PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Puasa ramadhan adalah puasa yang wajib dilakukan oleh kaum muslim.
siapa yang menjalaankannya akan mendapat pahala dan bagi yang
meninggalkannya akan mendapat dosa. Dengan berpuasa Allah juga akan
memberi pahala yang berlipat ganda bagia hambanya yang melaksanakannya.
Namun bagaimana jika terdapat halangan-halangan yang menyebabkan
tidak dapat terlaksananya puasa ramadhan? Padahal seperti yang disebutkan
bahwa puasa ramadhan wajib hukumnya.
Bagaimana orangorang yang terdapat uzur, seperti wanita yang haid dan
nifas, orang yang sudah tua renta, orang yang berjimak dengan sengaja?
Untuk mengganti puasa tersebut ada tiga cara yaitu Qadha, Kafarat dan
Fidyah. Lantas apa pengertian dari masing-masing tersebut? Bagaimana
hukumnya dan siapa saja yang wajib mengqadha. Kafarat dan fidyah?
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Qadha puasa dan bagaimana tata cara serta
hukumnya?
2. Apa pengertian Kafarat dan bagaimana pelaksanaannya?
3. Apa pengertian Fidyah dan bhal-hal yang berkaitan dengan fidyah?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahuio pengertian Qadha puasa dan tata cara serta
hukumnya.
2. Untuk mengetahui kafarat dan pelaksanannya.
3. Utnuk mengetahui pengertian fidyah dan hal-hal yang berkaitan
dengan fidyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. QADHA PUASA
1. Pengertian dan Hukumnya Qadha
1
Muhammad Abduh Tuasikal, Qadha Puasa dan Fidyah, http://rumaysho.com/7867-qadha-puasa-
dan-fidyah.html, diakses pada 30 Oktober 2016 pukul 08.39 WIB
“...maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang
lain...”(QS.2:184)
Menurut para fuqada’ (ulama ahli fiqih) sepakat, bahwa wanita yang
sedang hamil atau menyusui boleh tidak berpuasa. Hal ini didasarkan pada hadist
shahih, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
2
Wahbah AL-Zuhayly, Puasa dan I’tikaf, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), hal 270.
Pertama, pendapat jumhur menyatakan bahwa setelah bulan ramadhan
yang kedua itu berakhir maka wajib melakukan qadha dan kafarat sughra (fidyah).
Kedua, pendapat menurut mazhab hanafi adalah orang yang tadi tidak
berkewajiban mengeluarkan fidyah baik penangguhan itu dilakukan karena ada
uzur maupun tidak ada uzur. Jumlah fidyah , menurut mazhab syafi’i yaitu
disesuaikan dengan jumlah tahun (maksudnya, jika penangguhan qadha itu
melewati satu tahun, maka fidyah yang dikeluarkan adala satu kali dan seterusnya
juga begitu).
Mengqadha puasa pada hari yang dilarang, seperti hari raya, tidak sah
hukumnya. Begitu juga pengqadhaan puasa tidak sah dilakukan pada hari-hari
yang di dalamnya suatu jenis puasa yang dinazari. Misalnya hari-hari pertama
bulan Dzulhijjah. Demikian pula, pengqadhaan puasa tidak sah dilakukan pada
bulan Ramadhan berikutnya. Karena waktu tersebut telah ditetapkan sebagai hari
H pelaksanaan bulan Ramadhan. 3
3
Wahbah AL-Zuhayly, Puasa dan I’tikaf, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), hal 271.
kewajiban melaksanakan puasa ramadhan secara ada’ bagi orang yang tiak
memiliki uzur.4
B. KAFARAT
1. Pengertian
Kafarat, berarti : Menutup atau menghapus. Maksudnya, suatu perbuatan
yang dapat menutup atau menghapus dosa yang telah diperbuatnya, sehingga tidak
ada lagi akibat dari perbuatan yang telah dilakukannya baik di dunia maupun di
akhirat nanti.5
Seseorang datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Saya telah binasa
wahai Rasulullah.” “Apa yang membinasakanmu?” tanya beliau. Ia
menjawab, “Saya menjimak istri saya di siang Ramadhan.” Beliau
bertanya , “Apakah kamu memiliki sesuatu untuk memerdekakan
budak?” “Tidak,” jawabnya. Sabda Nabi, “Apakah kamu mampu
berpuasa dua bulan berturut-turut?” “Tidak” jawabnya. Sabda nabi,
“Apakah engkau memiliki sesuatu untuk memberi makan enam puluh
orang miskin?” “Tidak” jawabnya. Kemudian ia duduk, lantas Nabi
SAW mendapatkan sewadah kurma. “Sedekahlah dengan ini!” perintah
rasul. Ia pun berkata, “Kepada yang lebih miskin daripada kami? Tidak
ada di antara dua tembok Madinah keluarga yang lebih
membutuhkannya lebih dari kami.” Maka Nabi SAW pun tertawa hingga
kelihatan gigi taringnya,kemudian bersabda, “Pergi dan berikanlah
kepada keluargamu!”
Menurut Jumhur, perempuan dan laki-laki sama saja dalam hal wajibnya
membayar kafarat, selama mereka berdua sama-sama sengaja dan sadar ketika
melakukan jimak di siang bulan Ramadhan. Oleh karena itu, jika jimak dilakukan
karena lupa atau bukan pilihan mereka (karena dipaksa), atau mereka tidak berniat
puasa, maka tidak ada kafarat bagi mereka.
Tetapi Jumhur tidak mewajibkan mandi sebelum fajar dan puasanya sah.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah :
“Bahwasanya seorang lelaki berkata kepada Nabi SAW : “Bahwasanya
aku memasuki shubuh dalam keadaan berjunub sedang aku hendak berpuasa.
Maka bersabdalah Rasulullah : “Dan sayapun memasuki waktu shubuh dalam
keadaan masih junub dan sayapun hendak berpuasa.”
Apabila seseorang bersetubuh karena menyangka belum fajar, atau
menyangka matahari sudah terbenam, dan ternyata keliru, maka tak ada kafarat
atasnya. Demikianlah ditegaskan oleh Asy Syafi’i.8
Apabila seorang mukmin yang sehat dalam keadaan berbuka di hari itu.
maka jika dia bersetubuh, tiadalah dikenakan kafarat atasnya.
Berzina, persetubuhan syubhat, atau dalam nikah fasid, bersetubuh
dengan ibu, anak perempuan, wanita kafir dan siapa saja sama hukumnya, yakni
wajib wadha dan kaffarat dan imsak di sisa hari.
7
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Puasa, (Semarang : Pustaka Rizki
Saputra, 1996), hal 153.
8
Ibid, hal 157
Merusakkan puasa dengan selain jima’ seperti makan, tidak mewajibkan
kaffarat.
Mengeluarkan mani dengan tangan (onani), membatalkan pusa tapi tidak
kafarat. ,menggaruk-garuk zakar karena gatal dan lalu keluar mani tidak
membatalkan puasa dan tidak dikenakan kaffarat.
Memeluk isteri atau merangkulnya lalu keluar mani, tidak mewajjibkan
kafarat, walaupun puasanya batal kalau inzal.
3. Jenis Kafarat
Imam Malik berpendapat dan riwayat dari Imam Ahmad- bahwa antara
memerdekakan budak, pusa dua bulan dan memberi makan, bersifat pilihan. Mana
saja yang dikerjakan, cukuplah sudah. Dalilnya adalah hadits Imam Malik dalam
Al Muwatha’ dan diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Az Zuhri, dari
Humaid bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa seseorang
berbuka suatu hari di bulan ramadhan. Kemudian Nabi Saw memerintahkannya
untuk membayar kafarat dengan memerdekakan seorang budak , atau berpuasa
dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 oarng miskin.
C. FIDYAH
1. Pengertian
Fidyah atau fidaa atau fida’ adalah satu makna. Yang artinya, apabila dia
memberikan tebusan kepada seseorang, maka orang tersebut akan
menyelamatkannya. Di dalam kitab-kitab fiqh, fidyah dikenal dengan istilah
“ith’am, yang artinya memberi makan. Jadi fidyah disini adalah sesuatu yang
harus diberikan kepada orang miskin, berupa makanan, sebagai pengganti karena
dia meninggalkan puasa.
2. Hukum Fidyah
9
Wahbah AL-Zuhayly, Puasa dan I’tikaf, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), hal 280.
Hukum Fidyah adalah wajib.Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur’an berikut :
3. Penyebab Fidyah
a. Tidak mampu berpuasa.
Menurut kesepakatan para ulama , orang yang tidak mampu berpuasa
wajib mengeluarkan fidyah. Seperti orang tua renta yang merasa berat
puasa atau puasa akan menderita kesulitan yang sangat berat. Orang tua
renta yang tidak mampu berpuasa ini boleh berbuka, dan sebagai
tebusannya, dia harus memberi makan seorang miskin untuk setiap hari.
Orang tua renta (hamm) menanggung bebannya sendiri. jika ia tidak
mampu memberi makan orang miskin, dia tidak berkewajiban apapun.
pendapat ini berdasarkan Q.S. 2 : 286,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kemampuannya.”
10
Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005) hal 282.
b. Menurut kesepakatan ulama, fidyah diwajibkan pula atas orang sakit yang
kesembuhannya tidak bisa diharapkan. Sebab, orang sakit seperti ini
sudah tidak berkewajiban berpuasa lagi; yakni, berdasarkan ayat berikut :
“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesulitan. (Q.S. 22:78)
3. Pelipatgandaan Fidyah
11
Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005) hal 283.
Sebaliknya mazhab Hanafi berpendapat bahwa orang yang
menangguhkan sampai bulan Ramadhan berikutnya tidak harus membayar
fidyah yang kedua(maksudnya, penangguhan fidyah itu tidak melahirkan
kewajiban fidyah yang baru.). Karena bnas “..maka barang siapa diantara kamu
ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka(wajiblah bagnya
berpuasa) sebanyak hari yang telah ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain...
(Q.S. 2:184) bersifat mutlak.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Qadha puasa adalah membayar hutang puasa atau membatalkan puasa
ramadhan selama sehari atau lebih karena ada uzur. Waktu pelaksanaannya adalah
semenjak berakhirnya bulan ramadhan sampai dengan bulan ramadhan
berikutnya. Kafarat adalah membayar hutang dengan cara puasa atau membayar
denda yang telah di tentukan. Hal yang mewajibkan kafarat ialah pembatalan
puasa ramadhan secara khusus, yaitu dilakukan secara sengaja atas kehendak
sendiri. Hal yang mewajibkan kafarat adalah karena tindakan tersebut merusak
kesucian puasa tanpa ada uzur yang membolehkan pembatalan puasa.
Adapun kita, sebagai umat muslim yang baik sudah sewajibnya kita
,emahami tentang qadha, kafarat dan fidyah. Hal ini penting mengingat dalam
kehidupan banyak ditemui akan adanya uzur. Dengan memahami qadha puasa,
kafarat dan fidyah semoga bisa membantu dalam beribadah kepada Allah SWT.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Saleh, Hasan. 2008. Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer. Jakarta : rajawali Pers.