Anda di halaman 1dari 5

Fatwa MUI: Pemberian Vaksin Tidak Akan Membatalkan Puasa

Pandemi COVID-19 di Indonesia masih terus berlangsung. Bahkan, kasusnya


telah mencapai 1,4 juta orang terkonfirmasi positif COVID-19, dengan 131 ribu
di antaranya masih berstatus aktif. Tak terasa pula telah menjelang minggu-
minggu menuju Ramadan. Banyak berita palsu yang mulai beredar di kalangan
masyarakat terutama mengenai vaksin COVID-19 yang bisa membatalkan
puasa.
Untuk menegaskan bahwa vaksinasi merupakan kegiatan yang aman,
pemerintah terus mengampanyekan untuk tidak ragu dalam mendapatkan
vaksin, termasuk para tokoh agama. MUI (Majelis Ulama Indonesia) pun
mengeluarkan fatwa terkait hukum vaksinasi saat berpuasa pada bulan
Ramadan. Dalam Fatwa Nomor 13 Tahun 2021, MUI menyatakan bahwa
melaksanakan vaksinasi pada saat berpuasa tidak akan membatalkan ibadah
tersebut.
Berikut kelengkapan isi fatwa beserta rekomendasi dari MUI mengenai
vaksinasi!
Fatwa MUI
farmalkes.kemkes.go.id
MUI menerbitkan fatwa terkait hukum vaksinasi saat Ramadan. Berikut isi
Fatwa Nomor 13 Tahun 2021 tentang vaksinasi COVID-19 saat puasa:
 Penyuntikan vaksin ke otot atau intramuscular tidak membatalkan puasa.
 Hukum melaksanakan vaksin COVID-19 bagi umat Islam yang sedang
berpuasa adalah boleh, sepanjang tidak menyebabkan bahaya.
“Fatwa MUI sudah keluar bahwa vaksinasi di bulan Ramadhan tidak
membatalkan puasa karena tidak masuk dari lubang yang tersedia,” ungkap
Wakil Presiden Ma’Aruf Amin.
Rekomendasi MUI
flickr.com/sehatnegeriku
MUI juga memberikan rekomendasinya terkait pelaksanaan vaksinasi COVID-
19 selama bulan Ramadan, antara lain:
 Vaksinasi COVID-19 pada bulan Ramadan tetap dapat dilakukan dengan
memperhatikan kondisi umat Islam yang sedang berpuasa.
 Vaksinasi dapat dilakukan pada malam hari terhadap umat Islam yang
berpuasa, karena dikhawatirkan kondisi fisik yang lemah.
 Umat Islam wajib berpartisipasi dalam program vaksinasi COVID-19.
Tanggapan Kemenkes
flickr.com/irvanfauzi
Menanggapi rekomendasi dari MUI, Kemenkes mengeluarkan pernyataannya,
yaitu:
 Sedang mempertimbangkan efektivitas waktu vaksinasi pada siang atau
malam hari
 Memastikan kesiapan mekanisme vaksinasi pada siang hari selama
Ramadan
 Menilai rekomendasi vaksinasi pada malam hari sebagai alternatif
Itulah fatwa MUI terkait dengan vaksinasi COVID-19 selama bulan Ramadan.
Jadi jangan ragu lagi, ya, Bela untuk mendapatkan vaksin dan tetap patuhi
protokol kesehatan.
Catat! Inilah 5 Mitos Vaksin yang Perlu Kamu Ketahui

Seperti yang kamu ketahui, penyebaran virus COVID-19 di masa pandemi ini terbilang sangat rentan
dan cepat. Akan tetapi, ada beragam upaya yang dapat kamu lakukan untuk berkontribusi dalam
memutus mata rantai penyebaran virus tersebut.
Mulai dari pembatasan sosial, hingga menerapkan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh
badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO). Salah satunya adalah dengan
memperoleh vaksin yang telah teruji secara klinis.
Eits, perlu diketahui bahwa banyak membaca dan mencari tahu informasi mengenai vaksin sangat
dianjurkan, lho! Dengan begini, kamu akan mengetahui kebenaran terkait injeksi vaksin dan beralih
dari beberapa mitos yang tersebar di kalangan masyarakat. Apa saja?
Mitos pertama: tidak efektif 100%, vaksin tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya

Beberapa badan kesehatan yang tersebar di berbagai negara telah berhasil menemukan vaksin untuk
virus COVID-19. Namun, sebagian besar tidak mencapai tingkat efektivitas hingga 100%. Termasuk
vaksin Sinovac asal Tiongkok di Indonesia yang meraih sekitar 65,3%.
Dampaknya, desas-desus pun tersebar bahwa vaksin dengan tingkat efektivitas yang tidak sempurna
tidak akan memberi dampak positif sebagaimana fungsinya. Melansir dari Science Insider, para pakar
memastikan bahwa anggapan tersebut adalah mitos belaka.
Spesifiknya dijelaskan oleh Dr. Maria Elena Bottazzi yang merupakan vaccinologist asal Amerika
Serikat. Katanya, "Setiap vaksin memiliki tingkatannya sendiri untuk melakukan proteksi melalui
tubuh yang terus bekerja hingga terekspos oleh penularan tertentu ... dari situ, seseorang akan
memperoleh kemungkinan yang lebih rendah untuk terinfeksi dan kebutuhan untuk dirumah-sakitkan,
hingga mengalami pemulihan yang lebih cepat."
Mitos kedua: vaksin menghasilkan penyakit terkait

Secara medis, kamu memahami bahwa vaksin memiliki manfaat paling mendasar untuk memberikan
pertahanan dan perlindungan dari berbagai penyakit infeksi yang berbahaya. Atau spesifiknya, vaksin
bermanfaat sebagai upaya pencegahan penyakit menular.
Namun, seperti yang kamu ketahui, vaksin terkadang memberi efek samping yang meliputi demam
dan sejenisnya kepada sebagian orang. Dampaknya, mitos pun tersebar bahwa vaksin justru
menghasilkan penyakit yang awalnya direncanakan untuk dicegah.
Ditekankan oleh Dr. Maria Elena Bottazzi, hal tersebut tidak benar, karena efek samping merupakan
hal yang wajar terjadi. Pakar lain bernama Dr. Nupunie Rajapakse menjelaskan lebih lanjut, bahwa
vaksin bekerja mengekspos kekebalan tubuh dan infeksi untuk bekerja dan mengembangkan proteksi
dari penyakit tersebut.
Mitos ketiga: negara yang telah bersih dari virus tidak membutuhkan vaksin

Sebuah pencapaian yang sangat diharapkan oleh setiap negara untuk akhirnya bersih dari virus
COVID-19. Dengan begitu, ancaman kesehatan pun dianggap menghilang dan orang-orang akan
kembali ke pola kehidupan normal seperti sedia kala.
Dalam waktu bersamaan, kebutuhkan untuk memperoleh injeksi vaksin pun tidak lagi dirasa penting
oleh sebagian besar orang. Padahal, tahukah kamu? Negara yang telah dinyatakan 'bersih' dari suatu
virus akan tetap membutuhkan injeksi vaksin, lho!
Yup, melansir penjelasan Dr. Nipunie Rajapakse kepada Science Insider, mobilitas dan pergerakan
manusia dari satu negara ke negara lainnya akan tetap memberi peluang terhadap penyebaran virus.
Pasalnya, banyak dari virus-virus mematikan di dunia yang sebenarnya tetap hidup di suatu tempat
sehingga proteksi vaksin selalu dibutuhkan.
Mitos keempat: vaksin dapat menyebabkan autisme

Sebagaimana yang kamu ketahui, vaksin memberi proteksi jangka panjang yang sangat dibutuhkan
untuk mencegah infeksi penyakit menular. Namun, pernyataan jangka panjang tersebut terkadang
terdengar cukup menakutkan bagi sebagian orang.
Kata tersebut memberi kecemasan bahwa mungkin saja, efek samping negatif dari sebuah vaksin akan
terasa di masa yang akan datang. Salah satunya adalah potensi autisme yang disebut-sebut dapat
dialami seseorang pada waktu tertentu.
Namun, tentu saja, anggapan tersebut adalah mitos belaka. Bahkan, Dr. Maria Elena Bottazzi dan Dr.
Nipunie Rajapakse menekankan bahwa dunia medis telah melakukan banyak penelitian yang
melibatkan beragam samples dari berbagai negara. Hasil yang didapatkan membuktikan bahwa
vaksin tidak memiliki hubungan dengan autisme.
Mitos kelima: memperoleh injeksi vaksin lebih dari sekali sangatlah berbahaya

Berbicara mengenai vaksin, kamu wajib memahami lebih dulu mengenai proses injeksi yang harus
kamu peroleh. Tentu, sesuai aturan, injeksi vaksin harus dilakukan lebih dari sekali sesuai dengan
porsi yang telah ditetapkan oleh badan kesehatan terkait.
Hal tersebut ditujukan agar fungsi proteksi tubuh terhadap penyakit menular dapat bekerja
sebagaimana mestinya. Sayangnya, beberapa orang menganggap bahwa injeksi vaksin yang harus
dilakukan lebih dari satu kali tersebut akan membahayakan kesehatan.
Melansir dari Science Insider, Dr. Nipunie Rajapakse menjelaskan bahwa hal tersebut adalah mitos.
Pasalnya, imun dalam tubuh bersifat sangat kuat sehingga antigen dalam vaksin memiliki skala yang
sangat kecil untuk membahayakan fungsinya.

Anda mungkin juga menyukai