TENGGELAM
Oleh :
KELOMPOK: VI
KELAS A-12 A keperawatan
Om Swastyastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapa tmenyelesaikan makalah yang berjudul “ TENGGELAM”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih untuk semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.Besar harapan
penulis agar makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.5 Patofisiologi......................................................................................................................6
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................14
3.2 Saran...............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Oleh sebab itu, Penanganan dini sangat diperlukan karena drowning dapat
menyebabkan paru seseorang terendam cairan, yang dapat menyebabkan kondisi yang
dapat mengancam jiwa, seperti pneumonia aspirasi dan asfiksia. Peran perawat di sini
juga sangat diperlukan mengingat kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar
manusia. Pasien dengan drowning mengalami kesulitan bernafas, sehingga hal ini juga
dapat menganggu kenyamanan dan nyawa pasien, maka dari itu asuhan keperawatan
yang tepat dan cepat kepada klien dengan sufokasi sangat diperlukan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tenggelam ?
2. Apa saja etiologi dari tenggelam ?
3. Apa saja manifestasi klinis dari tenggelam?
4. Apa saja klasifikasi dari tenggelam?
5. Bagaimana patofisiologi tenggelam?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari tenggelam?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari tenggelam?
8. Apa saja komplikasi dari tenggelam ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari tenggelam
2. Untuk mengetahui etiologi dari tenggelam
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari tenggelam
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari tenggelam
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari tenggelam
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari tenggelam
7. Untuk mengetahui penatalaksanaannya.
8. Untuk mengetahui komplikasi dari tenggelam
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
berhubungan dengan bagian depan permukaan alveolus di paru-paru, dimana bagian
ini merupakan bagian penting yang berfunsi untuk pertukaran gas di paru-paru dan
proses oksigenisasi darah.
Selain itu, kondisi umum dan faktor resiko pada kejadian korban tenggelam antara
lain :
a. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan usia
18-24 tahun
b. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke bawah
c. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
d. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat dalam
e. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan
membunuh,kekerasan atau permainan di luar batas.
4
Stone, CK., Humphries, R., 2004 menyebutkan bahwa adanya buih / busa
berwarna merah muda pada mulut atau hidung mengindikasikan sudah terjadi
edema pulmo pada korban tenggelam.
5
d) Delayed Dead
Yaitu keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24
jam setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.
2.5 Patofisiologi
Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu
tenggelam. Keadaan terhambatnya jalan nafas akibat tenggelam menyebabkan
adanya gasping dan kemudian aspirasi, dan diikuti dengan henti nafas (apnea)
volunter dan laringospasme. Hipoksemia dan asidosis yang persisten dapat
menyebabkan korban beresiko terhadap henti jantung dan kerusaka sistenm saraf
pusat. Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering, namun karena
aspiksia membuat relaksi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan
menyebabkan edema paru.
Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air
laut. Pada tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipoktonik, sedangkan
pada air laut adalah hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli
sehingga menyebabkan hipervolemia intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit
serum, dan hemolisis intravaskular. Aspirasi air laut menyebakan hipovolemia,
hemokonsentrasi dan hipertonis.
Aspirasi air yang masuk kedalam paru dapat menyebabkan vagotonia,
vasokontriksi paru, dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus
dan menggangu stabilitas alveolus dengan menghambat kerja surfaktan. Selain itu,
air segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis eritrosit dan hiperkalemia.
Sedangkan, air garam dapat menghilangkan surfaktan, dan menghasilkan cairan
eksudat yang kaya protein di alveolus, intertitial paru, dan membran basal alveolar
sehingga menjadi keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan
penurunan volume darah dan peningkatan konsentasi elektrolit serum.
Hipoksia merupakan salah satu akibat dari tenggelam, dan merupakan faktor
yang penting dalam menentukan kelangsungan hidup korban tenggelam. Karena itu,
ventilasi, perfusi, dan oksigenasi yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan
tingkat survival korban.
6
2.6 Pathway Tenggelam
Wet drowning
Dry drowning
Tubuh pasien basah akibat Jalan napas korban terbenam Penyakit, ketakutan
tenggelam
Reflek Vagal
Air tertelan banyak O2 turun dan CO2 tidak bisa keluar
Ketidakefektifan Pola
Obstruksi laring Hiperkapnia, hipoksemia, asidosis Napas
Risiko Ketidakefektifan
Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Otak
Bersihan Jalan Napas
7
Tidak terjadi pertukaran udara
Air lebih hipotonis dari pada plasma darah Air teraspirasi dalam alveoli
8
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pasien dengan drowning harus melakukan X-ray dada dan monitoring saturasi
oksigen. Radiografi dada mungkin menunjukkan perubahan akut, seperti infiltrasi alveolar
bilateral. Selain itu, pemeriksaan sistem saraf pusat, EKG, dan analisis gas darah juga
diperlukan (Elzouki, 2012). Berikut pemeriksaan diagnostic lainnya yaitu:
a. Laboratorium
b. BGA + oksimetri, methemoglobinemia dan carboxyhemoglobinemia CBC
prothrombin time, partial thromboplastin time, fibrinogen, D-dimer, fibrin
c. Serum elektrolit, glukosa, laktat, factor koagulasi
d. Liver enzymes
e. Aspartate aminotransferase dan alanine minotransferase,
f. Renal function tests (BUN, creatinine)
g. Urinalisis
9
mungkin menghambat pembukaan jalan nafas yang adekuat, mempersulit dan
mungkin memperlambat penghantaran nafas bantuan.
10
muntahan menggunakan jari, pakaian atau penyedot (suction). Jika terdapat kecurigaan
cedera spinal cord, korban sebaiknya digulingkan dimana kepala, leher dan badan
digerakkan bersamaan untuk melindungi saraf tulang leher.
b. Menghangatkan kembali
Untuk mencegah kehilangan panas tubuh, pakaian yang basah sebaiknya dilepaskan
sebelum pasien dibungkus dengan selimut tebal. Minuman hangat tidak dapat membantu
dan sebaiknya dihindari. Menggigil merupakan tanda prognostik yang baik.
c. Transportasi dan Indikasi Rujuk ke Rumah Sakit
Korban near drowning sebaiknya segera dibawa ke unit gawat darurat terdekat untuk
evaluasi dan penanganan lebih lanjut sehingga dapat meminimalkan komplikasi atau
kecacatan yang mungkin ditimbulkan. Tidak dianjurkan menunda transportasi untuk
pemeriksaan sekunder kecuali korban benar-benar dapat dikategorikan “stabil”. Sebelum
dirujuk, korban (terutama pada korban dengan penurunan kesadaran) harus diamankan di
sebuah tandu (bila tersedia) dan diposisikan dengan nyaman. Korban dengan fraktur,
cedera kepala atau tulang belakang sebaiknya diletakkan di papan dengan penyangga
tulang belakang. Evaluasi terhadap kesadaran dan tanda-tanda vital dilakukan secara
berkala selama perjalanan. Semua pasien tenggelam yang mengalami amnesia oleh
karena kejadian tersebut, kehilangan atau depresi kesadaran, ditemukan adanya periode
apnea, atau mereka yang memerlukan nafas buatan harus dirujuk ke unit gawat darurat
terdekat, meskipun tanpa gejala di tempat kejadian. Selain itu, pertimbangan untuk
merujuk korban juga tergantung pada ada tidaknya aspirasi air, karena terdapat risiko
terjadinya edema paru.
Dalam Raoof (2008), penatalaksanaan pasien dengan near drowning umumnya
terbagi menjadi tiga fase, antara lain perawatan prehospital, perawatan unit gawat darurat,
penatalaksanaan rawat inap.
11
mengalami hipotermia karena bradikardi dan atrial fibrilation (AF). Heimlich
Maneuver tidak banyak menguntungkan bila digunakan untuk mengeluarkan air
yang tertelan, teknik ini seharusnya hanya digunakan saat penyebab obstruksi
jalan nafas adalah benda asing. Oksigen tambahan (100%) dapat diberikan jika
tersedia. Pasien yang mengalami apneu harus dilakukan intubasi sesegera
mungkin.
b. Perawatan di unit gawat darurat
Ketika pasien sudah dipindah ke unit gawat darurat, harus dilakukan pengkajian
ulang secara hati-hati untuk mengetahui adanya tanda-tanda trauma seperti
trauma spinal, trauma dada, atau trauma abdomen. Pengkajian status neurologi
termasuk reflek batang otak dan GCS diperlukan untuk memastikan prognosis
pasien.
Pakaian yang basah harus dilepas, pasien dengan hipotermia harus dihangatkan
dengan menggunakan berbagai cara. Seperti selimut hangat, bantalan pemanas,
mandi air hangat, teknik forced warm air. Kadang-kadang peritoneal
lavage dan pleural lavage dengan larutan hangat juga digunakan.
Oksimetri nadi dan EKG digunakan untuk mendeteksi hipoksia dan aritmia
jantung. Analisis gas darah arteri, serum elektrolit, level etanol, pemeriksaan
urin biasanya dilakukan. Cervical spine imaging, radiografi dada, CT scan
dilakukan jika dicurigai adanya trauma. Pasien yang sudah terlihat membaik
dapat dipulangkan setelah dilakukan monitoring selama 7 sampai 12 jam. Pasien
dengan distres respiratori berat dan perubahan status mental diperlukan intubasi
dan ventilasi mekanik.
c. Perawatan rawat inap
Tujuan dari penatalaksanaan di rumah sakit ialah untuk mencegah cedera
neurologi sekunder, iskemia yang menetap, hipoksemia, edema serebral,
asidosis, dan abnormalitas elektrolit. Pasien dengan hipotermia diperlukan
resusitasi sampai suhu mencapai 32 atau 35oC. Pasien dengan hipotensi
dilakukan resusitasi cairan dan diberikan obat inotropik bila perlu. Radiografi
dada biasanya menunjukkan gambaran normal sampai edema pulmonar yang
menyebar. Pneumonia pada pasien diobati dengan antibiotik spektrum luas.
12
Secara singkat, penanganan korban tenggelam dapat dilakukan dengan cara
antara lain :
a. Pindahkan penderita secepat mungkin dari air dengan cara teraman
b. Bila ada kecurigaan cedera spinal, pertahankan posisi kepala, leher dan tulang
punggung dalam satu garis lurus. Pertimbangkan untuk menggunakan papan
spinal dalam air, atau bila tidak memungkinkan pasanglah sebelum menaikan
penderita ke darat
c. Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak ada maka upayakan untuk
memberikan nafas awal secepat mungkin dan berikan bantuan nafas sepanjang
perjalanan
d. Upayakan wajah penderita menghadap ke atas
e. Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu
f. Berikan oksigen bila ada sesuai protokol.
g. Jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti pakaian basah dan selimuti
h. Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang ada
i. Segera bawa ke fasilitas kesehatan.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Drowning atau tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran
nafas atau paru-paru yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian.
Penyebab dari tenggelam bermacam – macam, antara lain tidak bisa berenang,
kelelahan dan kehabisan tenaga, terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-
obatan, ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, atau cedera, serta ketidakmampuan
akibat penyakit akut ketika berenang. Penatalaksanaan korban tenggelam prinsip
pertolongan di air yaitu raih, lempar, dayung, dan renang. Adapun penanganan
selanjutnya adalah memberikan bantuan hidup dasar (BHD) yang berprinsip pada ABC
(Airway, Breathing, dan Circulation) serta memberikan bantuan hidup lanjutan.
3.2 Saran
Kasus – kasus seperti tenggelam, terpeleset di pinggir kolam, serta gigitan
serangga air termasuk kasus kegawatdaruratan, sehingga perlu dilakukan penanganan
segera. Perawat maupun mahasiswa perawat diharapkan dapat memahami konsep
asuhan keperawatannya, sehingga dapat mengaplikasikannya di lapangan apabila
menemukan kasus yang serupa.
14
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M. Butcher, Howard K. Dochterman, Joanne. Wagner, Cherly. 2013.
Nursing Intervensions Classification (NIC). USA: ELSEVIER.
Lombardo, M.C. 2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Price, S. A, dan Wilson, L. M.
Patofisiologis: Konsep Klinis Proses- proses Penyakit. Jakarta :EGC
Moorhead, Sue. Johnson, Mario. Maas, Meridean. Swanson, Elizabeth. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC). USA: ELSEVIER
15