Anda di halaman 1dari 10

REVIEW

PARIWISATA DI DESA DAN RESPON EKONOMI :

KASUS DUSUN BRAYUT DI SLEMAN, YOGYAKARTA

TUGAS

Diajukan Untuk Memenuhi Penilaian Mata Kuliah


I. PENDAHULUAN
Pariwisata merupakan kegiatan yang memberikan dampak positif terhadap ekonomi
masyarakat, baik dalam tingkat lokal ataupun tingkat regional dan rasional. Desa wisata saat
ini bisa dikatakan sebagai suatu fenomena sosial budaya yang sedang berkembang di
kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Banyak sekali desa di DIY yang sedang
mengembangkan diri sebagai kawasan desa wisata dimana desa wisata yang merupakan salah
satu fenomena sosial yang memang sekarang berkembang di wilayah DIY dalam tempo dua
puluh tahun terakhir. Saat ini, ada 32 desa wisata di Kabupaten Sleman yang terbagi menjadi
enam jenis golongan desa wisata yaitu desa wisata fauna, merapi, budaya, pertanian,
kerajinan dan pendidikan.
Salah satunya adalah desa wisata Brayut yang memang menjadi lokasi penelitian yang
dipilih penulis untuk menulis artikel. Artikel tersebut berisi mengenai konsep desa wisata
yang ada di Dusun Brayut beserta segala unsur serta aspek yang terkandung di dalamnya.
Selain itu, juga berisi mengenai asal muasal dan sejarah pembentukan “Desa Wisata
Brayut”. Artikel ini juga menerangkan mengenai dampak ekonomi serta respon ekonomi
yang terjadi dengan adanya usaha penyelenggaraan “Desa Wisata Brayut”. Selain adanya
fungsi pelestarian budaya di dalam tujuan pembentukan desa wisata ada juga fungsi
“komersialisasi budaya” dan “pialang budaya”. Ini meruapakan bentuk dari respon ekonomi
yang dijadikan poin dalam penelitian artikel tersebut. Hasil dari penelitian ini diharapkan
bisa memberikan kekurangan yang ada terkait perspektif dampak ekonomi dari pariwisata.

II. DUSUN BRAYUT SELAYANG PANDANG


Dusun brayut terletak di kelurahan pandowoharjo, kecamatan sleman, kabupaten sleman,
provinsi D.I. Yogyakarta. Berayut merupakan lokasi yang sangat strategis karena dilalui olah
jalan raya kabupaten yang melewati dusun, sehingga akses masuk ke brayut sangat mudah.
Dusun brayut mempunyai 3 buah rumah joglo yang terletak dibagian selatan, tengah dan
utara desa.
Mayoritas warga masyarakat brayut 50% berprofesi sebagai petani, dan sisanya keryawan
swasta, penisunan, pedagang, dan pegawai negeri sipil. Hasil pertanian yang ada di brayut
adalah padi, jagung, dan palawija. Petani brayut biasanya adalah orang-orang tua, sedangkan
anak-anak mudanya lebih menginginkan menjadi pegawai negeri atau bekerja kontrakan.
III. ASAL MULA DAN PERKEMBANGAN “DESA WISATA BRAYUT”
Dahulunya sebelum menjadi desa wisata dusun Brayut merupakan dusun biasa yang
selayaknya dusun lainnya yang menyajikan panorma desa semestinya dengan panorama
kawasan pertanian yang indah. Namun, sekarang Dusun Brayut sudah berkembang menjadi
sebuah desa wisata yang menampilkan atraksi-atraksi wisata dan budaya yang sangat
“menjual” dan bernilai dan bermakna. Awalnya, Dusun Brayut hanya dusun biasa seperti hal
nya dusun lainnya yang ada di kawasan DIY yang rata-rata penduduknya bekerja dalam
bidang pertanian. Hingga pada suatu waktu ada inisiatif dari seorang warga dusun yang ingin
membangun dusun nya agar lebih dikenal oleh para wisatawan baik lokal maupun
internasional.
Maka mulailah ada ide untuk membangun dusun ini menjadi sebuah desa wisata lengkap
dengan atraksi, serta sektor-sektor lain yang menunjang kelengkapan menjadi sebuah desa
wisata. Lambat laun, Dusun Brayut berkembang menjadi sebuah desa wisata yang banya
dikenal oleh masyarakat luas bahkan bisa memiliki prestasi. Sarana-sarana penunjang dan
kelengkapan yang ada disana yang bisa digunakan oleh para wisatawan yang berkunjung
diantaranya ada penginapan yang biasanya menggunakan rumah tnggal penduduk sebagai
tempat untuk menginap, tempat parkir serta atraksi-atraksi yang diadakan untuk menraik
minat wisatawan datang berkunjung diantaranya kegiatan bertani, rumah joglo, karawitan,
membatik, beternak, perikanan, berkebun dan masih banyak lagi. Dusun Brayut berhasil
berkembang menjadi sebuah desa wisata yang dikenal masyarakat luas ini berkat adanya
bantuan-bantuan serta usaha dari para pengelola desa wisata ini. Salah satunya adalah
bantuan PNPM pada tahun 2009 hhingga 2011.Bantuan ini digunakan pengelola untuk
mengembangkan dan meningkatkan kualitas mutu dan kunjungan wisatawan ke Brayut.
Selain bantuan secara materi ada juga bantuan berupa keterampilan atau softskills yang
diberikan oleh mahasiswa yang melakukan KKN disana. Para mahasiswa KKN tersebut
memberikan kursus keterampilan demi menunjang masyarakat yang ada disana agar mereka
mampu bersaing dengan pelaku usaha pariwisata di desa lainnya.

IV. PERKEMBANGAN WISATAWAN DI DUSUN BRAYUT


Kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun di desa wisata brayut ternyata semakin
mengalami peningkatan sangat besar antara 300-500 orang/tahun. Jika diamati kedatangan
wisatawan setiap bulannya ternyata sangat bervariasi sehingga dapat disimpulkan bahwa
kunjungan wisatawan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Faktor lain yang dapat
dilihat juga dari kesibukan masyarakat dan pengelola wisata di sepanjang tahun serta
meningkatnya pendapatan masyarakat yang di peroleh dari para tamu atau wisatwan yang
datang. wisatawan yang dating ke brayut sangat bervariasi. Biasanya terdiri dari anak-anak
TK atau Play Group yang dating untuk outbund bersama orang tuanya, Wisatwan yang
terdiri dari anak-anak sekolah biasanya menyukai permainan-permainan seperti berjalan
dengan kaki diikat bersama, berjalan bersama menggunakan bekiak besar, atraksi wisata di
sawah mulai dari membajak hingga menanam padi. Kegiatan seperti pertanian juga banyak di
sukai oleh wisatawan mancanegara serta kegiatan kesenian seperti karawitan, membatik dan
menari, sehingga menjadi dayatarik tersendiri bagi wisatwan yang mengunjungi desa brayut.

V. “MENJUAL ATRAKSI WISATA” : KOMERSIALISASI BUDAYA


Mungkin jika kita mendengar kata komersialisasi kita akan berpikiran akan hal yang
memiliki makna negatif. Namun, makna komersialisasi yang ada dalam artikel ini tidak
bermakna negatif justru memiliki makna positif dan menguntungkan. Yang dimaksud
“komersialisasi budaya” dalam artikel tersebut adalah menjual segala sesuatu yang unik serta
memiliki nilai jual yang tinggi namun bukan dalam bentuk barang melainkan kegiatan serta
budaya yang memang memiliki keunikan dan daya jual seperti contohnya kegiatan pertanian,
kegiatan kenduri (selamatan). Ini adalah bentuk komersialisasi budaya yang berupa tradisi
dan hasil kebudayaan yang memiliki nilai jual serta keunikan yang mungkin tidak bisa kita
lihat di daerah lainnya.
Kegiatan pertanian yang “dijual” disini biasanya berupa kegiatan pengolahan pertanian
mulai dari membajak sawah menggunakan bajak tradisional, menyemai bibit, memanen hasil
pertanian hingga menggunakan peralatan-peralatan tradisional seperti ani-ani. Kegiatan ini
juga mendatangkan keuntungan bagi para pemilik sawah yang lahannya digunakan dalam
kegiatan. Pandangan para pemilik lahan menggangap bahwa kegiatan ini memberikan
keuntungan terutama dalam hal pengolahan lahan pertanian karena kegiatan tersebut
membuat proses pengolahan lahan bagi kegiatan pertanian menjadi lebih cepat karena
terbantu dengan tenaga dari para wisatawan yang memanfaatkan kegiatan tersebut sebagai
atraksi dan hiburan. Ini bisa dikatakan sebagai suatu simbiosis mutualisme yang saling
menguntungkan antara satu pihak dengan lainnya. Selain itu, para pelaku usaha penyewaan
lahan pertanian disana juga mendapat kenalan dan relasi baru karena mereka bisa bertemu
dengan wisatawan yang datang kesana dan para pengelola usaha tersebut.
Selain komersialisasi kegiatan pertanian disana ada juga komersialisasi tradisi.
Kegiatan ini bukanlah kegiatan menjual tradisi melainkan memperkenalkan tradisi atau
ritual “kenduri” yang mungkin banyak wisatawan belum melihat dan mengetahui
tradisis tersebut. Hal utama yang paling dijual dalam komersialisasi tradisi ini adalah
memperat tali persaudaraan dan kebersamaan. Kegiatan ini biasanya juga dimanfaatkan oleh
para pengunjung yang datang dalam rombongan besar. Mereka biasanya memanfaatkan
kegiatan ini untuk berkumpul dan saling mempererat rasa kebersamaan diantara anggota
kelompoknya. Jadi, kegiatan komersialisasi tidak hanya berupa bentuk fisik atau material
saja namun juga bisa berupa tradisi bahkan suasana. Sesuatu yang mungkin jarang bisa
ditemukan para pengunjung di daerah asalnya. Namun, ada juga bentuk komersialisasi dalam
bentuk benda seperti halnya komersialisasi ruang yang ada disana yang berupa penginapan
dan lahan parkir.
Area yang digunakan sebagai penginapan dan lahan parkir ini merupakan usaha
sampingan yang bisa menambah pendapatan bagi para masyarakat di desa wisata tersebut
yang mau melihat prospek dari usaha ini. Namun, ada syarat khusus yang ditetapkan oleh
pengelola desa wisata bagi masyarakat yang ingin menawarkan tempat tinggalnya sebagai
tempat menginap bagi para pengunjung, diantaranya kebersihan serta kondisi fisik tempat
yang akan dijadikan penginapan harus memadai dan nyaman untuk bisa dijadikan tempat
menginap. Penginapan di desa wisata memang masih sederhana dengan fasilitas yang
sederhana berbeda dengan penginapan di kota-kota besar yang jauh lebih modern.
Selain penginapan disana ada juga area kosong yang digunakan untuk tempat parkir. Ini
namanya adalah komersialisasi lahan dikarenakan pengelola memanfaatkan lahan kosong
yang ada di dusun tersebut untuk dijadikan tempat parkir kendaraan pengunjung. Penggunaan
lahan kosong itu sebagai tempat parkir juga memberikan sebuah dampak ekonnomi dan
keuntungan bagi pengelola dan pengunjung yang ada disana. Bagi pengelola, dana yang
terkumpul dari lahan parkir digunakan juga untuk dana pengembangan desa wisata untuk
semakin maju dan berkualitas.
VI. PENGINAPAN DAN PARKIR : KOMERSIALISASI RUANG
A. Penginapan (Homestay): Komersialisasi Kamar
Dalam tradisi masyarakat jawa, orang datang ke desa untuk berkunjung kesanak
famili yang ada di desa biasanya sekaligus menginap karena terdapat tawran untuk
menginap. Namun, bagi orang yang berkunjung ke desa dan tidak ada keluarga maka
akan menginap di rumah kepala desa, karena kepala desa atau lurah mempunyai
kewajiban untuk menampung orang asing yang datang tanpa harus membayar bahkan
ketika tamu meninggalkan desa tuan rumah tidak jarang memberikan oleh-oleh. Oleh
karena itu, Menyawakan kamar unutk tamu merupakan gejala budaya baru dalam
masyarakat jawa. Untuk bisa menyawakan sebuah homestay di Brayut, pengurs desa
memberikan beberapa persyaratan antara lain kondiri fasilitis yang tersedia, kesiapan
pemilik rmah dalam melayani dan memberikan perhatian kepad tamunya, dan yang
paling penting adaalh kebersihan.
Usaha homestay di Brayut menjadi usaha yang menguntungkan untuk masyarakat.
Satu malam menginap pengelola desa bisa memperoleh Rp. 60.000, dana tersebut tidak
sepenuhnya menjadi hak pemilik homestay tetapi beberapa persennya akan diberikan
kepada biro perjalanan yang membawa wisatawan ke Brayut dan juga ke kepala desa.
Parkir : Komersialisasi Lahan
Kendaraan yang digunakan oleh wisatawan ternyata membutuhkan lahan untuk
parkir. Agar kendaraan yang di bawa wisatawan tidak mengganggu maka harus ada
kompensasi atas gangguan yang ditimbulkan, hal inilah yang direspon oleh masyarakat.
Kompensasi tersebut diwujudkan menjadi biaya parkir. Dengan demikian menjadi
penghasilan baru bagi masyarakat, dan biaya parkir kendaraan ditetapkan oleh pengelolah
desa wisata. Adapun tarif sepeda motor Rp.2.000, mobil Rp.5.000, dan bus sebesar
Rp.10.000.

VII. Menjadi “Pialang Wisata” dan “Pialang Budaya”


Respon ekonomi kedua yang dibahas dalam artikel tersebut adalah fungsi desa
wisata Brayut sebagai sebuah “pialang” dalam bidang pariwisata dan budaya. Tujuan
sebagai pialang wisata dan budaya ini untuk tetap menjaga kepuasan pelanggan serta
menjaga citra dalam sebuah pelayanan. Pialang dalam hal ini berbeda dengan pialang
dalam dunia perbankan. Pialang dalam industri pariwisata yang dilakukan pengelola
desa wisata Brayut adalah dalam hal penyediaan fasilitas wisata serta atraksi budaya
namun yang paling banyak dilakukan adalah pialang dalam hal penyediaan atraksi
budaya. Hal ini, dilakukan untuk tetap menjaga kepercayaan serta kepuasan dari para
pengunjung yag datang ke Brayut.
Industri Pariwisata saat ini menjadi suatu industri yang menjanjikan serta
mendatangkan banyak keuntungan dan manfaat. Selain itu, industri pariwisata juga
berkaitan dengan bidang lainnya salah satunya adalah ekonomi. Pariwisata
memberikan dampak ekonomi yakni respon ekonomi yang timbul akibat
perkembangan industri desa wisata. Respon yang timbul telah saya jelaskan diatas
yaitu timbulnya komersialisasi dan pialang budaya. Kegiatan ini ternyata sangat
bermanfaat serta mendapatkan respon serta tanggapan yang positif dari masyarakat
yang ada di Brayut. Masyarakat disana menyadari bahwa mungkin dengan adanya
usaha desa wisata disana bisa meninngkatkan taraf hidup serta pendapatan mereka
serta ikut serta dalam aktivitas sosial yang baru. Respon ekonomi ini juga dikaitkan
dengan beberapa asumsi yang dilontarkan oleh Long (1977:129) yang membedakan
asumsi mengenai hubungan antara pelaku dengan keputusan. Long membedakannya
menjadi empat.
Asumsi pertama adalah bahwa “pelaku atau aktor dianggap bebas untuk
bertindak atau memilih alternatif yang tersedia;bebas menentukan pilihannya”. Kedua,
pelaku dianggap menghadapi lebih dari satu kemungkinan yang kesemuanya dapat
dipilih, dan dia juga dapat mengkonseptualisasikan hasil-hasil yang akan diperolehnya
dari berbagai kemungkinan pilihan tersebut. Dia juga harus memiliki “some subjective
appreciation” mengenai akibat-akibat yang mungkin timbul, namun apresiasi ini tidak
harus diwjudkan secara kuantitatif. Ketiga,”pilihan-pilihan yang tersedia, yang dipahami
oleh pelaku, harus dapat dilihat sebagai pilihan-pilihan yang “mutually exclusive”,
namun tetap sebanding (comparable)”. Keempat, “berbagai alternatif tersedia
setidaktidaknya dapat diranking oleh pelaku atas dasar “some motion of preferences”. (Long,
1977,via Ahimsa-Putra,2011)
Asumsi yang sesuai dengan kondisi yang ada di Brayut adalah kondisi dimana
para individu baik itu pengelola maupun masyarakat memiliki kesadaran serta
pengetahuan untuk menentukan dan mengambil keputusan yang sesuai dengan
kondisi berdasarkan juga pengetahuan. Ini karena kesadaran dan pengetahuan bisa
mempengaruhi sebuah keputusan yang diambil. Asumsi ini juga terkadang berkaitan
dengan segala dampak yang berhubungan dengan proses sosial budaya maupun
ekonomi salah satunya adalah respon ekonommi yang ada disana. Namun, respon
ekonomi ini belum semuanya merata pada semua lapisan masyarakat yang ada di
Brayut. Ini hanya berlaku pada beberapa unsur dalam lapisan masyarakat yang ada
disana yang memiliki ketertarikan dalam usaha pariwisata.
Dalam perkembangan bisnis pariwisata ini pastilah terdapat proses serta
perubahan yang ada di dalamnya. Selain itu, juga ada dimensi sosial dan budaya yang
terkandung di dalamnya. Unsur dimensi sosial yang ada diantaranya adanya pola
interaksi antara pengelola, masyarakat serta wisatawan, adanya jaringan, kelompok
serta relasi yang memperkuat jalinan silaturahmi antar unsur yang membentuknya
serta relasi serta jaringan dengan kelompok lainnya di luar desa wisata yang memiliki
hubungan keterikatan. Ada juga organisasi yang berfungsi untuk mengelola segala
unsur pembentuk dan mempengaruhi kelangsungan desa wisata ini.
Selain dimensi sosial disana juga terdapat unsur dimensi budaya yang meliputi
pola tingkah laku, aturan, norma serta bahasa disana. Semua unsur dimensi budaya ini
memang tidak bisa kita lihat dengan mata terbuka namun kita bisa mengerti dan
memahami serta kita harus berusaha untuk mematuhi nya.
Jadi, sebagai suatu fenomena atau gejala sosial budaya yang ada terbentuknya
desa wisata saat ini bisa dibilang dari bagian gejala sosial budaya yang ada yang
terbentuk karena adanya proses serta perubahan dalam dua dasawarsa terakhir.

Kelebihan artikel :
- Data yang disajikan sangat mudah dipahami serta membuat pembaca
menikmati seolah kita terbawa dalam suasana di lokasi penelitian.
- Isi artikel sangat membantu pengunjung untuk memahami gejala dan
fenomena sosial budaya yang terjadi saat ini
- Bisa dipercaya orisinialitas data nya karena berdasarkan penelitian lapangan
serta observasi partisipasi langsung.
Kekurangan artikel :

- Teori mengenai gejala sosial budaya nya masih kurang sehingga kurang bisa
dipahami mengenai dimensi sosial budaya yang ada dalam artikel.
- Penjelasan mengenai poin yang diteliti masih kurang banyak dan detail.
Terlalu banyak tabel.

Komentar :

- Artikel ini sangat menarik untuk dipelajari terutama bagi para mahasiswa
ataupun individu yang ingin mempelajari mengenai dimensi sosial budaya
yang terjadi dalam masyarakat saat ini. Dan juga penjelasan bidang ekonomi serta bidang
sosial budaya sangat jelas di artikan walaupun masih ada sedikit kekurangan-kekurangan
namun artikel ini sangat menarik untuk di telaah
- Konsistensi penulis mengenai istilah “dusun” dan “desa”. Muncul pertanyaan terkait
status Brayut apakah merupakan dusun atau desa.
- Penjelasan berkaitan dengan proses perubahan Brayut dari desa pertanian menjadi
desa/dusun wisata serta perubahan masyarakat dari bertani menjadi masyarakat
pariwisata apakah terjadi secara permanen atau sebenarnya tidak ada perubahan? Karena
bertani menjadi pekerjaan utama masyarakat Brayut sedangkan pariwisara merupakan
pekerjaan sampingan warganya.
- Terdapat istilah broker budaya dalam abstrak penulisan. Apakah benar budaya ini sama
dengan pialang budaya? namun dalam hasil penelitian tersebut tidak dijumpai bagaimana
pola prilaku broker budaya.
- Penyebab atau faktor yang menyebabkan respon-respon ekonomi belum menyebar di
seluruh kalangan penduduk di Brayut.
- Hasil penelitian dapat dilihat dari sisi koneksi dimensi sosisal dan budaya. Unsur social
bisa dilihat bagaimana pola dan prilaku warga masyarakat Brayut dalam merespon
ekonomi dan juga bisa dari awal membangun sebuah desa wisata mulai dari membentuk
pengurus desa wisata, menjalin kerjasama dengan beberapa tour and travel. Stratifikasi
social dapat diliahat dari profesinya, masyarakat di Brayut lebih banyak yang Bertani
hingga mencapai 50%. Kesuksesan pengembangan desa wisata Brayut tidak lepas dari
peran organisasi pengelola, relasi yang dibangun oleh beberapa pihak dimulai dari Budi
Utomo yang berperan sebagai pengajar Bahasa Indonesia, Sudarmadi yang memiliki
pengalama sebagai ketua Karang taruna, Asbullah yang memiliki tout and travel, Jogya
TV, dosen Askindo, dan putri pertama Sultan Hamengkubuwono X, yaitu Gusti
Pembayun. Sehingga dari relasi tersebut terbentuk sebuah jaringan.

Anda mungkin juga menyukai