Anda di halaman 1dari 14

Tugas Kelompok I

Sosiologi Gender

MAKALAH

“Teori-Teori Pemilahan Laki-Laki dan Perempuan”

Disusun Oleh:

M. JAMIL KHAIDIR E031191039

RIZQI PERMANA E031191001

EDUARDUS RYAN TE;DANG E031191015

RAHMATIA E031191024

ST RADIAH E031191046

ISMI PUTRI AMELIA E031201056

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-NYA sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah berjudul “Teori-Teori Pemilahan Laki-Laki dan Perempuan” tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada Sosiologi Gender. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Teori-Teori Pemilahan Laki-Laki dan Perempuan.

Selain itu kami menyadari bahwa dalam penulisan, pengutipan serta banyak hal yang
masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam makalah kami. Oleh sebab itu, kritik dan saran
dari dosen pengampuh serta teman-teman sekalian sangat kami butuhkan demi memperbaiki
kesalahan dan menambah pengetahuan yang tidak kami ketahui baik dalam pengutipan,
penulisan serta materi yang telah kami sediakan dalam makalah ini.

Makassar, 4 September 2021

Kelompok I
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Isu gender diartikan sebagai masalah yang menyangkut ketidakadilan yang
berdampak negatif bagi perempuan dan laki-laki, terutama terhadap perempuan.
Contohnya saja subordinasi (penomorduaan), anggapan bahwa perempuan lemah, tidak
mampu memimpin, cengeng. Mengakibatkan perempuan menjadi nomor dua setelah laki-
laki. seks dan gender merupakan konsep yang berbeda. Seks mengacu pada perbedaan
jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang secara fisik melekat pada masin-
masing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan
kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga bersifat permanen dan universal. Berbeda halnya
dengan gender, yang diartikan sebagai suatu perbedaan peran, sifat, tugas, dan tanggung
jawab laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksi oleh masyarakat
dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman [ CITATION Fib16 \l 1033 ].
Salah satu sendi utama dalam demokrasi yaitu Kesetaraan Gender karena
menjamin bebasnya untuk berpeluang dan mengakses bagi seluruh elemen masyarakat.
Gagalnya dalam mencapai cita–cita demokrasi, seringkali dipicu oleh ketidaksetaraan dan
ketidakadilan gender. Ketidaksetaraan ini dapat berupa diskriminatif yang dilakukan oleh
merekayang dominan baik secara struktural maupun kultural. Perlakuan diskriminatif dan
ketidaksetaraan dapat menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi
pihak-pihak yang termarginalisasi dan tersubordinasi. Sampai saat ini diskriminasi
berbasis pada gender masih terasakan hampir di seluruh dunia, termasuk di negara di
mana demokrasi telah dianggap tercapai. Dalam konteks ini, kaum perempuan yang
paling berpotensi mendapatkan perlakuan yang diskriminatif, meski tidak menutup
kemungkinan laki-laki juga dapat mengalaminya. Pembakuan peran dalam suatu
masyarakat merupakan kendala yang paling utama dalam proses perubahan sosial. Sejauh
menyangkut persoalan gender di mana secara global kaum perempuan yang lebih
berpotensi merasakan dampak negatifnya [ CITATION Fib16 \l 1033 ]
B. Rumusan Masalah
Berdasasarkan latar belakang di atas, maka muncul beberapa rumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana teori nature dan nurture melihat tentang pemilahan laki-laki dan
perempuan?
2. Bagaimana teori psikoanalisis melihat tentang pemilahan laki-laki dan perempuan?
3. Bagaimana teori struktural fungsional melihat tentang pemilhan laki-laki dan
perempuan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui teori nature dan nurture melihat tentang pemilahan laki-laki dan
perempuan
2. Untuk mengetahui eori psikoanalisis melihat tentang pemilahan laki-laki dan
perempuan
3. Untuk mengetahui teori struktural fungsional melihat tentang pemilhan laki-laki dan
perempuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Nature dan Nurture


1. Teori Nature
Teori nature memandang perbedaan gender sebagai kodrat (alamiah) yang tida perlu
dipemasalahkan. Menurut teori nature adanya pembedaan laki–laki dan perempuan adalah
kodrat, sehingga harus diterima. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi dan implikasi
bahwa diantara kedua jenis kelamin tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda.
[ CITATION Nug12 \l 1033 ]
Teori nature meganggap bahwa peran antara laki-laki dan perempuan bersifat
kodrati.Anatomi biologis antara laki-laki dan perempuan yang berbeda menjadi faktor utama
dalam penentuan peran sosial kedua jenis kelamin ini.Laki-laki memiliki peran lebih utama
dalam masyarakat karena dianggap lebih kuat, lebih potensial, dan lebih produktif.Sementara
perempuan dianggap lemah, itulah yang menybabkan sehingga menimbulkan pemisahan
fungsi antara laki-laki dan perempuan dimana pada penelitian ini pekerjaan laki adalah
sebagi nelayan karena dianggap lebih kuat sedangkan perempuan bekerja sebagai pembuat
ikan kering karena dianggap pekerjaan tersebut tergolong pekerjaan yang lemah dan dapat
dikerjakan oleh perempuan. [ CITATION Rus15 \l 1033 ]
Pandangan teori nature tentang gender yaitu adanya perbedaan perempuan dan laki-laki
kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal bahwa selama berabad-abad
diyakini laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, ditentukan oleh biologi (yaitu jenis
kelamin). hal tersebut bersifat alamiah, sehingga tidak dapat diubah. Perbedaan biologis ini
memberikan indikasi dan implikasi bahwa di antara kedua jenis tersebut memiilki peran dan
tugas yang berbeda. [ CITATION Nug12 \l 1033 ]

2. Teori Nurture
Secara etimologi nurture berarti kegiatan perawatan/pemeliharaan, pelatihan, serta
akumulasi dari faktor-faktor lingkungan dan yang mempengaruhi kebiasaan dan ciri-ciri yang
nampak. Terminologi kajian gender memaknainya sebagai teori atau argumen yang
menyatakan bahwa perbedaan sifat maskulin dan feminim bukan ditentukan oleh perbedaan
biologis, melainkan konstruksi sosial dan pengaruh faktor budaya. Dinamakan nurture karena
faktor-faktor sosial dan budaya menciptakan atribut gender serta membentuk stereotip dari
jenis kelamin tertentu, hal tersebut terjadi selama masa pengasuhan orang tua atau
masyarakat dan terulang secara turun-temurun [CITATION Lip \l 1033 ]. Karena adanya faktor
budaya di dalamnya, argumen ini seringkali juga disebut sebagai konsep culture. Tradisi
yang terus berulang kemudian membentuk kesan di masyarakat bahwa hal tersebut
merupakan sesuatu yang alami. Perbedaan konstruk sosial dalam masyarakat mengakibatkan
relativitas tolok ukur atribut maskulin dan feminim antar budaya. Sifat tertentu yang
dilekatkan pada suatu gender di suatu komunitas belum tentu sama dengan yang lainnya.
[ CITATION Khu13 \l 1033 ]

Edward Wilson dari Universitas Harvard di tahun 1975 membagi perjuangan kaum
perempuan secara sosiologis atas dua kelompok besar, yaitu konsep nurture (konstruksi
budaya) dan konsep nature (alamiah). Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan
dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan
peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan perempuan selalu tertinggal
dan terabaikan peran dan konstribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. [ CITATION Sus09 \l 1033 ]

B. Teori Psikoanalisis/Identifikasi
Teori psikoanilsis merupakan teori yang mengungkapkan bahwa prilaku dan kepribadian
laki-laki dan perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas.Teori ini
pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Freud menjelaskan
kepribadiaan seseorang tersusun di atas tiga struktur, yaitu id, ego, dan superego. Tingkah
laku seseorang menurut Freud ditentukan oleh interaksi ketiga struktur itu. Pertama id,
sebagai pembawaan sifat-sifat biologis seseorang sejak lahir, termasuk nafsu seksual dan
insting yang cenderung selalu agresif. Id bagaikan sumber energi memberikan kekuatan
terhadap kedua struktur berikutnya. Id bekerja di luar sistem rasional dan senantiasa
memberikan dorongan untuk mencari kesenangan dan kepuasan biologis. Kedua ego, bekerja
dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakkan keinginan agresif dari id. Ego berusaha
mengatur hubungan antara keinginan subjektif individual dan tuntunan obkjektif realitas
sosial. Ego membantu seseorang keluar dari berbagai problem subyektif individual dan
memelihara agar bertahan hidup dalam dunia realitas. Ketiga superego, berfungsi sebagai
aspek moral dalam kepribadian, berupaya mewujudkan kesempurnaan hidup, lebih dari
sekedar mencari keesenangan dan kepuasan. Superego juga selalu mengingatkan ego agar
senantiasa menjalankan fungsinya mengontrol id [ CITATION Sya14 \l 1033 ].
Perkembangan kepribadian seseorang terpengaruh oleh satu diantara lima tahapan
pskoseksual. Pada setiap tingkat terdapat kepuasan seksual, yang oleh Freud dianggap
sebagai kepuasan insting seksual, dihubungkan dengan anggota badan tertentu. Pertama,
tahap kesenangan di mulut (oral stage), terjadi sepanjang tahun pertama seorang bayi.
Kesenangan seorang bayi ialah mengisap susu melalui mulut. Kedua, tahap kesenangan
berada di dubur (anal stage), yaitu tahun kedua seorang bayi, memperoleh kesenangan
disekitar dubur ketika sang bayi mengeluarkan kotoran. Ketiga, tahap seorang anak
memperoleh kesenangan pada saat mulai mengidentifikasi alat kelaminnya (phallic stage),
yaitu seorang anak memperoleh kesenangan erotis dari penis bagi anak laki-laki dan klitoris
bagi anak perempuan. Keempat, tahap remaja (talency stage), yaitu kelanjutan dari tingkat
sebelumnya, ketika kecenderungan erotis ditekan sampai menjelang masa pubertas. Kelima,
tahap puncak kesenangan terletak pada daerah kemaluan (genital stage), yaitu saat
kematangan seksualitas seseorang [ CITATION Sya14 \l 1033 ].

Teori prikoanalisa Freud sudah banyak didramatisir kalangan feminis. Freud sendiri
sebenarnya sudah memperingatkan kalau pendapatnya itu masih tentative dan masih terbuka
untuk dikritik. Ia sama sekali tidak bermaksud menyudutkan kaum perempuan. Sikap feminis
yang akademisi seperti Nancy Chodorow dan Juliet Mitchell dapat dinilai bijaksana, karena
tidak serta merta menolak teori Freud tetapi berupaya menyempurnakan metode analisa yang
digunakan Freud di dalam menarik suatu kesimpulan [ CITATION Sya14 \l 1033 ]..
Sikap yang sama telah dilakukan pula oleh Karen Horney, seorang ahli psikoanalisa,
menaruh perhatian khusus terhadap teori Freud, tetapi tidak sepenuhnya setuju dengan Freud.
Ia berpendapat bahwa bukan karena kecemburuan alat kelamin perempuan berkembang
menjadi lebih rendah, melainkan rasa takut yang mengendap dalam bawah sadar perempuan
terhadap kelecetan vagina ketika terjadi penetrasi atau masturbasi. Selain itu juga
menekankan peranan rahim yang kompleks bagi perempuan. Jadi antara Freud dan Horney
terdapat persamaan mendasar, yaitu keduanya menekankan faktor anatomi biologi. Bedanya,
Freud menitikberatkan pada faktor penis (phallocentric) dan Horney menitikberatkan faktor
rahim (gynocentric). Hanya saja Horney tidak mengecualikan faktor kultur dalam
pembentukan kepribadian [ CITATION Sya14 \l 1033 ]..

C. Teori Struktural Fugsional


Menurut kamus besar bahasa Indonesia strukur adalah cara atau yang disusun dengan
pola tertentu dan sedangkan fungsionalis menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
dilihan dari fungsi, dapat kita simpulkan bahwa struktural fungsionalis adalah sesuatu dengan
bagian-bagian yang memiliki fungsinya masing-masing. Seperti yang dikemukakan Parsons
bahwa masyarakat akan berada dalam kedaaan harmonis dan seimbang bila institusi/atau
lembaga-lembaga yang ada pada masyarakat dan negara mampu menjaga stabilitas pada
masyarakat tersebut. Struktur masyarakat yang dapat menjalankan fungsinya dengan baik
dengan tetap menjaga nilai dan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat maka hal ini
akan menciptakan stabilitas pada masyarakat itu sendiri. Teori struktural fungsional Talcot
Parsons dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistim ”tindakan” yang disebut
dengan skema AGIL. Melalui AGIL ini kemudian dikembangkan pemikiran mengenai
struktur dan sistem. Menurut Parson fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah
pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Menurut Parson dalam [ CITATION
Sid14 \l 1033 ] agar dapat bertahan sebuah sistem harus terdiri dari 4 fungsi yaitu :
1. Adaptation (adaptasi)
Sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistim harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan
kebutuhannya.
2. Goal attainment (pencapaian tujuan).
Sebuah sistem mendefinisikan dan men-capai tujuan utamanya.
2. Integration (integrasi)
Sebuah sistim harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi
komponennya. Sistem juga harus menge-lola antar hubungan ketiga fungsi penting
lainnya (A, G, L). Masyarakat harus me-ngatur hubungan di antara komponen-
komponennya supaya dia bisa berfungsi secara maksimal.
3. Latency (pemeliharaan pola)
Sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara, dan memperbaiki, baik mo-tivasi
individu maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang moti-vasi.
Salah satu sumbangan terpenting Merton adalah analisisnya mengenai hubungan antara
kultur, struktural, dan an-mie. Merton mendefinisikan kultur sebagai seperangkat hubungan
sosial yang terorganisir, yang menentukan perilaku bersama anggota masyarakat atau
anggota kelompoknya. Struktur sosial adalah seperangkat hubungan sosial yang terorganisir,
yang dengan berbagai cara melibatkan anggota masyarakat atau kelom-pok di dalamnya.
Anomie terjadi bila ada keterputusan hubungan antar norma kultural dan tujuan dengan
kapasitas yang terstruktur secara sosial dari anggota kelompok untuk bertindak sesuai dengan
nilai kultural. Artinya karena posisi mereka dalam struktur sosial masyarakat, beberapa orang
tak mampu bertindak sesuai dengan nilai normatif. Anomi terjadi ketika terdapat disfungsi
akut antara norma–norma dan tujuan kultural yang terstruktur secara sosial dengan
kemampuan anggota untuk bertindak menurut norma dan tujuan tersebut. [ CITATION Sid14 \l
1033 ]
Masyarakat sebagai suatu sistem diatur oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mapan.
Suatu masyarakat yang bisa menjalankan fungsinya dengan baik, maka secara fungsional
masyarakat tersebut telah mampu menjaga nilai dan norma agar kehidupan masyarakat
tersebut dapat berjalan selaras dan harmonis. Konflik dalam suatu sistem masyarakat struktur
fungsional yang teratur akan mampu teratasi dengan sendirinya, karena sistem selalu akan
membawa pada keteraturan dan keseimbangan. Bicara soal gender maka istilah gender
diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-
laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan yang bersifat bentukan budaya yang
dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil. Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini
sering sekali mencampur adukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat
bukan kodrati (gender). Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan
peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara umum adanya gender telah
melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana
manusia beraktivitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat pada cara pandang
kita, sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan
abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan dan
laki-laki. [ CITATION Pus12 \l 1033 ]
Kata gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggung jawab
pada laki-laki dan erempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang
tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian
gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya
gender bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu berikutnya.
Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan pada manusia satu ke
manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat. [ CITATION Sus15 \l 1033 ]
Hubungan keduanya antara struktural fungsionalis dan gender, dapat tergambar dan
terlihat jelas dalam keluarga. Kok keluarga?? Jelas sekali bukan bahwa keluarga adalah
bentuk dari struktur itu sendiri yang memiliki bagian-bagian yang kemudian menjalankan
fungsinya masing-masing dalam liingkup yang keci dan sederhana serta didalam keluarga
juga terdapat status dan peran masing-masing. Itu tergambarkan dengan adanya budaya
patriarki. Patriarki itu sendiri adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki
sebagai sosok otoritas utama yangg sentral dalam organisasi sosial. Dalam keluarga ayah
memilki kuasa penuh akan segala hal di dalam rumah, karena penganut sisitem patriarki
menganggap bahwa laki-laki lebih memiliki kekuatan dari pada perempuan. Dapat kita
simpulkan bahwa sitem sosial membentuk struktur yang didalamnya memiliki bagian dan
fungsinya masing-masing dimana peran dan status mengambil panggung didalam itu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan makalah diatas dapat disimpulkan beberapa pandangan teori tentang pemilahan
lelaki dan perempuan. Yaitu Dalam teori nature, adanya pembedaan laki–laki dan perempuan
adalah kodrat, sehingga harus diterima. Perbedaan biologis itu memberikan penjelasan bahwa
diantara kedua jenis kelamin tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Sedangkan Dalam
Teori Nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah hasil bentuk sosial budaya
sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan
perempuan selalu tertinggal. Adapun menurut Teori psikoanalisis/identifikasi Dalam teori
ini,lebih condong membahas ke perkembangan seksualitas laki2 dan perempuan. Yang terakhir
ialah Teori struktural fungsional . Dalam teori ini, berpendapat bahwa perbedaan laki2 dan
perempuan itu bersifat bawaan dari tuhan. Namun,perubahan² Lainnya itu dibentuk dan
disosialisasikan sejak kecil.

B. Saran

Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah tersebut penulis meminta kritik yang membangun
dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Fibrianto, A. S. (2016). Kesetaraan Gender Dalam Lingkup Organisasi Mahasiswa sebelas Maret
Surakarta 2016. Jurnal Analisa Sosiologi, 5(1), 11-26.

Khuza'i, M. (2013). Problem Defnisi Gender Kajian atas Konsep Nature dan Nurture. Jurnal
Kamilah.

Lippa, R. (2005). Gender, Nature and Nurture (Vol. Ed III). Lawrence Eribaum Associates Inc.

Nugraheni S, W. (2012). PERAN DAN POTENSI WANITA DALAM PEMENUHAN


KEBUTUHAN EKONOMI KELUARGA NELAYAN. Journal of Educational Social
Studies, Vol 1 No 2.

Puspitawati, H. (2012). Gender dan Keluarga Konsep dan Realita di Indonesia . Bogor: PT IPB
Press.

Rusni. (2015). Geneologi Gender pada Perempuan Pembuat Ikan Kering. Jurnal Equilibrium,
Vol 3 No 1.
Sidi, P. (2014). Krisis Karakter Dalam Perspektif Teori Struktural Fungsional. Jurnal
Pembangunan Pendidikan Fondasi dan Aplikasi, Vol 2 No1.

Susangko, S. S. (2009). Konsep Teori dan Gender. Modul Program Pembelajaran Jarak Jauh
Pengarusutamaan Gender (PJJ-PUG) Bandan Kordinasi Keluarga Berencana.

Susanto, N. H. (2015). Tantangan Mewujudkan Ksetaraan Gender dalam Budaya Patriarki. Vol 7
No 2.

Syamsiah, N. (2014). Wacana Kesetaraan Gender. Jurnal Sipakelibbi, 268-271.

Anda mungkin juga menyukai