Struktur Aljabar 2 21
Struktur Aljabar 2 21
Aljabar
Materi Kuliah Aljabar 2013
Subiono
subiono2008@matematika.its.ac.id
c
Copyright 2013
Jurusan Matematika-MIPA
Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya
10 Pebruari 2013
Daftar Isi
1 Pengertian Grup
2 Subgrup
3 Koset
4 Teorema Isomorpisma
5 Tindakan Suatu grup G pada X 6= ∅
6 Grup Permutasi
7 Internal Direct Product dan Struktur Grup
8 Ring, Daerah Integral dan Lapangan
9 Ring Polinomial
10 Faktorisasi Tunggal
Abstrak
Abstrak
Dalam catatan kuliah ini diberikan beberapa materi dari mata
kuliah aljabar untuk program sarjana S2 jurusan matematika
FMIPA-ITS. Materi kuliah berupa perencanaan yang disajikan agar
mempermudah peserta ajar dalam proses belajar mengajar. Peserta
ajar diharapkan mempersiapkan diri melalui pemahaman yang
dipunyai sebelumnya dan menambah kekurangan pemahaman
pengetahuannya yang dirasa kurang saat proses belajar mengajar di
kelas. Juga agar mempermudah proses belajar mengajar digunakan
alat bantu perangkat lunak SageMath versi 5.0.
Grup
Contoh-Contoh
1. Himpunan-himpunan bilangan bulat Z, bilangan rasional Q,
bilangan riil R dan bilangan kompleks C bersama-sama
operasi biner penambahan merupakan grup komutatif.
2. Himpunan bilangan Q − {0} dengan operasi biner perkalian
merupakan grup abelian.
3. Himpunan GL(n, R) matriks nonsingular n × n dengan operasi
perkalian matriks merupakan grup tak-komutatif.
4. Himpunan matriks n × n dengan determinan sama dengan 1
(SL(n, R)) bersama-sama dengan operasi biner perkalian
matriks merupakan grup tak-komutatif.
5. Misalkan S = {1, 2, . . . n} dan Sn adalah himpunan dari
semua fungsi satu-satu pada f : S → S. Maka Sn dengan
operasi komposisi fungsi merupakan suatu grup, grup ini
dinamakan suatu grup permutasi.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Pengertian Grup
Lanjutan Contoh-Contoh
Contoh 7
n 2π o
Diberikan himpunan Z6 = e n | n = 0, 1, 2, 3, 4, 5 adalah
himpunan bilangan kompleks denga |z| = 1 untuk semua z ∈ Z6 .
Dalam gambar berikut z ∈ Z6 digambarkan sebagai titik berwarna
merah.
b
b
2π
−1 b 6
b
1
b b
Lanjutan Contoh
Sifat
Sifat
Misalkan G suatu grup, maka :
(1.) Elemen netral e ∈ G adalah tunggal.
(2.) Untuk setiap a ∈ G invers dari a yaitu a−1 = b adalah
tunggal.
Bukti
(1.) Misalkan e1 juga elemen netral di G , maka e1 = e1 e = e. Jadi
elemen netral tunggal.
(2.) Misalkan b1 juga invers dari a, maka ab = ba = e dan
ab1 = b1 a = e. Didapat b = eb = (b1 a)b = b1 (ab) = b1 e = b1 .
Dengan demikian elemen invers adalah tunggal.
Lanjutan Sifat
Sifat
Misalkan G suatu grup:
(3.) Bila a, b ∈ G maka ada dengan tunggal x dan y sehingga
ax = b dan ya = b.
(4.) Bila gx = gy , maka x = y untuk g , x, y ∈ G .
(5.) Bila xg = yg , maka x = y untuk g , x, y ∈ G .
(6.) Bila a, b ∈ G , maka berlaku (ab)−1 = b −1 a−1
(7.) Untuk semua g ∈ G , berlaku (g −1 )−1 = g .
Bukti
(3.) Bila ax0 = b, maka a−1 (ax0 ) = a−1 b. Sehingga didapat x0 = a−1 b.
Sebaliknya bila x = a−1 b, maka ax = a(a−1 b) atau ax = b. Jadi
persamaan ax = b mempunyai penyelesaian tunggal x = a−1 b. Dengan
cara serupa bisa ditunjukkan bahwa ya = b mempunyai penyelesaian
tunggal y = ba−1 .
(4.) Dari persamaan gx = gy kedua ruas kalikan dari kiri dengan g−1 , didapat
x = y.
(5.) Dari persamaan xg = yg kedua ruas kalikan dari kanan dengan g−1 ,
didapat x = y.
(6.) Dari persamaan (ab)−1 (ab) = e kedua ruas berturut-turut kalikan dari
kanan dengan b−1 dan a−1 , didapat (ab)−1 = b−1 a−1 .
(7.) g (g −1 ) = (g −1 )g = e, jadi (g −1 )−1 = g .
Sifat
Selanjutnya dapat ditunjukkan: (1.) g m+n = g m g n dan (2.) (g m )n = g mn untuk
semua m, n ∈ Z.
Bukti
(1.) Dengan induksi pada n. Misalkan n taknegatif dan tanpa mengurangi
kegeneralitasan, misalkan m + n ≥ 0 , didapat g m+0 = g m e = g m g 0 dan dengan
menggunakan hipotesis induksi didapat
g m−n = g m (g n )−1 = g m g −n ,
Order Elemen
Misalkan G suatu grup dan g ∈ G . Order dari g dinotasikan
dengan |g | yang menyatakan bilangan bulat positip terkecil n
sehingga memenuhi g n = e dengan e adalah elemen netral. Bila
tidak ada n yang demikian maka |g | = +∞.
Sifat
1. Bila |g | = n, maka g m = e bila dan hanya bila m kelipatan
dari n.
n
2. Bila |g | = n dan h = g m , maka |h| = .
fpb(m, n)
Bukti Sifat
Bukti
1. Bila m = nk, maka gm = gnk = (gn )k = ek = e. Selanjutnya misalkan gm = e
dan andaikan m = nk + r dengan 0 < r < n, maka
e = gm = gnk+r = (gn )k gr = ek gr = gr ,
Catatan
1. Bila g ∈ G dan |g | = +∞, maka g n , n = 0, 1, 2, 3, . . .
semuanya adalah berbeda, bila tidak maka ada m dan n
dengan m 6= n, misalkan dalam hal ini m > n sehingga
g m = g n . Didapat g m−n = e. Jadi ada k = m − n sehingga
g k = e, hal ini bertentangan dengan |g | = +∞.
2. Bila |g | = n, maka e, g , g 2 , g 3 , . . . , g n−1 semuanya berbeda
satu dengan yang lainnya, bila tidak demikian maka ada
g t = e dengan 0 < t < n, hal ini bertentangan dengan
kenyataan bahwa n bilangan bulat positip terkecil yang
memenuhi g n = e.
Subgrup
Subgrup
Misalkan G suatu grup dan H ⊆ G dengan H 6= ∅, dikatakan
bahwa H merupakan subgrup dari G bila H sendiri merupakan
grup dengan operasi biner yang sama dengan di G . Hal ini
dinotasikan oleh H < G .
Cara mudah menentukan himpunan H adalah subgrup dari grup G
adalah dengan sifat sebagai berikut:
Sifat
Misalkan G adalah suatu grup. Himpunan H adalah subgrup dari
G bila dan hanya bila untuk sebarang a, b ∈ H maka
ab −1 ∈ H (a−1 b ∈ H).
Bukti
Misalkan H < G , didapat bila a, b ∈ H maka b −1 ∈ H. Karena di
H berlaku juga operasi biner maka ab −1 ∈ H. Selanjutnya misalkan
berlaku untuk sebarang a, b ∈ H berakibat ab −1 ∈ H, akan
ditunjukkan H < G . Misalkan bahwa a ∈ H, maka dengan hipotisis
didapat e = aa−1 ∈ H. Jadi e ∈ H dan misalkan g sebarang di H,
maka g −1 = eg −1 ∈ H. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa di H
berlaku suatu operasi biner yaitu ab ∈ H untuk semua a, b ∈ H.
Misalkan a, b ∈ H berdasarkan hasil sebelumnya maka b −1 juga di
H. Berdasarkan hipotisis maka ab = a(b −1 )−1 ∈ H. Sifat
assosiatif di H diwarisi dari G (sebab H ⊆ G ).
Contoh-Contoh Subgrup
Sifat Subgrup
Sifat Subgrup
T
Bila {Hα } adalah koleksi dari subgrup dari G , maka Hα juga
α
merupakan subgrup dari G .
Bukti
T
Misalkan H = Hα , jelas bahwa H 6= ∅ sebab e ∈ H. Juga bila
α
a, b ∈ H, maka a, b ∈ Hα untuk setiap α hal ini berakibat
ab −1 ∈ Hα untuk setiap α. Maka dari itu ab −1 juga di H. Terlihat
bahwa bila a, b ∈ H berakibat bahwa ab −1 ∈ H, maka dari itu H
adalah subgrup dari G .
Generator (Pembangun)
Beberapa Sifat
Sifat
Diberikan suatu grup G
1 Bila S ⊂ G , maka
< S > = {a1s1 . . . am
sm
| ai ∈ S, si ∈ Z, m ≥ 1},
2 < a > = {ak | k ∈ Z}
Bukti
1 Tulis H = {a1s1 . . . am sm
| ai ∈ S, si ∈ Z, m ≥ 1} dan misalkan sebarang
a = a1s1 . . . am
sm
, b = b1p1 . . . bnpn ∈ H, didapat
sm −pn
ab−1 = a1s1 . . . am bn . . . b1−p1 ∈ H. Jadi H < G dan untuk sebarang a ∈ S,
1
maka a = a ∈ H yaitu S ⊂ H. Akibatnya < S >⊂ H. Disamping itu,
S ⊂< S > dan < S > adalah subgrup dari G , maka semua hasil kali dan invers
elemen-elemen dari S berada di < S >. Jadi H ⊂< S >. Didapat H =< S >.
2 Bila S = {a}, maka H dalam (1) menjadi H = {ak |k ∈ Z} dan didapat
< a > = {ak |k ∈ Z}. Bila operasi biner adalah tambah, maka
< S > = {s1 a1 + . . . + sm am | ai ∈ S, si ∈ Z, m ≥ 1} dan < a > = {ka|k ∈ Z}.
Contoh-Contoh
Contoh
1 Diberikan S = {2, 3} ⊂ Z dengan operasi biner tambah subgrup dari Z yang
dibagun oleh S adalah hSi = {2s1 + 3s2 |s1 , s2 ∈ Z}. Karena 1 = 2(−1) + 3(1),
maka 1 ∈ hSi. Jadi untuk setiap n ∈ Z, n.1 ∈ hSi. hal ini menunjukkan bahwa
hSi = Z atau hSi = h1i.
2 Diberikan S = {4, 6} ⊂ Z dengan operasi biner tambah subgrup dari Z yang
dibagun oleh S adalah hSi = {4s1 + 6s2 |s1 , s2 ∈ Z} = {2(2s1 + 3s2 )|s1 , s2 ∈ Z}.
Berdasarkan hasil (1), didapat hSi = {2n|n ∈ Z} = 2Z atau
< S >=< 2 >. Jadi < S > adalah himpunan bilangan bulat genap.
3 Himpunan bilangan bulat modulo n, Zn = 1 .
4 Untuk setiap k ∈DZ Edengan k dan n prima relatif, himpunan bilangan bulat
modulo n, Zn = k .
5 Diberikan G suatu grup dan x ∈ G . Sentralisir dari x didefinisikan oleh
C (x) = {a ∈ G | ax = xa} adalah subgrup dari G dan C (x) = G bila dan hanya
bila x ∈ Z (G ). Perhatikan juga C (x) selalu memuat subgrup hxi.
Lanjutan Contoh-Contoh
Contoh
6. Bila G suatu grup dan a, b ∈ G , maka [a, b] = a−1 b−1 ab dinamkan komutator
dari a dan b. Subgrup H yang dibangun oleh semua elemen komutator dari G
dinamakan subgrup komutator , juga ditulis sebagai [G , G ] = H.
7. Suatu cara yang mudah untuk mendeskripsikan grup melalui generator dan
hubungannya yang diberikan. Misalnya grup quaternion adalah grup dengan 8
elemen. Ada dua generator a dan b dengan hubungan :
a4 = e; b2 = a4 ; b−1 ab = a−1 . Grup quarternion ini adalah
8. Grup dihedral dengan order 2n, dinotasikan oleh D2n adalah grup yang dibangun
oleh x dan y dengan hubungan : x n = e; y 2 = e; yxy −1 = x −1 . Grup D2n
diberikan oleh
Sifat
Sifat
Setiap grup siklik G adalah komutatif.
Bukti
Bila G =< a >= {ak |k ∈ Z}, maka untuk setiap
x = am , y = an ∈< a > didapat
xy = am an = am+n = an+m = an am = yx. Jadi G adalah grup
komutatif.
Sifat ini tidak berlaku sebaliknya. Grup-grup yang komutatif tetapi
tidak siklik adalah Q, R, C dengan operasi biner penambahan juga
Q∗ = Q − {0}, R∗ = R − {0} dan C∗ = C − {0} dengan operasi
biner perkalian.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Subgrup
Bukti
Misalkan H < G , bila H = {e} jelas H siklik. Bila H 6= {e}, maka ada bilangan
bulat s 6= 0 sehingga as ∈ H dan juga (as )−1 = a−s ∈ H. Misalkan
T = {t ∈ Z+ |at ∈ H} dengan sifat keterurutan dari bilangan
bulat
+
Z , maka T
t0 t0
mempunyai elemen terkecil t0 . Jadi a ∈ H. Misalkan
b ∈ a , maka untuk
suatu m ∈ Z, b = (at0 )m ∈ H . Terlihat bahwa at0 ⊂ H. Sebaliknya, misalkan
h ∈ H, maka ada bilangan bulat k sehingga h = ak . Selanjutnya dengan
menggunakan algorithma pembagian untuk bilangan bulat didapat k = t0 q + r
untuk beberapa q, r ∈ Z dengan 0 ≤ r < t0 . Didapat ar = ak (at0 )−q ∈ H.
Bilangan r = 0, sebab bila tidak, maka ada bilangan yang lebih kecil dari t0 ,
yaitu r < t0 yang memenuhi ar ∈ H. Hal ini bertentangan dengan at0 ∈ H. Jadi
h = a
k =(at0 )q ∈ at0 . Terlihat bahwa H ⊂ at0 . Sehingga didapat
Bukti
Misalkan G = {ak |k ∈ Z}, karena |G | = n (berhingga), maka ak = ah atau ak−h = e
untuk beberapa h < k dengan h, k ∈ Z. Misalkan T = {t ∈ Z+ |at = e} dan l adalah
elemen terkecil di T . Jelas bahwa {e, a, a2 , . . . , al −1 } ⊂ G . Dalam hal ini dapat
ditunjukkan bahwa semua elemen e, a, a2 , . . . , al −1 adalah berbeda. Selanjutnya akan
ditunjukkan bahwa G ⊂ {e, a, a2 , . . . , al −1 }. Misalkan g ∈ G , maka g = am untuk
suatu m ∈ Z. Dengan menggunakan algorithma pembagian untuk bilangan bulat
didapat m = lq + r untuk beberapa q, r ∈ Z dengan 0 ≤ r < l. Didapat
am = (al )q ar = e q ar = ar ∈ {e, a, a2 , . . . , al −1 }. Jadi G ⊂ {e, a, a2 , . . . , al −1 }.
Karena |G | = n, maka n = l dan an = al = e.
Catatan : Dari hasil sifat ini, terlihat bahwa elemen pembangun G yaitu a mempunyai
sifat an = e atau order dari elemen a adalah n yang ditulis |a| = n (sebab n bilangan
bulat positip terkecil yang memenuhi an = e).
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Subgrup
Contoh
Contoh
Dalam GL(2, R), bila
0 1 1 1
A= dan B = , maka
−1 0 0 1
−1 0 0 −1 1 0
A2 = , A3 = , A4 =
0 −1 1 0 0 1
dan
1 2 1 3 1 n
B2 = , B3 = , . . . , Bn = .
0 1 0 1 0 1
Sehingga didapat hAi = {I , A, A2 , A3 } < GL(2, R) dan
1 k
hBi = k ∈ Z < GL(2, R).
0 1
Dalam hal ini order elemen A dan B adalah |A| = 4 dan |B| = +∞.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Subgrup
Homomorpisma Grup
Misalkan G dan H adalah grup dan f : G → H adalah suatu fungsi. Fungsi f
dinamakan suatu homomorpisma grup bila f (ab) = f (a)f (b) untuk semua
a, b ∈ G . Suatu homomorpisma grup yang bijektif dinamakan isomorpisma grup
dan G isomorpik dengan H ditulis G ∼
= H. Bila f suatu homomorpisma grup,
misalkan
Ker(f ) = {g ∈ G | f (g ) = eH }
dan
Im(f ) = {h ∈ H | h = f (g ), untuk beberapa g ∈ G }.
Ker(f ) dinamakan kernel dari homomorpisma f dan Im(f ) dinamakan image
dari f .
Sifat
Misalkan G dan H adalah grup dan f : G → H adalah suatu
homomorpisma grup, maka Ker(f ) subgrup dari G dan Im(f )
subgrup dari H.
Bukti Sifat
Bukti
Perhatikan bahwa f (eG ) = f (eG eG ) = f (eG )f (eG ), gunakan kanselasi di H didapat
f (eG ) = eH . Jadi
eH = f (eG ) = f (aa−1 ) = f (a)f (a−1 )
Sifat
Misalkan H adalah suatu subgrup dari suatu grup G . Untuk setiap dua elemen
a, b ∈ G didifinisikan relasi biner a ∼ b bila dan hanya bila ab−1 ∈ H (a−1 b ∈ H).
Relasi biner ∼ ini adalah suatu relasi ekivalen.
Bukti
1 Untuk setiap a ∈ G maka aa−1 = e ∈ H (refleksif).
2 Bila ab−1 ∈ H, maka ba−1 = (ab−1 )−1 ∈ H. Jadi bila a ∼ b maka b ∼ a
(simetrik).
3 Bila ab−1 ∈ H dan bc −1 ∈ H, maka ac −1 = ab−1 bc −1 ∈ H. Jadi bila a ∼ b
dan b ∼ c, maka a ∼ c (transitif).
Jadi relasi ∼ membagi keseluruhan grup G menjadi klas-klas ekivalen yang saling asing
(disjoint eqivalence classes).
Pengertian Koset
Koset
Misalkan G suatu grup dan H adalah subgrup dari grup G . Misalkan g
sebarang tetapi tetap (fixed) di G , didefinisikan
def
Hg = {hg |h ∈ H}
Sifat
Untuk setiap dua elemen a dan b di grup G dan H < G , maka:
1 Bila a ∼ b maka Ha = Hb (aH = bH).
2 Bila a ≁ b maka Ha ∩ Hb = ∅ (aH ∩ bH = ∅).
Bukti Sifat
Bukti
1 Misalkan a ∼ b, maka ab −1 = h0 untuk suatu h0 ∈ H, didapat
a = h0 b atau b = h0−1 a. Misalkan sebarang ha ∈ Ha, maka
didapat ha = h(h0 b) = (hh0 )b ∈ Hb. Jadi Ha ⊂ Hb. Misalkan
sebarang hb ∈ Hb, maka hb = h(h0−1 a) = (hh0−1 )a ∈ Ha. Jadi
Hb ⊂ Ha. Maka dari itu didapat Ha = Hb.
2 Misalkan a ≁ b dan andaikan g ∈ Ha ∩ Hb, maka a = h1−1 g
untuk suatu h1 ∈ H dan b −1 = g −1 h2 untuk suatu h2 ∈ H.
Didapat ab −1 = h1−1 gg −1 h2 = h1−1 h2 ∈ H. Jadi a ∼ b,
kontradiksi dengan kenyataan bahwa a ≁ b. Jadi haruslah
Ha ∩ Hb = ∅.
Sifat
Sifat
Misalkan H adalah subgrup dari G dan a, b ∈ G , maka
1 aH = bH bila dan hanya bila a−1 b ∈ H
2 Ha = Hb bila dan hanya bila ab −1 ∈ H
Bukti
1 Misalkan a−1 b ∈ H dan b = ah untuk beberapa h ∈ H, bh′ = a(hh′ )
untuk semua h′ ∈ H dan ah1 = (ah)(h−1 h1 ) = b(h−1 h1 ) untuk
semua h1 ∈ H. Jadi aH = bH. Sebaliknya, misalkan aH = bH,
maka b = be = ah untuk beberapa h ∈ H. Jadi a−1 b = h ∈ H.
2 Bukti dapat dilakukan seperti pada bukti (1).
Sifat
Sifat
Misalkan H < G dan gH adalah sebarang koset kiri dari H di G , maka
|H| = |gH|.
Bukti
def
Pemetaan f : H → gH dengan f (h) = gh, ∀h ∈ H. Pemetaan f adalah
satu-satu, yaitu bila f (h) = f (h1 ) atau gh = gh1 , maka didapat h = h1
dan pemetaan f pada, yaitu bila diberikan sebarang gh ∈ gH, maka pilih
h ∈ H sehingga f (h) = gh. Jadi pemetaan f adalah satu-satu pada,
maka dari itu |H| = |gH|.
Indeks dari H di G
def
Misalkan H < G dan [G : H] = {gH|g ∈ G } himpunan dari semua koset kiri dari H di G , dalam hal ini
dinamakan indeks dari H di G .
Teorema Lagrange
Bukti
Misalkan |G | = m, |H| = n dan |[G : H]| = k. Dari hasil sebelumnya didapat bahwa
Kesimpulan
COntoh-Contoh
Contoh
1. Diberikan Z dengan operasi biner tambah, H = 2Z adalah subgrup
dari Z. Koset kanan H+a = H bila a bilangan bulat genap dan
H+a 6= H bila a bilangan bulat ganjil.
2. Diberikan R∗ dengan operasi biner perkalian, subgrup
H = {−1, 1} = {x ∈ R∗ | |x| = 1}. Koset dari H dalam R∗ adalah
himpunan Ha = {−a, a|a ∈ R∗ }.
3. Diberikan C∗ dengan operasi biner perkalian, subgrup
H = {z ∈ C | |z| = 1}. Koset dari H dalam C∗ adalah himpunan
Hr = {z ∈ C | |z| = r } dengan r ∈ R+ .
4. Diberikan grup Z dan subgrup H = nZ bilangan bulat kelipatan n.
Maka koset dari H+m adalah semua bilangan bulat yang mempunyai
sisa m bila dibagi n.
Contoh-Contoh
Contoh
5. Diberikan grup permutasi dari 3 elemen
dengan
1 2 3 1 2 3
a= dan b =
2 3 1 2 1 3
Bila H = hbi, maka koset kiri dari H di G adalah
Dalam contoh ini, koset kiri tidak sama dengan koset kanan.
Contoh-Contoh
Contoh
6. Diberikan G = GL(2, R) dan H = SL(2, R). Maka A, B ∈ GL(2, R)
adalah didalam koset kiri yang sama dari H bila dan hanya bila
A−1 B ∈ H, artinya bahwa det(A−1 B) = 1. Ini terjadi bila dan hanya bila
det(A) = det(B). Dengan cara yang sama, A dan B didalam koset kanan
yang sama dari H bila dan hanya bila det(A) = det(B). Jadi pada contoh
ini, koset-koset kiri dari H juga merupakan koset-koset kanan dari H.
Suatu himpunan representasi koset adalah
a 0
a ∈ R − {0} .
0 1
contoh-Contoh
Contoh
7. Grup dengan order ≤ 5 Diberikan grup G dengan |G | ≤ 5. Bila
|G | = 1, 2, 3 atau 5, maka G adalah siklik. Selanjutnya untuk |G | = 4
maka setiap a ∈ G dengan a 6= e mempunyai order 2 atau 4. Bila G
mempunyai suatu elemen a dengan order 4, maka G = hai dan G siklik.
Bila G tidak mempunyai elemen yang beroder 4, maka G = {e, a, b, c}
dengan a2 = b 2 = c 2 = e sebab setiap elemen yang bukan e harus
berorder 2. Selanjutnya bila ab = e, maka ab = a2 . Akibatnya b = a hal
ini tidak mungkin sebab a 6= b. Dengan cara yang sama ab tidak akan
sama dengan a atau b. Jadi haruslah ab = c. Suatu argumen yang sama
dapat ditunjukkan bahwa ba = c, ac = b = ca, bc = a = cb. Dalam hal
ini G dinamakan grup-4 Klein. Dari pembahasan didapat ada 4 macam
grup siklik dan satu grup-4 Klein.
Sifat
Misalkan G adalah suatu grup dan a ∈ G maka
C (a) = {g ∈ G | ga = ag }.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Koset
Bukti
Bukti
Karena
didefisikan oleh
φ(gag −1 ) = gC (a).
Hal ini menujukkan bahwa
Kesimpulan
Persamaan Klas
Misalkan G grup dengan order berhingga, maka
X
|G | = |Z (G )| + |[G : C (a)]|
a∈Z
/ (G )
Bukti
Karena |[a]C | = 1 bila dan hanya bila a ∈ Z (G ) dan [a]C adalah konjugasi dari elemen
a ∈ G dan merupakan suatu partisi di G , maka
X
|G | = |[a]C |
a∈G
X
= |Z (G )| + |[a]C |
a∈Z
/ (G )
X
= |Z (G )| + |[G : C (a)]| .
a∈Z
/ (G )
ST = {st | s ∈ S, t ∈ T },
Sifat
Misalkan H, K ∈ P ∗ (G ) dengan H dan K adalah subgrup dari G . Sifat berikut
menunjukkan bahwa HK adalah subgrup dari G .
Sifat
Bila H dan K adalah subgrup dari G , maka HK adalah subgrup dari G bila dan hanya
bila HK = KH.
Bukti
Bila HK < G , maka HK memuat semua semua elemen invers dari HK . Jadi
HK = (HK )−1 = K −1 H −1 = KH. Sebaliknya, misalkan HK = KH. Didapat
(HK )−1 = KH = HK , jadi semua elemen di HK mempunyai invers. Juga
(HK )(HK ) = HKHK = HHKK = HK hal ini menunjukkan bahwa HK tertutup
terhadap operasi perkalian. Sifat elemen netral dan assosiatif jelas. Jadi HK adalah
subgrup dari G .
Ruang Koset
Bila H adalah suatu subgrup dari G , maka G /H ⊆ P ∗ (G ) adalah himpunan dari
semua koset kiri dari H di G dan dinamkan ruang koset dari H di G . Misalkan dua
koset kiri dari H yaitu aH dan bH. Bila (aH)(bH) = cH, maka ab ∈ cH dengan
demikian cH = abH. Oleh karena itu bila G /H tertutup terhadap perkalian, maka
haruslah (aH)(bH) = abH untuk semua a, b ∈ G .
Sifat
Bila H suatu subgrup dari G , maka (aH)(bH) = abH untuk semua a, b ∈ G bila dan
hanya bila cHc −1 = H untuk semua c ∈ G .
Bukti
Misalkan cHc −1 = H untuk semua c ∈ G , maka cH = Hc untuk semua c ∈ G . Jadi
Subgrup Normal
Subgrup Normal
Suatu subgrup N dari G dinamakan subgrup normal dari G dinotasikan dengan N ⊳ G
bila aNa−1 = N untuk semua a ∈ G .
Catatan, pernyataan dalam sifat yang telah dibahas menunjukkan bahwa N adalah subgrup normal di G bila dan
hanya bila aNa−1 ⊆ N untuk semua a ∈ G . Hal ini tentunya lebih mudah untuk mengecek dari pada aNa−1 = N.
Juga pengertian N adalah subgrup normal di G adalah ekivalen dengan aN = Na untuk semua a ∈ G .
Sifat
Bila N ⊳ G , maka ruang koset G /N ⊆ P ∗ (G ) membentuk suatu grup dengan operasi
perkalian di P ∗ (G ).
Bukti
Sudah ditunjukkan bahwa G /N tertutup terhadap perkalian dan assosiatif di P ∗ (G ).
Misalkan sebarang aN ∈ G /N dan N = eN didapat
(eN)(aN) = eaN = aN = aeN = (aN)(eN). Jadi N ∈ G /N adalah elemen identitas
dari G /N. Juga (aN)(a−1 N) = aa−1 N = eN = N = a−1 aN = (a−1 N)(aN). Terlihat
bahwa a−1 N adalah invers dari aN.
Grup Kuasi
Bila N ⊳ G , maka G /N dinamakan grup kuasi dari G oleh N.
Contoh
1. Bila G grup komutatif, maka setiap subgrup dari G adalah subgrup normal.
2. SL(n, R) adalah subgrup normal dari GL(n, R), sebab bila A ∈ GL(n, R) dan
B ∈ SL(n, R), maka
Lanjutan Contoh
Contoh
1 2 3
3. Bila a = , maka H =< a >= {e, a, a2} adalah subgrup
2 3 1
normal dari S3 . Bila b ∈
/ H, maka koset dari H adalah H dan bH.
1 2 3
4. Misalkan b = , maka K =< b >= {e, b} dan koset kiri
2 1 3
dari
K adalah K , aK = {a, ab}, a2 K = {a2 , a2 b}, dimana
1 2 3
a= . Didapat
2 3 1
Jadi perkalian dua koset dari K bukan suatu koset dari K . Hal ini
disebabkan K bukan subgrup normal dari S3 yaitu aKa−1 6= K .
Sifat
Sifat
Misalkan f : G → H suatu homomorpisma grup, maka Ker(f ) ⊳ G .
Bukti
Misalkan a ∈ G dan b ∈ Ker(f ). Maka
jadi aba−1 ∈ Ker(f ) untuk semua b ∈ Ker(f ) dan a ∈ G dengan demikian Ker(f )
adalah subgrup normal dari G .
Fakta sifat yang dibahas ini menguraikan semua subgrup normal dari suatu grup G . Misalkan N ⊳ G dan
didefinisikan suatu fungsi
π : G → G /N
oleh π(a) = aN untuk setiap a ∈ G . Dengan definisi perkalian pada G /N didapat
π(ab) = abN = (aN)(bN) = π(a)π(b).
Jadi π adalah suatu homomorpisma grup yang dinamakan proyeksi natural atau pemetaan natural dari G ke G /n.
Bukti
Difinisikan suatu fungsi f¯ : G /K → Im(f ) dengan f¯(aK ) = f (a). Fungsi ini
well-defined, sebab aK = bK bila dan hanya bila a−1 b ∈ K yang berarti
f (a−1 b) = eH atau f (a) = f (b). Juga
Misalkan H, K adalah subgrup dari G . Bila H atau K adalah subgrup normal di G , maka HK adalah suatu
subgrup dari G .
Bukti
Bukti
Misalkan π : G → G /N adalah pemetaan natural dan π0 adalah pembatasan dari π pada H. Maka π0 adalah
suatu homomorpisma dengan Ker(π0 ) = H ∩ N. Jadi
H/(H ∩ N) = H/Ker(π0 ) ∼
= Im(π0 ).
Tetapi image dari π0 adalah himpunan dari semua koset dari N yang mempunyai representasi di H. Maka dari itu
Im(π0 ) = HN/N.
G /H ∼
= (G /N)/(H/N).
Bukti
Difinisikan suatu fungsi f : G /N → G /H dengan f (aN) = aH untuk setiap
aN ∈ G /N. Dapat ditunjukkan bahwa difinisi ini well-defined dan suatu
homomorpisma grup. Maka
G /H ∼
= (G /N)/(H/N).
Teorema
Teorema
Misalkan pemetaan f : G → H adalah suatu isomorpisma grup,
maka
1 f −1 : H → G adalah suatu isomorpisma.
2 |G | = |H|.
3 Bila G abelian maka H abelian.
4 Bila G siklik, maka H siklik.
5 Bila g ∈ G dengan |g | = m, maka |f (g )| = m.
Bukti
Bukti
1. Karena f bijektif, maka f −1 ada. Misalkan x, y ∈ H, maka ada a, b ∈ G
sehingga x = f (a) dan y = f (b). Didapat
Lanjutan Bukti
Bukti
4. Misalkan G = hg i = {g m |m ∈ Z} dan f (g ) = h0 untuk suatu h0 ∈ H. Ambil
sebarang h ∈ H, maka ada n0 ∈ Z sehingga h = f (g n0 ), dimana
(
n0 f (g ) . . . f (g ) = h0n0 , n0 ≥ 0
f (g ) =
f (g )−1 . . . f (g )−1 = h0−n0 , n0 < 0.
Contoh
f
A3 1
A3 τ −1
S3 Q∗
Bila σ, τ kedunya genap atau keduanya ganjil,maka στ genap oleh karena itu
f (στ ) = 1 = 1.1 = f (σ).f (τ ) atau f (στ ) = 1 = −1. − 1 = f (σ).f (τ ). Bila σ
genap dan τ ganjil, maka στ ganjil oleh karena itu
f (στ ) = −1 = 1.(−1) = f (σ).f (τ ). Terlihat bahwa f adalah homomorpisma
grup dari S3 ke Q∗ dengan ker(f ) = f −1 (1) = A3 . Jelas bahwa ker(f ) ⊳ S3 dan
im(f ) = {1, −1} adalah subgrup dari Q∗ . Sedangkan f −1 (−1) = A3 τ untuk
setiap permutasi ganjil τ ∈ S3 ,
Contoh
f
−1, 1 1
−2, 2 2
−π, π π
b
b
b
b
b
b
R ∗
R+
2. Diberikan himpunan bilangan real R, himpunan R∗ = {x ∈ R | x 6= 0}
dan himpunan R+ = {x ∈ R | x > 0}. Didefinisikan suatu pemetaan
f : R∗ → R+ oleh f (x) = |x|, ∀x ∈ R∗ dimana dengan operasi perkalian
di R∗ dan R+ didapat f (x.y ) = |x.y | = |x|.|y | = f (x).f (y ), ∀x, y ∈ R∗
Terlihat bahwa f adalah suatu homomorpisma grup dari (R∗ , .) ke (R+ , .)
dengan f pada. Selanjutnya ker(f ) = {x ∈ R∗ | |x| = 1 } = {1, −1}.
Contoh
f
ker(f ) 1
ker(f )(1 + i )
2
ker(f )(1 + 2i ) √
5
b
b
b
b
b
b
C∗ R+
3. Diberikan himpunan bilangan kompleks C, himpunan
C∗ = {z ∈ C | z 6= 0} dan himpunan R+ = {x ∈ R | x > 0}.
Didefinisikan suatu pemetaan f : C∗ → R+ oleh f (z) = |z|, ∀z ∈ C∗
dimana dengan operasi perkalian di C∗ dan R+ didapat
f (z.w ) = |z.w | = |z|.|w | = f (z).f (w ), ∀z, w ∈ C∗ . Terlihat bahwa f
adalah suatu homomorpisma grup dari (C∗ , .) ke (R+ , .) dengan f pada.
Selanjutnya ker(f ) = {z ∈ C∗ | |z| = 1 }.
Contoh
Contoh
4. Untuk menunjukan bahwa Z4 ∼
= hii, definisikan suatu pemetaan
f (0) = 1
f (1) = i
f (2) = −1
f (3) = −i
Contoh
Contoh
5. Walaupun S3 dengan Z6 mempunyai banyak elemen yang sama,
tetapai S3 ≇ Z6 . Untuk menunjukan hal ini sebagai berikut. Telah
diketahuai bahwa S3 tidak komutatif sedangkan Z6 komutatif.
Misalkan a, b ∈ S3 dengan ab 6= ba dan andaikan bahwa pemetaan
f : Z6 → S3 adalah suatu isomorpisma. Oleh karena itu ada m dan
n di Z6 sehingga f (m) = a, f (n) = b. Didapat
Contoh
Contoh
6. Grup (R, +) adalah isomorpik dengan grup (R+ , .). Sebab ada
pemetaan
f : R → R+ dengan f (x) = e x , ∀x, R.
e x1 = e x2 ⇒ e x1 e −x2 = 1 ⇒ e x1 −x2 = 1 ⇒ x1 − x2 = 0 ⇒ x1 = x2 .
Teorema Korespondensi
Teorema Korespondensi
Misalkan N ⊳ G dan pemetaan natural π : G → G /N. Maka fungsi H 7→ H/N
mendifinisikan suatu korespondensi satu-satu diantara himpunan semua
subgrup H dengan N ⊆ H. Korespondensi ini memenuhi sifat:
1 H1 ⊆ H2 bila dan hanya bila H1 /N ⊆ H2 /N dan dalam hal ini
Bukti
Misalkan
S1 = {H | H < G dan N ⊆ H}
dan
S2 = {X | X < G /N}.
Selanjutnya definisikan α : S1 → S2 oleh α(H) = H/N = Im(π|H ).
Lanjutan Bukti
Bukti
Misalkan H1 /N = H2 /N dengan H1 , H2 ∈ S1 . Akan ditunjukkan H1 = H2 . Misalkan
h1 ∈ H1 , maka h1 N ∈ H2 /N. Jadi h1 N = h2 N dengan h2 ∈ H2 . Jadi H1 ⊆ H2 dengan
cara yang sama dapat ditunjukkan bahwa H2 ⊆ H1 , dengan demikian H1 = H2 . Oleh
karena itu α satu-satu. Bila K ∈ S2 , maka π −1 (K ) ∈ S1 dan α(π −1 (K )) = K , jadi α
surjektif. Jadi α adalah suatu korespondensi satu-satu diantara S1 dan S2 . Selanjutnya
fakta H1 ⊆ H2 bila dan hanya bila H1 /N ⊆ H2 /N adalah jelas. Dengan menggunakan
hasil sebelumnya, himpunan koset aH1 untuk a ∈ H2 dapat ditunjukkan
berkorespondensi satu-satu dengan himpunan koset āH1 /N untuk ā ∈ H2 /N. Dengan
demikian
|[H2 : H1 ]| = |[H2 /N : H1 /N]| .
Sifat
Sifat berikut sederhana tetapi berguna bagi kriteria kenormalan dari
suatu grup.
Sifat
Misalkan H < G dengan |[G : H]| = 2, maka H ⊳ G .
Bukti
Misalkan a ∈ G . Bila a ∈ H, maka aHa−1 = H. Bila a ∈
/ H, maka
G = H ∪ aH sebab |[G : H]| = 2. Tetapi juga G = H ∪ Ha sebab
|[G : H]| = 2. Jadi aH = Ha akibatnya aHa−1 = H untuk semua a ∈ G
dengan demikian H ⊳ G .
Contoh
Contoh
1 Aut(Z) ∼= Z2 . Sebab, misalkan φ ∈ Aut(Z). Maka bila φ(1) = r
didapat φ(m) = mr . Jadi Z = Im(φ) = hr i. Maka dari itu r = ±1.
Dengan demikian
untuk semua m ∈ Z.
2 Misalkan G = {(a, b) | a, b ∈ Z}. Maka Aut(G ) tidak abelian, sebab
a b
Aut(G ) ∼= GL(2, Z) = ab, c, d ∈ Z, ad − bc = ±1
c d
Sifat
Ker(Φ) = Z (G ),
Z (G ) = {a ∈ G | ab = ba untuk semua b ∈ G }.
Bukti
Contoh
1 Grup S3 mempunyai Z (S3 ) = {e}. Jadi Inn(S3 ) ∼ = S3 /{e} = S3 .
Ingat bahwa S3 = {e, a, a2, b, ab, a2b} dengan a, b memenuhi
a3 = e = b 2 dan ba = a2 b. Elemen a dan a2 mempunyai order 3
dan b, ab, a2 b mempunyai order 2. Jadi bila φ ∈ Aut(S3 ), maka
φ(a) ∈ {a, a2 } dan φ(b) ∈ {b, ab, a2b}. Karena S3 dibangun oleh
{a, b}, maka automorpisma φ secara lengkap ditentukan oleh φ(a)
dan φ(b). Jadi |Aut(S3 )| ≤ 6 dan dapat disimpulkan
Aut(S3 ) = Inn(S3 ) ∼
= S3 .
Sifat
Sifat
Aut(Zn ) ∼
= U(n), dengan U(n) = {m | 1 ≤ m < n, (m, n) = 1}
Bukti
Perhatikan bahwa U(n) dengan operasi perkalian modulo n adalah grup dan grup
Zn = h1i dengan operasi tambah modulo n. Misalkan φ ∈ Aut(Zn ). Karena 1 adalah
generator dari Zn , maka secara lengkap φ ditentukan oleh φ(1) = m. Karena φ suatu
isomorpisma dan |1| = n, maka |m| = n. Misalkan d = Kpk(m, n). maka n| dn m. Jadi
n
d
m = nmd
= 0 di Zn . Karena n adalah kelipatan terkecil dari m yang memberikan
nm d
= 0 di Zn , maka haruslah d = 1. Jadi m ∈ U(n). Juga setiap m ∈ U(n)
menentukan suatu pemetaan φm : Zn → Zn dengan φm (r ) = rm. Dapat ditunjukkan
bahwa φm ∈ Aut(Zn ). Dengan demikian didapat korespondensi satu-satu dari
himpunan Aut(Zn ) ↔ U(n) yang diberikan oleh φm ↔ m. Korespondensi ini adalah
suatu isomorpisma grup, sebab untuk setiap r ∈ Zn didapat
Representasi Permutasi
Bila X sebarang himpunan takkosong, maka SX = {f : X → X | f bijektif} adalah
suatu grup dengan operasi biner komposisi fungsi. Grup SX dinamakan grup simetri
pada X atau grup dari permutasi dari X . Suatu grup permutasi adalah subgrup dari
SX untuk beberapa X . Theorema berikut menunjukkan bahwa semua grup dapat
disajikan sebagai grup permutasi untuk suatu pilihan yang tepat dari X .
Teorema Cayley
Setiap grup G isomorpik dengan subgrup simetri dari SG .
Bukti
Difinisikan Φ : G → SG oleh Φ(a) = fa dengan fa (g ) = ag untuk setiap g ∈ G . Dapat
ditunjukkan bahwa masing-masing fa adalah bijektif pada G , jadi fa ∈ SG . Φ adalah
homorpisma grup, sebab untuk setiap g ∈ G
Catatan
Homomorpisma Φ dinamakan representasi regular kiri dari G . Bila |G | < ∞, maka Φ
suatu isomorpisma hanya bila |G | ≤ 2. Sebab bila |G | > 2, maka |SG | = |G |! > |G |.
Suatu representasi dari G adalah sebarang homomorpisma φ : G → SX untuk
beberapa himpunan X . Representasi regular kiri adalah contoh untuk X = G Contoh
penting lain, yang mana |X | secara substansi lebih kecil dari |G |. Hal ini diperoleh bila
X = G /H yang mana H adalah suatu subgrup dari G dan tidak harus H subgrup
normal dari G . Jadi ruang koset G /H hanya suatu himpunan, tidaklah perlu G /H
suatu grup. Difisikan ΦH : G → SG /H oleh ΦH (a)(bH) = abH.
Sifat
Bila H suatu subgrup dari G , maka ΦH : G → SG /H adalah suatu homomorpisma
grup dan Ker(ΦH ) adalah subgrup normal terbesar yang termuat dalam H.
Bukti
Bila abH = acH, maka bH = cH, jadi ΦH (a) adalah fungsi satu-satu di G /H dan
surjektif. Sebab, ΦH (a)(a−1 bH) = bH. Jadi ΦH (a) ∈ SG /H . Sebagaimana telah
ditunjukkan dalam Teorema Cayley, ΦH adalah homomorpisma grup.
Lanjutan Bukti
Lanjutan Bukti
Jadi Ker(ΦH ) ⊳ G dan bila a ∈ Ker(ΦH ), maka aH = ΦH (a)(H) = H. Jadi a ∈ H.
Dengan demikian Ker(ΦH ) adalah suatu subgrup normal dan Ker(ΦH ) ⊆ H.
Selanjutnya bila N ⊳ G dan N ⊆ H, misalkan a ∈ N. Maka
ΦH (a)(bH) = abH = bāH = bH sebab b−1 ab = ā ∈ N ⊆ H. Jadi a ∈ Ker(ΦH )
dengan demikian N ⊳ Ker(ΦH ) dan Ker(ΦH ) adalah subgrup normal terbesar yang
termuat dalam H.
Kesimpulan
Misalkan H < G dengan |G | < ∞ dan |G | tidak membagi |[G : H]|!. Maka ada suatu
subgrup N ⊆ H dengan N 6= {e} dan N ⊳ G .
Bukti
Misalkan N adalah representasi permutasi ΦH . Dari sifat sebelumnya N adalah
subgrup normal terbesar dan N ⊆ H. Telah diketahui bahwa G /N ∼ = Im(ΦH ) < SG /H .
Jadi |G |/|N| = |Im(ΦH )| | |SG /H | = |[G : H]|!. Karena |G | tidak membagi |[G : H]|!,
maka haruslah |N| > 1. Jadi N 6= {e}.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Teorema Isomorpisma
Kesimpulan
Kesimpulan
Misalkan H < G dengan |G | < ∞ sedemikian hingga
maka H ⊳ G .
Bukti
Misalkan N = Ker(ΦH ). Maka N ⊆ H dan G /N ∼
= Im(ΦH ). Jadi
tidak mempunyai faktor persekutuan, maka dari itu haruslah |H|/|N| = 1. Jadi H = N.
Teorema Cauchy
Kesimpulan
Misalkan p adalah bilangan prima terkecil yang membagi |G |. Maka setiap subgrup dari G dengan indeks p adalah
subgrup normal.
Bukti
Misalkan H < G dengan |[G : H]| = p dan r = |H| = |G |/p. Maka setiap pembagi prima dari r lebih besar atau
sama dengan p, jadi dari kesimpulan sebelumnya (|H|, (|[G : H]| − 1)!) = (r, (p − 1)!) = 1. Maka dari itu H ⊳ G .
Teorema Cauchy
Misalkan G grup dengan |G | < ∞ dan p suatu bilangan prima yang membagi |G |. Maka G mempunyai subgrup
dengan order p.
Bukti
Misalkan
X = {ā = (a0 , a1 , · · · , ap−1 | ai ∈ G , a0 a1 · · · ap−1 = e}.
Lanjutan Bukti
Lanjutan Bukti
Catatan bahwa (ai · · · ap−1 ) = (a0 · · · ai −1 )−1 , jadi φ(i )(ā) ∈ X . Selanjutnya dapat
didefinisikan suatu relasi ekivalen pada X oleh ā ∼ b̄ bila φ(i )ā = b̄ untuk beberapa i .
Maka X dipartisi kedalam klas ekivalen. Dalam hal ini masing-masing klas ekivalen
berisi tepat satu elemen atau p elemen dari X . Bila n1 banyaknya klas ekivalen dengan
satu elemen dan np menyatakan banyaknya klas ekivalen dengan p elemen, maka
|X | = n.1 + np .p
Misalkan G suatu grup dan himpunan takkosong X . Suatu tindakan dari G pada X adalah suatu representasi
permutasi Φ : G → Sx . Umumnya ditulis gx untuk Φ(g)(x). Fakta bahwa Φ adalah suatu homomorpisma berarti
bahwa g(hx) = (gh)x untuk semua g, h ∈ G dan x ∈ X sedangkan ex = x dengan e ∈ G adalah elemen
identitas. Berkenaan dengan sebarang x ∈ X ada Gx ⊆ X dan suatu subgrup G (x) dari G yang didifinisikan
sebagai berikut:
1 Gx = {gx | g ∈ G } dinamakan orbit dari ari x.
2 G (x) = {g ∈ G | gx = x} dinamakan stabiliser dari x.
Sifat
Bukti
Karena
−1
gx = hx ⇔ g h ∈ G (x) ⇔ gG (x) = hG (x),
ada suatu fungsi bijektif φ : Gx → G /G (x) yang didefinisikan oleh φ(gx) = gG (x). Jadi |Gx| = |[G : G (x)]|.
Sifat
Misalkan x1 , x2 ∈ X dikatakan bahwa x1 berelasi dengan x2 yaitu
x1 ∼ x2 bila ada g ∈ G yang memenuhi gx1 = x2 . Relasi ini adalah
relasi ekivelen. Kelas ekivelen dari x1 adalah Gx1 .
Bukti
Untuk setiap x ∈ X , maka ex = x, jadi x ∼ x. Selanjutnya bila
x1 ∼ x2 , maka untuk g ∈ G yang sesuai didapat gx1 = x2 .
Sehingga, g −1 (gx1 ) = g −1 x2 atau x1 = g −1 x2 . Jadi x2 ∼ x1 .
Berikutnya misalkan x1 ∼ x2 dan x2 ∼ x3 , maka untuk g1 , g2 ∈ G
yang sesuai didapat g1 x1 = x2 dan g2 x2 = x3 . Sehingga diperoleh
(g2 g1 )x1 = g2 (g1 x1 ) = g2 x2 = x3 . Jadi x1 ∼ x3 . Selanjutnya kelas
dari x1 adalah {gx1 | g ∈ G } = Gx1 .
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Tindakan Suatu grup G pada X 6= ∅
Sifat
Sifat
Misalkam grup G bertindak pada suatu himpunan berhingga X . Maka
N
X
|X | = |[G : G (xi )]| ,
i =1
Bukti
Dari hasil sebelumnya diketahui bahwa orbit dari G pada X membentuk
suatu partisi pada X . Bila banyaknya orbit dari G pada X adalah N dan
xi ∈ Gxi adalah satu representasi dari orbit Gxi , maka
N
X N
X
|X | = |Gxi | = |[G : G (xi )]| .
i =1 i =1
Sifat
Sifat
Misalkan G bertindak pada himpunan berhingga X dan N
menyatakan banyaknya orbit dari G pada X . Untuk sebarang g
tetap di G didifinisikan
def
I (g ) = |{x ∈ X | gx = x}|,
maka
1 X
N= I (g ).
|G |
g ∈G
Bukti
Bukti
Difinisikan suatu fungsi
def 1, gx = x
T : G × X → {0, 1} oleh T (g , x) = .
0, gx 6= x
Lanjutan Bukti
Bukti
Didapat
X X X X X
I (g ) = T (g , x) = T (g , x)
g∈G g∈G x∈X x∈X g∈G
X X |G |
= |G (x)| =
x∈X x∈X
|Gx|
N X N X
X |G | X |G |
= =
i =1 x∈Gx
|Gx| i =1 x∈Gx
|Gx i|
i i
N N
X |G | X
= |Gxi | = |G |
i =1
|Gxi | i =1
= N.|G |.
1 P
Terlihat bahwa N = I (g ).
|G | g∈G
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Tindakan Suatu grup G pada X 6= ∅
Contoh
1 2 1 2
1 2 1 2
1 2 1 1
Suatu tongkat terdiri dari dua bagian, yaitu bagian 1 dan bagian 2. Bila pada
masing-masing bagian akan diwarnai dengan 3 warna yang berbeda, yaitu merah,
hitam, biru. Maka berapa banyak cara yang berbeda dari hasil pewarnaan togkat
tersebut bila aturan pewarnaan adalah satu bagian dari tongkat hanya boleh diwarnai
oleh satu warna saja.
Lanjutan Jawaban
Jawaban yang diberikan sebelumnya kita cek dengan teori yang telah dibahas
berkaitan dengan tindakan suatu grup terhadap suatu himpunan takkosong. Dalam
hal ini himpunan X 6= ∅ adalah X = {x1 , x2 , . . . , x9 } dan grup G adalah grup
permutasi dari dua elemen yaitu G = {(), (1, 2)}. Grup G bertindak pada X sebagai
berikut: ()xi = xi , i = 1, . . . , 9, (1, 2)x1 = x1 , (1, 2)x2 = x2 , (1, 2)x3 = x3 , (1, 2)x4 =
x5 , (1, 2)x5 = x4 , (1, 2)x6 = x7 , (1, 2)x7 = x6 , (1, 2)x8 = x9 , (1, 2)x9 = x8 . Selanjutnya
tentukan orbit dari masing-masing xi ; yaitu Gxi = G ⇒ |Gxi | = 2, i = 1, 2, 3 dan
Gxi = {()} ⇒ |Gxi | = 1, 3 < i ≤ 9. Banyaknya orbit yang berbeda menyatakan
bayaknya cara pewarnaan yang berbeda, misalkan N. Sehingga didapat:
1 P 9 1
N= Gx = (2 + 2 + 2 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1) = 6. Terlihat, hasilnya sama
|G | i =1 i 2
dengan hasil yang diperoleh sebelumnya. Bisa juga dihitung sbg:
I () = X ⇒ |I ()| = 9, I (1, 2) = {x1 , x2 , x3 } ⇒ |I (1, 2)| = 3. Jadi
1 P 1
N= = (9 + 3) = 6.
|G | g∈G 2
Contoh
Contoh
Berapa banyaknya cara perwanaan yang berbeda pada sisi-sisi segitiga sama sisi
dengan empat warna yang berbeda merah, hitam, biru dan hijau. Cara pewarnaan
pada satu sisi hanya boleh diwarnai oleh satu warna saja.
Jawab
Banyaknya cara yang terjadi adalah 43 = 64 cara. Misalkan X adalah himpunan dari
cara pewarnaan sisi-sisi segitiga, jelas bahwa |X | = 64 dan grup yang berindak pada X
adalah G = S3 . Grup G sama dengan grup < {a, b} > dimana a3 = (), b2 = () dan
ba = a2 b. Jadi G = {(), a, a2 , b, ab, a2 b} dan |I ()| = 64, |I (a)| = 4 (semua sisi harus
sama dan ada 4 warna yg berbeda), |I (a2 )| = 4 (alasan sama seperti a), |I (b)| = 16
(dua sisi yg dicerminkan harus berwarna sama ada 4 pilihan dan sisi yg lain bisa
sebarang warna (kali 4 pilihan)), |I (ab)| = 16 dan |I (a2 b)| = 16 (alasan seperti b).
Sehingga didapat orbit yang berbeda
1
N = (64 + 4 + 4 + 16 + 16 + 16) = 20. Jadi banyaknya pewarnaan yang berbeda
6
adalah 20.
Grup Permutasi
Grup Permutasi
Misalkan S = {1, 2, . . . n} dan Sn adalah himpunan dari semua fungsi satu-satu pada
f : S → S. Maka Sn dengan operasi komposisi fungsi merupakan suatu grup, grup ini
dinamakan suatu grup permutasi Selanjutnya misalkan
f (1) = a1 , f (2) = a2 , . . . , f (n) = an , dimana aj ∈ S dengan j = 1, 2, . . . , n. Keadaan
yang demikian ini dinotasikan oleh:
1 2 ... n
f = .
a1 a2 . . . an
Bila f , g , h ∈ Sn , maka komposisi dari f dan g ditulis fg juga di Sn , f (gh) = (fg )h,
elemen netral di Sn fungsi identitas:
1 2 ... n
e=
1 2 ... n
dan bila f ∈ Sn, maka invers fungsi ini adalah f −1 diberikan oleh
a1 a2 . . . an
.
1 2 ... n
Contoh
Contoh
Misalkan S = {1, 2, 3} maka |S3 | = 3! = 6. Elemen-elemen dari S3 adalah:
1 2 3 1 2 3 1 2 3
e= ,a = ,b = ,
1 2 3 1 3 2 2 1 3
1 2 3 1 2 3 1 2 3
c= ,d = ,f = .
2 3 1 3 1 2 3 2 1
Sedangkan
1 2 3 1 2 3 1 2 3
ab = = = d,
1 3 2 2 1 3 3 1 2
1 2 3 1 2 3 1 2 3
ba = = =c
2 1 3 1 3 2 2 3 1
1 2 3 1 2 3
a−1 = = a, d −1 = = c.
1 3 2 2 3 1
Grup S3 tidak komutatif sebab ab 6= ba.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Grup Permutasi
Lanjutan Contoh
Lanjutan Contoh..
Permutasi
1 2 3 4 5 6 7
σ= = (1, 6, 2, 3, 5, 4, )
6 3 5 1 4 2 7
dan
1 2 3 4 5 6
τ = = (2, 4, 3)
1 4 2 3 5 6
σ adalah sikel dengan panjang 6 sedangkan τ adalah sikel dengan panjang 3.
Tidak semua permutasi merupakan sikel, misalnya
1 2 3 4 5 6
= (1, 2, 4, 3)(5, 6).
2 4 1 3 6 5
Lanjutan Contoh
Lanjutan Contoh..
Notasi sikel memudahkan memperoleh komposisi dari sikel-sikel. Diberikan dua sikel
σ = (1, 3, 5, 2) dan τ = (2, 5, 6), maka στ = (1, 3, 5, 6). Bila µ = (1, 6, 3, 4), maka
σµ = (1, 6, 5, 2)(3, 4). Untuk sikel-sikel yang saling asing, maka komposisinya sangat
mudah, misalnya dua sikel a = (1, 3, 5) dan b = (2, 7), maka komposisi
ab = (1, 3, 5)(2, 7). Masing-masing sikel σ, τ dan µ dapat diungkapkan sebagai
σ τ µ
1 7→ 3 2 7→ 5 1 7→ 6
3 7→ 5 5 7→ 6 6 7→ 3
5 7→ 2 , 6 7→ 2 dan 3 7→ 4
2 7→ 1 1 7→ 1 4 7→ 1
4 7→ 4 3 7→ 3 2 7→ 2
6 7→ 6 4 7→ 4 5 7→ 5
Teorema
Toerema
Misalkan σ dan τ adalah dua sikel yang saling asing di SX . Maka στ = τ σ.
Bukti
Misalkan σ = (a1 , a2 , . . . , am ) dan τ = (b1 , b2 , . . . , bn ). Harus ditunjukkan
bahwa στ (x) = τ σ(x), ∀x ∈ X . Bila x tidak di {a1 , a2 , . . . , am } atau juga tidak
di {b1 , b2 , . . . , bn }, maka σ(x) = x dan τ (x) = x. Oleh karena itu
Teorema
Torema
Setiap permutasi σ ∈ SX merupakan hasil dari komposisi sikel-sikel yang saling asing.
Bukti
Misalkan X = {1, 2, . . . , n} dan sebarang permutasi σ ∈ SX . Difinisikan
X1 = {σ(1), σ2 (1), . . .}. Himpunan X1 berhingga, sebab X berhingga. Selanjutnya
misalkan i adalah bilangan bulat pertama di X dengan i ∈ / X1 dan difinisikan
X2 = {σ(i ), σ2 (i ), . . .}. Lagi, himpunan X2 ini berhingga. Proses ini dilanjutkan
sehinga didapat himpunan yang saling asing X3 , X4 , . . .. Proses ini dijamin akan
berhenti sebab X berhingga, misalkan proses sampai r . Bila σi adalah sikel yang
didefinisikan oleh
σ(x) x ∈ Xi
σi (x) =
x x∈/ Xi ,
Relasi Biner ∼σ
Definisi
Misalkan σ ∈ Sn , n ≥ 1. Pada S = {1, 2, . . . , n} didefinisikan suatu relasi biner
∼σ oleh a ∼σ b, bila b = σ k a untuk beberapa k ∈ Z.
Contoh
Misalkan S = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8} dan
1 2 3 4 5 6 7 8
f = ,
2 4 6 5 1 7 3 8
Sifat
Sifat
Relasi ∼σ sebagaiman yang telah didefinisikan sebelumnya adalah relasi
ekivalen pada himpunan S.
Bukti
Relasi ∼σ adalah refleksif, sebab untuk setiap a ∈ S σ 0 a = a. Relasi ∼σ adalah
simetri, sebab bila a ∼σ b, a, b ∈ S , maka b = σ k a untuk beberapa k ∈ Z.
Sehingga didapat a = σ −k b atau b ∼σ a. Relasi ∼σ adalah transitif, sebab bila
a ∼σ b dan b ∼σ c dengan a, b, c ∈ S, maka b = σ m a dan c = σ n b untuk
beberapa m, n ∈ Z. Sehingga didapat c = σ n σ m a = σ n+m a atau a ∼σ c.
Contoh
Contoh
Sikel (2, 3, 4, 6, 8) dapat ditulis sebagai hasil komposisi transposisi sebagai
berikut (2, 3, 4, 6, 8) = (2, 8)(2, 6)(2, 4)(2, 3). Penulisan komposisi transposisi
ini tidak tunggal. Komposisi yang lain adalah
(2, 3, 4, 6, 8) = (2, 3)(3, 4)(4, 6)(6, 8). Begitu juga permutasi berikut ini
(1, 6)(2, 5, 3) = (1, 6)(2, 3)(2, 5) = (1, 6)(4, 5)(2, 3)(4, 5)(2, 5). Dari beberapa
hasil ini terlihat tidak ada cara merepresentasikan permutasi sebagai hasil
komposisi transposisi secara tunggal. Misalnya, permutasi identitas dapat
dituliskan sebagai (1, 2)(1, 2), (1, 3)(2, 4)(1, 3)(2, 4) dan beberapa cara yang
lainnya. Bagaimanapun hal ini, memberikan suatu hasil bahwa tidak ada
permutasi dapat ditulis sebagai hasil komposisi transposisi yang banyaknya
genap dan sekaligus juga ganjil. Misalnya, berbagai penyajian dari permutasi
(1, 6) adalah (2, 3)(1, 6)(2, 3) atau (3, 5)(1, 6)(1, 3)(1, 6)(1, 3)(3, 5)(5, 6),
tetapi hal ini memperlihatkan bahwa permutasi (1, 6) selalu akan merupakan
hasil komposisi transposisi yang banyaknya ganjil.
Lemma
Lemma
Setiap permutasi merupakan hasil komposisi dari transposisi.
Bukti
Hali, ini cukup dibuktikan sebagai berikut :
Contoh
Q i −j
Permutasi identitas ( ) dari Sn , maka sgn( ) = 1, sebab 1 = i −j
. Sedangkan permutasi σ = (1, 2), maka
i <j
Q i −j σ(1)−σ(2) 2−1
sgn(σ) = −1, sebab 1 = i −j
untuk i , j > 2 dan −1 = 1−2
= 1−2 .
i <j
Teorema
Teorema
Bukti
Y στ (i ) − στ (j)
sgn(στ ) =
i <j
i −j
sgn(στ ) = sgn(σ)sgn(τ ).
Grup Alternating
Bukti
Bukti
Karena hasil kali dari dua permuatasi genap adalah permutasi genap,
maka An tertutup. Identitas adalah permutasi genap jadi berada di An .
Bila σ adalah permutasi genap, maka
σ = σ1 σ2 . . . σr ,
σ −1 = σr σr −1 . . . σ1 .
Jadi σ −1 juga di An .
Proposisi
Proposisi
Banyaknya permuatasi genap di Sn untuk n ≥ 2 sama dengan banyaknya
permutasi ganjil, jadi |An | = n!2
Bukti
Misalkan Bn adalah himpunan semua permutasi ganjil. Akan ditunjukkan ada
pemetaan bijektif dari Bn ke An . Pilih sebarang tetap σ ∈ Bn , definisikan
pemetaan
λσ : Bn → An
dengan λσ (τ ) = στ, ∀τ ∈ Bn . Misalkan bahwa λσ (τ ) = λσ (µ), maka στ = σµ
atau τ = µ. Jadi λσ adalah satu satu. Selanjutnya ambil sebarang α ∈ An , pilih
permutasi β = σ −1 α. Jelas bahwa β ∈ Bn (sebab σ −1 permutasi ganjil dan α
permutasi genap). Sehingga didapat λσ (β) = σβ = σσ −1 α = α. Jadi λσ
adalah pada. Karena λσ adalah satu-satu dan pada, maka λσ adalah bijektif.
Contoh
Contoh
Grup alternating A4 adalah subgrup dari grup permutasi S4 . Ada dua
belas elemen di A4 yaitu:
Grup Dihedral
Sifat
Sifat
Grup dihedral Dn untuk n ≥ 3 terdiri dari semua hasil kali dua elemen rotasi r dan
pencerminan s yang memenuhi : r n = e, s 2 = e dan srs = r −1 dimana e adalah
elemen netral.
Bukti
360◦ ◦ ◦
Ada n kemungkinan rotasi: e, n
, 2. 360
n
, . . . , (n − 1). 360
n
. Dalam hal ini rotasi
◦
360
r = n
. Rotasi r ini membangun semua rotasi yaitu
◦
rk = k. 360 n
, k = 0, 1, 2 . . . , (n − 1). Selanjutnya n pencerminan dinotasikan oleh
s1 , s2 , . . . , sn , dimana sk menyatakan pencerminan yang menyebabkan titik sudut ke-k
tetap. Ada dua kasus pencerminan bergantung pada n genap atau ganjil. Bila genap,
maka ada dua titik tetap terhadap pencerminan. Bila ganjil, maka hanya ada satu
titik tetap terhadap pencerminan. Jadi bila n = 2m, maka si = si +m untuk 1 ≤ i ≤ m.
Order sk adalah dua. Misakan s = s1 , maka s 2 = e dan r n = e. Bila tiktik sudut
pertama diganti oleh k dan sudut titik kedua oleh k + 1, maka hal ini dilakukan oleh
rotasi r k , tetapi bila sudut pertama diganti oleh k dan sudut titik kedua oleh k − 1
maka hal ini dilakukan oleh perkalian r k s. Hal ini menunjukkan bahwa Dn dibangun
oleh {r , s}. Penjelasan serupa didapat bahwa (srs = r −1 ?).
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Grup Permutasi
Contoh
Contoh
Grup dihedral segi empat beraturan D4 dengan rotasi diberikan oleh
r = (1, 2, 3, 4)
r 2 = (1, 3)(2, 4)
r 3 = (1, 4, 3, 2)
h
r
1 2
v r = rotasi 180◦
G () = {e, r , h, v = rh}. Tabel dari grup G :
* e r h v
e e r h v
r r e v h
h h v e r
v v h r e
Lanjutan Motifasi
Dengan menggunakan Teorema Lagrange, kemungkinan subgrup dari G berorder
1, 2, 4. Misalkan
H1 = {e, r } dan H2 = {e, h}
didapat
H1 × H2 = {(e, e), (r , e), (e, h), (r , h)}
Tabel dari grup H1 × H2 :
* (e, e) (r, e) (e, h) (r, h)
(e, e) (e, e) (r, e) (e, h) (r, h)
(r, e) (r, e) (e, e) (r, h) (e, h)
(e, h) (e, h) (r, h) (e, e) (r, e)
(r, h) (r, h) (e, h) (r, e) (e, e)
Didapat tabel
* e r h rh
e e r h rh
r r e v h
h h v e r
rh rh h r e
G∼
= Z2 × Z2 ∼
= C2 × C2 ,
S3 = {e, (1, 2), (1, 3), (2, 3), (1, 2, 3), (1, 3, 2)}
Didapat
= Z2 × Z3 ∼
H1 × H2 ∼ = C2 × C3 ≇ S3 .
φ(h1 , h2 ) = φ(k1 , k2 )
Hal ini berakibat bahwa aH1 a−1 ⊆ H1 dan jelas bahwa H1 ⊆ aH1 a−1 ⊆ H1 .
Jadi aH1 a−1 = H1 , dengan demikian aH1 = H1 a. Hal ini menunjukkan bahwa
H1 ⊳ G . Dengan cara serupa dapat ditunjukkan bahwa H2 ⊳ G . Sehingga
didapat: bila φ suatu isomorpisma, maka H1 ⊲ G dan H2 ⊲ G .
Secara keseluruhan didapat:
Bila φ didefinisikan sebagai φ : H1 × H2 → G dengan
φ(h1 , h2 ) = h1 h2 , ∀(h1 , h2 ) ∈ H1 × H2 adalah suatu isomorpisma grup, maka
1 G = H1 H2
2 H1 ∩ H2 = {e}
3 H1 ⊳ G dan H2 ⊳ G .
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Internal Direct Product dan Struktur Grup
G = G1 × G2 × . . . × Gk = {(g1 , g2 , . . . , gk ) | gi ∈ Gi }
dinamakan hasil kali langsung luar (external direct product). Sedangkan hasil
kali
G = G1 × G2 × . . . × Gk = {(g1 , g2 , . . . , gk ) | gi ∈ Gi }
dinamakan hasil kali langsung dalam (internal direct product), bila memenuhi
1 G = G1 G2 · · · Gk
2 (G1 G2 · · · Gi ) ∩ Gi +1 = {e}, i = 1, 2, 3, . . . , (k − 1)
3 gi gj = gj gi untuk semua gi ∈ Gi dan gj ∈ Gj dengan i 6= j.
Sifat
Sifat
Misalkan G1 , G2 adalah grup, dan
G = G1 × G2 = {(g1 , g2 ) | g1 ∈ G1 , g2 ∈ G2 }
maka
|(g1 , g2 )| = kpk {|g1 |, |g2 |} .
Bukti
Misalkan (g1 , g2 ) ∈ G1 × G2 dan r = kpk {|g1 |, |g2 |}, s = |(g1 , g2 )|. Didapat
Contoh
Pengkajian Grup dengan order berhingga erat kaitannya dengan grup bilangan bulat
modulo n. Selain grup Zn terhadap operasi +, grup U(n) = {q ∈ Zn | (q, n) = 1}
dengan operasi × juga penting dalam kajian struktur dari pada grup berhingga.
Contoh
Dalam bilangan bulat modulo 24, diberikan grup U(24)
Semua elemen dari U(24) selain 1 mempunyai order sama dengan 2. Dengan demikian
walaupun U(24) merupakan grup komutatif, tetapi bukan grup siklik. Selanjutnya
diberikan subgrup siklik dari grup U(24)
Contoh
Contoh
Tentukan banyaknya elemen-elemen yang berorder 5 dalam Z25 × Z5 .
Jawab
Dari pembahasan sifat sebelumnya didapat Bila (a, b) ∈ Z25 × Z5 , maka
Didapat |a| = 5 dan |b| = 1 atau |b| = 5 dan |a| = 1. Ada tiga kasus
1 |a| = 5 dan |b| = 5. Ada 4 pilihan dari a dan 4 pilihan dari b. Hal ini
memberikan ada 16 elemen berorder 5
2 |a| = 5 dan |b| = 1. Ada 4 pilihan dari a dan hanya 1 pilihan dari b. Jadi ada 4
elemen berorder 5.
3 |a| = 1 dan |b| = 5. Ada hanya satu pilihan dari a dan 4 pilihan dari b. Jadi ada
4 elemen beroder 5.
Dengan demikian dari tiga kasus didapat ada sebanyak 24 elemen yang berorder 5.
Contoh
Contoh
Tentukan banyaknya subgrup siklik yang berorder 10 dalam Z100 × Z25 .
Jawab
Dihitung dulu banyaknya elemen (a, b) ∈ Z100 × Z25 yang berorder 10. Ada dua kasus
1 |a| = 10, |b| = 1 atau |b| = 5. Karena Z100 harus mempunyai subgrup yang
berorder 10 dan sebarang grup siklik beroder 10 ada 4 generator. Maka ada 4
pilihan dari a. Dengan cara serupa, ada 5 pilihan dari b. Hal ini memberikan
sebanyak 20 kemungkinan dari (a, b).
2 |a| = 2, |b| = 5. Setiap grup siklik dengan order 2 hanya ada satu, jadi hanya
ada 1 pilihan dari a. Sedangkan dari b ada 4 pilihan. Jadi ada 4 kemungkinan
dari (a, b).
Jadi, Z100 × Z25 mempunyai sebanyak 24 elemen yang beroder 10. Karena
masing-masing subgrup siklik dengan order 10 mempunya 4 elemen yang beroder 10
dan tidak ada diantarnya dua dari subgrup ini mempunyai elemen berorder 10 secara
24
bersama, maka hanya ada = 6 subgrup siklik yang berorder 10.
4
Contoh
Contoh berikut akan menguraikan sifat penting kesiklikan dari external direct product.
Contoh
Diberikan grup
Z2 × Z2 = {(0, 0), (0, 1), (1, 0), (1, 1)} .
Order elemen dari Z2 × Z2 selain elemen (0, 0) adalah dua. Jadi Z2 × Z2 bukan grup
siklik (sebab tidak ada elemen yang berorder 4). Jadi Z2 × Z2 ≇ Z4 . Sedangkan grup
Z2 × Z3 = {(0, 0), (0, 1), (0, 2), (1, 0), (1, 1), (1, 2)} .
h(1, 1)i = {(1, 1), (0, 2), (1, 0), (0, 1), (1, 2), (0, 0)} = Z2 × Z3 .
Sifat
Sifat
Diberikan dua grup siklik G dan H dengan masing order berhingga. Grup G × H
adalah siklik bila dan hanya bila |G | dan |H| relatif prima.
Bukti
Misalkan |G | = m dan |H| = n, jadi |G × H| = mn. Misalkan bahwa G × H adalah
siklik, akan ditunjukkan bahwa m dan n relatif prima. Karena G × H siklik, maka ada
suatu elemen (g , h) ∈ G × H berorder mn. Didapat mn = |(g , h)| = kpk{|g |, |h|}.
Selain itu |g | membagi m dan |h| membagi n, juga kpk{|g |, |h|} membagi kpk{m, n}.
Karena selalu benar bahwa kpk{m, n} ≤ mn, didapat kpk{m, n} = mn. Jadi,
fpb{m, n} = 1. Hal ini menunjukkan bahwa m dan n adalah relatif prima. Selanjutnya
misalkan G = hg i dan H = hhi. Bila fpb{m, n} = 1, maka
|(g , h)| = kpk{m, n} = mn = |G × H|. Jadi (g , h) adalah suatu generator dari G × H.
Jadi h(g , h)i = G × H. Maka dari itu G × H adalah grup siklik.
Kesimpulan
Kesimpulan
1 Grup G1 × G2 × · · · × Gn adalah siklik dengan Gi adalah siklik dan |Gi |
berhingga untuk semua i = 1, 2, . . . , n bila dan hanya bila |Gj | dan |Gk |
relatif prima untuk j 6= k .
2 Misalkan m = n1 n2 · · · nk , Zm ∼
= Zn1 × Zn2 × · · · × Znk bila dan hanya bila
nj dan nk relatif prima untuk j 6= k .
Z2 × Z2 × Z3 × Z5 ∼
= Z2 × Z6 × Z5 ∼
= Z2 × Z30 .
Z2 × Z2 × Z3 × Z5 ∼
= Z2 × Z6 × Z5 ∼
= Z2 × Z3 × Z2 × Z5 ∼
= Z6 × Z10 .
Jadi Z2 × Z30 ∼
= Z6 × Z10 . Tetapi Z2 × Z30 ≇ Z60 .
Contoh
Misalnya
U(105) = {1, 2, 4, 8, 11, 13, 16, 17, 19, 22, 23, 26, 29, 31, 32, 34, 37,
38, 41, 43, 44, 46, 47, 52, 53, 58, 59, 61, 62, 64, 67, 68, 71,
73, 74, 76, 79, 82, 83, 86, 88, 89, 92, 94, 97, 101, 103, 104}
U7 (105) = {1, 8, 22, 29, 43, 64, 71, 92} dan |U7 (105)| = 8.
Berikut diberikan suatu sifat penting dan suatu kesimpulan dari grup U(n).
Kesimpulan
∼
= U(n1 ) × U(n2 ) × . . . × U(nk ).
Contoh
Contoh
Contoh
U(105) = U(5 · 21) = U5 (105) U21 (105)
= {1, 11, 16, 26, 31, 41, 46, 61, 71, 76, 86, 101} {1, 22, 43, 64}
∼
= U(21) × U(5).
Ring
Suatu ring (R, +, .) adalah suatu himpunan R bersama dengan dua operasi
biner + dan · pada R yang memenuhi sifat-sifat berikut. Untuk setiap
a, b, c ∈ R:
(i) (a + b) + c = a + (b + c), assosiatif terhadap penjumlahan
(ii) a + b = b + a, komutatif terhadap penjumlahan
(iii) ada 0 ∈ R sedemikian hingga 0 + a = a + 0 = a, keberadaan elemen
netral terhadap penjumlahan.
(iv) ada −a ∈ R sedemikian hingga a + (−a) = −a + a = 0, keberadaan
elemen invers terhadap penjumlahan.
(v) (a.b).c = a.(b.c), assosiatif terhadap perkalian
(vi) ada 1 ∈ R sedemikian hingga 1.a = a.1 = a, keberadaan elemen identitas
terhadap perkalian
(vii) a.(b + c) = a.b + a.c dan (b + c).a = b.a + c.a, distributif. Selanjutnya
ring (R, +, .) cukup ditulis ring R. Bila ring R mempunyai lagi sifat
(viii) a.b = b.a untuk semua a, b ∈ R, komutatif terhadap perkalian, maka ring
R dikatakan ring yang komutatif.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Ring, Daerah Integral dan Lapangan
Contoh
Contoh
Himpunan Z, Q, R dan C terhadap operasi penjumlahan dan perkalian
masing-masing adalah merupakan ring yang komutatif.
1. Himpunan bilangan bulat modulo n, Zn dengan dua operasi biner
def
[a] + [b] = [a + b]
dan
def
[a].[b] = [a.b]
untuk setiap a, b ∈ Zn adalah suatu ring komutatif
2. Himpunan √ √
Q( 2) = {a + b 2 | a, b ∈ Q}
terhadap operasi biner penjumlahan dan perkalian adalah suatu ring
komutatif.
Sifat
Sifat
Bila R suatu ring, maka untuk semua a, b ∈ R:
(i) a.0 = 0.a = 0
(ii) a.(−b) = (−a).b = −(a.b)
(iii) (−a).(−b) = a.b
(iv) (−1).a = −a
(v) (−1).(−1) = 1.
Bukti
(i) Gunakan distributif, a.0 = a.(0 + 0) = a.0 + a.0. Tambahkan dengan −(a.0)
kedua ruas, didapat a.0 = 0. Dengan cara serupa didapat 0.a = 0.
(ii) Hitung a.(−b) + a.b = a.(−b + b) = a.0 = 0. Sehingga didapat
a.(−b) = −(a.b).
(iii) Dipunyai bahwa (−a).(−b) = −(a.(−b)) = −(−(a.b)) = a.b.
(iv) Dari (ii), (−1).a = −(1.a) = −a.
(v) Gunakan (iii), (−1).(−1) = 1.1 = 1.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Ring, Daerah Integral dan Lapangan
Suatu sifat berguna dari sistem bilangan adalah bila ab = 0, maka a = 0 atau
b = 0. Sifat ini mengijinkan bahwa penghapusan elemen taknol, sebab bila
ab = ac dan a 6= 0, maka a(b − c) = 0, jadi b = c. Bagaimanapun sifat ini
tidak berlaku untuk semua ring. Suatu contoh dalam Z4 , didapat [2].[0] = [0]
dan tidak selalu bisa dilakukan penghapusan [2].[1] = [2].[3], sebab bila
dilakukan diperoleh [1] 6= [3]. Hal ini menjelaskan bahwa pembagian oleh
elemen taknol tidak selalu berlaku pada semua ring.
Contoh
Contoh
Himpunan Q, R dan C adalah daerah integral, tetapi Z4 bukan sebab [2] ∈ Z4 adalah pembagi nol, begitu juga
Mn (R) bukan daerah integral, sebab
2
0 1 0 0
= .
0 0 0 0
Sifat
Bila a suatu elemen taknol dari suatu daerah integral R dan a.b = a.c, maka b = c.
Bukti
Bila a.b = a.c, maka a.(b − c) = a.b − a.c = 0. Karena R adalah suatu daerah integral, maka R tak memuat
pembagi nol. Dan karena a 6= 0, maka haruslah (b − c) = 0 atau b = c.
Secara umum bisa dikatakan bahwa, dalam suatu ring adalah memungkinkan untuk melakukan penambahan,
pengurangan dan perkalian, tetapi tidak selalu mungkin untuk bisa melakukan pembagian walaupun dengan elemen
taknol.
Lapangan/Field
Sifat
Proposisi
Setiap lapangan adalah suatu daerah integral, yaitu tidak mempunyai elemen pembagi nol.
Bukti
Misalkan dalam suatu lapangan F berlaku a.b = 0. Bila a 6= 0, maka ada suatu invers a−1 ∈ F dan
b = (a−1 .a).b = a−1 .(a.b) = a−1 .0 = 0. Terlihat bahwa bila a 6= 0 dan a.b = 0 berakibat b = 0. Jadi a
bukan elemen pembagi nol. Oleh karena itu F adalah suatu daerah integral.
Teorema
Bukti
Teorema
Teorema
Himpunan Zn adalah lapangan bila dan hanya bila n adalah bilangan prima.
Bukti
Misalkan n prima dan [a].[b] = [0] di Zn . Maka n | ab. Jadi
n | a atau n | b,
yaitu
[a] = [0] atau [b] = [0].
Jadi Zn adalah Daerah Integral dan karena Zn berhingga, maka Zn adalah
lapangan. Misalkan Zn adalah lapangan dan andaikan n bukan prima, maka
n = rs dimana 1 < r , s < n. Didapat [r ] 6= [0] dan [s] 6= [0], tetapi
[r ].[s] = [rs] = [0]. Terlihat bahwa Zn mempunyai pembagi nol, bertentangan
bahwa Zn adalah lapangan. Jadi haruslah n prima.
Proposisi
Bila S adalah subring dari ring R, maka S adalah ring.
Bukti
Kondisi (i) dan (iii) menjamin S tertutup terhadap operasi penjumlahan dan perkalian.
Kondisi (i) dan (ii) menjamin bahwa (S, +) adalah subgrup dari (R, +), jadi (S, +)
adalah suatu grup. Kondisi (iv) menperlihatkan bahwa 1 ∈ S. Sisa kondisi yang
lainnya diwarisi dari kenyataan bahwa R adalah ring.
Contoh
Contoh:
Z, Q dan R adalah subring dari C. Misalkan D adalah himpunan matriks diagonal
berukuran n × n dengan elemen-elemen riil. Maka D adalah subring dari Mn (R)
himpunan semua matriks berukuran n × n dengan elemen-elemen rill. Sebab
penjumlah, pengurangan dan perkalian dari dua matriks diagonal menghasilkan lagi
matriks diagonal. Catatan bahwa D adalah ring komutatif, walaupun Mn (R) bukan
ring komutatif.
Contoh √ √
Tunjukkan bahwa Q( 2) = {a√+ b 2 | √ a, b ∈ Q}
√adalah suatu subring dari R.
Penyelesaian . Misalkan a + b 2, c + d 2 ∈ Q( 2), maka
√ √ √ √
(i) (a + b 2) + (c + d 2) = (a + c) + (b + d) 2 ∈ Q( 2).
√ √ √
(ii) −(a + b 2) = (−a) + (−b) 2 ∈ Q( 2).
√ √ √ √
(iii) (a + b 2)(c + d 2) = (ac + 2bd) + (ad + bc) 2 ∈ Q( 2).
√ √
(iv) 1 = 1 + 0 2 ∈ Q( 2).
√
Terlihat bahwa Q( 2) adalah subring dari R.
Homomorpisma Ring
Contoh
Contoh
Fungsi f : Z → Zn yang didifinisikan oleh f (x) = [x] adalah suatu
homomorpisma ring dari Z ke Zn . Fungsi f : Z24 → Z4 dengan
f ([x]24 ) = [x]4 adalah suatu homomorpisma ring. Pertama bisa
ditunjukkan bahwa f terdifinisi dengan baik. Bila [x]24 = [y ]24 ,
maka x ≡ y mod 24 dan 24 | (x − y ). Jadi 4 | (x − y ) dan
[x]4 = [y ]4 . Selanjutnya dalam f berlaku
(i). f ([x]24 + [y ]24 ) = f ([x + y ]24 ) = [x + y ]4 = [x]4 + [y ]4 =
f ([x]24 ) + f ([y ]24 ).
(ii). f ([x]24 .[y ]24 ) = f ([x.y ]24 ) = [x.y ]4 = [x]4 .[y ]4 =
f ([x]24 ).f ([y ]24 ).
(iii). f ([1]24 ) = [1]4 .
= a(x + x + x + · · · + x ) = a(px)
| {z }
p
Kernel
Misalkan f suatu homomorpisma ring
f : R → R′
Karena di suatu ring, umumnya tidak berlaku hukum kanselasi terhadap perkalian,
maka tidak dapat disimpulkan f (1) = 1′ . Tetapi bila R ′ adalah daerah integral dan
f (x) 6= 0, maka diperoleh
Karena f (x) 6= 0, maka 1′ − f (1) = 0 atau f (1) = 1′ . Selanjutnya kernel dari f adalah
ker(f ) = {x ∈ R | f (x) = 0′ },
Jadi rx ∈ ker(f ), ∀r ∈ R.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Ring, Daerah Integral dan Lapangan
Ideal
Misalkan R adalah suatu ring dan I ⊂ R dengan (I , +) adalah subgrup dari R, maka I
dikatakan ideal dari R bila ar , ra ∈ I untuk setiap a ∈ I dan r ∈ R. Selanjutnya
misalkan (R, +, ×) adalah suatu ring komutatif dan untuk sebarang a ∈ R dengan a
tetap didefinisikan
def
(a) = {ra | r ∈ R}.
Himpunan (a) adalah subgrup dari R sebab: untuk setiap x, y ∈ (a), maka ada
r0 , r1 ∈ R sehingga
terlihat bahwa x − y ∈ (a). Jadi (a) subgrup dari R. Selanjutnya ambil sebarang x di
(a) dan r di R, maka ada r0 yang memenuhi
Terlihat bahwa rx ∈ (a) untuk setiap r ∈ R dan x ∈ (a) dan dari hasil sebelumnya
((a), +) adalah subgrup dari R, dengan demikian (a) adalah ideal dari R.
Ideal Terkecil
Ideal (a) adalah ideal terkecil di R yang memuat a dan a dinamakan generator dari
ideal (a).
Contoh: Bila F adalah suatu lapangan, maka F hanya mempunyai satu ideal yaitu (0),
tidak ada ideal yang lain diantara (0) dan F . Misalkan ideal yang lain dari F adalah I
dengan I 6= (0). Bila a ∈ I dengan a 6= 0, maka a ∈ F dan juga a−1 ∈ F . Jadi
a−1 a = 1 ∈ I . Selanjutnya ambil sebarang r ∈ F , maka r = r .1 ∈ I , dengan demikian
F ⊂ I . Tetapi, juga I ⊂ F . Jadi I = F . Dari contoh ini, secara umum didapat sifat
berikut
Sifat:
Bila R adalah suatu ring komutatif dengan elemen satuan yang hanya mempunyai
ideal (0) dan R sendiri, maka R adalah suatu lapangan.
Bila I adalah suatu ideal dari ring R, maka grup faktor R/I terdifinisi dengan baik
sebab I ⊳ R terhadap operasi biner tambah. Misalkan π : R → R/I adalah pemetaan
proyeksi natural yang didefinisikan oleh π(r ) = r + I . Perlu dingat bahwa operasi
tambah di R/I diberikan oleh (r + I ) + (s + I ) = (r + s) + I . Sedangkan perkalian
dalam R/I didefinisikan oleh (r + I )(s + I ) = rs + I . Perluh dicek bahwa difinisi ini
adalah bebas dari pilihan representasi koset. Sebab bila r + I = r ′ + I dan
s + I = s ′ + I , maka r ′ = r + a dan s ′ = s + b dengan a, b ∈ I . Didapat
r ′s′ = (r + a)(s + b)
= rs + as + rb + ab
= rs + c,
Teorema
Teorema Isomorpisma Pertama. Misalkan f : R → S suatu homomorpisma ring.
Maka R/f ∼= Im(f ).
jadi ¯
f adalah suatu homomorpisma ring dengan demikian suatu isomorpisma.
Teorema isomorpisma kedua. Misalkan R adalah ring , I ⊆ R adalah suatu ideal dan
S ⊆ R subring. Maka S + I adalah suatu subring dari R, I adalah suatu ideal dari
S + i , S ∩ I adalah suatu ideal dari S. Ada suatu isomorpik ring
(S + I )/I ∼
= S/(S ∩ I ).
Bukti
Bukti. Misalkan s, s ′ ∈ S dan a, a′ ∈ I , maka
S/(S ∩ I ) = S/Ker(π0 ) ∼
= Im(π0 ).
Tetapi Im(π0 ) adalah himpunan dari semua koset dari I dengan representasi di S. Jadi
Im(π0 ) = (S + I )/I . Dengan demikian
(S + I )/I ∼
= S/(S ∩ I ).
Teorema
Teorema Isomorpisma Ketiga. Misalkan R adalah suatu ring, I dan J adalah ideal dari
R dengan I ⊆ J. Maka J/I adalah ideal dari R/I
R/J ∼
= (R/I )/(J/I ).
f : R/I → R/J
oleh
f (a + I ) = a + J.
Mudah dicek bahwa f well defining homomorpisma ring. Maka
Ker(f ) = {a + I | a + J = J} = {a + I | a ∈ J} = J/I .
R/J ∼
= (R/I )/(J/I ).
Ring Produk
Bila (R, +, .) dan (S, +, .) dua ring, maka produk dari ring (R × S, +, .),
dimana himpunan R × S = {(r , s) | r ∈ R, s ∈ S} dan operasi biner
didifinisikan oleh (r1 , s1 ) + (r2 , s2 ) = (r1 + r2 , s1 + s2 ) dan
(r1 , s1 ).(r2 , s2 ) = (r1 .r2 , s1 .s2 ). Dapat ditunjukkan bahwa R × S adalah
suatu ring dengan elemen nol (0R , 0S ), dimana masing-masing 0R dan 0S
adalah elemen nol di R dan S dan elemen identitas terhadap perkalian
adalah (1R , 1S ) dengan masing-masing 1R dan 1S adalah elemen
identitas terhadap perkalian di R dan S. Produk dari ring dapat
dilakukan secara iteratif sampai beberapa kali, contoh (Rn , +, .) adalah
ring komutatif yang merupakan produk dari R sendiri.
Contoh
Diberikan
Z2 = {0, 1} dan Z3 = {0, 1, 2},
maka
Z2 × Z3 = {(0, 0), (0, 1), (0, 2), (1, 0), (1, 1), (1, 2)}
Masing-masing Z2 dan Z3 adalah ring dari himpunan bilangan bulat
modulo 2 dan modulo 3. Dapat ditunjukkan bahwa Z2 × Z3 adalah suatu
grup yang isomorpik dengan grup Z6 . Teorema berikut menjelaskan
bahwa Z2 × Z3 adalah suatu ring yang isomorpik dengan ring Z6 .
Teorema
Teorema
Ring Zm × Zn isomorpik dengan ring Zmn bila dan hanya bila gcd(m, n) = 1.
Bukti
Bila gcd(m, n) = 1, maka fungsi f : Zmn → Zm × Zn yang didifinisikan oleh
f ([x]mn ) = ([x]m , [x]n ) adalah suatu isomorpisma grup. Fungsi f juga
mempertahankan perkalian, yaitu
Kesimpulan
Kesimpulan :
Misalkan n = p1n1 p2n2 . . . prnr adalah dekomposisi dari bilangan bulat n kedalam
pangkat prima yang berbeda, maka
Zn ∼
= Zpn1 × Zpn2 × . . . × Zprnr .
1 2
Bila R suatu ring komutatif, maka bisa dibentuk suatu ring dari matriks
berukuran n × n dengan elemen-elemen di R yang dinotasikan oleh
(Mn (R), +, .). Penjumlahan dan perkalian matriks diperlakukan sama seperti
dalam matriks dengan elemen-elemen riil. Suatu contoh, (Mn (Z2 ), +, .) adalah
ring dari matriks berukuran n × n dengan elemen-elemen 0 dan 1. Penjumlahan
dan perkalian matriks diperlakukan dalam modulo 2.
Ring Polinomial
Misalkan R adalah suatu ring komutatif, suatu polinomial p(x) dalam x atas
ring R adalah suatu ekspresi yang diungkapkan oleh bentuk
p(x) = a0 + a1 x + a2 x 2 + . . . + an x n ,
a0 + a1 x + a2 x 2 + . . . + an x n = 0,
Derajad Polinomial
Himpunan R[x] mempunyai struktur ring dan disebut ring polinomial dengan
koefisien di R sedangkan penjumlahan dan perkalian dari p(x), q(x) ∈ R[x]
dengan
Xn Xm
p(x) = ai x i dan q(x) = bi x i
i =0 i =0
diberikan oleh:
max{m,n}
X
p(x) + q(x) = (ai + bi )x i
i =0
dan
m+n
X X
p(x).q(x) = ck x k dimana ck = a i bj .
k=0 i +j=k
Contoh
(2x 3 + 2x 2 + 1) + (3x 2 + 4x + 1) = 2x 3 + 4x + 2
dan
(2x 3 + 2x 2 + 1).(3x 2 + 4x + 1) = x 5 + 4x 4 + 4x + 1.
Proposisi
Proposisi
Bila R adalah suatu daerah integral dan p(x), q(x) ∈ R[x] dengan masing masing p(x)
dan q(x) bukan polinomial nol, maka
Bukti
Misalkan deg(p(x)) = n, deg(q(x)) = m dan p(x) = a0 + . . . + an x n ,
q(x) = b0 + . . . + bm x m , dimana an 6= 0 dan bm 6= 0. Maka koefisien pangkat
tertinggi dalam x dari perkalian p(x).q(x) adalah an .bm . Koefisien an .bm tidak sama
dengan nol sebab R daerah integral (tidak memuat pembagi nol). Jadi
deg(p(x).q(x)) = n + m = deg(p(x)) + deg(q(x)).
Bila koefisien ring bukan suatu daerah integral, derajad dari hasil suatu perkalian
polinomial bisa lebih kecil dari derajad hasil penjumlahan, misalnya
(2x 3 + x).(3x) = 3x 2 dalam Z6 .
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Ring Polinomial
Kesimpulan
Kesimpulan
Bila R suatu daerah integral, maka R[x] juga daerah integral.
Bukti
Bila p(x), q(x) ∈ R[x] bukan polinomial nol, maka dari hasil Proposisi sebelumnya
terlihat bahwa p(x).q(x) juga bukan polinomial nol. Jadi R tidak memuat pembagi
nol.
f = f0 + f1 y + f2 y 2 + . . . + fn y n ,
dimana fi = fi (x) ∈ R[x] dan bila ditulis fi = a0i + a1i x + a2i x 2 + . . . untuk setiap i ,
maka f = f (x, y ) = a00 + a10 x + a01 y + a20 x 2 + a11 xy + a02 y 2 + . . . Jelas bahwa
R[x1 , x2 , . . . , xn ] daerah integral bila R adalah daerah integral.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Ring Polinomial
Lanjutan Bukti
Dengan cara serupa didapat
* +
X
< ai > ∗(< bi > ∗ < ci >) = aj bk cl
j+k+l =i
Terlihat bahwa (< ai > ∗ < bi >)∗ < ci >=< ai > ∗(< bi > ∗ < ci >) dan
* +
X
< ai > ∗(< bi > + < ci >) = aj (bk + ck )
j+k=i
* + * +
X X
= aj bk + aj ck
j+k=i j+k=i
= < ai > ∗ < bi > + < ai > ∗ < ci > .
Konvolusi jelas komutatif sebab R ring komutatif. Identitas adalah < 1, 0, 0, . . . >,
sebab < 1, 0, 0, . . . > ∗ < a0 , a1 , a2 , . . . >=< 1a0 , 1a1 + 0a0 , 1a2 + 0a1 + 0a0 , . . . >=<
a0 , a1 , a2 , . . . > Jadi (R N , +, ∗) adalah ring komutatif.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Ring Polinomial
Lanjutan Bukti
Misalkan masing-masing aq dan br adalah elemen pertama yang tak nol dalam barisan
< ai > dan < bi >, maka posisi elemen ke-q + r dalam barisan konvolusi
<Pai > ∗ < bi > diberikan oleh :
= a0 bq+r a1 bq+r−1 + . . . + aq br + aq+1 br−1 + . . . + aq+r b0 =
j+k=q+r
0 + 0 + . . . + aq br +
P0 + . . . + 0 = aq br , bila R adalah daerah integral, maka aq br 6= 0.
Oleh karena itu aj bk 6= 0. Jadi ring dari barisan tidak memuat pembagi nol.
j+k=q+r
Ring dari barisan tidak akan mempunyai struktur lapangan, sebab < 0, 1, 0, 0, . . . >
tidak mempunyai invers. Faktanya bahwa, untuk setiap barisan < bi >, didapat
< 0, 1, 0, 0, . . . > ∗ < b0 , b1 , b2 , b3 , . . . >=< 0, b0 , b1 , b2 , . . . > terlihat bahwa hasil
konvolusi bukan barisan identitas. Suatu deret formal dalam x dengan koefisien di ring
komutatif R adalah
X∞
ai x i , dimana ai ∈ R.
i =0
Berbeda dengan suatu polinomial, deret pangkat ini bisa mempunyai sejumlah
takhingga suku-suku yang tak nol.
Deret Formal
Himpunan semua deret formal dinotasikan oleh R[[x]]. Istilah formal digunakan untuk
mengindikasi bahwa kekonvergenan dari deret tidak dipertimbangkan. Termotifasi oleh
RN , penjumlahan dan perkalian dalam R[[x]] didifinisikan oleh
∞
X ∞
X ∞
X
ai x i + bi x i = (ai + bi )x i
i =0 i =0 i =0
dan ! !
∞
X ∞
X ∞
X X
i i
ai x . bi x = aj bk x i .
i =0 i =0 i =0 j+k=i
Dapat diselidiki bahwa himpunan semua deret formal adalah suatu ring (R[[x]], +, .)
dan polinomial ring R[x] dengan sejumlah suku-suku taknol yang berhingga adalah
subring dari ring R[[x]]. Suatu fakta bahwa barisan ring (R N , +, ∗) adalah isomorpik
dengan ring deret formal (R[[x]], +, .). Fungsi f : R N → R[[x]] yang didifinisikan oleh
f (< a0 , a1 , a2 , . . . >) = a0 + a1 x + a2 x 2 + . . . jelas fungsi satu-satu pada. Dari difinisi
penjumlahan, perkalian dan konvolusi dalam ring R N dan R[[x]], maka f adalah
isomorpisma ring.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Ring Polinomial
Lapangan Pecahan
Lapangan Pecahan:
Elemen-elemen dalam setiap ring selalu bisa dilakukan penjumlahan, perkalian
dan pengurangan, tatapi tidak selalu bisa dilakukan pembagian.
Bagaimanapun, bila ring adalah suatu daerah integral maka memungkinkan
untuk memperluasnya sehingga pembagian oleh elemen taknol bisa dilakukan.
Dengan kata lain, selalu bisa dikontruksi suatu lapangan yang memuat ring
yang diberikan sebagai subring. Hal ini bisa dilihat dari bilangan rasional dalam
lapangan Q yang dibentuk dari bilangan bulat dalam daerah integral Z.
Bukti
Lanjutan Bukti
Notasikan klas ekivalen yang memuat (a, b) dengan ba dan himpunan klas ekivalen
dengan Q. Seperti dalam Q, penjumlahan dan perkalian dalam Q didifisikan oleh:
a c ad + bc a c ac
+ = dan . = .
b d bd b d bd
Operasi ini didifinisikan pada suatu representasi tertentu, sehingga harus dicek apakah
a a′ c c′
difinisi ini ’well defined’. Bila = ′ dan = ′ , maka ab′ = a′ b dan cd ′ = c ′ d.
b b d d
Didapat (ad + bc)(b′ d ′ ) = (ab′ )dd ′ + bb′ (cd ′ ) = (a′ b)dd ′ + bb′ (c ′ d) =
(a′ d ′ + b′ c ′ )(bd) = (bd)(a′ d ′ + b′ c ′ ) atau
ad + bc a′ d ′ + b ′ c ′
= .
bd b′ d ′
Hal ini memperlihatkan bahwa penjumlahan adalah well defined. Juga didapat
ac a′ c ′
acb′ d ′ = a′ c ′ bd atau bd
= b′ d ′
. Terlihat bahwa perkalian juga well defined.
0
Selanjutnya diselidiki bahwa (Q, +, .) adalah suatu lapangan. Elemen nol adalah 1
1
dan identitas adalah 1
. Sifat distributif juga berlaku, sebab :
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Ring Polinomial
Lanjutan Bukti
a c e a cf + de a(cf + de)
. + = . =
b d f b df bdf
a(cf + de) b ac ae
= . = +
bdf b bd bf
a c a e
= . + . .
b d b f
a b
Invers setiap elemen taknol adalah . Sisa sifat yang lain untuk lapangan langsung
b a nr o
bisa dicek. Ring R isomorpik dengan subring R ′ = | r ∈ R dari ring Q dengan
1
r
pemetaan isomorpisma yang memetakan setiap r ∈ R dengan tunggal ∈ R ′ . Setiap
−1 1
a a a 1 a b
elemen di lapangan Q bisa ditulis sebagai = . = . Bila ring R = Z
b b 1 b 1 1
adalah himpunan bilangan bulat dalam pengkontruksian diatas, maka didapat
himpunan bilangan rasional Q sebagai lapangan pecahan. Bila R suatu daerah
integral, lapangan pecahan dari polinomial ring R[x] dinamakan lapangan dari fungsi
rasional dengan koefisien di R.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Ring Polinomial
Konvolusi Pecahan
Pembahasan berikut berkaitan dengan pemakaian dari lapangan pecahan yang penting
dalam pemakaian di analisis. Dikontruksi lapangan pecahan dari suatu himpunan
fungsi kontinu. Untuk itu diperkenalkan apa yang dinamakan fungsi delta δ(x) yang
mempunyai sifat bahwa
Z∞
δ(x) = 0 bila x 6= 0 dan δ(x)dx = 1.
−∞
Bila digunakan pengertian fungsi sebagaimana biasa, fungsi semacam δ(x) tidak ada.
Dalam hal ini, diberikan suatu alternatif difinisi sebagai berikut:
1
bila 0 ≤ x ≤ k.
δk (x) = k
0 untuk x yang lainnya
Konvolusi Pecahan
Misalkan C [0, ∞) adalah himpunan dari fungsi bernilai riil yang kontinu dalam interval
0 ≤ x < ∞. Didifinisikan operasi penjumlahan dan konvolusi pada himpunan ini,
sehingga struktur (C [0, ∞), +, ∗) hampir daerah integral; konvolusi tidak mempunyai
suatu identitas, sehingga sifat (vi) dari ring gagal dipenuhi. Bagaimanapun hal ini
masih memungkinkan untuk melekatkan struktur ini menjadi lapangan pecahan.
Matematikawan Polandia, Jan Mikusinski mengkontruksi lapangan pecahan ini dan
elemen-elemennya dinamakan operator atau fungsi terumumkan (generalized
functions). Fungsi delta adalah fungsi terumumkan dan merupakan identitas dari
konvolusi dalam lapangan pecahan. Difinisikan penjumlahan dan konvolusi dari dua
fungsi f dan g di C [0, ∞) oleh
Z∞
(f + g )x = f (x) + g (x) dan (f ∗ g )(x) = f (t)g (x − t)dt.
−∞
Konvolusi fungsi ini analog dengan konvolusi barisan, bisa dilihat sebagai suku ke-i
dari barisan
Xi
< ai > ∗ < bi > sebagai at bi −t .
t=0
Bukti
Misalkan X = {a − tb|t ∈ Z, a − tb ≥ 0}. Misalkan r adalah bilangan terkecil di X ,
maka r = a − qb untuk beberapa q ∈ Z. Ditunjukkan bahwa r < b. Andaikan, r ≥ b,
maka 0 ≤ r − b = a − (q + 1)b. Terlihat bahwa r − b di X . Hal ini kontradiksi dengan
kenyataan r terkecil di X . Jadi haruslah r < b. Untuk menunjukkan ketunggalan,
misalkan a = q ′ b + r ′ dimana 0 ≤ r ′ < b. Bisa diasumsikan bahwa r ≤ r ′ . Maka
0 ≤ r ′ − r = (q ′ − q)b < b (sebab r ′ − r < r < b). Jadi (q ′ − q)b = 0 atau q ′ = q
dan juga r ′ = r .
Kesimpulan : Bila a dan b bilangan bulat dan b 6= 0, maka dengan tunggal ada q dan
r sehingga a = qb + r dan 0 ≤ r < |b|.
Jurusan Matematika-MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Aljabar
Aljabar
Ring Polinomial
Ring Euclide
Suatu daerah integral R dinamakan suatu ring Euclide bila untuk setiap
elemen taknol a ∈ R ada bilangan bulat taknegatif δ(a) sedemikian
hingga
(i) Bila a dan b elemen taknol di R, maka δ(a) ≤ δ(ab).
(ii) Untuk setiap pasangan elemen a, b ∈ R dengan b 6= 0, ada elemen
q, r ∈ R sehingga a = qb + r dimana r 6= 0 atau δ(r ) < δ(b).
Ring bilangan bulat Z adalah ring Euclide bila diambil δ(b) = |b| untuk
semua b ∈ R. Suatu lapangan F adalah suatu ring Euclide bila δ(a) = 1
untuk semua elemen tak nol a ∈ F .
Sifat
Misalkan f (x), g (x) ∈ F [x] dengan F suatu lapangan. Bila g (x) taknol, maka dengan
tunggal ada q(x), r (x) ∈ F [x] sehingga f (x) = q(x).g (x) + r (x) dimana r (x) = 0 atau
deg(r (x)) < deg(g (x)).
Bukti
Bila f (x) taknol atau deg(f (x)) < deg(g (x)), maka tulis f (x) = 0.g (x) + f (x).
Terlihat algoritma dipenuhi. Bila deg(r (x)) = deg(g (x)) = 0, maka f (x) = a0 dan
g (x) = b0 . Tulis f (x) = a0 b0−1 g (x). Algoritma dipenuhi. Untuk yang lainnya
dibuktikan secara induksi pada derajad dari f (x). Misalkan bahwa bila dibagi dengan
polinomial tetap g (x) algoritma pembagian dipenuhi untuk derajad yang kurang atau
sama dengan n. Misalkan f (x) = a0 + a1 x + . . . + an x n dan
g (x) = b0 + b1 x + . . . + bm x m dengan an 6= 0 dan bm 6= 0. Bila n < m sudah
ditunjukkan algoritma dipenuhi. Selanjutnya misalkan bahwa n ≥ m dan tulis
−1 n−m
f1 (x) = f (x) − an bm x g (x) dalam hal ini terlihat bahwa deg(f1 (x)) < n.
Lanjutan Bukti
Lanjutan Bukti
Dengan menggunakan hipotesa induksi didapat
hal ini sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Algoritma melalui induksi bisa
dilakukan mulai dari n = m − 1 bila m 6= 0 atau n = 0 bila m = 0.
Ketunggalan dari g (x) dan r (x) bisa ditunjukkan seperti pada algoritma
pembagian bilangan bulat.
Polinomial hasil bagi dan sisa bisa dihitung dengan cara ”pembagian panjang”.
Contoh
Contoh
Bagi x 3 + 2x 2 + x + 2 dengan x 2 + 2 di Z3 [x].
Bila suatu polinomial dibagi oleh polinomial berderajad satu, sisa pembagian harus
suatu konstan. Konstan ini bisa diperoleh sebagai berikut.
Teorema (Teorema sisa) : Polinomial f (x) bila dibagi oleh (x − a) di F [x] sisanya
adalah f (a).
Bukti Gunakan algoritma pembagian, didapat: ada q(x), r (x) ∈ F [x] dengan
f (x) = q(x)(x − a) + r (x), dimana r (x) = 0 atau derajad dari r (x) kurang dari satu.
Jadi sisa pembagian adalah konstan r0 ∈ F dan f (x) = q(x)(x − a) + r0 .
Substitusikan a kedalam x, didapat f (a) = r0 .
Teorema Faktor
Sifat
Polinomial (x − a) adalah faktor dari f (x) di F [x] bila dan hanya bila f (a) = 0.
Bukti
Berdasarkan hasil sebelumnya didapat f (x) = q(x)(x − a) untuk beberapa
q(x) ∈ F [x] bila dan hanya bila f (x) mempunyai sisa 0 bila dibagi oleh (x − a).
Hal ini menunjukkan bahwa, bila dan hanya bila f (a) = 0.
Suatu elemen a ∈ F dikatakan akar dari suatu polinomial f (x) bila f (a) = 0.
Teorema faktor menunjukkan bahwa (x − a) adalah faktor dari f (x) bila dan
hanya bila a adalah akar dari f (x).
Teorema
Teorema
Suatu polinomial berderajad n atas suatu lapangan F mempunyai akar-akar tidak lebih
dari n.
Bukti
Dibuktikan dengan induksi pada derajad n. Suatu polinomial berderajad nol terdiri
hanya suatu konstan taknol oleh karena itu tidak mempunyai akar. Asumsikan bahwa
teorema benar untuk n − 1 dan misalkan bahwa f (x) ∈ F [x] polinomial berderajad n.
Bila f (x) tidak mempunyai akar-akar, maka teorema dipenuhi. Bila f (x) mempunyai
akar-akar, misalkan a salah satu akar tsb. Gunakan teorema faktor, didapat
f (x) = (x − a)g (x) Dengan hasil sebelumnya bahwa, derajad dari g (x) adalah n − 1.
Karena F lapangan maka tidak memuat pembagi nol. Jadi f (b) = 0 bila dan hanya
bila (b − a) = 0 atau g (b) = 0. Maka dari itu setiap akar dari f (x) adalah sama
dengan a atau merupakan akar dari g (x). Dengan hipotisis induksi g (x) mempunyai
akar-akar tidak lebih dari n − 1. Jadi f (x) mempunyai akar-akar tidak lebih dari n.
Contoh
Contoh : Tunjukkan bahwa ring √ bilangan bulat gaussian
Z[i ] = {a + bi | a, b ∈ Z, i = −1} adalah ring euclidian dengan δ(a + bi ) = a2 + b2 .
Penyelesaian : Z[i ] adalah suatu subring dari C himpunan bilangan kompleks oleh
karena itu merupakan daerah integral. Bila z ∈ Z[i ], maka δ(z) = zz̄ dimana z̄ adalah
konjuget dari z. Untuk setiap z 6= 0, δ(z) > 0 dan untuk setiap z, w ∈ Z[i ]
δ(z.w ) = δ(z).δ(w ). Untuk menunjukkan algoritma pembagian di Z[i ], misalkan z
dan w bilangan bulat gaussian dimana w 6= 0. Maka wz adalah suatu bilangan
kompleks c + di dengan c, d ∈ Q. Pilih a, b ∈ Z sehingga |c − a| ≤ 21 dan
|d − b| ≤ 21 . Juga wz = a + bi + [(c − a) + i (d − b)]. Jadi
z = (a + bi )w + [(c − a) + i (d − b)]w . Selanjutnya
Algoritma Euclide
Teorema
Misalkan a, b, c ∈ R dengan R adalah daerah integral:
(i) Bila a | b dan a | c, maka a | (b + c).
(ii) Bila a | b, maka a | b.r untuk setiap r ∈ R.
(iii) Bila a | b dan b | c, maka a | c.
Bukti
Bukti jelas mengikuti pengertian dari pembagian.
Teorema
Misalkan R adalah ring euclid. Setiap elemen a, b ∈ R mempunyai suatu pembagi
persekutuan terbesar g . Lagipula, ada s, t ∈ R sehingga: g = sa + tb.
Teorema
Teorema:
Misalkan a, b ∈ R dengan R ring eulcid dan b 6= 0. Dengan menggunakan algoritma
pembagian secara berulang didapat:
Bukti
Bukti: Algoritma harus berhenti, sebab δ(b), δ(r1 ), δ(r2 ), . . . adalah barisan turun dari
bilangan bulat taknegatif, jadi rk+1 = 0 untuk beberapa k + 1. Bukti algoritma dapat
mengikuti pembagian algoritma dari bilangan bulat.
Contoh: Dapatkan pembagi sekutu terbesar 713 dan 235 dalam Z dan dapatkan dua
bilangan s dan t yang memenuhi 713s + 256t = gcd(713, 253).
Contoh
Contoh: Dapatkan gcd g (x) dari a(x) = 2x 4 + 2 dan b(x) = x 5 + 2 di Z3 [x] dan
dapatkan s(x), t(x) ∈ Z3 [x] sehingga g (x) = s(x).(2x 4 + 2) + t(x).(x 5 + 2).
Penyelesaian: Dengan pengulangan algoritma pembagian didapat
(i) x 5 + 2 = (2x).(2x 4 + 2) + (2x + 2)
(ii) 2x 4 + 2 = (x 3 + 2x 2 + x + 2).(2x + 2) + 1
(iii) 2x + 2 = (2x + 2).1 + 0
Jadi gcd(a(x), b(x)) = 1. Dari persamaan (ii) dan (i) didapat
1 = 2x 4 + 2 − (x 3 + 2x 2 + x + 2)(2x + 2)
= 2x 4 + 2 − (x 3 + 2x 2 + x + 2)[x 5 + 2 − (2x)(2x 4 + 2)]
= (2x 4 + x 3 + 2x 2 + x + 1)(2x 4 + 2) + (2x 3 + x 2 + 2x + 1)(x 5 + 2)
Contoh
Contoh
Dapatkan gcd g (x) dari a(x) = x 4 + x 3 + 3x − 9 dan
b(x) = 2x 3 − x 2 + 6x − 3 di Q[x].
Penyelesaian
Dengan algoritma pembagian didapat
1 3 9 27
a(x) = ( x + )b(x) − x 2 −
2 4 4 4
dan
8 4 9 27
b(x) = (− x + )(− x 2 − ).
9 9 4 4
Jadi gcd(a(x), b(x)) = − 94 x 2 − 27
4 .
Faktorisasi Tunggal
Satu sifat penting dari bilangan bulat dalah teorema dasar aritmatik yang
menyatakan bahwa setiap bilangan bulat yang lebih besar dari satu bisa ditulis
sebagai hasil kali dari sejumlah berhingga bilangan prima. Lagi pula hasil kali
ini adalah tunggal. Pembahasan berikut ini dibuktikan hasil serupa untuk ring
euclid. Misalkan R adalah suatu ring komutatif. Suatu elemen u dinamakan
unit dari R bila ada v ∈ R sehingga uv = 1. Terlihat bahwa elemen unit dalam
ring R adalah elemen yang punya invers terhadap perkalian. Himpunan dari
elemen-elemen ini dinotasikan oleh R ∗ . Bila R adalah lapangan, maka setiap
elemen taknol punya invers. Jadi R 0 = R − {0}. Elemen-elemen unit dalam
bilangan bulat adalah ±1. Bila F lapangan, suatu elemen unit dalam
polinomial F [x] adalah konstan taknol, yaitu polinomial dengan derajad sama
dengan nol. Elemen-elemen unit dalam ring gaussian adalah Z[i]∗ = {±1, ±i}.
Berikut ini diberikan sifat dari himpunan R ∗ .
Teorema
Teorema: Untuk setiap ring komutatif R, maka R ∗ dengan operasi perkalian adalah
suatu grup komutatif.
Daftar Pustaka
E.B. Vinberg, ” A Course in Algebra ”, American
Mathematical Society Providence, Rhode Island, (2003)
Harvey E. Rose, ” A Course on Finite Groups ”,
Springer-Verlag London Limited, (2000)
William A. A., Steven H.W, ” ALGEBRA An Aprroach via
Module Theory ”, Springer-Verlag, (1999)
Stephan Folders, ” Fundamental Sructures of Algebra and
Discrete Mathematics ”, John Wiley and Sons, Inc, (1994)
Norman R. Reilly, ” Introduction to Applied Algebraic Systems
”, OXFORD University Press,(2009)
William may, ” Introduction to Polya Enumeration Theory ”,
Johns Hopkins University, (2004)