2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu etik dan moral?
2. Apa saja masalah etik dan moral yang mungkin terjadi dalam praktek kebidanan?
3. Apa bedanya issue etik dalam kebidanan dengan issue moral dalam kebidanan?
4. Apa bedanya konflik moral dengan dilema moral?
5. Bagaimana masalah etik moral yang berhubungan dengan teknologi?
6. Apa saja langkah-langkah yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah dilema etik?
7. Apa itu informed choice?
8. Apa itu informed consent?
1.3 Tujuan Penulisan
Melalui makalah ini diharapkan sebagai tenaga kesehatan bidan dapat mengetahui
apa saja masalah etik moral yang mungkin terjadi dalam praktik kebidanan sehingga
kita tau bagaimana cara bersikap/etik moral dalam melaksanakan profesi kita dalam
berpraktik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.2.1 Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui bidan adalah perlu mendengar kedua sisi dengan menjadi
pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil
keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :
1. Apa yang menjadi fakta medik ?
2. Apa yang menjadi fakta psikososial ?
3. Apa yang menjadi keinginan klien ?
4. Apa nilai yang menjadi konflik ?
5. Perencanaan.
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat dalam
pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan
3 (tiga) hal yang sangat spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu:
1. Tentukan tujuan dari treatment.
2. Identifikasi pembuat keputusan
3. Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi/pilihan.
2.1.2.2 Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan beserta anggota
tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang dapat diterima dan saling
menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran
Bidan selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis
sering kali menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih/berduka, marah, dan emosi
kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para
pengambil keputusan. Bidan harus ingat “Saya disini untuk melakukan yang terbaik bagi klien”.
Bidan harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua) alternatif yang
menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai
kesepakatan, pengambil keputusan harus menjalankannya. Kadang kala kesepakatan tak tercapai
karena semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, Bidan
tak dapat menangkap perhatian utama klien. Sering kali klien/keluarga mengajukan permintaan
yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat dihormati.
2.1.2.3 Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan sebagai
outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial dapat
dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi
diantara para pengambil keputusan masih harus dipelihara.
Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek kebidanan dapat bersifat personal ataupun
profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat
diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena
keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat
berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan
takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan
kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.
Masalah pengambilan keputusan dalam pemberian transplantasi ginjal juga sering
menimbulkan dilema etis karena sangat berhubungan dengan hak asasi manusia, pertimbangan
tingkat keberhasilan tindakan dan keterbatasan sumber-sumber organ tubuh yang dapat
didonorkan kepada orang lain sehingga memerlukan pertimbangan yang matang. Oleh karena itu
sebagai perawat yang berperan sebagai konselor dan pendamping harus dapat meyakinkan klien
bahwa keputusan akhir dari komite merupakan keputusan yang terbaik.
Menurut Jusuf Hanafiah (1999) Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien
kepada dokter setelah diberikan penjelasan. Hal ini dilakukan setiap melakukan tindakan medis
sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut
Depkes (2002),informed consent dibagi menjadi 2 bentuk yaitu:
1. Implied consent, yaitu persetujuan yang dinyatakan secara langsung.
2. Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan atau ferbal.
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan
tindakan kedokteran kepada klien adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), dimana dokter harus segera bertindak untuk
menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya. Ini
tercantum dalam Permenkes No.290/ Menkes/ Per/ III/ 2008.
Menurut Culver and Gert, ada 4 komponen yang harus dipahami pada suatu
consent/persetujuan :
1. Sukarela (voluntariness)
2. Informasi (information)
3. Kompetensi (competence)
4. Keputusan (decision)
2. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan
kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan
merupakan aspek otonomi pribadi menentukan ‘pilihannya sendiri’
Agar ilihan dapat dipeluas dan menghindari konflik, maka yang harus dilakukan adalah:
1. Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias, dan dapat
dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
2. Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya dan
menerima tanggung jawab keputusan yang diambil. Hal ini dapat diterima secara etika dan
menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu
sudah diberikan informasi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka.
3. Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan, mengembangkan
sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah,
propinsi, untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu.
4. Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidencebased, diharapkan konflik dapat ditekan serendah
mungkin.
5. Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai sesuatu kesempatan untuk saling
memberi, dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem
asuhan dan tekanan positif pada perubahan.
Beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat diplih oleh pasien, antara lain:
1. Bentuk pemeriksaan ANC dan screening laboratorium ANC
2. Tempat melahirkan
3. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
4. Didampingi waktu melahirkan
5. Argumentasi, stimulasi, induksi
6. Mobilisasi atau posisi saat persalinan
7. Pemakaian analgesia
8. Episiotomi
9. Pemecahan ketuban
10. Penolong persalinan
11. Keterlibatan suami pada waktu melahirkan
12. Teknik pemberian minuman pada bayi
13. Metode kontrasepsi
Pencegahan konflik etik, meliputi empat hal:
1. Informed Consent
2. Negosiasi
3. Persuasi
4. Komite Etik
1. Adanya kata sepakat, sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan. Dalam hal
perjanjian antara bidan dan pasien, kata sepakat harus diperoleh dari pihak bidan dan pasien
setelah terlebih dahulu bidan memberikan informasi kepada pasien sejelas-jelasnya.
2. Kecakapan, artinya bahwa seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang
tersebut mampu melakukan tindakan hukum, dewasa, dan tidak gila
3. Suatu hal tertentu, objek dalam persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan
jelas dan terperinci. Misalnya dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi:
nama, jenis kelamin, alamat, suami atau wali. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan
identitas yang memberikan persetujuan
4. Suatu sebab yang halal, maksudnya adalah isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan hukum.
Untuk memahami informed consent, maka digambarkan urutan pelaksanaannya pada bagan
alir sebagai berikut:
PASIE
N
BIDA
N
INFORMA
SI
CHOICE/PILIH
AN
KEPUTUSA
N
CONSENT
(PERSETUJUAN)
REFUSAL
(MENOLAK)
MENANDATANGANI FORM
PERSETUJUAN
MENANDATANGANI FORM
PENOLAKAN
(...............................) (......................................... )
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah atau kata etika sering kita dengar, baik di ruang kuliah maupun dalam kehidupan
sehari-hari tidak hanya dalam segi keprofesian tertentu, tetapi menjadi kata-kata umum yang
sering digunakan, termasuk diluar kalangan cendekiawan. Dalam profesi bidan “etika” lebih
dimengerti sebagai filsafat moral. Berdasarkan pembahasan diatas kita telah mengetahui etika
serta nilai dalam profesi kebidanan. Dengan kita mengetahui nilai etika kebidanan maka dalam
penyerapan dan pembentukan nilai oleh tenaga bidan dapat dilakukan dengan tepat dan tidak
melenceng dari nilai serta kode etik kebidanan.
3.2 Saran
Diharapkan tenaga bidan memahami tentang apa itu etika kebidanan sehingga dengan
mudah menyerap dan membetuk nilai etika kebidanan. Sehingga pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat tidak mengecewakan dan tidak ada pihak yang dirugikan
DAFTAR PUSTAKA
- IBI. 2005. ETIKA DAN KODE ETIK BIDAN DI INDONESIA, Jakarta : Gramedia
- Reni Heryani, SST, SKM, M.Biomed. 2016. BUKU AJAR ETIKOLEGAL DALAM
PRAKTIK KEBIDANAN UNTUK MAHASISWA KEBIDANAN EDISI REVISI, Jakarta
Timur : TIM
- Santi Susanti, S.SiT, M.Kes. 2010. ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN,
Jakarta Timur : TIM