Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PEMECAHAN MASALAH ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Etikolegal

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1

1. AINNISA IBRAHIM HAMID


2. AL-MAIDAH TENDA
3. ARI MARIANA A. NAHAK
4. ETLABORA BAY
5. FEBI YANTI TIMULI
6. FELIKSIA JANUARI ASA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG

2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


369/Mengkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan, didalamnya terdapat Kode
Etik Bidan Indonesia. Deskripsi kode etik bidan Indonesia adalah merupakan suatu ciri
profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan
merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi
anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
Kemajuan  ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang berpengaruh
terhadap meningkatnya kritis masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan terutama
pelayanan kebidanan. Menjadi tantangan bagi profesi bidan untuk mengembangkan
kompetensi dan profesionalisme dalam menjalankan praktik kebidanan serta dalam
memberikan pelayanan berkualitas.
Sikap etis profesional bidan akan mewarnai dalam setiap langkahnya, termasuk
dalam mengambil keputusan dalam merespon situasi yang muncul dalam usaha.
Pemahaman tentang etika dan moral menjadi bagian yang fundamental dan sangat
penting dalam memberikan asuhan kebidanan. dengan senantiasa menghormati nilai-
nilai pasien.
Etika merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar
atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika
berfokus pada prinsip dan konsep yang membimbing manusia berfikir dan bertindak
dalam kehidupannya dilandasi nilai-nilai yang dianutnya.

1.2        Rumusan Masalah
1.         Apa itu etik dan moral?
2.         Apa saja masalah etik dan moral yang mungkin terjadi dalam praktek kebidanan?
3.         Apa bedanya issue etik dalam kebidanan dengan issue moral dalam kebidanan?
4.         Apa bedanya konflik moral dengan dilema moral?
5.         Bagaimana masalah etik moral yang berhubungan dengan teknologi?
6.         Apa saja langkah-langkah yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah dilema etik?
7.         Apa itu informed choice?
8.         Apa itu informed consent?

1.3       Tujuan Penulisan
Melalui makalah ini diharapkan sebagai tenaga kesehatan bidan dapat mengetahui
apa saja masalah etik moral yang mungkin terjadi dalam praktik kebidanan sehingga
kita tau bagaimana cara bersikap/etik moral dalam melaksanakan profesi kita dalam
berpraktik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Memecahkan Masalah Yang Berkaitan Dengan Etikolegal Pelayanan   Kebidanan

2.1.1      Masalah-masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi Dalam Praktek Bidan


1.    Tuntutan etik adalah hal penting dalam kebidanan karena :
a.    Bertanggung jawab atas keputusan yang dibuat
b.    Bertanggung jawab atas keputusan yang diambil
2.    Untuk menjalankan praktik kebidanan dengan baik dibutuhkan :
a.    Pengetahuan klinik yang baik
b.    Pengetahuan yang up to date
c.    Memahami issue etik dalam pelayanan kebidanan
3.    Harapan Bidan dimasa depan :
a.    Bidan dikatakan profesional, apabila menerapkan etika dalam menjalankan praktik kebidanan
(Daryl Koehn, Ground of Profesional Ethis, 1994)
b.    Dengan memahami peran bidan tanggung jawab profesionalisme bidan terhadap pasien atau
klien akan meningkat
c.    Bidan berada dalam posisi baik  memfasilitasi klien dan membutuhkan peningkatan
pengetahuan tentang etika untuk menerapkan dalam strategi praktik kebidanan

2.1.2        Langkah-langkah Penyelesaian Masalah

2.1.2.1         Pengkajian

Hal pertama yang perlu diketahui bidan adalah perlu mendengar kedua sisi dengan menjadi
pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil
keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :
1.        Apa yang menjadi fakta medik ?
2.        Apa yang menjadi fakta psikososial ?
3.        Apa yang menjadi keinginan klien ?
4.        Apa nilai yang menjadi konflik ?
5.        Perencanaan.

Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat dalam
pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan
3 (tiga) hal yang sangat spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu:
1.        Tentukan tujuan dari treatment.
2.        Identifikasi pembuat keputusan
3.        Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi/pilihan.
2.1.2.2         Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan beserta anggota
tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang dapat diterima dan saling
menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran
Bidan selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis
sering kali menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih/berduka, marah, dan emosi
kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para
pengambil keputusan. Bidan harus ingat “Saya disini untuk melakukan yang terbaik bagi klien”.
Bidan harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua) alternatif yang
menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai
kesepakatan, pengambil keputusan harus menjalankannya. Kadang kala kesepakatan tak tercapai
karena semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, Bidan
tak dapat menangkap perhatian utama klien. Sering kali klien/keluarga mengajukan permintaan
yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat dihormati.

2.1.2.3         Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan sebagai
outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment  medik, dan fakta sosial dapat
dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi
diantara para pengambil keputusan masih harus dipelihara.
Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek kebidanan dapat bersifat personal ataupun
profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat
diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena
keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat
berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan
takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan
kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.
Masalah pengambilan keputusan dalam pemberian transplantasi ginjal juga sering 
menimbulkan dilema etis karena sangat berhubungan dengan hak asasi manusia, pertimbangan
tingkat keberhasilan tindakan dan keterbatasan sumber-sumber  organ tubuh yang dapat
didonorkan kepada orang lain sehingga memerlukan pertimbangan yang matang. Oleh karena itu
sebagai perawat yang berperan sebagai konselor dan pendamping harus dapat meyakinkan klien
bahwa keputusan akhir dari komite merupakan keputusan yang terbaik.

2.1.3        Informed Choice dan Informed Consent


Menurut Jhon M. Echols dalam kamus bahasa inggris indonesia tahun 2003 Informed berarti
telah diberitahukan, telah disampaikan, telah di informasikan. Sedangkan Choice berarti pilihan.
Dengan demikian secara umum Infrmed Choice dapat diartikan memberitahukan atau
menjelaskan pilihan-pilihan yang ada pada klien.
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya, peran bidan tidak hanya
membuat asuhan dalam menejemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita
untuk memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi.
Menurut kode etik bidan internasional tahun 1993, ”bidan harus menghormati hak informed
choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggung
jawabnya tentang hasil dari pilihannya”
Informasi  yang diberikan kepada ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan, dan
kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Tetapi sebagian besar wanita masih sulit untuk membuat
keputusan karena alasan social, ekonomi, kurangnya pendidikan, dan pemahaman masalah
kesehatan. Kesulitan bahasa, dan pehamanan sistem kesehatan yang tersedia dan lain-lain.
Berikut rambu-rambu yang harus di ingat dalam Informed Choice :
1.        Informed Choice bukan sekedar mengetahui berbagai pilihan yang ada, namun juga mengerti
benar manfaat dan resiko dari setiap pilihan yang ditawarkan.
2.        Informed choice tidak sama dengan membujuk atau memaksa klien mengambil keputusan
yang menurut orang lain baik (meskipun dilakukan dengan cara halus)

Menurut Jusuf Hanafiah (1999) Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien
kepada dokter setelah diberikan penjelasan. Hal ini dilakukan setiap melakukan tindakan medis
sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut
Depkes (2002),informed consent dibagi menjadi 2 bentuk yaitu:
1.        Implied consent, yaitu persetujuan yang dinyatakan secara langsung.
2.        Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan atau ferbal.
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan
tindakan kedokteran kepada klien adalah:
1.        Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), dimana dokter harus segera bertindak untuk
menyelamatkan jiwa.
2.        Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya. Ini
tercantum dalam Permenkes No.290/ Menkes/ Per/ III/ 2008.
Menurut Culver and Gert, ada 4 komponen yang harus dipahami pada suatu
consent/persetujuan :
1.        Sukarela (voluntariness)
2.        Informasi (information)
3.        Kompetensi (competence)
4.        Keputusan (decision)

Pilihan (choice) berbedadengan persetujuan (consent), yaitu:


1. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena berkaitan dengan aspek
hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan.

2. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan
kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan
merupakan aspek otonomi pribadi menentukan ‘pilihannya sendiri’

Agar ilihan dapat dipeluas dan menghindari konflik, maka yang harus dilakukan adalah:
1.        Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias, dan dapat
dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
2.        Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya dan
menerima tanggung jawab keputusan yang diambil. Hal ini dapat diterima secara etika dan
menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu
sudah diberikan informasi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka.
3.        Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan, mengembangkan
sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah,
propinsi, untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu.
4.        Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidencebased, diharapkan konflik dapat ditekan serendah
mungkin.
5.        Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai sesuatu kesempatan untuk saling
memberi, dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem
asuhan dan tekanan positif pada perubahan.

Beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat diplih oleh pasien, antara lain:
1.      Bentuk pemeriksaan ANC dan screening laboratorium ANC
2.      Tempat melahirkan
3.      Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
4.      Didampingi waktu melahirkan
5.      Argumentasi, stimulasi, induksi
6.      Mobilisasi atau posisi saat persalinan
7.      Pemakaian analgesia
8.      Episiotomi
9.      Pemecahan ketuban
10.  Penolong persalinan
11.  Keterlibatan suami pada waktu melahirkan
12.  Teknik pemberian minuman pada bayi
13.  Metode kontrasepsi
 Pencegahan konflik etik, meliputi empat hal:
1.    Informed Consent
2.    Negosiasi
3.    Persuasi
4.    Komite Etik

Latar belakang diperlukannya informed consent adalah karena tindakan medik yang


dilakukan bidan, hasilnya penuh dengan ketidak pastian dan unpredictable (tidak dapat
diperhitungkan secara matematik), sebab dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada di luar
kekuasaan bidan, seperti perdarahan post partum, shock, asfiksia neonatorum.
Menurut Dr.H.J.J Leenen, bahwa isi dari informasi adalah diagnosa, terapi, tentang cara
kerja, resiko, kemungkinan perasaan sakit, keuntungan terapi, dan prognosa. Yang berhak
memberikan persetujuan adalah mereka yang dalam keadaan sadar dan sehat mental, telah
berumur 21 tahun atau telah menikah, bagi mereka yang telah berusia lebih dari 21 tahun tetapi
dibawah pengampuan maka persetujuan diberikan oleh wali. Ibu hamil yang telah
melangsungkan perkawinan, berarapun umurnya, menurut hukum adalah dewasa (cakap), berhak
mendapat informasi.
Hak atas persetujuan bilamana ada pertentangan dengan suami maka pendapat ibu hamil
yang diturut karena yang memebrikan persetujuan adalah ibu hamil sendiri, mengingat akan hak
atas alat reproduksi.
Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah pihak, yaitu pasien
menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir persetujuan itu
ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka persetujuan kedua belah pihak saling mengikat dan
tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak. Ia hanya dapat dipergunakan sebagai bukti tertulis
akan adanya izin atau persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang dilakukan.
Bilamana ada formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi segala
akibat dari tindakan akan menjadi tanggung jawab bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut
secara hukum tidak mempunyai kekuatan hukum, mengingat seseorang tidak dapat
membebaskan diri dari tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.
Rahasia pribadi yang diberitahu oleh ibu hamil adalah rahasia yang harus dipegang teguh
dan dirahasiakan bahkan sampai yang bersangkutan meninggal dunia. Hukuman membuka
rahasia jabatan diatur dalam KUHP BAB XVII pasal 322 tentang membuka rahasia.

Informed consent mempunyai dua dimensi, yaitu sebagai berikut:

1.         dimensi hukum, merupakan perlindungan pasien terhadap bidan yang berperilaku


memaksakan kehendak, memuat:
a.         keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien
b.        informasi yang diberikan harus dimngerti pasien
c.         memberikan kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik
2.         Dimensi etik, mengandung nilai-nilai:
a.         menghargai otonomi pasien
b.        tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila diminta atau dibutuhkan
c.         bidan menggali keinginan pasien baik secara subjektif atau hasil pemikiran rasional.

Syarat syahnya perjanjian atau consent adalah:

1.         Adanya kata sepakat, sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan. Dalam hal
perjanjian antara bidan dan pasien, kata sepakat harus diperoleh dari pihak bidan dan pasien
setelah terlebih dahulu bidan memberikan informasi kepada pasien sejelas-jelasnya.
2.         Kecakapan, artinya bahwa seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang
tersebut mampu melakukan tindakan hukum, dewasa, dan tidak gila
3.         Suatu hal tertentu, objek dalam persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan
jelas dan terperinci. Misalnya dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi:
nama, jenis kelamin, alamat, suami atau wali. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan
identitas yang memberikan persetujuan
4.         Suatu sebab yang halal, maksudnya adalah isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan hukum.
Untuk memahami informed consent, maka digambarkan urutan pelaksanaannya pada bagan
alir sebagai berikut:

PASIE
N

BIDA
N

INFORMA
SI

CHOICE/PILIH
AN

KEPUTUSA
N

CONSENT
(PERSETUJUAN)

REFUSAL
(MENOLAK)

MENANDATANGANI FORM
PERSETUJUAN

MENANDATANGANI FORM
PENOLAKAN

CONTOH INFORMED CONSENT DALAM


TINDAKAN PERSALINAN

Bidan Praktik Swasta .........................


Alamat ................................................
Telp .....................Fax .........................
Kode Pos ............................................

PERSETUJUAN TINDAKAN PERTOLONGAN


PERSALINAN
Nomor: ..............
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama                           : ........................................................
Tempat/Tanggal Lahir  : ........................................................
Alamat                         : ........................................................
Kartu Identitas             : ........................................................
Pekerjaan                     : ........................................................
            Selaku individu yang meminta bantuan pada fasilitas kesehatan ini, bersama ini saya
menyatakan kesediaanya untuk dilakukan tindakan dan prosedur pertolongan persalinan pada diri
saya.
            Apabila dalam keadaan dimana saya tidak mampu untuk memperoleh penjelasan dan
memberi persetujuan maka saya menyerahkan mandat kepada suami atau wali saya, yaitu:
Nama                           : ........................................................
Tempat/Tanggal Lahir  : ........................................................
Alamat                         : ........................................................
Kartu Identitas             : ........................................................
Pekerjaan                     : ........................................................
            Demikian surat persetujuan ini saya buat tanpa paksaaan dari pihak manapun dan agar
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
                                                                                    ........................, .......................
                                                                                                Yang memberi
Bidan,                                                                       Persetujuan pasien

(...............................)                                            (......................................... )         

  
BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Istilah atau kata etika sering kita dengar, baik di ruang kuliah maupun dalam kehidupan
sehari-hari tidak hanya dalam segi keprofesian tertentu, tetapi menjadi kata-kata umum yang
sering digunakan, termasuk diluar kalangan cendekiawan. Dalam profesi bidan “etika” lebih
dimengerti sebagai filsafat moral. Berdasarkan pembahasan diatas kita telah mengetahui etika
serta nilai dalam profesi kebidanan. Dengan kita mengetahui nilai etika kebidanan maka dalam
penyerapan dan pembentukan nilai oleh tenaga bidan dapat dilakukan dengan tepat dan tidak
melenceng dari nilai serta kode etik kebidanan.

3.2              Saran
Diharapkan tenaga bidan memahami tentang apa itu etika kebidanan sehingga dengan
mudah menyerap dan membetuk nilai etika kebidanan. Sehingga pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat tidak mengecewakan dan tidak ada pihak yang dirugikan
DAFTAR PUSTAKA

-       IBI. 2005. ETIKA DAN KODE ETIK BIDAN DI INDONESIA, Jakarta : Gramedia
-       Reni Heryani, SST, SKM, M.Biomed. 2016. BUKU AJAR ETIKOLEGAL DALAM
PRAKTIK KEBIDANAN UNTUK MAHASISWA KEBIDANAN EDISI REVISI, Jakarta
Timur : TIM
-       Santi Susanti, S.SiT, M.Kes. 2010. ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN,
Jakarta Timur : TIM

Anda mungkin juga menyukai