Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH

“HEMOTORAX”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6 :

Sri Fifi Safitri : 105111101719


Lilis Wulandari : 105111101819
Ayu Aristia Harun : 105111101919

PRODI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN 2020/2021

1
2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal
atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul.
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi
operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks,
sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan
mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan
darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah
selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian
terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. Walaupun banyak
faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita
hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang kelura dari selang dada
merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat
dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap
jamuntuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus,
eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.

B. TUJUAN
Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu mengetahui
tantang hemotoraks.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI

Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah
tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar.
Normalnya, rongga pleura hanya rongga potensial. Perdarahan ke dalam rongga
pleura dapat menghasilkan cedera ekstrapleura atau intrapleura.

B. ETIOLOGI

Penyebab umum dari hemotoraks adalah trauma toraks. Hemotoraks juga


dapat terjadi pada pasien dengan defek pembekuan darah, operasi toraks atau jantung,
infark pulmonal, kanker pleura atau paru, dan tuberkulosis. Selain itu, penyebab
lainnya adalah pemasangan kateter vena sentral dan tabung torakostomi.

C. EPIDEMIOLOGI

Untuk menentukan frekuensi populasi dengan hemotoraks secara general


cukup sulit. Hemotoraks kecil dapat dihubungkan dengan fraktur kosta dan dapat
tidak teridentifikasi atau tidak membutuhkan penanganan. Karena penyebab
terbanyak adalah dari trauma, estimasi populasi dapat dilihat dari statistik trauma.
150.000 kematian karena trauma terjadi setiap tahun. Pada suatu periode, anak-anak
yang mengalami trauma, 4,4% dari jumlah tersebut mengalami trauma toraks.
Mortalitas trauma toraks dengan hemopneumotoraks adalah 26,7% dan hemotoraks
adalah 57,1%. Hemotoraks non-traumatik memiliki angka mortalitas yang lebih
rendah.

D. PATOFISIOLOGI

Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua


gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic. Respon
fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area utama:
hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah
dan kecepatan kehilangan darah.1

4
Perubahan hemodinamik bervariasi, tergantung pada jumlah perdarahan dan
kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria
70kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.
Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal
syokyaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah.

Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk


terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan exsanguinating dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah.

Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi dan
oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding
dada.Sebuah kumpulan darah yang cukup besar menyebabkan pasien mengalami
dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang
diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan cadangan
paru dan jantung yang mendasari.

5
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk penyakit
metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan
respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan utama.

Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,


dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa jam
penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura dimulai.

Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan


pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik
tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan
sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara
ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan
gejala efusi pleura berdarah.

Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari


hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri pada
hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini dapat
mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hemotoraks adalah nyeri dada,
napas pendek, takikardi, hipotensi, pucat, dingin, dan takipneu. 2,3,4 Pasien juga dapat
mengalami anemia sampai syok.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik paru, foto toraks,


analisis cairan pleura, torasentesis, USG, dan CT scan. Pada pemeriksaan fisik paru
didapatkan tanda-tanda seperti pada efusi pleura. Pada hemitoraks yang sakit,
pergerakan akan terlihat berkurang. Perkusi pada hemitoraks yang sakit terdengar
redup dan pada auskultasi suara napas menurun atau menghilang sama sekali.

6
Pada foto toraks juga tampak seperti pada efusi pleura. Pada kasus trauma
tumpul, hemotoraks sering dihubungkan dengan cedera toraks lainnya yang dapat
terlihat pada foto toraks, seperti fraktur kosta atau pneumotoraks.

CT scan merupakan pemeriksaan yang cukup akurat untuk mengetahui cairan


pleura atau darah, dan dapat membantu untuk mengetahui lokasi bekuan darah. Selain
itu, CT scan juga dapat menentukan jumlah bekuan darah di rongga pleura.

Pada analisis cairan pleura, setelah dilakukan aspirasi, cairan tersebut


diperiksa kadar hemoglobin atau hematokrit. Dikatakan hemotoraks jika kadar
hemoglobin atau hematokrit cairan pleura separuh atau lebih dari kadar hemoglobin
atau hematokrit darah perifer.

G. PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi adalah agar pasien dalam keadaan stabil, menghentikan


perdarahan, dan mengeluarkan darah dan udara yang ada pada rongga pleura. Pasien
diberikan oksigen, memastikan airway, breathing, dan circulation. Jika pasien

7
hipotensi, infus diberikan dan dimulai resusitasi cairan yang sesuai dengan
menggunakan Ringer Lactate. Transfusi darah dapat diberikan jika dibutuhkan.

Torakostomi atau chest tube adalah terapi utaman untuk pasien dengan
hemotoraks. Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke
ukuran normal. Torakotomi adalah prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga
dada ketika hemotoraks masif atau terjadi perdarahan persisten. Torakotomi juga
dilakukan ketika hemotoraks parah dan chest tube tidak dapat mengontrol perdarahan.
Torakotomi dilakukan bila perdarahan > 200 ml/jam dan tidak ada tanda-tanda
perdarahan berkurang.

Fibrinolysis intrapleural digunakan untuk mengevakuasi hemotoraks residual


dalam kasus dimana drainase dengan torakostomi inisial tidak adekuat. Dosis yang
digunakan adalah streptokinase (250.000 IU) atau urokinase (100.000 IU) dalam 100
ml saline steril. Dalam studi mengenai penggunaan fibrinolysis intrapleural dalam
kasus hemotoraks clotted traumatic, dengan memasukkan agen fibrinolysis secara
harian dalam jangka waktu 2-15 hari, memberikan hasil penyembuhan sebanyak 92%.

H. PROGNOSIS

Prognosis umum pada pasien dengan hemotoraks cukup baik. Mortalitas


berhubungan dengan berat ringannya cedera pada trauma toraks. Empyema dapat
terjadi pada 5% kasus, sedangkan fibrotoraks dapat terjadi pada 1% kasus. Prognosis
jangka pendek dan jangka panjang pada pasien dengan hemotoraks non-traumatik
bergantung pada penyebab hemotoraks.

8
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HEMOTORAKS

A. PENGKAJIAN

Berdasarkan klasifikasi Doenges, dkk (2000) riwayat keperawatan yang perlu


dikaji adalah :

a. Aktifitas / istirahat.

Gejala : Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat

b. Sirkulasi, Tanda

 Takikardia
 Frekwensi tidak teratur/disritmia
 S3 atau S4 / irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap effusi)
 Nadi apical berpindah oleh adanyapenyimpangan mediastinal (dengan
tegangan pneumothorak).
 Tanda Homan (bunyi renyah s/d denyutan jantung, menunjukan udara
dalam mediastinum).
 Tekanan Darah : Hipertensi / hipotensi

c. Integritas Ego.

Tanda : ketakutan, gelisah

d. Makanan / Cairan.

Tanda : Adanya pemasangan IV vena sentral/infus tekanan

e. Nyeri / Kenyamanan

Gejala:

 Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk.


 Timbul tiba-tiba sementara batuk atau regangan (pneumothorak spontan).

9
 Tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinanan menyebar keleher, bahu abdomen (Effusi Pleural).

Tanda:

 Berhati-hati pada area yang sakit


 Perilaku distraksi.
 Mengkerutkan wajah.

f. Pernapasan

Gejala:

 kesulitan bernapas, lapar napas


 Batuk (mungkin gejala yang ada)
 Riwayat bedah dada/trauma: Penyakit paru kronik, inflamasi/infeksi paru
(Empiema, Efusi) ; penyakit interstisial menyebar (Sarkoidosis) ;
keganasan (mis: Obstruksi tumor).
 Pneumothorak spontan sebelumnya, ruptur empisematous bula spontan,
bleb sub pleural (PPOM).

Tanda:

 Pernapasan ; peningkatan frekwensi/takipnea


 Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesoris pernapasan pada
dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat.
 Bunyi napas menurun atau tidak ada (sisi yang terlibat)
 Fremitus menurun (sisi yang terlibat).
 Perkusi dada : Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumothorak), bunyi
pekak diatas area yang terisi cairan (hemothorak)
 Observasi dan palpasi dada : Gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila
trauma atau kemps, penurunan penmgembangan thorak (are yang sakit).
 Kulit : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subcutan (udara pada jaringan
dengan palpasi).
 Mental : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan

10
 Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif / terapi PEEP.

g. Keamanan, Gejala :

 Adanya trauma dada


 Radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Takefektif pola pernapasan b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan,


gangguan muskuloskeletal, Nyeri ansietas, proses inflamasi.
2. (Resiko tinggi) Trauma / penghentian napas b/d penyakit saat ini/proses cedera,
system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan.
3. Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar (tentang kondisi dan aturan pengobatan
b/d kurang terpajan dengan informasi.
4. (Resiko tinggi) Gangguan pertukaran gas b/d kemungkinan terjadi tension
pneumothorak sekunder terhadap sumbatan pada selang dada.
5. Perubahan Kenyamanan (nyeri) b/d pemasangan selang dada.
6. (Resiko tinggi) Infeksi b/d tindakan invasive

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Takefektif pola pernapasan b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan,


gangguan muskuloskeletal, Nyeri ansietas, proses inflamasi.

Intervensi Rasional
1. Identifikasi etiologi /factor Pemahaman penyebab kolaps paru perlu
pencetus, contoh kolaps spontan, untuk pemasangan selang dada yang
trauma, infeksi, komplikasi ventilasi tepat dan memilih tindakan terapiutik
mekanik. yang tepat.

. Evaluasi fungsi pernapasan, catat Distres pernapasan dan perubahan pada


kecepatan/pernapasan serak, dispnea, tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
terjadinya sianosis, perubahan tanda stress fisiologis dan nyeri menunjukan
vital. terjadinya syok b/d hipoksia/perdarahan.

3. Awasi kesesuaian pola pernapasan Kesulitan bernapas dengan ventilator


bila menggunakan ventilasi mekanik atau peningkatan tekanan jalan napas
dan catat perubahan tekanan udara. diduga memburuknya kondisi/terjadi
komplikasi (ruptur spontan dari bleb,
4. Auskultasi bunyi napas. terjadi pneumotorak).

Bunyi napas dapat menurun atau tidak


11
  ada pada lobus, segmen paru/seluruh
area paru (unilateral). Area Atelektasis
Catat pengembangan dada dan posisi tidak ada bunyi napas dan sebagian area
trahea. kolaps menurun bunyinya.

6. Kaji fremitus. Pengembangan dada sanma dengan


ekspansi paru. Deviasi trahea dari area
7. Kaji adanya area nyeri tekan bila sisi yang sakit pada tegangan
batuk, napas dalam. pneumothoraks.

8. Pertahankan posisi nyaman Suara dan taktil fremitus (vibrasi)


(peninggian kepala tempat tidur). menurun pada jaringan yang terisi cairan
/ konsolidasi.
9. Pertahankan perilaku tenang, Bantu
klien untuk kontrol diri dengan Sokongan terhadap dada dan otot
gunakan pernapasan lambat/dalam. abdominal buat batuk lebih
efektif/mengurangi trauma.
10. Bila selang dada dipasang :
Meningkatkan inspirasi maksimal,
- Periksa pengontrol pengisap untuk meningkatkan ekspansi paru dan
jumlah hisapan yang benar (batas air, ventilasi pada sisi yanmg tidak sakit
pengatur dinding/meja disusun tepat).
Membantu pasien alami efek fisiologis
- Periksa batas cairan pada botol hipoksia yang dapat dimanifestaikan
pengisap sebagai ansietas/takut

pertahankan pada batas yang Mempertahankan tekanan negatif intra


ditentukan. pleural sesuai yang diberikan,
meningkatkan ekspansi paru optimum
- Observasi gelembung udara botol atau drainase cairan.
penampung.
Air botol penampung bertindak sebagai
- Evaluasi ketidak pelindung yang mencegah udara
normalan/kontuinitas gelembung botol atmosfir masuk kearea pleural.
penampung.
Gelembung udara selama ekspirasi
- Tentukan lokasi kebocoran udara menunjukan lubang angin dari
(berpusat pada pasien atau system) pneumothorak (kerja yang diharapkan).
dengan mengklem kateter torak pada
bagian distal sampai keluar dari dada. Bekerjanya pengisapan, menunjukan
kebocoran udara menetap mungkin
- Klem selang pada bagian bawa unit berasal dari pneumotoraks besar pada
drainase bila kebocoran udara sisi pemasangan selang dada (berpusat
berlanjut. pada pasien), unit drainase dada berpusat
pada system.
- Awasi pasang surut air penampung
menetap atau sementara. Bila gelembung berhenti saat kateter
diklem pada sisi pemasangan, kebocoran
- Pertahankan posisi normal dari terjadi pada pasien (sisi pemasukan /

12
system drainase selang pada fungsi dalam tubuh pasien).
optimal.
Mengisolasi lokasi kebocoran udara
- Catat karakteristik/jumlah drainase pusat system.
selang dada.
Botol penampung bertindak sebagai
- Evaluasi kebutuhan untuk memijat manometer intra pleural (ukuran tekanan
selang (milking). intrapleural), sehingga fluktuasi (pasang
surut) tunjukan perbedaan tekanan antara
- Pijat selang hati-hati sesuai protocol, inspirasi dan ekspirasi. Pasang surut 2-6
yang meminimalkan tekanan negatif selama inspirasi normal dan sedikit
berlebihan. meningkat saat batuk. Fluktuasi
berlebihan menunjukan abstruksi jalan
- Bila kateter torak putus/ napas atau adanya pneumothorak besar.
lepas.Observasi tanda distress
pernapasan Berguna untuk mengevaluasi
kondisi/terjadinya komplikasi atau
- Setelah kateter torak dilepas. Tutup perdarahan yang memerlukan upaya
sisi lubang masuk dengan kasa steril. intervensi.

INTERVENSI KOLABORASI Pemijatan mungkin perlu untuk


meyakinkan/mempertahankan drainase
- Kaji seri foto thorak. pada adanya perdarahan segar/bekuan
darah besar atau eksudat purulen
- Awasi GDA dan nadi oksimetri, kaji (Empiema).
kapasitas vital/pengukuran volume
tidal. Pemijatan biasanya tidak nyaman bagi
pasien karena perubahan tekanan
- Berikan oksigen tambahan melalui intratorakal, dimana dapat menimbulkan
kanula/masker sesuai indikasi. batuk/ketidaknyamanan dada.

Pemijatan yang keras dapat timbulkan


tekanan hisapan intratorakal yang tinggi
dapat mencederai.

Pneumothorak dapat terulang dan


memerlukan intervensi cepat untuk
cegah pulmonal fatal dan gangguan
sirkulasi.

Deteksi dini terjadinya komplikasi


penting, contoh berulang pneumothorak,
adanya infeksi.

Mengawasi kemajuan perbaikan


hemothorak/pneumothorak dan ekspansi
paru. Mengidentifikasi posisi selang
endotraheal mempengaruhi inflasi paru.

13
Mengkaji status pertukaran gas dan
ventilasi.

Alat dalam menurunkan kerja napas,


meningkatkan penghilangan distress
respirasi dan sianosis b/d hipoksemia.

2. (Resiko tinggi) Trauma / penghentian napas b/d penyakit saat ini/proses


cedera, system drainase dada, kurang pendidikan keamanan/pencegahan.

Intervensi Rasional
1. Kaji dengan pasien tujuan / fungsi Informasi tentang bagaimana
drainase dada. system bekerja berikan keyakinan
dan menurunkan kecemasan
2. Pasangkan kateter torak kedinding dada pasien.
dan berikan panjang selang ekstra sebelum
memindahkan/mengubah posisi pasien : Mencegah terlepasnya kateter dada
atau selang terlipat, menurunkan
- Amankan sisi sambungan selang. nyeri/ketidaknyamanan b/d
penarikan/penggerakan selang.
-Beri bantalan pada sisi dengan kasa/plester.
Mencegah terlepasnya selang.
3. Amankan unit drainase pada tempat tidur
pasien Melindungi kulit dari iritasi /
tekanan.
4. Berikan alat transportasi aman bila pasien
dikirim keluar unit untuk tujuan diagnostik. Mempertahankan posisi duduk
tinggi dan menurunkan resiko
5. Awasi sisi lubang pemasangan selang, kecelakaan jatuh/unit pecah.
catat kondisi kulit.
Meningkatkan kontuinitas
6. Anjurkan pasien untuk menghindari evakuasi optimal cairan / udara
berbaring/menarik selang. selama pemindahan.

7. Identifikasi perubahan / situasi yang Memberikan pengenalan dini dan


harus dilaporkan pada perawat.Contoh mengobati adanya erosi /infeksi
perubahan bunyi gelembung, lapar udara kulit
tiba-tiba, nyeri dada segera lepaskan alat.
Menurunkan resiko obstruksi
8. Observasi tanda distress pernapasan bila drainase/terlepasnya selang.
kateter torak terlepas/tercabut.
Intervensi tepat waktu dapat
mencegah komplikasi serius.

Pneumothorak dapat
berulang/memburuk karena
mempengaruhi fungsi pernapasan
dan memerlukan intervensi darurat.

14
3. Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar (tentang kondisi dan aturan
pengobatan b/d kurang terpajan dengan informasi.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien. Informasi menurunkan takut
karena ketidaktahuan.
2 .Identifikasi kemungkinan
kambuh/komplikasi jangka panjang. Penyakit paru yang ada
seperti PPOM berta dan
3. Kaji ulang tanda/gejala yang keganasan dapat
memerlukan evaluasi medik cepat, meningkatkan insiden
seperti : nyeri dada tiba-tiba, dispnea, kambuh. Pasien sehat yang
distress pernapasan lanjut. menderita pneumothorak
spontan insiden kekambuhan
4. Kaji ulang praktek kesehatan yang 10 – 50 %.
baik contoh : nutrisi baik, istrahat,
latihan. Berulangnya
pneumothorak/hemothorak
memerlukan intervensi medik
untuk mencegah/menurunkan
potensial komplikasi.

Mempertahankan kesehatan
umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.
 

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Melaksanakan segala rencana tindakan Keperawatan
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan

15
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hemotoraks adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan timbulnya


darah di ruangan antara dua pleura (rongga pleura). Pleura adalah dua lapisan kantung
yang meliputi paru-paru dan memisahkannya dari dinding dada. Penyebab paling
umum dari hemotoraks adalah cedera tumpul atau tajam pada dada, seperti ketika
terjadi patah tulang iga yang menembus pleura dan menyebabkan darah memasuki
rongga pleura. Hal ini dapat membuat paru-paru mengempis, menyebabkan nyeri
dada dan kesulitan bernafas. Hal ini merupakan suatu kondisi medis yang darurat
yang memerlukan perawatan segera karena jika tidak, dapat terjadi komplikasi yang
mengancam jiwa, seperti syok hipovolemik akibat perdarahan yang hebat dan gagal
nafas. Perawatan dengan memasukan jarum ke rongga dada biasanya dilakukan untuk
mengeluarkan darah di dalam rongga pleura sehingga tekanan terhadap paru-paru
dapat berkurang. Apabila hemotoraks berat, tindakan pembedahan yang dikenal
dengan nama torakotomi diperlukan untuk menghentikan perdarahan.

16
 

  

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi Revisi.1996.jakarta:EGC

kapita selekta kedokteran.edisi ketiga.1997.Jakarta: Media Aesculapius.FKUI

http://bams-sujatmiko.blogspot.com/2012/12/pengamatan-hasil-penanganan-evakuasi.html

http://indobeta.com/hemothorax

http://wikidoc.org/index.php/Hemothorax

Mancini, Mary C. Hemothorax. 29 Januari 2014. Tersedia di


http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview diakses pada tanggal 30 Juni
2014.
Boston Medical Center. Pleural Diseases. 2014. Tersedia di
http://www.bmc.org/thoracicsurgery/diseasesandconditions-pleural.htm diakses pada
tanggal 30 Juni 2014.
Heller, Jacob L. Hemothorax. 9 Oktober 2012. Tersedia di
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000126.htm diakses pada tanggal 30
Juni 2014.
Light, R. W. dan Lee, Y. C. G. Hemothorax. 9 Oktober 2012. Tersedia di
https://www.medstarhealth.org/eHealth/AdamHealthContent/article/hemothorax/000126_111
diakses pada tanggal 30 Juni 2014.
SMF Ilmu Penyakit Paru. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya: FK Unair-RSU Dr. Soetomo. 2005.

17

Anda mungkin juga menyukai