Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan organ yang melapisi seluruh permukaan tubuh makhluk


hidup dan mempunyai fungsi untuk melindungi dari pengaruh luarsekaligus
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh manusia yang meliputi 16%
berat tubuh.Kulit terdiri dari tiga lapisan utama yaitu epidermis (lapisan bagian
luar tipis), dermis (lapisan tengah) dan subkutan (lapisan paling dalam).
Kerusakan padakulit akan mengganggu kesehatan manusia maupun penampilan
sehingga kulit perlu dijaga dan dilindungi kesehatannya (Sari, 2015).

Luka merupakan suatu bentukkerusakan jaringan pada kulit yangdisebabkan


kontak dengan sumber panas(seperti bahan kimia, air panas, api, radiasi,dan
listrik), hasil tindakan medis, maupunperubahan kondisi fisiologis (Ratnawulan,
2015). Luka insisi / iris (vulnus scisum ), yaitu jenis luka yang diakibatkan oleh
irisan benda tajam misalnya pisau. Jenis luka ini sering menimbulkan rusaknya
pembuluh-pembuluh yang cukup besar bila irisannya cukup dalam. Luka insisi
biasanya berakibat fatal apabila tempat yang terkena luka pada bagian leher. Ciri –
cirinya yaitu luka terbuka, nyeri, panjang luka lebih besar daripada dalamnya luka
(Sinta,2016).

Dalam upaya penanganan luka insisi, secara umum pengobatan dilakukan


menggunakan bahan kimia seperti povidoneiodine sebagai bahan aktif utama.
dimana bahan tersebut sangat mudah didapatkan di apotik atau tempat penjualan
obat lainnya berupa produk, seperti bioplacenton, dermatiks, dan betadine.
Betadine memiliki kandungan povidone iodine 10% dimana setara dengan iodine
1% yang bermanfaat guna menyembuhkan luka. Povidone iodine berperan
sebagai antiseptik yang berguna membersihkan dan mencegah infeksi pada luka
yang terdapat pada kulit. Adapun kelemahan pada betadine yaitu berdampak
negatif terutama bagi penderita alergi senyawa yodiumdan kandungan povidone
iodine pada betadi dapat menyebabkan ruam pada kulit, rasa terbakar, tertusuk,
atau iritasi di kulit, serta dapat menyebabkan kulit terasa panas. Betadine hanya
dapat digunakan untuk dewasa dan anak-anak berusia lebih dari 2 tahun. Maka
dari itu diperlukan obat antiseptik alami yang dapat digunakan oleh semua
penderita luka pada kulit dan tidak berdampak negatif dalam penggunaannya.

Salah satu senyawa alami yang dapat berperan sebagai antiseptik adalah
minyat atsiri. Minyak atsiri eugenol (70,5%) tergolong sebagai omponen utama
terdapat pada tanaman kemangi (Ocimum basilicum) terutama pada bagian
daunnya (Hasan, 2016). Minyak atsiri dalam daun kemangi banyak dilaporkan
memiliki aktivitas antibakteri, baik bakteri gram positif maupun gram negatif,
jamur dan kapang. Kandungan utama daun kemangi yaitu minyak atsiri, dan
kandungan lainnya seperti flafon apigenin, luteolin, flavon O-glukotisidaapigenin
7-O glukoronida, luteolin 7-O glukoronida, flavon C-glukosida orientin,
molludistin dan asam ursolat yang berfungsi sebagai anti bakteri. Minyak atsiri
bersifat antibakteri dan antiseptik berfungsi membunuh kuman phatogen, minyak
atsiri flavonoid sebagai anti inflamasi dan analgetik sebagai anti radang dan
mengurangi nyeri (Anita, 2019).
Berdasarkan pemaparan diatas penulis hendak mengadakan penelitian terkait
keberadaan minyak atsiri sebagai obat luka insisi alami dalam daun kemangi.
Dengan mengangkat judul “PengaruhDaun Kemangi (Ocimumbasilicum) sebagai
Obat Luka Insisi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai


berikut : “Bagaimanakah efektivitas ekstrak daun kemangi (Ocimumbasilicum)
terhadap pengobatan luka insisi pada kulit mencit”

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun kemangi (Ocimumbasilicum)
terhadap pengobatan luka insisi pada kulit mencit.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui efektivitas kesembuhan dalam menutup luka dan panjang luka
insisi dan kecepatan kesembuhan luka insisi pada kulit mencit

1.4 Manfaat Penelitian


Dalam penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Menemukan obat luka insisi alternatif yang dapat dikembangkan lebih
lanjut.
2. Manfaat Praktis
A. Bagi Institusi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau
tambahan refrensi pada isntitusi pendidikan kesehatan yang terkait
dengan penyembukan luka insisi.
B. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menajdi refrensi yang
digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang
keperawatan dan dapat bermanfaat untuk mengembangkan
penelitian yang berhubungan dengan obat luka insisi dalam
menyusun tugas metode penelitian.

C. Bagi Peneliti Selanjutnya


Penelitian ini dapat digunakan sebagai pengalaman belajar dalam
kegiatan penelitian, dan meningkatkan pengetahuan tentang obat
luka insisi.
D. Bagi Masyarakat
Masyarakat Indonesia dapat menggunakan obat luka insisi alami
yang tidak berdampak buruk dibandingkan dengan obat luka insisi
berbahan kimia dan masyarakat dapatmengoptimalkan pengaruh
tanaman herbal untuk obat luka insisi.
1.5 Keaslian Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Fitri Ramdani, Christi
Mambo, Jane Wuisan(2014), dengan judul “Uji Efek Daun
Kemangi(Ocimum basilicum L.)Terhadap Penyembuhan Luka
Insisi Pada Kelinci(Oryctolagus cuniculus)”. Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental dilakukan di Laboratorium
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado pada bulan September 2013 sampai bulan Januari
2014.Pembuatan luka dilakukan pada empat ekor kelinci dewasa.
Proses penyembuhan luka terbagi atas 3 fase yaitu fase inflamasi,
fase proliferasi, dan fase maturasi (remodeling).Didapatkan hasil
bahwa luka yang diberikan daun kemangi tidak sama panjang
dengan luka yang tidak diberikan daun kemangi. Luka pada
punggung kanan atau luka perlakuan lebih cepat sembuh
dibandingkan dengan luka yang tidak memiliki daun kemangi. Hal
ini disebabkan oleh kandungan flavonoid pada daun kemangi yang
berperan sebagai anti inflamasi yang dapat membantu proses
penyembuhan luka.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriani Tallamma (2014), dengan


judul “Efektivitas Ekstrak Daun Kemangi (Ocimim Basilicum
L.)Terhadap Penurunan Kadar Volatile Sulfur Compounds(VSCs)”.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan eksperimental
Laboratorium. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar. Dengan
sampel yang digunakan sebanyak 30 orang sampel. Dimana 30
orang sampel tersebut sudah memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.Pada penelitian ini, konsentrasi ekstrak daun kemangi
yang digunakan adalah konsentrasi 2%, konsentrasi 4% dan
konsentrasi 6%. Ketiga konsentrasi tersebut sudah menunjukkan
adanya kemampuan menurunkan kadar VSCs. Perbandingan
frekuensi kategori tingkat kadar VSCs pada setiap konsentrasi 60
yang memiliki nilai di atas 0 menandakan bahwa setelah berkumur
dengan ekstrak daun kemangi (Ocimum Basilicum L.) persentase
frekuensi kadar VSCs mengalami penurunan. Sedangkan pada
konsentrasi 2% yang memiliki nilai perbandingan kadar VSCs = 0
artinya bahwa persentase frekuensi kadar VSCs kategori sedikit
bau mulut sebelum dan setelah perlakuan sama sehingga nilai
perbandingannya sama dengan nol. Dan nilai 0 untuk kategori bau
mulut kuat pada konsentrasi 4% dan 6% menggambarkan bahwa
pada saat dilakukan pengukuran kadar VSCs tidak ada sampel
yang memiliki kategori bau mulut tersebut baik sebelum maupun
setelah perlakuan.
3. Penelitian ini dilakukan oleh Anita (2019), dengan judul
Efektivitas Irigasi Daun Kemangi (Ocimum Basilicum l.) Tehadap
Percepatan Penyembuhan Luka Akut Terkontaminasi Pada Mencit
(Mus Musculus). Penelitian ini termasuk jenis penelitian True
Eksperiment. Peneliti menggunakan rancangan Case Control.
Kelompok eksperiment diberi perlakuan yaitu dilakukan perawatan
luka menggunakan daun kemangi, sedangkan kelompok kontrol
diberikan perlakuan dengan larutan NaCl 0,9%.Populasi dalam
penelitian ini adalah mencit (Mus Musculus). Penelitian ini
menggunakan 9 sampel untuk kelompok kontrol yang dilakukan
pemberian irigasi NaCl 0,9% dan 9 sampel untuk kelompok
perlakuan yang dilakukan pemberian irigasi daun kemangi. Pada
penelitian ini terdapat perbedaan hasil pemberian irigasi daun
kemangi lebih efektif untuk percepatan penyembuhan luka akut
terkontaminasi pada mencit dibandingkan dengan pemberian
larutan NaCl 0,9%
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum tentang Kemangi
2.1.1 Definisi Kemangi
Daun kemangi memiliki banyak kandungan senyawa kimia antara
lain saponin, flavonoid, tanin dan minyak atsiri. Kandungan paling utama
pada kemangi yaitu minyak atsiri. Minyak atsiri dalam daun kemangi
memiliki kemampuandalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacilus cereus, Pseudomonas
fluorescens, Candida albicans, Streptococcus alfa dan Bacillus subtilis.
Menurut Pitojo (1996) sistematika tumbuhan kemangi adalah
sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Amaranthaceae
Famili : Lamiaceae
Genus : Ocimum
Spesies : Gambar 2.1 Tanaman kemangi
Ocimumamericanum (Fadlianti,2010) Sumber: www.akuratpost.com

2.1.2 Morfologi Kemangi


Tanaman kemangi memiliki deskripsi morfologi yaitu: batang
tegak bercabang, tinggi 0,6 - 0,9 m, batang dan cabang hijau atau
kadang-kadang keunguan. Daun Ocimum basilicum panjangnya
mencapai 2,5 - 5 cm atau lebih, bentuk bulat telur, seluruh atau lebih
atau kurang bergigi. Tangkai daun panjangnya 1,3 - 2,5 cm. Daun
memiliki banyak titik seperti kelenjar minyak yang mengeluarkan
minyak atsiri sangat wangi. Tangkai penunjang, lebih pendek dari
kelopak, ovate dan akut. Kelopak panjangnya 5 mm, pembesaran
dalam buah. Bibir bawah dengan dua gigi tengah lebih panjang dari
bibir atas. Corolla panjangnya 8 - 13 mm berwarna putih, merah
muda atau keunguan. Filamen atas benang sari sedikit bergigi (Bilal
et al., 2012 dalam Pramono,2014).
2.1.3 Kandungan Kemangi
Beberapa bahan kimia yang terdapat dalam kemangi antara lain
3,7-dimetil-1,6- oktadien-3-ol (linalool 3,94 mg/g), 1-metoksi-4-(2-
propenil) benzena(estragol 2,03 mg/g), metil sinamat (1,28 mg/g), 4-
alil-2-metoksifenol (eugenol 0,896 mg/g), dan 1,8-sineol (0,288
mg/g) yang diidentifikasi dengan metode GC/MS. Secara tradisional,
kemangi telah digunakan dalam penyembuhan pusing, batuk, diare,
konstipasi, cacingan, gagal ginjal, dan kutil (Tallamma,2014).
Minyak atsiri kemangi mempunyai kandungan senyawa
dominan seperti linalool, methylclavicol (estragol), 1-8 sineol,
eugenol, terpineol, geraniol.1,6,7 Berdasarkan penggunaannya di
masyarakat, dimungkinkan kemangi mengandung senyawa kimia
yang mempunyai aktivitas antijamur terhadap Malassezia furfur
(Dewi,2010).
Berdasarkan penelitian Dorman dan Deans menyebutkan bahwa
terpenoid alkohol dalam linalool dapat menghambat aktivitas
pertumbuhan bakteri melalui penghambatan fungsi membran sel.
Sifat linalool adalah bersifat lipofilik, dapat masuk ke membran
sitoplasma dan dinding sel, merusak struktur polisakarida, asam
lemak dan fosfolipid.
2.1.4 Manfaat Kemangi
Tanaman kemangi di Indonesia umumnya digunakan untuk
sayur atau lalap sebagai pelengkap makanan. Manfaat lain tanaman
kemangi dalam pengobatan sudah banyak diteliti sebagai
antioksidan dan antibakteri (Patil, 2011). Minyak atsiri dari daun
kemangi memiliki efek antimikrobiologi yaitu efek melawan
mikrobacterium tuberculasis dan stapylococcus aureus in vitro dan
bakteri serta jamur lainnya. Penelitian yang ada menunjukkan
bahwa Ocimum Basilicum mengandung senyawa yang bersifat
insektisida, larvasida, nematisida, antipiretik, fungisida, antibakteri
dan antioksidan.Pada penelitian (Novita, 2014) menggunakan
tahapan penelitian metode eksperimental dan uji pustaka, yaitu
ekstraksi minyak kemangi dilakukan dengan metode penyulingan
air dan uap setelah itu dilakukan analisis hasil penyulingan. Bahan
dasar penelitian menggunakan daun kemangi yang mengandung
minyak atsiri, yang berpotensi sebagai zat antibakteri dengan
metode penelitian eksperimen. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa minyak atsiri daun kemangi memiliki aktivitas antibakteri
S. aureus dan E. coli dengan konsentrasi bunuh minimal 0,5%v/v
dan 0,25%v/v. Daun kemangi merupakan tanaman yang memiliki
potensi sebagai antibakteri. Secara tradisional daun kemangi telah
digunakan dalam mengobati sakit perut, sakit gigi, batuk dan
pencuci luka. Selain itu, dengan membiasakan memakan lalapan
atau mengkonsumsinya dalam keadaan segar, daun kemangi juga
bermanfaat untuk mengatasi bau badan atau bau mulut. Sari herbal
kemangi selama ini digunakan sebagai antioksidan, antibakteri atau
antiseptik.
Bahan aktif yang terkandung dalam daun kemangi yang
berperan sebagai antibakteri yaitu kandungan senyawa dari minyak
atsiri yang terdiri dari 1,8-cineole, ß-bisabolene, methyl eugenol.
Ketiga bahan tersebut memiliki sifat larut terhadap etanol dan
dapat menyebabkan kerusakan membran sel bakteri. Membran sel
berfungsi untuk permeabilitas selektif dan proses transporaktif
sehingga mampu menjaga komposisi internal dalam bakteri.
Apabila membran sel rusak maka protein dan lipid dalam bakteri
akan keluar dan bahan makanan untuk menghasilkan energi tidak
dapat masuk sehingga mengakibat kematian bakteri. Bukan hanya
minyak atsiri saja yang berperan sebagai antibakteri, senyawa tanin
juga memiliki peran sebagai antibakteri karena memiliki
kemampuan untuk membentuk senyawa kompleks dengan protein
melalui ikatan hidrogen, jika terbentuk ikatan hidrogen antara tanin
dengan protein maka protein akan terdenaturasi sehingga
metabolisme bakteri menjadi terganggu. Sedangkan flavonoid
bekerja dengan cara merusak membran sel bakteri pada bagian
fosfolipid sehingga mengurangi permeabilitas yang mengakibatkan
bakteri mengalami kerusakan. Selain untuk antibakteri, daun
kemangi berkhasiat juga untuk radikal bebas. Hal ini disebabkan
karena daun kemangi memiliki antioksidan yang sangat baik untuk
melawan radikal bebas yang masuk kedalam tubuh. Antioksidan
yang berupa flavonoid dan eugenol mampu mencegah
pertumbuhan bakteri, virus dan jamur.13 Beberapa bakteri seperti
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Klebsiella pneumonia
dapat dihambat dengan kandungan kimia yang terdapat dalam daun
kemangi. Sifat dari penghambatan ini disebut sebagai
bakteriostatik atau bakteriosida (Utami, 2020).
2.2 Mencit (Mus musculusL.)

Mencit (Mus musculus L.) termasuk mamalia pengerat (rodensia)


yang cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak,
variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomisnya dan fisiologisnya
terkarakteristik dengan baik. Mencit yang sering digunakan dalam
penelitian di laboratorium merupakan hasil perkawinan tikus putih
“inbreed” maupun “outbreed”.

Gambar 2.2 Mencit


Sumber: Agribisnis

Mencit (Mus musculus L.) memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh


kecil, berwarna putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari. Mencit
betina dewasa dengan umur 35-60 hari memiliki berat badan 18-35 g.
Lama hidupnya 1-2 tahun, dapat mencapai 3 tahun. Masa reproduksi
mencit betina berlangsung 1,5 tahun. Mencit betina ataupun jantan dapat
dikawinkan pada umur 8 minggu. Lama kebuntingan 19-20 hari. Jumlah
anak mencit rata-rata 6-15 ekor dengan berat lahir antara 0,5-1,5 g
(Suci,2015).

Mencit dipilih menjadi subyek eksperimental sebagai bentuk


relevansinya pada manusia. Walaupun mencit mempunyai struktur fisik
dan anatomi yang jelas berbeda dengan manusia, tetapi mencit adalah
hewan mamalia yang mempunyai beberapa ciri fisiologi dan biokomia
yang hampir menyerupai manusia terutama dalam aspek metabolisme
glukosa melalui perantaraan hormon insulin. Disamping itu, mempunyai
jarak gestasi yang pendek untuk berkembang biak (Syahrin, 2006 dalam
Nugroho, 2018).

3. Luka

Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis


jaringan sebagai akibat dari ruda paksa (Zaim,2012). Perawatan luka
meliputi pembersihan luka, memasang balutan, mengganti balutan,
pengisian (packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa
nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi,
pembuangan drainase, pemasangan perban (Sinaga,2014).

Luka insisi / iris (vulnus scisum ), yaitu jenis luka yang diakibatkan
oleh irisan benda tajam misalnya pisau, yang terjadi akibat pembedahan.
Jenis luka ini sering menimbulkan rusaknya pembuluh-pembuluh yang
cukup besar bila irisannya cukup dalam. Luka insisi biasanya dapat fatal
apabila tempat yang terkena luka pada bagian leher. Luka yang dalam
keadaan aseptis maka luka jenis ini akan segera tertutup setelah
sebelumnya terjadi penutupan pembuluh darah dengan meninggalkan
bekas berbentuk sutura. Ciri – cirinya yaitu luka terbuka, nyeri, panjang
luka lebih besar daripada dalamnya luka (Berman, 2009). Karakteristik
luka sayat ada beberapa, yaitu: luka sejajar, tidak adanya memar
berdekatan tepi kulit, tidak adanya `bridging` jaringan memanjang dari
satu sisi ke sisi lain dalam luka (Wyatt, 2011).

Luka insisi hilangnya kulit secara keseluruhan dan meluas


sehingga menyebabkan banyaknya jaringan yang hilang dan memerlukan
penyembuhan luka secara sekunder (Nkemcho Ojeh et al., 2015).
Kehilangan integritas kulit yang luas bukan saja menyebabkan gangguan
fungsi tetapi juga dapat menyebabkan kecacatan dan bahkan komplikasi
sistemik yang berakibat kematian. Luka iris dapat ditemukan pada luka
insisi akibat pembedahan, kesembuhannya lebih cepat dengan sedikit
jaringan nekrosis pada tepi-tepi luka, keadaan yang berlawanan ditemukan
pada luka menggunakan gunting, elektroscalpel atau laser (Fossum, 1997
dalam Sinta, 2016).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


3.1.1 Jenis Penelitian
Rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam
penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil. Rancangan penelitian merupakan
hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti
berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan.
Rancangan sangat erat dengan kerangka konsep sebagai petunjuk
perencanaan pelaksanaan suatu penelitian (Nursalam, 2016).

Adapun metode penelitian yang digunakan yaitu metode


ekperimen. Metode eksperimen meliputi uji evektivitas ekstrak daun
kemangi pada luka. Metode ini dilakukan dengan cara mengukur panjang
luka pada mencit lalu membandingkan kecepatan kesembuhan luka sayat
antara kontrol positif, kontrol negatif dan kelompok perlakuan. Hasil
daripada eksperimen tersebut kemudian diolah dengan studi pustaka jurnal
yang relevan.

Penelitian ini menggunakan metode rancang acak lengkap (RAL).


Adapun perlakuan dalam rancangan ini terdiri dari 3 (tiga) perlakuan
yaitu:

Kontrol positif Kontrol negatif Kontrol perlakuan


K(+) K(-) P(1), P(2), P(3)
Keterangan :

K(+) : Kontrol positif (luka sayat diberi betadine)


K(-) : Kontrol negatif (luka sayat tanpa perlakuan)
P-1 : Kontrol perlakuan 0,3 ml (luka sayat diberi ekstrak daun
kemangi)
P-2 : Kontrol perlakuan 0,5 ml (luka sayat diberi ekstrak daun
kemangi)
P-3 : Kontrol perlakuan 0,8 ml (luka sayat diberi ekstrak daun
kemangi)
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak satu kali. Sehingga
diperoleh 10 objek penelitian.
3.2 Kerangka Kerja
3.3 Tempat Dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan kegiatan penelitian berlangsung di STIKes Wira Medika Bali,


Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan
rumah penulis yang berlokasi di Jalan Ganetri Nomor 4. Dan kegiatan
penelitianini dilakukan pada 18 Juni 2021sampai dengan 29 Juni 2021. Yang
meliputi persiapan mencit, perlakuan pada mencit, pengamatan pada luka
sayat mencit, dan penulisan karya tulis.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian


3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek


yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2015).

3.4.2 Sampel Penelitian

t ( n – 1 ) > 15

Keterangan :

t = Jumlah perlakuan

n = Besar sampel masing-masing perlakuan

Ada 3 perlakuan, maka :

t ( n – 1 ) > 15

3 ( n – 1) > 15

3n > 15 + 2

3n > 17

n > 17/3

n = 5,6 sampel dibulatkan 6 sampel


Sehingga penelitian ini menggunakan 6 sampel untuk kelompok
perlakuan

3.4 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan tiga variabel :


1. Variabel Bebas : Perlakuan mencit terhadap pemberian ekstrak daun
kemangi dan tanpa ekstrak daun kemangi
2. Variabel Terikat : Laju penyembuhan luka sayat pada mencit
3. Variabel Kontrol : Panjang luka sayat
3.5 Indikator Penelitian

Adapun Indikator dalam penelitian ini yaitu peningkatan laju yang optimal
dalam kesembuhan luka sayat pada mencit (perlakuan konsentrasi ekstrak).
3.5 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat disajikan
dalamtabel sebagai berikut
Tabel 3.1 Alat dan Bahan dalam Penelitian
Alat Jumlah Bahan Jumlah
Rotary Evaporator 1 Daun Kemangi 100 Gr
Erlenmeyer 1
Gelas Ukur 1 Etanol 1 Liter
Gelas Beker 1
Timbangan 1 Betadine 1
Pipet Tetes 1
Cuter 1 Mencit 10 Ekor
Penggaris 1
Cotton Bud 1
Tempat Perlakuan (Toples) 1

3.6 Prosedur Penelitian


3.6.1 Proses Pengolahan Daun Kemangi Menjadi Obat Luka
1. Daun kemangi ditimbang sebanyak 100 gram.
2. Siapkan etanol sebanyak 1 liter.
3. Kemudian potong kecil kecil daun kemangi. Setelah itu daun
kemangi di kering anginkan sampai kemangi mengering.
4. Setelah itu rendam daun kemangi di dalam etanol selama 24 jam.
5. Saring etanol dan daun kemangi hingga di dapatkan ekstrak daun
kemanginya.
6. Ekstrak etanol daun kemangi kemudian di evaporasi dengan
menggunakan rotary evaporator.
7. Setelah di evaporasi kita dapat menggunakan ekstrak daun
kemangi ke hewan percobaan (mencit).
3.6.2 Proses Pengujian Ekstrak Daun Kemangi terhadap Hewan
Percobaan
1. Siapkan 10 ekor mencit, kemudian sayat kulit mencit
menggunakan cuter sepanjang 2cm.
2. Berikan masing-masing mencit sesuai dengan perlakuan yang
telah ditentukan. Lakukan hal yang sama untuk pengulangan
penelitian.
3. Amati perubahan luka setiap 24 jam sekali. Ukur panjang luka
menggunkan penggaris setiap kali pengamatan.
3.7 Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan menggunakan analisis
deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif.Analisis
deskriptif kualitatif Menurut Bagman dan Taylor mendefinisikan
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang diamati (Arafat, 2009).
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data yang
bersifat kuantitatif karena dinyatakan dengan angka-angka yang
menunjukkan nilai terhadap besaran atas variabel yang diwakilinya
(Sugiyono, 2012).

Anda mungkin juga menyukai