Bahan Lapres Turbin Dan Pipa
Bahan Lapres Turbin Dan Pipa
Analisis Data
Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa tujuan daripada praktikum pipa udara
adalah mengetahui pengaruh pendinginan dan rugi-rugi pada aliran udara. Hasil akhir analisa data
praktikum serta perhitungannya akan direpresentasikan dalam bentuk grafik, dan nantinya akan
ditarik kesimpulan daripada karakteristik aliran yang berbeda-beda.
4.1. PERHITUNGAN
Berdasarkan dari hasil data percobaan yang diperoleh, dapat dilakukan perhitungan sebagai
berikut.
4.1.1 Perhitungan Percobaan Pipa 1
Data percobaan pada percobaan ke 5 :
P = 0.45 kg/cm2
Θ = 180°
Q = 20 SFCH
L = 2,05 m
D = 0,5 cm
Kapasitas mengalami perubahan satuan seperti berikut.
Q = Q (SCFH) 𝑥 7.866*10-6 m3/s
= 20 x 7.866*10-6 m3/s
= 1.963*10-5 m2
( β /90 )×ξ×V 2 ×ρ
2 = 2
= 362.355 N/m2
v 2 xL
= f.
D .2 g
8.01432 x 2.05
362.355 = f. =267.594/13166.95 = 0.2032
0.0005 x 2 x 10
Dengan cara sama dengan diatas data - data yang lain dapat dihitung pada tabel berikut :
koefisien ∆P tot
no Sudut (0) ∆P1 (N/m^2) ∆P2 (N/m^2) ∆P3 (N/m^2)
hambatan (N/m^2)
= 20 x 7.866*10-6 m3/s
= 1.963*10-5 m2
( β /90 )×ξ×V 2 ×ρ
2 = 2
= 270.52 N/m2
v 2 xL
= f.
D .2 g
8.01432 x 0.92
270.52 = f. =267.594/13166.95 = 0.458
0.005 x 2 x 10
Dengan cara sama dengan diatas data - data yang lain dapat dihitung pada tabel berikut:
koefisien ∆P3
no Sudut (0) ∆P1 (N/m^2) ∆P2 (N/m^2) ∆P tot (N/m^2)
hambatan (N/m^2)
Data percobaan :
P = 0.1 kg/cm2
Θ = 180°
Q = 20 SFCH
L = 0.92 m
D = 0,5 cm
Kapasitas mengalami perubahan satuan seperti berikut.
Q = Q (SCFH) 𝑥 7.866*10-6 m3/s
= 20 x 7.866*10-6 m3/s
= 15.732*10-5 m3/s
Tekanan mengalami perubahan satuan seperti berikut.
P = P (Kg/Cm2) 𝑥 98000 (N/m2)
= 0.1 (Kg/Cm2) 𝑥 98000 (N/m2)
= 9800 (N/m2)
Menghitung nilai koefisien gesek berdasarkan berikut.
Nilai relative roughness kuningan adalah 0,002 serta viskositas air 26°C yaitu 1,39 x10 -4
DxV x ρ
Re =
μe
0.005 x 4,607 x 1,293
Re =
1,5 x 10−5
Re = 1.986 *103
64
𝑓= =3.22*10-2
ℜ
= 1.963*10-5 m2
( β /90 )×ξ×V 2 ×ρ
2 = 2
( 90/90 )×1,5×( 4,607 )2×1 , 293
= 2 = 18.83 N/m2
= 232.85 N/m2
v 2 xL
= f.
D .2 g
8.01432 x 0.92
232.85 = f. =232.85/1316.695 =0.177
0.005 x 2 x 10
Dengan cara sama dengan diatas data - data yang lain dapat dihitung pada tabel berikut :
Data percobaan :
P = 0,1kg/cm2
Θ = 175°
Q = 20 SFCH
L=1m
D = 0,5 cm
Kapasitas mengalami perubahan satuan seperti berikut.
Q = Q (SCFH) 𝑥 7.866*10-6 m3/s
= 20 x 7.866*10-6 m3/s
= 15.732*10-5 m3/s
= 1.963*10-5 m2
( β /90 )×ξ×V 2 ×ρ
2 = 2
= 234.03 N/m2
Menghitung nilai koefisien menggunakan rumus
v 2 xL
= f.
D .2 g
8.01432 x 0.92
234.03 = f. =234.03/1316.695 = 0.178
0.005 x 2 x 10
Dengan cara sama dengan diatas data - data yang lain dapat dihitung pada tabel berikut :
koefisien ∆P tot
no Sudut (0) ∆P1 (N/m^2) ∆P2 (N/m^2) ∆P3 (N/m^2)
hambatan (N/m^2)
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
Tekanan (N/m^2)
Grafik 4.1 di atas menggambarkan pengaruh tekanan terhadap besarnya gaya yang
terjadi. Dari grafik dapat diketahui bahwa semakin besar tekanan maka semakin besar
gaya, begitu juga sebaliknya, semakin kecil tekanan maka semakin kecil pula gayanya.
Hal ini dikarenakan semakin besar tekanan pada pipa, maka semakin besar pula gaya
yang dibutuhkan untuk memindahkan fluida. Hal ini sesuai dengan persamaan :
F=PxA
Dimana besarnya gaya (F) berbanding lurus dengan tekanan (P) untuk luasan yang
konstan (luasan pada praktikum tersebut kontstan karena diameter pipa termasuk
konstanta). Karena di praktikum pipa udara kali ini nilai P tidak bervariasi di setiap
percobaan, berdasarkan rumus maka grafik hubungan P terhadap F akan sama seperti
diatas.
4.2.2 Grafik Tekanan (P) dengan Kapasitas (Q)
P vs Q
0
0
Q
0
0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
P
Dari grafik 4.2 di atas dapat diketahui bahwa kapasitas (Q) bernilai konstan karena saat
praktikum alat Q(SCFH) tidak bekerja dengan maksimal. Seharusnya, semakin besar nilai
kapasitas (Q), maka nilai tekanan (P) akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan ketika tekanan
besar berarti diameter pipa mengecil, sehingga debit air yang dihasilkan juga mengecil. Ini
sesuai dengan persamaan berikut :
Q=VxA Q = V x (F/P)
Dari persamaan rumus di atas dapat disimpulkan bahwa ketika nilai tekanan (P) kecil, maka
nilai kapasitas (Q) semakin besar. Hal ini dikarenakan nilai kapasitas (Q) berbanding terbalik
dengan tekanan (P)
90
80
70
60
Sudut
50 Pipa 1
Pipa 2
40 Pipa 2 dengan es
Pipa 3
30
20
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Tekanan (N/m2)
Dari grafik 4.3 diatas dapat dilihat bahwa nilai sudut putar (θ) semakin besar, maka
nilai tekanan (P) semakin besar pula dan nilai kapasitas (Q) semakin kecil. Hal ini
dikarenakan ketika sudut putar semakin besar maka besar diameter pipa semakin
mengecil, hal ini berakibat pada meningkatnya tekanan, dan menurutnya debit air yang
dihasilkan. Sesuai dengan persamaan berikut :
ξ×V ×ρ
2 x (Q.P ) 2 x
= 2 2 F .d
nilai koefisien hambatan ( ξ ) (sudut putar katup berbanding lurus dengan niai
koefisien hambatan). Dan ketika nilai koefisien hambatan semakin besar maka
nilai tekanan (P) juga akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena nilai
0.4
0.3
0.2
0.1
0
7000.000 7500.000 8000.000 8500.000 9000.000 9500.000 10000.000 10500.000
∆P1
Dari grafik 4.4 dapat diketahui hubungan tekanan dengan loses yang diakibatkan oleh
panjang pipa. Semakin panjang instalasi pipa, semakin besar loses yang terjadi.
Semakin kecil tekanan yang dibuat, maka semakin besar loses yang terjadi. Hal ini
dikarenakan ketika pipa semakin panjang, maka semakin banyak pula gesekan yang
terjadi antara fluida dengan material pipa, dimana gesekan ini yang mengakibatkan
losses dan mengurangi nilai tekanan yang ada. Didalam rangkaian instalasi pipa udara,
terdapat beberapa loses yang harus diperhitungkan, antara lain loses akibat panjang
pipa (∆P1), belokan dan aksesoris (∆P2), serta akibat dari katup (∆P3). Dalam bagian
ini, dijelaskan mengenai hubungan antara tekanan dengan loses yang terjadi.
Tekanan dan ∆P2
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
Tekanan
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
∆P2
Jika sebelumnya dijelaskan mengenai loses yang diakibatkan panjang pipa, maka
gambar diatas menunjukkan loses yang diakibatkan oleh belokan dengan aksesorisnya
(∆P2). Pada grafik 4.5 membuktikan bahwa semakin banyak belokan dan aksesoris pada
pipa menyebabkan tekanan semakin menurun, hal ini dikarenakan ketika semakin
banyak belokan dan akesoris lainnya, maka semakin banyak pula gesekan fluida dengan
material pipa, sehingga menimbulkan losses, dan mengurangi tekanan yang ada.
Mengenai nilai loses yang terjadi akibat belokan, dapat dilihat pada tabel due banding.
Penjelasan mengenai grafik hubungan tekanan dengan ∆P2, tidak jauh beda dengan
penjelasan sebelumnya diakibatkan oleh panjang pipa (∆P1). Semakin kecil tekanan
yang dibuat, maka semakin besar loses yang terjadi.
Tekanan dan ∆P3
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
Tekanan
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
∆P3
Yang terakhir ialah loses yang diakibatkan pada bukaan katup. Bukaan katup sangat
berpengaruh pada tekanan yang terjadi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
apabila semakin besar sudut yang digunakan pada bukaan katup, maka akan semakin
kecil luas penampang yang dilalui oleh udara. Hal itu mengakibatkan terjadi tekanan.
Hal ini juga dapat dibuktikan dengan melihat grafik 4.6. Tekanan sebenarnya terjadi
karena akibat terjadi back flow sebelumnya. Besar nilai loses yang diakibatkan karena
bukaan katup, dapat dilihat pada table due valve opening.
Dapat dilihat dari grafik bahwa, ΔP1(rugi akibat gesekan)akan semakin kecil seiring
bertambahnya tekanan, maka kecepatannya akan semakin menurun, dimana rugi gesek
ini sebanding dengan kecepatan, berdasarkan persamaan :
λ×l ×V 2× ρ
ΔP1= 2×D ,
( β /90 )×ξ×V 2 ×ρ
2 = 2
2
ξ×V ×ρ
3 = 2
Sehingga semakin kecil kecepatan, semakin kecil pula rugi geseknya. Begitu juga
dengan ΔP2 (rugi akibat belokan) akan semakin meningkat seiring bertambahnya
tekanan. Sedangkan untuk ΔP3(rugi akibat katup) bertambah seiring bertambahnya
koefisien hambatannya, walaupun kecepatannya menurun, namun kenaikan koefisien
hambatan menyebabkan rugi akibat belokan dan akibat katup juga mengalami
peningkatan.
50 Pipa 1
40 Pipa 2
Pipa 2 dengan es
30 Pipa 3
20
10
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kapasitas
Hubungan antara kapasitas (Q) dengan sudut putar (θ) dapat dilihat pada gambar grafik
4.8 diatas. Apabila nilai dari sudut putar katup bernilai kecil, maka kapasitas udara
yang mengalir mempunyai nilai yang besar, tetapi apabila sudut putar dari katup
bernilai besar, maka kapasitas udara yang mengalir mempunyai nilai yang kecil. Hal
tersebut diakibatkan karena sudut putar dari katup mempengaruhi besar kecilnya
luasan penampang pipa yang dialiri udara, sehingga berdampak pula pada kapasitas
yang dihasilkan. Formula dibawah ini akan membuktikan hal tersebut.
Q=vxA
Apabila kecepatan aliran udara (v) dianggap konstan, maka apabila sudut putar bernilai
besar, maka luas penampang (A) akan bernilai kecil yang mengakibatkan kapasitas
aliran udara pun kan menjadi kecil juga.
4.2.7 Grafik Kapasitas dengan 1, 2, 3
8500.000
8000.000
7500.000
7000.000
9 9.5 10 10.5 11 11.5 12 12.5 13 13.5
Kapasitas
Pipa 1 Pipa 2
Pipa 2 dengan es Pipa 3
Dari gambar grafik 4.9 diatas, dapat diketahui hubungan kapasitas dengan loses yang
diakibatkan oleh panjang pipa. Semakin panjang instalasi pipa, semakin besar loses
yang terjadi. Semakin besar loses yang terjadi, maka semakin besar pula kapasitas
udara yang mengalir. Hal ini dikarenakan ketika losses akibat panjang pipa semakin
besar mengakibatkan tekanan mengecil, dari tekanan yang kecil inilah kapasitas
semakin besar Didalam rangkaian instalasi pipa udara, terdapat beberapa loses yang
harus diperhitungkan, antara lain loses akibat panjang pipa (∆P1), belokan dan
aksesoris (∆P2), serta akibat dari katup (∆P3). Dalam bagian ini, dijelaskan mengenai
hubungan antara kapasitas dengan loses yang terjadi.
Kapasitas dan ∆P2
200
180
160
140
120
∆P2
100
80
60
40
20
0
9 9.5 10 10.5 11 11.5 12 12.5 13 13.5
Kapasitas
Pipa 1 Pipa 2
Pipa 2 dengan es Pipa 3
Jika sebelumnya dijelaskan mengenai loses yang diakibatkan panjang pipa, maka grafik
4.10 di atas menunjukkan loses yang diakibatkan oleh belokan dengan aksesorisnya
(∆P2). Mengenai nilai loses yang terjadi akibat belokan. Penjelasan mengenai grafik
hubungan kapasitas dengan ∆P2, tidak jauh beda dengan penjelasan sebelumnya yang
diakibatkan oleh panjang pipa (∆P1). Semakin kecil loses yang terjadi, maka semakin
kecil juga kapasitas udara yang mengalir dalam instalasi pipa. Hal ini dikarenakan
ketika losses akibat panjang pipa semakin besar mengakibatkan tekanan mengecil, dari
tekanan yang kecil inilah kapasitas semakin besar
Kapasitas dan ∆P3
200
180
160
140
∆P3 120
100
80
60
40
20
0
9 9.5 10 10.5 11 11.5 12 12.5 13 13.5
Kapasitas
Pipa 1 Pipa 2
Pipa 2 dengan es Pipa 3
Dalam grafik 4.11 di atas menunjukkan hubungan antara kapasitas dengan loses yang
diakibatkan oleh katup (ΔP3), memang sedikit membingungkan. Gambar grafik diatas
menunjukkan dalam kondisi tertentu ketika nilai kapasitas rendah, maka loses yang
terjadi tinggi, tetapi ada beberapa titik dimana malah sebaliknya, semakin rendah nilai
kapasitas, maka semakin rendah pula loses yang terjadi. Dalam data yang didapatkan
dari hasil praktikum menunjukkan, bahwa sebagian besar hubungan antara kapasitas
dengan loses akibat dari katup menunjukkan bahwa, semakin rendah nilai kapsitas,
maka semakin tinggi nilai loses yang terjadi, tetapi semakin tingggi nilai kapasitas,
maka semakin rendah loses yang timbul. Hal ini dikarenakan apabila semakin besar
sudut yang digunakan pada bukaan katup, maka akan semakin kecil luas penampang
yang dilalui oleh udara. Hal itu mengakibatkan terjadi tekanan. Sehingga kapasitas
menurun.
BAB V
Kesimpulan dan Saran
ABSTRAK
Turbin Pelton merupakan jenis turbin impuls yang memanfaatkan gerakan dorongan dari air.
Fungsi Turbin Pelton adalah untuk mengubah energi potensial dari air menjadi energi mekanis.
Tujuan dari pelaksanaan praktikum tentang turbin pelton adalah untuk mengetahui efisiensi dari
turbin pelton. Pada percobaan turbin pelton ini menggunakan alat percobaan sebagai berikut:
Turbin pelton, pompa, motor, pressure gauge, spear, indikator gaya rem, rem prony, tachometer,
flow meter, bak air, dan gate valve. Pada praktikum ini terdapat 3 variabel, yaitu variabel kontrol
(Bukaan Gate Valve), variabel manipulasi (Rpm) dan variabel respon ( Q, P dan F rem). Pada
praktikum ini terdapat enam variasi putaran Rpm yaitu pada putaran 1000 rpm, 1100 rpm, 1200
rpm, 1300 rpm, 1400 rpm dan 1500 rpm. Sedangkan bukaan gate valve yang digunakan ada empat
variasi, yaitu bukaan gate valve satu, bukaan gate valve dua, bukaan gate valve tiga dan bukaan
gate valve empat, perubahan bukaan gate valve sendiri bertujuan untuk mendapatkan tekanan
fluida yang berbeda-beda. Berikut adalah contoh data pada Rpm 1000 dan bukaan penuh yaitu
diperoleh Q sebesar 1.8 l/s, P sebesar 1.8 kg/m 3, F sebesar 1 kgf, dan head statis turbin sebesar
4.6 cm. Aplikasi dalam kehidupan sehari- hari yang terpasang pada wilayah daratan yang sering
menggunakan turbin pelton adalah dam air dan PLTA yang menggunakan tenaga dari air terjun.
Aplikasi turbin pelton di bidang marine dan non-marine diantaranya adalah boiler kapal,
pembangkit listrik, primemover kapal cepat, dan turbin cross-flow.
Bab I
Pendahuluan
1.3. Tujuan
1. Mengetahui performansi atau efisiensi dari turbin pelton
1.4 Manfaat Praktikum
1. Mengetahui performansi atau efisiensi dari turbin pelton
2. Mengetahui jenis dan kegunaan dari alat turbin pelton
3. Mengetahui manfaat dari turbin pelton
BAB II
Dasar Teori
b. Turbin Reaksi
Turbin reaksi adalah turbin yang cara kerjanya merubah seluruh energi air
yang tersedia menjadi energi kinetik. Turbin jenis ini adalah turbin yang paling
banyak digunakan. Sudu pada turbin reaksi mempunyai profil khusus yang
menyebabkan terjadinya penurunan tekanan air selama melalui sudu. Perbedaan
tekanan ini memberikan gaya pada sudu sehingga runner (bagian turbin yang
berputar) dapat berputar. Turbin yang bekerja berdasarkan prinsip ini
dikelompokkan sebagai turbin reaksi. Runner turbin reaksisepenuhnya tercelup
dalam air dan berada dalam rumah turbin.
Gambar 2.3 Turbin Reaksi dan Turbin Impuls
Sumber: https://me-mechanicalengineering.com/comparison-between-impulse-turbine-and-reaction-turbine/
4. Turbin Gas, yaitu turbin yang memanfaatkan fluida dalam fasa gas. Saat udara masuk dalam
turbin gas udara tersebut akan dikompresi kemudian udara terkompresi tersebut akan
ditambahkan bahan bakar sehingga terjadi pembakaran. Pembakaran tersebut dilakukan guna
penambahan energi kepada fluida. Selanjutnya udara menggerakan rotor dan stator untuk
menggerakan shaft yang dapat dihubungkan ke system lain seperti propulsi maupun generator
Gambar 2.7 Turbin Gas
Sumber: https://energyeducation.ca/encyclopedia/Gas_turbine
Turbin pelton yang akan dibahas kali ini merupakan turbin impuls, yang prinsip kerjanya
mengubah energi potensialair menjadienergi kinetik dalam bentuk pancaran air. Pancaran air yang
keluar dari mulut nozzel diterima oleh sudu - sudu pada roda jalan sehingga roda jalan berputar.
Turbin Pelton ini mempunyai tiga komponen utama yaitu:
1. Sudu Turbin, komponen sudu-sudu turbin yang berbentuk mangkok, yang dipasang di sekeliling
roda jalan.
2. Nozzle, bagian yang berfungsi untuk mengarahkan pancaran air ke sudu-sudu turbin dan
mengatur kapasitas air yang masuk ke turbin.
3. Rumah turbin atau casing, berfungsi sebagai tempat kedudukan roda jalan dan penahan air
yang keluar dari sudu - sudu turbin.
( p1− p2 ) ( v 21−v 22 )
Ht= [ ρg
+
2g
+ ( z 1−z 2 ) ]
Ht : head turbin (m)
P1 : tekanan pada permukaan fluida 1 (N/m 2)
γ = Berat Jenis
Q = Debit Air
Ht = Head turbin
Sumber: Modul Praktikum Mesin Fluida Rev.01/EVENMESFLU/APR/2018
Air dalam Bak Air dihisap oleh Pompa lalu dialirkan menuju Turbin Pelton, namun sebelum
sampai di turbin, air melewati Pressure gauge untuk diukur tekanannya, setelah itu air melewati
Spear dimana pada bagian ini air akan diatur ukuran pancaran serta kecepatannya sehingga air
memutar turbin dengan kecepatan yang bervariasi sehingga gaya pada Rem Prony bervariasi pula
begitu juga dengan ukuran putarannya yang diukur dengan Tachometer.
4.2.1 Percobaan 2
Contoh Perhitungan pada Bukaan Gate Valve 2 (Posisi tekanan manometer 2): Bukaan 3
(1000RPM)
a. Mencari nilai kecepatan fluida
Q 0,0017
v= v= v=1,3535303 m/s
A 0,001256
bukaan 3
0.6 Linear (bukaan 3)
0.4 bukaan 4
Linear (bukaan 4)
0.2
0
0 0 0 0 0 0 0 0
Q
Grafik diatas merupakan grafik daripada fungsi Kapasitas fluida (Q) terhadap
Efisiensi turbin (ƞ). Pada grafik tersebut, bukaan gate valve 1,2,3, dan 4 menunjukan
bahwa nilai tidaklah menentu padahal menurut rumus WHP=γ x Q x H t dan rumus
BHP
ƞ= x 100 % dapat disimpulkan bahwa Efisiensi turbin (ƞ) berbanding terbalik
WHP
dengan Kapasitas fluida (Q) hal ini disebabkan oleh kurang teliti saat praktikan atau
kerusakan pada alat praktikum.
25
bukaan 1
20 bukaan 2
Linear (bukaan 2)
15 bukaan 3
n
Linear (bukaan 3)
10 bukaan 4
Linear (bukaan 4)
5
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Q
Grafik diatas merupakan grafik daripada fungsi Kapasitas fluida (Q) terhadap
putaran turbin (rps). Pada grafik tersebut, bukaan gate valve 1, 2, 3, dan 4
menunjukan bahwa putaran turbin tidak menentu dengan kapasitas fluida. Menurut
BHP
rumus ƞ= x 100 % dimana BHP=2 π x M t x N dan WHP=γ x Q x H t jadi
WHP
seharusnya Q berbanding lurus dengan N. Semakin besar kapasitas fluida maka
putaran turbin semakin tinggi pula. Ketidaksesuaian grafik dengan rumus dapat
disebabkan oleh human error atau kerusakan alat.
2000 bukaan 1
Linear (bukaan 1)
1500 bukaan 2
Linear (bukaan 2)
Ht
bukaan 3
1000
Linear (bukaan 3)
bukaan 4
500 Linear (bukaan 4)
0
0 0 0 0 0 0 0 0
Q
Grafik diatas ini merupakan grafik daripada fungsi kapasitas (Q) terhadap head
(H). Pada grafik bukaan gate valve 1,2,3, dan 4 kapasitasnya tidak menentu/ terus
mengalami perubahan. Dari pernyataan dalam grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa
2
Q ( V 2❑ )
tidak sesuai dengan rumus v=
A
dan H t =
[
p ( V ❑)
+
ρg 2 g
+ ( Z1 −Z 2 ) +n k
2g ] yang
seharusnya Q dan H berbanding lurus, semakin tinggi nilai head maka nilai kapasitas
semakin besar. Hal itu dapat terjadi karena tekanan pada pressure gauge dan kapasitas
pada flowmeter yang kurang tepat dikarenakan kesalahan membaca saat melakukan
percobaan atau kerusakan pada alat.
300
bukaan 1
250 Linear (bukaan 1)
bukaan 2
200
Linear (bukaan 2)
BHP
150 bukaan 3
Linear (bukaan 3)
100 bukaan 4
50 Linear (bukaan 4)
0
0 0 0 0 0 0 0 0
Q
Grafik diatas ini merupakan grafik fungsi daripada kapasitas fluida (Q) terhadap
BHP. Pada grafik bukaan gate valve 1,2,3 dan 4 menunjukan bahwa BHP tidak menentu.
Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan BHP dan kapasitas fluida yang
BHP
dipindahkan tidak sesuai dengan rumus ƞ= x 100 %yaitu seharusnya Q
WHP
berbanding lurus dengan BHP. hal ini dapat terjadi karena human error atau
kerusakan pada alat.
25
bukaan 1
23 bukaan 2
Linear (bukaan 2)
21 bukaan 3
n
Linear (bukaan 3)
19 bukaan 4
Linear (bukaan 4)
17
15
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
ƞ
Grafik diatas ini merupakan grafik fungsi efisiensi terhadap putaran turbin.
Pada grafik bukaan gate valve 1,2,3, dan 4 menunjukan efisiensi terhadap putaran
turbin tidak menentu dan terdapat hasil 0. Hal tersebut tidaklah sesuai dengan rumus
BHP
BHP=2 π x M t x n , dimana seharusnya nilai efisiensi turbin ( ƞ= x 100 %),, ƞ
WHP
berbanding lurus dengan N yaitu semakin tinggi putaran pada turbin maka efisiensinya
juga akan semakin besar. Kesalahan ini terjadi karena kesalahaan pada saat
percobaan. Dapat dikarenakan human error atau kerusakan pada alat.
300
bukaan 1
250
bukaan 2
200 Linear (bukaan 2)
BHP
bukaan 3
150 Linear (bukaan 3)
100 bukaan 4
Linear (bukaan 4)
50
0
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
ƞ
Grafik diatas ini merupakan grafik fungsi efisiensi terhadap BHP. Pada grafik
bukaan gate valve 1,2,3, dan 4 menunjukan bahwa semakin tinggi nilai BHP maka
semakin besar pula efisiensinya. Dapat disimpulkan bahwa hubungan efisiensi turbin
BHP
dan BHP berbanding lurus sesuai dengan rumus dimana ƞ= x 100 %., semakin
WHP
tinggi daya pada turbin maka semakin besar juga efisiensi nya. Namun, grafik ditas
tidak menunjukan hubungan efisiensi dn BHP yang berbanding lurus kaena human eror
atau kerusakan pada alat saat praktikum.
Grafik diatas ini merupakan grafik fungsi efisiensi turbin terhadap WHP. Pada
grafik bukaan gate valve 1,2,3, dan 4 menunjukan bahwa nilai efisiensi tidak menentu
terhadap WHP. Dapat disimpulkan bahwa hubungan antara efisiensi dan WHP tidak
BHP
sesuai dalam rumus ƞ= x 100 %. dimana ƞ berbanding terbalik dengan WHP ,
WHP
semakin tinggi nilai efisiensi makan semakin kecil nilai WHP. Hal ini terjadi karena
kesalahan dalam membaca data atau kerusakan pada alat selama percobaan
berlangsung.
10
8 bukaan 1
bukaan 2
6 bukaan 3
F
bukaan 4
4 Linear (bukaan 4)
0
15 17 19 21 23 25 27
n
Grafik diatas ini merupakan grafik fungsi putaran pada turbin terhadap gaya
pada rem prony. Pada grafik bukaan gate valve 1,2,3, dan 4 menunjukan gaya pada
rem prony tidak menentu. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak sesuai
FxL
rumus MT= dan BHP=2 π x M t x N hubungan putaran pada turbin dengan gaya
ɳ rem
pada rem prony dimana, semakin tinggi putaran turbin maka nilai F akan semakin kecil
(berbading terbalik). Namun, dari grafik tidak menunjukkan kesesuaian tersebut bisa
dikarenakan human erron atau kerusakan alat pada saat praktikum.
20000 bukaan 3
15000 Linear (bukaan 3)
bukaan 4
10000
Linear (bukaan 4)
5000
0
15 17 19 21 23 25 27
n
Grafik diatas ini meruupakan grafik fungsi efisiensi turbin terhadap WHP. Pada
grafik bukaan gate valve 1,2,3, dan 4 menunjukan bahwa putaran pada turbin naik
dengan WHP tidak menentu. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan
BHP
efisiensi dan WHP tidak sesuai dengan rumus ƞ= x 100 %dimana, WHP
WHP
berbanding terbalik dengan N, hal ini terjadi karena kesalahan saat praktikum atau
kerusakan alat
Grafik diatas ini merupakan grafik fungsi putaran turbin terhadap BHP. Pada
grafik bukaan gate valve 1,2,3, dan 4 menunjukan bahwa hubungan putaran pada
BHP
turbin dan BHP tidak sesuai denga rumus ƞ= x 100 % yaitu BHP berbanding
WHP
lurus dengan N.