Anda di halaman 1dari 4

Laporan Pendahuluan BAB 3

Kajian Pemanfaatan Air DI Riam Kanan Kabupaten Banjar PERMASALAHAN


D I R I A M KA N A N

BAB III
PERMASALAHAN DI RIAM KANAN

3.1 UMUM
Kajian Pemanfaatan Air Daerah Irigasi Riam Kanan dilakukan untuk mengetahui tingkat
kinerja pelayanan jaringan irigasi, kemanfaatan yang telah dicapai, serta upaya optimalisasi
dari potensi-potensi yang ada. Permasalahan akan menjadi lebih jelas manakala
parameter/ tolok ukur dari kinerja pelayanan irigasi disusun untuk Pemanfaatan air DI Riam
Kanan, dimana dapat diketengahkan:
(1) Debit ketersediaan nyata harian dibanding debit andalan 80%
(2) Debit masuk intake dibanding debit limpasan.
(3) Debit nyata saluran primer dan saluran sekunder, dibanding kapasitas normalnya.
(4) Debit nyata diterima PDAM dibanding catu debit / alokasi
(5) Keadilan pemberian air antara hulu dan hilir.
(6) Keadilan antar sektor pengguna
(7) Tata laksana O&P dilapangan dibanding tata laksana sesuai manual O&P atau
Pedoman O&P irigasi.
(8) Produktivitas lahan dibanding produktivitas rencana.
(9) Intensitas tanam pertahun
(10) Peranserta masyarakat, berupa aktivitas forum-forum kordinasi dibanding aktivitas
yang direncanakan.
(11) Keandalan sistem drainase, luas tanpa genangan dibanding luas areal

3.2 PERMASALAHAN DAS RIAM KANAN


Diketengahkannya masalah-masalah DAS karena DI Riam Kanan merupakan bagian
integral dari DAS Riam Kanan. Setiap perubahan yang terjadi dalam DAS akan
mempengaruhi kinerja pelayanan DI Riam Kanan. Disebabkan adanya perubahan tingkat
ketersediaan debit, meningkatnya bahan endapan yang dibawa aliran air, fluktuasi debit

III - 1
Laporan Pendahuluan BAB 3
Kajian Pemanfaatan Air DI Riam Kanan Kabupaten Banjar PERMASALAHAN
D I R I A M KA N A N

maksimum – minimum yang kian menajam, serta besarnya laju laluan air/ run off dan debit
puncak banjir diikuti meningkatnya daya rusak air. Permasalahan pokok DAS Riam Kanan:
(1) Perambahan hutan
(2) Kebakaran hutan/ lahan dengan banyaknya hot spot yang terpantau oleh satelit
(3) Illegal logging
(4) Penambangan galian C yang meninggalkan jejak berupa lahan terbuka
(5) Lemahnya kordinasi antar lembaga pemerintah penentu kebijakan
(6) Enclave 12 desa pada Taman Hutan Rakyat (Tahura) Sultan Adam
(7) Terbatasnya peranserta publik dalam proses pengambilan keputusan

3.3 PERMASALAHAN DI RIAM KANAN


(1) Debit ketersediaan nyata harian sepanjang 10 tahun terakhir dapat dibaca melalui
grafik pada Gambar 2.2. Kemudian diperbandingkan dengan debit andalan 80%,
yang tertera pada Tabel 2.2. Hasil perbandingan dituangkan dalam bentuk grafik,
tertera pada Gambar 3.1. Secara umum, dari gambar yang disebut terakhir ini,
tingkat ketersediaan nyata debit rerata tidak terlalu berbeda dengan debit andalan
80%. Namun pada tiap hari terjadi fluktuasi debit, dimana terjadi debit minimum
mungkin dalam jangka waktu 2 – 6 jam/ hari yang berada 50% dibawah debit
andalan. Dengan kata lain terjadi fluktuasi debit yang bisa mempersulit operasional
pintu pemasukan irigasi pada Bendung Karang Intan. Kesulitan operasional pada
pintu pemasukan primer berarti juga kesulitan operasional alokasi air kepada sektor-
sektor pengguna, distribusi air dan pembagian air kepada para pengguna. Lebih
jauh fenomena permasalahan ini bisa diikuti melalui grafik fluktuasi debit Bendung
Karang Intan pada Gambar 3.1 walau perlu ditelaah lebih jauh. Jika stasiun AWLR
dihulu bendung masih berfungsi baik, dapat dilakukan kajian lebih teliti seberapa
besar gangguan yang bisa ditimbulkan, termasuk bagaimana solusi terbaiknya.

(2) Debit masuk intake dibanding debit limpasan. Dalam kondisi air dibendung bersifat
amat fluktuatif, pejabat O&P Irigasi cenderung memerintahkan kepada petugas
pintu air bendung Karang Intan untuk melakukan hal bersifat “Safety first”, artinya
memberi perintah memasukkan keintake irigasi debit minimum yang mengalir pada
siang hari. Walaupun tahu akan ada kelebihan debit yang limpas diatas mercu
dalam jumlah besar pada sore dan malam harinya. Antara lain disebabkan pada
bangunan bagi B.RK 1, B.RK 8 dan B.RK 9 menggunakan pintu-pintu sorong
bukaan bawah yang bersifat sangat tidak responsif terhadap terjadinya debit primer
yang fluktuatif, dengan resiko air dapat meluber diatas tangkis.

(3) Debit nyata saluran primer dan saluran sekunder, dibanding kapasitas normalnya.
Kejadian debit yang bersifat fluktuatif di bendung, tindakan safety first untuk lebih
memilih debit minimum, menyebabkan saluran primer dan saluran sekunder akan
hanya mengalirkan air lebih kecil dibanding kapasitas normalnya. Ditambah
menurunnya kapasitas saluran karena gangguan gulma, maka makin kehilir
perbandingan antara debit nyata yang mengalir dengan kapasitas saluran akan
semakin tajam. Artinya besar pengaruhnya terhadap memburuknya kinerja
pelayanan irigasi. Sementara pengambilan untuk budidaya ikan nyaris tak

III - 2
Laporan Pendahuluan BAB 3
Kajian Pemanfaatan Air DI Riam Kanan Kabupaten Banjar PERMASALAHAN
D I R I A M KA N A N

terganggu karena pipa-pipa penyedot terletak didasar saluran. Hanya bila saluran
kering kerontang maka barulah pipa-pipa milik pembudidaya ikan akan ikut menjadi
kering.

(4) Debit nyata diterima PDAM dibanding catu debit air baku / debit alokasi. PDAM
Kota Banjarmasin memperoleh catu air baku 1.00 m3/detik, terletak pada posisi lebih
hilir dibanding PDAM Kota Banjarbaru, punya nilai perbandingan rerata dibawah
50% dan dibanyak ketika hanya menerima sekitar 25% dari catu air baku yang
menjadi haknya. Untuk PDAM Kota Banjarbaru mengalami hal serupa, namun
karena lokasi berada lebih hulu, tingkat persentase penerimaan catu air baku masih
lebih baik dari PDAM Banjarmasin. Untuk membuat emergency inlet dari sungai
Martapura, PDAM Kota Banjarmasin lebih beruntung karena jarak instalasi kesungai
relatif lebih dekat dibanding PDAM kota Banjarbaru.

(5) Keadilan pemberian air antara hulu dan hilir. Dari kasus yang dialami oleh dua
PDAM yang sama-sama memperoleh catu air baku dari DI Riam Kanan, terasa
sekali adanya kesenjangan/ ketidak adilan pemberian air irigasi antara hulu dan
hilir. Hal serupa lebih dirasakan oleh para petani irigasi sawah. Hanya masih
terukur secara kualitatif, sementara besarnya angka perbandingan keadilan
pemberian air antara hulu dan hilir bersifat kuantitatif perlu penelitian lapang berupa
angka-angka debit pemberian air keberbagai petak tersier mewakili hulu dan yang
mewakili hilir.

(6) Keadilan antar sektor pengguna. Disinilah topik bahasan untuk salah satu substansi
penting dari Rancangan Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan (Raperda).
Sektor pengguna diluar sektor budidaya ikan merupakan sektor-sektor pengguna
yang tanpa sengaja “Terpinggirkan”. Karena cara pengambilan yang tidak bijak,
catu air yang diperoleh oleh sektor budidaya ikan relatif tetap, sementara sektor-
sektor pengguna lain (PDAM dan sawah irigasi) pada saat yang sama menderita
kekurangan air. Sketsa pada Gambar 2.2a, dapat membantu menjelaskan mengapa
hal ini terjadi.

(7) Tata laksana O&P dilapangan dibanding tata laksana sesuai manual O&P atau
Pedoman O&P irigasi. Dalam kasus kondisi DI Riam Kanan tata laksana O&P yang
dilaksanakan dilapangan berpijak kepada pilihan aman atau safety first, dimana
pintu pengambilan pada bendung diatur agar debit masuk intake didasarkan pada
besarnya debit minimum harian siang hari. Masih sulit melakukan pemberian air
berdasar perhitungan antara ketersediaan dan kebutuhan, atau mengikuti pedoman
manual O&P yang ada. Walau tingkat ketersediaan air cukup untuk tingkat
kebutuhan pada suatu periode dua mingguan, tidak semua debit tersedia dapat
dimanfaatkan. Ini adalah kehilangan air/ losses cukup signifikan karena kesalahan
operasi

(8) Produktivitas lahan dibanding produktivitas rencana. Dalam hal tingkat kertesediaan
debit tidak handal pada on farm level petani tidak bakal optimal dalam pengolahan,

III - 3
Laporan Pendahuluan BAB 3
Kajian Pemanfaatan Air DI Riam Kanan Kabupaten Banjar PERMASALAHAN
D I R I A M KA N A N

(9) tidak optimal dalam pemupukan dan penggunaan obat-obatan. Karena salah satu
faktor produksi bisa secara tiba-tiba menjadi faktor pembatas tak terelakkan, suplai
air yang tersendat. Oleh karenanya, produktivitas lahan akan sulit ditingkatkan,
kecuali faktor pembatas tersebut berhasil diatasi.

(10) Intensitas tanam pertahun. Tanam padi musim hujan terkendala masih
tingginya genangan, sehingga petani turun kesawah manakala situasi genangan
telah memungkinkan dan kecil kemungkinan bakal terganggu genangan selama
masa tanam, tetapi harus panen sebelum bulan september, agar tak perlu menderita
kekurangan air. Disini petani kehilangan waktu awal dan akhir, menyebabkan hanya
sedikit areal yang bisa bertanam 200% pertahun. Seperti ditunjukkan dalam Tabel
2.6 dan Tabel 2.7.

(11) Peranserta masyarakat, berupa aktivitas forum-forum kordinasi dibanding aktivitas


yang direncanakan. Dewan SDA Riam Kanan atau nama-nama lain berupa forum
kordinasi senantiasa diperlukan untuk membahas dan mencari jalan keluar melalui
berbagai kesepakatan/ MOU atau kesepakatan untuk berbagi peran/ Role sharing.
Dari keadaan lapangan yang saat ini terbaca, maka peran forum kordinasi masih
memerlukan upaya perkuatan, disamping perkuatan dari lembaga-lembaga yang
bakal berperan dalam Dewan SDA tersebut. Kegiatan PCM-1, PCM-2 dan PCM-3
adalah rangkaian kegiatan untuk bertukar pandangan dan informasi antara para
birokrat, para pengguna/ pemanfaat air, dan stakeholders dapat dimanfaatkan
untuk upaya perkuatan dimaksud. Acuan PCM tertera pada Lampiran 2.
(12) Keandalan sistem drainase, luas tanpa genangan dibanding luas areal. Karena
kondisi medan yang relatif sangat datar serta pengaruh pasang surut air laut,
keandalan sistem drainase ditentukan oleh banyak faktor. Faktor jaringan saluran,
faktor bangunan-bangunan termasuk pintu-pintu klep. Sub-area B yang
mempunyai tingkat keandalan sistem drainase paling tinggi, 18 %. Berturut turut
kemudian sub-area A 38%, sub-area C 95%, sub-area D 95% dan sub-area E
95%. Sistem drainase pada sub-area B mempunyai jaringan saluran dan
bangunan masing - masing secara skematis tertera pada Gambar 3.2 dan
Gambar 3.3.

III - 4

Anda mungkin juga menyukai