Anda di halaman 1dari 9

PSIKOLOGI SOSIAL

TUGAS JURNAL M4
MENYIKAPI MASA LANSIA DAN KEMATIAN

Kelompok 4 :
1. May Ruly Elvira (19101157510238)
2. Mellisa. (19101157510239)
3. Minka Mala Ridwan. (19101157510240)
4. M. Ryan Fadli (19101157510241)
5. Nadia Esa Putri. (19101157510242)
6. Nedia Kurnia Anand. (19101157510243)
7. Nindi Derta Putri. (19101157510244)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UPI-YPTK PADANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
1. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari siklus kehidupan manusia. Pada tahap
ini, lanjut usia akan mengalami perubahan-perubahan pada kondisi fisik maupun
psikis. Perubahan ini mulai terjadi karena proses pertumbuhan sel-sel sudah terhenti
dan mulai menunjukkan penurunan fungsinya. Perubahan tersebut antara lain
perubahan kesehatan, perubahan fisik, kemampuan motorik, minat, kemampuan
mental, lingkungan, status sosial, dan perubahan-perubahan lainnya.
Penurunan kondisi tubuh dan penurunan kemampuan fisik yang dialami oleh lanjut
usia, menyebabkan lanjut usia menganggap bahwa hal ini merupakan suatu bencana,
karena kematian dapat menjemput nyawa mereka setiap waktu. Sebagian dari lanjut
usia merasa belum siap untuk menghadapi kematian, sehingga mereka merasa cemas,
takut, dan frustasi menanti datangnya kematian. Penelitian yang dilakukan oleh
Williams (2006), menunjukkan bahwa lansia yang memiliki tingkat spiritualitas tinggi
maka dalam menjalani akhir kehidupan, hidup dalam ketenangan hingga ajal
menjemputnya. Sebaliknya, lansia yang memiliki spiritualitas rendah maka akan
hidup dalam keputusasaan dan kesedihan. Perasaan tenang dan fikiran positif yang
berasal dari spiritualitas tinggi dapat meningkatkan status kesehatan lansia. Hal ini
sangat penting bagi akhir kehidupan lansia, karena sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mazloomymahmoodabad (2014) bahwa status dan perilaku kesehatan
dapat mempengaruhi kualitas hidup pada lansia. Pernyataan tersebut diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Moritz et all (2006) bahwa pasien yang mendapatkan
program pendidikan spiritual menunjukkan penurunan gangguan kesehatan, yang
berkaitan dengan emosional pasien, seperti depresi, tekanan darah, marah, dan
kelelahan.
Berdasarkan Laporan Program Kesehatan Lansia (LB3) Dinas Kesehatan Kabupaten
Sukoharjo wilayah kerja Puskesmas Kartasura, pada bulan Febuari 2015, jumlah
lansia di wilayah kerja Puskesmas Kartasura sebanyak 8.674 orang, dengan rentang
usia 60-69 tahun sebanyak 5.985 orang dan usia ≥70 tahun sebanyak 2.689 orang.
Populasi lansia terbanyak berada di Desa Pucangan, dengan jumlah lansia yang
berusia 60-69 tahun sebanyak 1.131 orang, dan usia >70 tahun sebanyak 480 orang
Studi pendahuluan dilakukan oleh peneliti dengan cara mewawancarai 5 orang
lanjut usia di Desa Pucangan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan
pendekatan personal antara peneliti dan lansia. Sebagian besar lansia memberikan
pernyataan sebagai berikut, “Saya takut mbak kalau mikirin mati. Takut nanti kalau
kehidupan disana tidak enak”. Adapula lansia yang mengatakan, “Mati itu kayaknya
sakit mbak. Saya jadi takut kemarin liat tetangga saya sakaratul mautnya menderita
sekali”. Selain pernyataan tersebut, terdapat 1 orang lansia yang memberikan
pernyataan yang berbeda, “Hidup itu punya yang kuasa mbak. Kalau mau diambil ya
silahkan. Saya iklas saja karena sudah diambil oleh yang punya kehidupan. Nantinya
juga semua orang pasti akan mati mbak”. Berdasarkan pernyataan 5 orang lansia
tersebut, dapat disimpulkan bahwa 1 dari 5 orang lansia yang diwawancarai merasa
siap dalam menghadapi kematian. Sedangkan 4 orang lainnya masih merasa takut
dalam menghadapi kematian. Berdasarkan uraian di atas, kesiapan menghadapi
kematian merupakan masalah yang dialami lanjut usia yang tinggal di Desa Pucangan,
sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan kesiapan lanjut usia dalam mengahadapi kematian dengan judul, “Hubungan
antara Tingkat Spiritualitas dengan Kesiapan Lanjut Usia dalam Menghadapi
Kematian di Desa Pucangan Kecamatan Kartasura

2. Tujuan Penelitian
1) Untuk mendeskripsikan kesehatan spiritual dan kesiapan lansia dalam menghadapi
kematian, baik lansia yang berada di Panti Wredha Salib Putih Salatiga, maupun
lansia yang tinggal bersama keluarganya di Dusun Dukuh, Getasan.
2) Untuk mengetahui perkembangan tiap golongan lansia dalam berbagai kemampuan
yang dimiliki dan perubahan pada fisik.
3) Untuk mengetahui tiap golongan lansia kesiapannya dalam menghadapi kematian

3. Teori
Bastaman (2007) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki hidup yang
bermakna dapat membuatnya menghayati hidupnya dengan menunjukkan semangat
dan gairah hidup, serta menjauhkan mereka dari perasaan hampa dan tidak
berguna.Dengan selalu mengingat Tuhan dalam hidup akan membuat seseorang
merasa damai dan tentram.
• Sikap adalah
suatu reaktif evaluatif yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan terhadap
sesuatu atau seseorang
• Sikap adalah
Perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak
memihak (Berkowitz)
• Sikap adalah
Reaksi yang positif atau negatif terhadap orang, objek atau pandangan pandangan
tertentu. (Brehm & Kassin)

DEFINSI PERILAKU
-Tindakan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari (Robert
Kwick)
-Perilaku manusia merupakan proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai
manifestasi bahwa dia adalah makhluk hidup(Sri kusmiyati)

INTERAKSI SOSIAL
1) Hubungan dengan keluarga
Hubungan yang baik tersebut menimbulkan perasaan senang pada lansia serta
membuat mereka merasa ada yang mengurus dan memenuhi kebutuhan di masa tua
mereka. Konteks ini sejalan dengan yang disebutkan oleh Bandiyah (2013) bahwa
peran keluarga bagi lansia adalah menjaga dan merawat lansia, memberikan motivasi,
mengantisipasi peru- bahan ekonomi, serta mempertahankan status mental dan
memfasilitasi kebutuhan spiritualitas lansia. Pemenuhan dukungan keluarga (family
support) secara emosional menimbulkan perasaan yang bahagia pada lansia (Boyles,
2008).
Duggleby, Hicks, Nekolaichuk, Holtslander, Williams, Chambers, Eby (2012) bahwa
seseorang memiliki harapan yaitu hidup bersama keluarga dengan nyaman dan damai.

2) Hubungan dengan tetangga


Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga, semua partisipan yang tinggal di
rumah menyatakan memiliki hubungan yang baik dengan tetangga mereka.
Sedangkan, bagi lansia yang tinggal di panti tidak semua mengatakan memiliki relasi
dengan tetangga di sekitar panti. Hal ini terjadi karena berbagai keterbatasan lansia,
seperti tidak tahu jalan keluar panti karena lingkungan yang baru ataupun karena
keterbatasan fisik yang susah untuk berjalan.
3) Hubungan antar sesama teman panti
Dalam berhubungan dengan sesama teman di panti, ada partisipan yang menyatakan
memiliki hubungan yang baik, ada juga yang mengatakan tidak, bahkan ada yang
menyatakan dirinya selalu merasa jengkel dengan orang-orang di panti. Konteks ini
sangat terkait dengan proses penyesuaian diri. Dalam proses penyesuaian diri sebagai
akibat perpindahan tempat tinggal dari rumah ke panti memanglah tidak mudah. Tidak
jarang situasi seperti itu akan menyebabkan munculnya masalah dalam hubungan
interpersonal, seperti konflik. Subekti (dalam Jafar, 2011) menyatakan bahwa masalah
yang dirasakan lansia dapat berupa konflik dengan orang lain, tidak menyukai
perilaku lansia lain, atau merasa dimusuhi orang.

Nugroho (2008) bahwa seseorang yang memasuki usia tua akan mengalami
kemunduran fungsi fisik, misalnya pendengaran dan penglihatan yang kurang jelas,
gerakan lambat dan postur tubuh yang tidak proporsional.
Menurut Florian dan Kravetz (dalam Wijayanti & Lailatussifah, 2012:56) death
anxiety atau kecemasan terhadap kematian adalah sebuah hal yang multidimensional,
dimana tiap-tiap dimensinya dapat diperlakukan sebagai hal yang terpisah dan berdiri
sendiri tidak saling tergantung dan secara bersama-sama akan membentuk semacam
struktur ketakutan terhadap kematian. Selanjutnya Florian dan Kravetz (dalam Florian
& Mikulincer, 2008:5) mengatakan, kecemasan terhadap kematian merupakan
keprihatinan dan kekhawatiran yang terkait dengan konsekuensi kematian bagi
pikiran dan tubuh, kekhawatiran akan efek kematian yang menyakitkan pada interaksi
antar pribadi seseorang dan orang yang berhubungan dekat, dan kekhawatiran pribadi
yang berkaitan dengan akhirat.

KOMPONEN SIKAP
a. Komponen Kognitif : berdasarkan pengetahuan atau informasi yang individu
tentang obyek sikapnya. dimiliki
b. Komponen Afektif : rasa senang atau tidak senang, berkaitan dengan nilai-nilai.
c. Komponen Konatif : kesiapan seseorang untuk bertingkah laku sesuai dengan objek
sikapnya (Allport)

Lubis (2009) mengatakan bahwa depresi merupakan suatu akibat dari pengalaman
yang menyakitkan, sehingga mengakibatkan seseorang mengalami kesedihan yang
panjang, memiliki perasaan tidak adanya harapan dan munculnya pikiran tentang
kematian yang berulang

4. Metode
A). Objek: individu lanjut usia yang berusia 60 tahun ke atas dan dapat
berkomunikasi dengan baik.
B). Sampel: Jumlah partisipan dalam penelitian ini enam orang, yaitu tiga orang
yang tinggal di panti dan tiga orang yang tinggal di rumah bersama dengan
keluar-ganya.
C). Data: Data dikumpulkan dengan menggunakan wawancara mendalam (in depth
interview), yaitu suatu cara mengumpulkan data dengan maksud untuk menetapkan
gambaran lengkap tentang topik yang diteliti dan mendalam. Dalam pelaksanaannya
proses wawancara menggunakan pedoman wawancara yang terstruktur, artinya
pedoman wawancara sudah dipersiapkan sesuai dengan tujuan, sehingga
mempermudah jalannya wawancara. WHO (2009) menya- takan masa lanjut usia
menjadi empat golongan, yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) 60-74 tahun, lanjut usia (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old)
diatas 90 tahun.
Menurut Setyonegoro (dalam Efendi, 2009) lanjut usia (getriatric age) dibagi menjadi
3 batasan umur, yaitu young old (usia 70-75 tahun), old (usia 75-80 tahun), dan very
old (usia >80 tahun).
Setelah melalui tahap pengumpulan data, data kualitatif yang diperoleh diolah dengan
melakukan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Peneliti membuat
transkrip verbatim dengan mendengarkan kembali hasil rekaman dan melengkapinya
dengan field note yang dibuat saat wawancara. Transkrip verbatim dibaca kembali
berulang-ulang sambil mendengarkan hasil rekaman untuk menentukan tingkat
saturasi data. Selain itu, peneliti menggunakan teknik triangu-lasi sebagai teknik
untuk mengecek keabsahan data, yaitu membandingkan hasil wawancara terhadap
partisipan sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data. Pada 2013, proporsi populasi
penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi dunia dan akan
terus meningkat sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Jumlah lansia tahun
2009 telah mencapai 737 juta jiwa dan sekitar dua pertiga dari jumlah lansia tersebut
tinggal di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Diproyek- sikan pada tahun
2020 populasi lansia meningkat 7,2%, hampir sepadan dengan proporsi lansia di
negara-negara maju saat ini (Tamher, 2009).

D). Variabel: Judul penelitian ini adalah “Kesehatan spiritualitas lansia dan kesiapan
lansia dalam menghadapi kematian”.
• Kesehatan spiritualitas lansia merupakan bagian dari variabel independent yaitu
variabel bebas yang yang tidak dapat dipengaruhi tapi mempengaruhi variabel lainnya,
seperti berpengaruh terhadap kesiapan lansia dalam menghadapi kematian.
• Kesiapan lansia dalam menghadapi kematian merupakan variabel dependent yaitu
variabel terikat, yang mana varibel ini bargantung terhadap variabel bebas yaitu
kesehatan spiritualitas.

E). Metode Analisa: Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe


pendekatan fenomenologi deskriptif. Yaitu dengan cara menelusuri dan menggali data
mengenai arti dan makna pengalaman seseorang secara individu. Desain penelitian ini
menggunakan studi komparasi, yaitu mendeskripsikan perbedaan dan persamaan
antara dua atau lebih fakta atau sifat objek yang diteliti.

5. Hasil
Seluruh partisipan yang tinggal di rumah maupun di panti ada yang menyatakan
dirinya siap, namun ada juga yang menyatakan dirinya tidak siap. Siap atau tidak
siapnya lansia di latarbelakangi oleh usia yang sudah menua dan pemahaman bahwa
kematian adalah sesuatu yang tidak bisa di elakan. Kersiapan lansia yang di
pengaruhi oleh usia juga dinyatakan oleh Nelson (dalam Lahey ,2003) bahwa variabel
usia berhubungan dengan ketakutan pada kematian,lansia memiliki sedikit rasa takut
terhadap kematian dibandingkan dengan individu pada usia dewasa awal
(Lefrancois,1993).
Terkait ketidaksiapan lansia menghadapai kematian dipengaruhi oleh perbuatan
mereka di masa lalu maupun keinginan mereka untuk terus memelihara anak dan
cucunya. Lansia yang tidak siap dikarenakan ingin terus hidup bersama keluarga
mengalami kekhwatira bahwa mereka tidak dapat kembali dan berkumpul dengan
orang-orang yang mereka cintai (Hasan,2006). Menurut Shihab (dalam Hidayat,2006)
rasa cemas terhadap kematian juga dapat di sebabkan oleh kematian itu sendiri dan
yang akan terjadi sesudah nya merupakan suatu misteri, adanya pemikiran tentang
keluarga yang di tinggalkan,serta perasaan bahwa tempat yang akan dikunjungi sangat
buruk.

6. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesehatan spiritual dan kesiapan
lansia dalam menghadapi kematian dipengaruhi oleh makna hidup, konsep agama dan
ketuhanan, interaksi sosial, konsep sehat sakit, kesejahteraan dan spiritualitas, serta
kesiapan menghadapi kematian lansia Berdasarkan hasil penelitian, yang tinggal di
rumah dan lansia yang tinggal di panti memiliki perbedaan dalam interaksi sosial,
konsep agama dan ketuhanan. Sedangkan dalam menghadapi kematian, baik di panti
maupun di rumah, kesiapan lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pengertian
mengenai kematian, pengalaman kehilangan, tempat yang diinginkan ketika
menghadapi kematian, orang yang akan mendampingi ketika kematian dan tempat
yang dituju setelah kematian, sedangkan ketidaksiapan lansia dalam menghadapi
kematian dipengaruhi oleh perbuatan yang dilakukan semasa lansia hidup maupun
faktor keluarga seperti masih ingin hidup lebih lama bersama keluarga.
Secara metodologis, penelitian ini memiliki keterbatasan atau kekurangan. Data yang
diperoleh dibatasi dalam bentuk kualitatif, sehingga bagi peneliti yang berorientasi
kuantitatif akan memperoleh kesulitan di dalam mendeskripsikan secara operasional
mengenai konsep kesehatan spiritual dan aspek-aspek yang menyertainya. Dengan
demikian diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan dan
mengkombinasikan instrumen kualitatif dengan instrumen kuantitatif. Selain itu,
jumlah riset partisipan dan wilayah penelitian perlu ditambah dan diperluas, sehingga
hasil penelitiannya dapat memberikan hasil yang lebih komprehensif.
Daftar Pustaka

Naftali, A. R., Ranimpi, Y. Y., & Anwar, M. A. (2017). Kesehatan spiritual dan kesiapan lansia
dalam menghadapi kematian. Buletin Psikologi, 25(2), 124-135.

PPT Sikap dan Agresif oleh buk Sari Rahmadani. S. Psi. MM

Anda mungkin juga menyukai