Anda di halaman 1dari 4

Ulul albab

1. Tema sentral pembinaan ilmuan muslim

"Akhlak dulu ditata, baru pelajari ilmu. Profesi apa pun, perilaku apa pun, dasarnya akhlak," akhlak
semestinya sudah terbentuk sebelum mencari ilmu agar ilmunya kelak bermanfaat, bukan
sebaliknya, akhlak baru diberi saat seseorang sudah masuk di lembaga pendidikan.

1. Menyucikan hati dari unsur buruk

Hati dengan selipan niat buruk semisal dengki, dendam, menipu, berakibat tidak barokahnya ilmu
yang dimiliki. Sehingga ada ilmu yang sebenarnya baik, tetapi justru membuat gegeran (membuat
ribut). Dengan niat yang tidak baik, ilmu bukannya digunakan untuk meningkatkan kualitas
kehidupan pribadi maupun masyarakat, tetapi dijadikan debat. Hal ini berdampak muncul
perpecahan setelahnya

2. Memperbaiki niat

Mencari ilmu tidak semestinya dimaksudkan untuk tujuan duniawi, misalnya mengejar jabatan,
mengalahkan saingan, atau menaikkan status di masyarakat. Niat yang patut dipancang ketika
menuntut ilmu adalah untuk tujuan ibadah mengejar rida Allah. Di level yang lebih tinggi, jika
mampu tidak mengharap apa-apa maka akan diganjar pahala setara naik haji, berdasarkan yang
dijanjikan oleh Rasulullah saw.

Tanpa mengharap apa-apa di sini termasuk tidak menambah wawasan sekalipun. Pasalnya, tugas
kita adalah terus berusaha datang ke forum-forum ilmu pengetahuan, melaksanakan yang berada
dalam jangkauan kemampuan kita. Apakah dengan itu wawasan kita bakal bertambah atau tidak,
itu adalah kehendak Allah.

3. Bersegera

Akhlak berikutnya adalah tidak menunda-nunda untuk urusan belajar. Jika pekerjaan yang satu
segera diselesaikan maka bisa ganti ke tugas lain, sehingga terhitung produktif. Bersegera, yang
berarti juga membutuhkan fokus ini terbilang penting melihat banyaknya godaan hari ini.

Jika baru memulai belajar, apakah itu menulis, menggarap tugas, membaca referensi, ternyata
sudah tergoda membuka media sosial, maka sudah sekian waktu terpakai. Sebab, melihat
feed/story orang lain memang memicu untuk ikut berkomentar, lalu larut di dalamnya karena
menemukan yang lebih seru. Kita harus tahu porsi, kapan segera belajar dan kapan untuk
bersantai.

4. Kanaah

Yaitu tidak banyak keinginan dan angan-angan. Kanaah juga bermakna menerima sekeliling, tidak
membayangkan hasil macam-macam, tapi lebih mengutamakan upaya untuk belajar. Tanpa
kanaah, kita akan terlalu sering mengeluh karena menginginkan banyak hal dan justru bisa menjadi
penghambat proses mencari ilmu.

2. Pola hidup ilmuan muslim

1. Bisa membagi dan memanfaatkan waktu

Waktu kita sebenarnya banyak, hanya saja tidak semua orang mampu mengaturnya. Kita merasa
menjadi orang penting dan sibuk, padahal tidak punya jabatan apa-apa. Ketidaktegasan mengatur
waktu menyebabkan kita selalu mengeluh kerap tidak punya waktu. Kita perlu mengindahkan
benar pepatah berikut, "Kalau kamu tidak memotong waktu, maka kamu yang dipotong waktu".

2. Menyedikitkan makan dan minum

Hari ini, kita rasanya akrab dengan fenomena bingung memilih makan. Sebagai pencari ilmu, hal ini
tentu menjadi penghambat. Makan dan minum merupakan penunjang dalam proses mencari ilmu,
sehingga perlu dikelola agar jangan sampai berlebihan (secukupnya) baik dalam porsi menu
maupun durasi makan.

Jika makan dan minum dipikir berlebihan, maka terlalu banyak waktu yang dihabiskan. Jika merasa
sudah waktunya makan, tidak usah dipikir panjang atau membayangkan terlalu jauh hingga jadi
beban. Hal terpenting adalah sesuaikan makanan dengan budget yang dimiliki.

3. Menjaga diri dari yang merusak

Kita perlu mengukur, sejauh mana sesuatu itu merusak dan tidak merusak bagi diri sendiri. Segala
hal yang kita pegang, apakah itu smartphone, laptop, bahkan teman, punya dua sisi, yakni
mendukung atau merusak. Tinggal kita pandai-pandai memilih peran yang mana.

Seorang sufi pernah berkata, cara menjaga diri dari yang merusak adalah mengedepankan malu
pada Allah, tidak hanya pada manusia. Dengan prinsip itu, kita bisa lebih berhati-hati dan hidup
tertib dalam setiap keadaan.

4. Tidak tenggelam dalam pergaulan

Tak bisa dimungkiri bahwa setiap orang butuh teman, namun perlu disadari pergaulan dengan
teman terkadang menghabiskan banyak waktu. Bukannya tak boleh, tetapi jangan terlalu asyik.
Dosis berkumpul dengan teman perlu diatur secukupnya. Lebih baik bila pertemanan bisa
mendukung pertumbuhan keilmuan.

3. Tugas dan wewenang ilmuan muslim

1.Sebagai intektual, seorang ilmuwan sosial dan tetap mempertahankan dialognya yang kontinyu
dengan masyarakat sekitar dan suatu keterlibatan yang intensif dan sensitif.
2.Sebagai ilmuwan, dia akan berusaha memperluas wawasan teoritis dan keterbukaannya kepada
kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang keahliannya.

3.Sebagai teknikus, dia tetap menjaga keterampilannya memakai instrument yang tersedia dalam
disiplin yang dikuasainya. Dua peran terakhir memungkinkan dia menjaga martabat ilmunya,
sedangkan peran pertama mengharuskannya untuk turut menjaga martabat

4. Cara menciptakan ilmuan yang memiliki integritas antara iman, ilmu dan amal

Dalam pandangan islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni terdapat hubungan
yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi kedalam suatu sistem yang disebut dinul islam. Di
dalamnya terkandung tiga unsur pokok, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak, dengan kata lain Iman,
Ilmu dan Amal shaleh. Sebagaimana digambarkan dalam Al-Quran:

ٌ ِ‫ب هَّللا ُ َمثَاًل َكلِ َمةً طَيِّبَةً َك َش َج َر ٍة طَيِّبَ ٍة أَصلُها ثاب‬


‫ت َوفَرعُها فِى السَّما ِء‬ َ َ‫أَلَم ت ََر َكيف‬
َ ‫ض َر‬

(24) Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang
baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit,

َ‫اس لَ َعلَّهُم يَتَ َذ َّكرون‬ َ َ‫ضربُ هَّللا ُ األ‬


ِ ّ‫مثال لِلن‬ ِ ِ‫تُؤتى أُ ُكلَها ُك َّل حي ٍن بِإ‬
ِ َ‫ذن َربِّها ۗ َوي‬

(25) (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah
membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. QS. 14

Ayat diatas mengindentikkan bahwa Iman adalah akar,Ilmu adalah pohon yg mengeluarkan dahan
dan cabang-cabang ilmu pengetahuan.Sedangkan Amal ibarat buah dari pohon itu identik dengan
teknologi dan seni. Ipteks dikembangkan diatas nilai-nilai iman dan ilmu akan menghasilkan amal
saleh bukan kerusakan alam.

Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan yang paripurna. Keparipurnaannya
terletak pada tiga aspek yaitu : aspek Aqidah, aspek ibadah dan aspek akhlak. Meskipun diakui
aspek pertama sangat menentukan,tanpaintegritas kedua aspek berikutnya dalam perilaku
kehidupan muslim, maka makna realitas kesempurnaan Islam menjadi kurang utuh, bahkan diduga
keras akan mengakibatkan degradasi keimanan pada diri muslim, sebab eksistensi prilaku lahiriyah
seseorang muslim adalah perlambang batinnya.

Keutuhan ketiga aspek tersebut dalam pribadi Muslim sekaligus merealisasikan tujuan Islam
sebagai agama pembawa kedamaian, ketentraman dan keselamatan. Sebaliknya pengabaian salah
satu aspek akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran Agama (Iman) berfungsi untuk
memberikan arah bagi seorang ilmuwan untuk mengamalkan Ilmunya. Dengan didasari oleh
keimanan yang kuat, pengembangan ilmu dan teknologi akan selalu dapat dikontrol beradapada
jalur yang benar. Sebaliknya, tampa dasar keimanan ilmu dan teknologi dapat disalahgunakan
sehingga mengakibatkan kehancuran orang lain dan lingkungan.
5. Peran dan tanggung jawab ilmuan muslim dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera

Tanggung jawab seorang ilmuwan muslim terhadap pengembangan ilmu pengetahuan

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang ilmuwan muslim mempunyai tanggung jawab, dan ia
akan dimintai pertanggung jawaban atas ilmu yang dimilikinya. Rasulullah SAW bersabda:

‫ َوع َْن‬،ُ‫ «اَل تَ ُزو ُل قَ َد َما َع ْب ٍد يَوْ َم القِيَا َم ِة َحتَّى يُسْأ َ َل ع َْن ُع ُم ِر ِه فِي َما أَ ْفنَاه‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ ق‬،‫ع َْن أَبِي بَرْ زَ ةَ األَ ْسلَ ِم ِّي‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬
2417[ ‫ص ِحي ٌح‬ َ ‫يث َح َس ٌن‬ ٌ ‫ هَ َذا َح ِد‬: ‫ وقال‬،‫ه فِي َم أَبْاَل هُ» (رواه الترمذي‬Sِ ‫ َوع َْن ِج ْس ِم‬،ُ‫ َوع َْن َمالِ ِه ِم ْن أَ ْينَ ا ْكتَ َسبَهُ َوفِي َم أَ ْنفَقَه‬،‫ِع ْل ِم ِه فِي َم فَ َع َل‬

Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak bergeser kedua
telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya tentang umurnya; dalam hal apa
ia menghabiskannya, tentang ilmunya; dalam hal apa ia berbuat, tentang hartanya; dari mana ia
mendapatkannya dan dalam hal apa ia membelanjakannya, dan tentang pisiknya; dalam hal apa ia
mempergunakannya”. (HR At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Ini hadits hasan shahih”, hadits no. 2417).

DR. Yusuf Al-Qaradawi menjelaskan ada tujuh sisi tanggung jawab seorang ilmuwan muslim,
yaitu

:1) Bertanggung jawab dalam hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu tetap ada (tidak
hilang),

2) Bertanggung jawab dalam hal memperdalam dan meraih hakekatnya, agar ilmu itu menjadi
meningkat,

3) Bertanggung jawab dalam mengamalkannya, agar ilmu itu berbuah,

4) Bertanggung jawab dalam mengajarkannya kepada orang yang mencarinya, agar ilmu itu
menjadi bersih (terbayar zakatnya),

5) Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar manfaat ilmu itu
semakin luas,

6) Bertanggung jawab dalam menyiapkan generasi yang akan mewarisi dan memikulkan agar
mata rantai ilmu tidak terputus, lalu, terutama, bahkan pertama sekali,

7) Bertanggung jawab dalam mengikhlaskan ilmunya untuk Allah SWT semata, agar ilmu itu
diterima oleh Allah SWT.

Peran ilmuwan itu antara lain, mereka harus peka terhadap perubahan sosial dan berupaya
mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Mereka juga bertanggung jawab terhadap hasil
penelaahan penelitian agar bermanfaaat bagi masyarakat. Teori adanya komunikasi antar warga
dapat menjadi acuan untuk menerapakan masyarakat yang bebas juga dapat diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai