.
4. Tenaga Pengelola
Tenaga pengelola air bersih terdiri dari :
a. Tenaga pelaksana dengan tugas mengawasi plambing dan
kualitas air dengan kualifikasi D1 dan latihan khusus.
b. Pengawasan dengan tugas mengawasi tenaga pelaksana
pengelolaan air bersih dengan kualifikasi D3 dan latihan khusus.
5. Pencatatan dan Analisis
Setiap kegiatan yang telah dilaksanakan dilakukan
pencatatan kemudian dianalisis. Tolak ukur pengawasan kualitas air
adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 tahun 1990.
Adanya penyimpangan dari kualitas air maka segera dilakukan
pengecekan kembali/ inspeksi ulang.
BAB III
LITERATURE REVIEW

3.1 Desain dan Jenis Penelitian


Desain dan jenis penulisan yang digunakan adalah literature review
merupakan uraian analisa kritis mengenai teori, temuan, dan bahan
penelitian lainnya yang diperoleh dari bahan acuan untuk dijadikan
landasan kegiatan penelitian dalam menyusun kerangka pemikiran yang
jelas dari perumusan masalah yang akan diteliti. Topik yang dibahas
dalam pembuatan literature review ini adalah tentang sosialisasi perilaku
cuci tangan pakai sabun di Desa Sawo sebagai-bentuk kepedulian terhadap
masyarakat ditengah mewabahnya virus covid-19.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dengan pencarian jurnal, yaitu sebagai
berikut :
1. Sumber data base penelitian

Jurnal penelitian yang digunakan dalam menyusunan literature


review didapatkan dengan pencarian jurnal, yaitu sebagai berikut:
a. Google : https://google.com
b. Google : https://scholar.google.co.id
2. Waktu publikasi

Jurnal penelitian yang digunakan dipublikasikan pada tanggal 2


September 2020.
3.3 Ringkasan Pustaka

Besar
Studi/penulis Tempat penelitian Metode penelitian Outcome
sampel/partisipan
Sosialisasi Perilaku Penelitian dilakukan 10 orang Metode penelitian Berdasarkan hasil survey kepada 10 orang
di Desa Sawo yang digunakan masyarakat terdapat 3 orang ibu balita yang
Cuci Tangan Pakai
Kabupaten Nias Utara dalam penelitian ini mencuci tangan hanya dengan menggunakan
Sabun Di Desa Sawo
air saja tanpa sabun. Sementara mengingat
Sebagai Bentuk adalah analisis
intensitas kontak antara ibu dengan balita
Kepedulian Terhadap situasional
yang merupakan kelompok yang rentan
Masyarakat Ditengah terhadap paparan virus covid-19.
Mewabahnya Virus Berdasarkan hasil pengamatan kepada 4
Covid-19 orang masyarakat yang telah melakukan
aktivitas diluar rumah setibanya dirumah
tidak pernah langsung melakukan cuci
tangan menggunakan sabun karena
menganggap tidak begitu penting dan
menganggap tanganya bersih. Sedangkan 3
orang masyarakat lainya melakukan cuci
tangan menggunakan sabun tetapi kadang-
kadang, dikarenakan tidak terbiasa dan
mereka mengatakan mencuci tangan
menggunakan sabun sejak masalah
pandemic covid-19 yang sedang ramai
dibicarakan dan ditakuti orang banyak
3.4 Pembahasan
Virus Covid-19 bisa berada di mana saja, menempel di benda-
benda yang ada di sekitar kita. Cara yang paling efektif untuk
mencegah penularan virus tersebut adalah dengan sering mencuci
tangan pakai sabun. Membiasakan diri mencuci tangan dengan sabun
dan air mengalir ini penting dilakukan. Ini yang akan jadi kunci untuk
membunuh, merusak, dan mematikan virus yang mencemari tangan
kita.
Menurut Depkes RI (2007), masyarakat harus mengetahui
bagaimana mencuci tangan dengan air dan sabun dengan benar. Air
yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab
penyakit, dan apabila digunakan maka kuman akan berpindah ke
tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh,
yang bisa menimbulkan penyakit. Sabun dapat membersihkan kotoran
dan membunuh kuman, karena tanpa sabun kotoran dan kuman masih
tertinggal di tangan. Manfaat mencuci tangan sendiri dalam
Notoatmodjo (2003) adalah untuk membersihkan tangan dari kuman
penyakit; serta mencegah penularan penyakit seperti diare,
kolera,disentri, typhus, kecacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran
Pemapasan Akut (ISPA), Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.
Penyuluhan yang dilakukan mengikuti protokol kesehatan yang
dianjurkan oleh Pemerintah. Para penyuluh memberikan penyuluhan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada masyarakat khususnya
kelompok lansia, salah satunya yaitu bagaimana cara mencuci tangan
yang baik dan benar. Setelah memberikan contoh cara mencuci tangan
yang baik dan benar, para masyarakat pun mengikuti instruksi secara
perlahan, tahapan-tahapan cara mencuci tangan sesuai dengan anjuran
WHO (World Health Organization).
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) bisa dimulai sejak dini
dengan cara sederhana yakni membiasakan diri mencuci tangan
menggunakan sabun. "Tangan adalah anggota tubuh yang paling sering
berhubungan langsung dengan mulut dan hidung. Kemudian, setiap kali
tangan kita kotor, setelah menceboki bayi dan anak, setelah buang air
besar (BAB), sebelum menyusui bayi, sebelum makan dan meyuapi
anak, sebelum memegang makanan dan setelah makan. Karena itu
harus mulai untuk membiasakan cuci tangan agar kita terhindar dari
kuman. Membersihkan tangan dari kuman penyakit; serta mencegah
penularan penyakit seperti diare, kolera,disentri, typhus, kecacingan,
penyakit kulit, Infeksi Saluran Pemapasan Akut (ISPA), Tangan
menjadi bersih dan bebas dari kuman
Penyuluhan merupakan serangkaian kegiatan komunikasi
dengan menggunakan media dalam memberikan bantuan terhadap
pengembangan potensi, yaitu fisik, emosi, sosial, sikap dan
pengetahuan semaksimal mungkin sebagai upaya untuk meningkatkan
atau memelihara kesehatan. Penyuluhan tentang mencuci tangan
menggunakan sabun dan air mengalir diberikan kepada masyarakat
khususnya orang lanjut usia (lansia) sebagai upaya memberikan
pemahaman tentang pentingnya perilaku mencuci tangan pakai sabun
dalam kehidupan sehari-hari, terlebih pada saat tengah mewabahnya
penyebaran virus Covid-19 seperti kondisi saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPS) ke -6 , Tahun 2013
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Panduan Penyelenggaraan Kegiatan
Tanganku Bersih, hidupku sehat
Maulana Heri D.J.2009. Promosi Keseshatan, Buku Kedokteran EGC.Jakarta Nazir, dkk,
2011. Metodologi Penelitian Kesehatan Yogyakarta : Nuha Medika
Notoadmodjo, Soekidjo 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku PT Rineka Cipta
Jakarta
Notoadmodjo, Soekidjo 2010. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasinya. PT Rineka
Cipta Jakarta
https://www.unicef.org/indonesia/id/coronavirus/cuci-tangan
https://covid19.patikab.go.id/v3/download/Fokus_Lindungi_Diri.pdf
http://promkes.kemkes.go.id/kumpulan-flyer-pencegahan-virus-corona
https://media.neliti.com/media/publications/138015-ID-hubungan-antara-perilaku
mencuci- tangan.pdf

Anda mungkin juga menyukai