Anda di halaman 1dari 30

Alkohol Sebabkan Gangguan Mental Organik

Selasa, 06/07/2010 09:00 WIB - dik

Penggunaan alkohol sebagai minuman sudah dikenal sejak ribuan tahun silam. Pesta
selamatan, kegembiraan, atau pesta akhir tahun selalu disertai penggunaan alkohol sebagai
pelengkap. Upacara kerajaan atau keagamaan sering dibumbui dengan minuman
memabukkan ini.
Alkohol dalam pengertian sehari-hari disebut etilalkohol (etanol) yang berasal dari peragian
anggur, ketan, singkong dan lain-lain. Alkohol termasuk senyawa yang mempunyai kapasitas
terjadinya ketergantungan fisik maupun mental. Meski sebagian besar masyarakat sudah
mengetahui tentang bahaya minuman ini, namun di pasaran minuman ini tetap laku keras.
Menurut dr Sri Rusmanti MKes, konsultan gizi klinik RSUI Kustati Surakarta, saat diminum
zat yang terkandung dalam minuman beralkohol akan diserap oleh lambung, kemudian
masuk ke dalam aliran darah dan tersebar ke seluruh jaringan tubuh, sehingga menyebabkan
terganggunya semua sistem di dalam tubuh. “Setelah diminum, alkohol diserap ke dalam
darah melalui perut. Namun begitu, jalan utama alkohol masuk ke dalam darah yaitu melalui
usus kecil, kemudian dibawa ke jantung dan menyebarkan darah beralkohol tadi ke seluruh
tubuh,” jelasnya.
Akibatnya, cara berbicara peminum mulai terganggu, koordinasi gerakan mulai hilang diikuti
oleh memori kesadaran. Setelah beberapa lama terjadi penekanan pusat-pusat saraf seperti
saraf pernapasan dan jantung. Berat tubuh, usia, gender juga dapat mempengaruhi besar
kecilnya risiko mengonsumsi minuman yang mengandung alkohol. Bagi ibu hamil
mengonsumsi minuman beralkohol sangat berbahaya karena akan berisiko terhadap
perkembangan mental dan ketidaknormalan pada janin. “Alkohol dapat mengakibatkan
gangguan fisik seperti menimbulkan kerusakan hati, jantung, pankreas, peradangan lambung,
otot saraf, hingga mengganggu metabolisme tubuh,” ujar Rusmanti.
Beberapa efek lebih lanjut dari alkohol antara lain mual dan muntah, agitasi dan cemas, sakit
kepala, gemetar atau kejang, gangguan halusinasi, baik suara maupun penglihatan, nadi cepat
atau tekanan darah tinggi, meningkatnya temperatur tubuh, hingga penurunan kesadaran. Bila
dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan gangguan mental organik
(GMO) yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berperilaku. “Ini merupakan
reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat. Karena sifat adiktif (kecanduan) alkohol,
orang yang meminumnya lambat laun tanpa sadar akan menambah takaran sampai pada dosis
keracunan atau mabuk,” pungkasnya. (dik)

BAB I

GANGGUAN MENTAL ORGANIK

A. PENDAHULUAN

Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu patologi yang
dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak. penyakit cerebrovaskuler, intoksifikasi obat).1,2,3
Sedangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak ada dasar organik yang
dapat diterima secara umum (contohnya Skizofrenia. Depresi) Dari sejarahnya, bidang
neurologi telah dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut organik dan Psikiatri
dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional.1
Didalam DSM IV diputusakan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik dan
fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang disebut
“Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang disebut sebagai Delirium,
Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan Mental karena suatu
kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.1

Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang
dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit, cedera
atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak Disfungsi ini dapat primer seperti pada
penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak, atau sekunder,
seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari
beberapa organ atau sistem tubuh4

PPDGJ II membedakan antara Sindroma Otak Organik dengan Gangguan Mental Organik.
Sindrom Otak Organik dipakai untuk menyatakan sindrom (gejala) psikologik atau perilaku
tanpa kaitan dengan etiologi. Gangguan Mental Organik dipakai untuk Sindrom Otak
Organik yang etiolognnya (diduga) jelas Sindrom Otak Organik dikatakan akut atau menahun
berdasarkan dapat atau tidak dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan otak atau
Sindrom Otak Organik itu dan akan berdasarkan penyebabnya, permulaan gejala atau
lamanya penyakit yang menyebabkannya. Gejala utama Sindrom Otak Organik akut ialah
kesadaran yang menurun (delirium )dan sesudahnya terdapat amnesia, pada Sindrom Otak
Organik menahun (kronik) ialah demensia.2,4

BAB II

PERBANDINGAN PENGGOLONGAN DIAGNOSIS


GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut :

l. Demensia pada penyakit Alzheimer

1.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini.

1.2.Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat.

1.3.Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran.

1.4. Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT).

2. Demensia Vaskular

2.1.Demensia Vaskular onset akut.

2.2. Demensia multi-infark

2.3 Demensia Vaskular subkortikal.

2.4. Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal


2.5. Demensia Vaskular lainnya

2.6. Demensia Vaskular YTT

3. Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK)

3.1. Demensia pada penyakit Pick.

3.2. Demensia pada penyakit Creutzfeldt – Jakob.

3. 3. Demensia pada penyakit huntington.

3.4. Demensia pada penyakit Parkinson.

3.5. Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV).

3.6. Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK

4. Demensia YTT.

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada 1-4 sebagai berikut :

1. Tanpa gejala tambahan.

2. Gejala lain, terutama waham.

3. Gejala lain, terutama halusinasi

4. Gejala lain, terutama depresi

5. Gejala campuran lain.

5. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya

6. Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya

6.1. Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia

6.2. Delirium, bertumpang tindih dengan demensia

6. 3. Delirium lainya.

6.4 DeliriumYTT.

7. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik.

7.1. Halusinosis organik.

7.2. Gangguan katatonik organik.


7.3. Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)

7.4. Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.

7.4.1. Gangguan manik organik.

7.4.2. Gangguan bipolar organik.

7.4.3. Gangguan depresif organik.

7.4.4. Gangguan afektif organik campuran.

7.5. Gangguan anxietas organik

7.6. Gangguan disosiatif organik.

7.7. Gangguan astenik organik.

7.8. Gangguan kopnitif ringan.

7.9. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik lain YDT.

7.10. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik YTT.

8. Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak

8.1. Gangguan keperibadian organik

8.2. Sindrom pasca-ensefalitis

8.3. Sindrom pasca-kontusio

8.4. Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi
otak lainnya.

8.5. Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi
otak YTT.

9. Gangguan mental organik atau simtomatik YTT

Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut:

1. Demensia dan Delirium


2. Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala.
3. Aterosklerosis otak
4. Demensia senilis
5. Demensia presenilis.
6. Demensia paralitika.
7. Sindrom otak organik karena epilepsi.
8. Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan
intoksikasi.
9. Sindrom otak organik karena tumor intra kranial.

Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai berikut:

1. Delirium

1.1. Delirium karena kondisi medis umum.

1.2. Delirium akibat zat.

1.3. Delirium yang tidak ditentukan (YTT)

2. Demensia.

2.1. Demensia tipe Alzheimer.

2.2. Demensia vaskular.

2.3. Demensia karena kondisi umum.

2.3.1. Demensia karena penyakit HIV.

2.3.2. Demensia karena penyakit trauma kepala.

2.3.3. Demensia karena penyakit Parkinson.

2.3.4. Demensia karena penyakit Huntington.

2.3.5. Demensia karena penyakit Pick

2.3.6. Demensia karena penyakit Creutzfeldt – Jakob

2.4. Demensia menetap akibat zat

2.5. Demensia karena penyebab multipeL

2.6. Demensia yang tidak ditentukan (YTT)

3. Gangguan amnestik

3.1.Gangguan amnestik karena kondisi medis umum.

3.2 Gangguan amnestik menetap akibat zat

3.3 Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )

4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan.


BAB III

ISI

Delirium

Delirium adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang
biasanya tampak dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif.1,3

Etiologi

Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola gejala serupa
yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab utama dapat
berasal dari penyakit susunan saraf pusat seperti ( sebagai contoh epilepsi ), penyakit
sistemik, dan intoksikasi atau reaksi.3 putus obat maupun zat toksik. Penyebab delirium
terbanyak terletak di luar sistem pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Neurotransmiter yang
dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta glutamat Area yang terutama terkena
adalah formasio retikularis.1

Penyebab Delirium

Penyakit intrakranial

1. Epilepsi atau keadaan pasca kejang


2. Trauma otak (terutama gegar otak)
3. Infeksi (meningitis.ensetalitis).
4. Neoplasma.

1. Gangguan vaskular

Penyebab ekstrakranial

1. Obat-obatan (di telan atau putus),

Obat antikolinergik, Antikonvulsan, Obat antihipertensi, Obat antiparkinson. Obat


antipsikotik, Cimetidine, Klonidine. Disulfiram, Insulin, Opiat, Fensiklidine, Fenitoin,
Ranitidin, Sedatif(termasuk alkohol) dan hipnotik, Steroid.

1. Racun

Karbon monoksida, Logam berat dan racun industri lain.

1. Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)

Hipofisis, Pankreas, Adrenal, Paratiroid, tiroid

1. Penyakit organ nonendokrin.

Hati (ensefalopati hepatik), Ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik),


Paru-paru (narkosis karbon dioksida, hipoksia), Sistem kardiovaskular (gagal jantung,
aritmia, hipotensi).

1. Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asain folat)
2. Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis.
3. Ketidakseimbangan elektrolit dengan penvebab apapun
4. Keadaan pasca operatif
5. Trauma (kepala atau seluruh tubuh)
6. Karbohidrat: hipoglikemi.1,3,4

Faktor predisposisi terjadinya delirium, antara lain:

• Usia
• Kerusakan otak
• Riwayatdelirium
• Ketergantungan alkohol
• Diabetes
• Kanker
• Gangguan panca indera
• Malnutrisi.3

Diagnosis

Kriteria Diagiostik untuk Delirium Karena Kondisi Medis Umum:

1. Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan)


dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau
mengalihkan perhatian.
2. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat (biasanya beberapa jam
sampai hari dan cenderung berfluktuasi selama perjalanan hari.

1. Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat disorientasi, gangguan bahasa) atau
perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang
telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau yang sedang timbul.

1. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan


Iaboratorium bahwa gangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung dan
kondisi medis umum.

Catatan penulisan : Masukkan nama kondisi medis umum dalam Aksis I, misalnya, delirium
karena ensefalopati hepatik, juga tuliskan kondisi medis umum pada Aksis III

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan standar

a. Kimia darah (termasuk elektrolit, indeks ginjal dan hati, dan glukosa)

b. Hitung darah lengkap (CBC) dengan defensial sel darah putih


c. Tes fungsi tiroid

d. Tes serologis untuk sifilis

e. Tes antibodi HIV (human Immunodeficiency virus) f Urinalisa

g. Elektrokardiogram (EKG)

h. Elektroensefalogram (EEG)

i. Sinar X dada

j. Skrining obat dalam darah dan urin

‘I’es tambahan jika diindikasikan :

1. Kultur darah, urin, dan cairan serebrospinalis


2. Konsentrasi B 12, asam folat
3. Pencitraan otak dengan tomografi komputer (CT) atau pencitraan resonansi magnetik
(MRI)
4. Pungsi lumbal dan pemetiksaan cairan serebrospinalis

Gambaran klinis

Kesadaran (Arousal)

Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium, satu pola
ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain
ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus
zat seringkali mempunyai delirium hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda
otonomik, seperti kemerahan kulit, pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual,
muntah, dan hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan
sebagai depresi, katatonik atau mengalami demensia.1

Orientasi

Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang harus diuji pada seorang pasien dengan delirium.
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang bahkan pada kasus delirium yang ringan. Orientasi
terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain (sebagai contohnya, dokter,
anggota keluarga) mungkin juga terganggu pada kasus yang berat Pasien delirium jarang
kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri.

Bahasa dan Kognisi

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan dapat berupa
bicara yang melantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan
kemampuan untuk mengerti pembicaraan Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu
pada pasien delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum Kemampuan untuk menyusun,
mempertahankan dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan kenangan
yang jauh mungkin dipertahankan. Disarnping penurunan perhatian, pasien mungkin
mempunyai penurunan kognitif yang dramatis sebagai suatu gejala hipoaktif delirium yang
karakteristik. Pasien delirium juga mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah
dan mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang kadang paranoid.

Persepsi

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidak mampuan umum untuk membedakan
stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu
mereka. Halusinasi relatif sering pada pasien delirium. Halusinasi paling sering adalah visual
atau auditoris walaupun halusinasi dapat taktil atau olfaktoris. Ilusi visual dan auditoris
adalah sering pada delirium.

Suasana Perasaan

Pasien dengan delirium mempunyai kelainan dalam pengaturan suasana Gejala yang paling
sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan suasana
perasaan lain adalah apati, depresi, dan euforia.

Gejala Penyerta : Gangguan tidur-bangun

Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah tergangga Paling sedikit mengantuk
selama siang hari dan dapat ditemukan tidur sekejap di tempat tidurnya atau di ruang
keluarga. Seringkali keseluruhan siklus tidur-bangun pasien dengan delirium semata mata
terbalik. Pasien seringkali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur, situasi
klinis yang dikenal luas sebagai sundowning.1

Gejala neurologis

Gejala neurologis yang menyertai, termasuk disfagia, tremor, asteriksis, inkoordinasi, dan
inkontinensia urin.

Diagnosis Banding

a. Demensia

b. Psikosis atau Depresi

Pengobatan

Tujuan utama adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Tujuan
pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan.
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah
psikosis dan insomnia Obat yang terpilih untuk psikosis adalah haloperidol (Haldol), suatu
obat antipsikotik golongan butirofenon, dosis awal antara 2 – 10 mg IM, diulang dalam satu
jam jika pasien tetap teragitasi, segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan
konsentrat atau bentuk tablet dapat dimulai, dosis oral +I,5 kali lebih tinggi dibandingkan
dosis parenteral Dosis harian efektif total haloperidol 5 – 50 mg untuk sebagian besar pasien
delirium. Droperidol (Inapsine) adalah suatu butirofenon yang tersedia sebagai suatu formula
intravena alternatif monitoring EKG sangat penting pada pengobatan ini
Insomnia diobati dengan golongan benzodiazepin dengan waktu paruh pendek, contohnva.
hidroksizine (vistaril) dosis 25 – 100 mg.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal (kegelisahan dan ketakutan) dapat
terjadi pada hari sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium biasanya berlangsung
selama faktor penyebab yang relevan ditemukan, walaupun delirium biasanya berlangsung
kurang dari I minggu setelah menghilangnya faktor penyebab, gejala delirium menghilang
dalam periode 3 – 7 hari, walaupun beberapa gejala mungkin memerlukan waktu 2 minggu
untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien
mengalami delirium, semakin lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang.
Terjadinya delirium berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi pada tahun
selanjutnya, terutama disebabkan oleb sifat serius dan kondisi medis penyerta.1

DEMENSIA

Demensia merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya diakibatkan oleh proses
degeneratif yang progresif dan irreversible yang mengenai arus pikir. Demensia merupakan
sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran.
Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan
ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi,
pertimbangan, dan kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga terpengaruh.

Epidemiologi

Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Dan semua pasien demensia, 50 – 60%
menderita demensia tipe Alzheimer yang merupakan ripe demensia yang paling sering. Kira-
kira 5% dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzhermer,
dibandingkan 15 – 25% dan semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih. Tipe demensia
yang paling sering kedua adalah demensia vaskular yaitu demensia yang secara kausatif
berhubungan dengan penyakit serebrovaskular, berkisar antara 15 – 30% dari semua kasus
demensia, sering pada usia 60 – 70 tahun terutama pada laki-laki. Hipertensi merupakan
faktor predisposisi terhadap penyakit demensia vaskular.

Penyebab

1. Penyakit Alzheimer
2. Demensia Vaskular
3. Infeksi
4. Gangguan nutrisional
5. Gangguan metabolik
6. Gangguan peradangan kronis

1. Obat dan toksin (termasuk demensia alkoholik kronis)


2. Massa intrakranial : tumor, massa subdural, abses otak
3. Anoksia
4. Trauma (cedera kepala, demensia pugilistika (punch-drunk syndrome))
5. Hidrosefalus tekanan normal
Diagnosis

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer :

a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik

1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya).

2. Satu (atau lebih) gangguan kogntif berikut :

a. Afasia (gangguan bahasa)

b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi


motorik adalah utuh)

c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentitikasi benda walaupun fungsi


sensorik adalah utuh)

d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan,


dan abstrak)

b. Defisit kognitif dalam kriteria al dan a2 masing-masing menyebabkan gangguan yang


bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna
dari tingkat fungsi sebelumnya.

c. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan menetap
melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat.

d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa
defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat (misalnya suatu
obat yang disalahgunakan).

Kondisi akibat zat

Defisit tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Aksis I lainnya (misalnya, gangguan
depresif berat, skizofrenia)

Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol :

1. Dengan onset dini : jika onset pada usia 65 tahun atau kurang
2. Dengan delirium : jika delirium menumpang pada demensia
3. Dengan waham : jika waham merupakan ciri yang menonjol

1. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk


gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah
ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena
kondisi medis umum tidak diberikan.
2. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran klinis
sekarang
Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku.

Catatan penulisan juga tuliskan penyakit Alzheimer pada aksis III.

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Vaskular :

a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik,

1. Gangguan daya ingat (ganguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
1. Afasia (gangguan bahasa)
2. Apraksia (gangguan untuk mengenali atau melakukan aktivitas motorik
ataupun fungsi motorik adalah utuh)
3. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik adalah utuh)
4. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan, dan abstrak)

1. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut :

b. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang


bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna
dan tingkat fungsi sebelumnya.

c. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon dalam, respon
ekstensor plantar, palsi pseudo bulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu
ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit serebrovaskular
(misalnya, infark multipel yang mengenai korteks dan substansia putih di bawahnya) yang
berhubungan secara etiologi dengan gangguan.

d. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

Kode didasarkan pada ciri yang menonjol

1. Dengan delirium :jika delirium menumpang pada demensia


2. Dengan waham jika waham merupakan ciri yang menonjol
3. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk
gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah
ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena
kondisi medis umum tidak diberikan.
4. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun di alas yang menonjol pada gambaran klinis
sekarang.

Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku

Catalan penulisan : juga tuliskan kondisi serebrovaskular pada Aksis III.

Pemeriksaan lengkap :

1. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neorologis lengkap


2. Tanda vital
3. Mini – mental state exemenation ( MMSE )
4. Pemeriksaan medikasi dan kadar obat
5. Skrining darah dan urin untuk alkohol

1. Pemeriksaan fisiologis
1. Elektrolit, glukosa, Ca , Mg.
2. Tes fungsi hati, ginjal
3. SMA -12 atau kimia serum yang ekuivalen
4. Urinalisa
5. Hit sel darah lengkap dan sel deferensial
6. Tes fungsi tiroid
7. FTA – ABS
8. B12
9. Kadar folat
10. Kortikosteroid urine
11. Laju endap eritrosit
12. Antibodi antinuklear, C3C4, anti DSDNA
13. Gas darah Arterial
14. Skrining H I V
15. Porpobilinogen Urin.

7. Sinar-X dada

8. Elektrokardiogram (EKG)

9. Pemeriksaan neurologis

a. CT atau MRI kepala

b. SPECT

c. Pungsi lumbal

d. EEG

10. Tes neuropsikologis

Gambaran Klinis

Gangguan Daya Ingat

Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don menonjol pada demensia,
khususnya pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada
awal perjalanan demensia, gangguan daya ingat adalah ringan dan paling jelas untuk
peristiwa yang baru terjadi

Orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, waktu dan tempat, orientasi
dapat terganggu secara progresif selama perialanan penyaki Demensia. Sebagai contohnya,
pasien dengan Demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke
kamar mandi. tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak
menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.

Gangguan Bahasa

Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer dan demensia
vaskular, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa ditandai
oleh cara berkata yang samar-samar, stereotipik tidak tepat, atau berputar-putar.

Perubahan Kepribadian

Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga pasien
yang terkena. Pasien demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan frontal dan temporal
kemungkinan mengalami perubahan keperibadian yang jelas, mudah marah dan m eledak –
ledak.

Psikosis

Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer, memiliki halusinasi, dan 30 – 40%
memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik.

Gangguan Lain

Psikiatrik

Pasien demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis yaitu, emosi yang
ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.

Neurologis

Disamping afasia, apraksia dan afmosia pada pasien demensia adalah sering. Tanda
neurologis lain adalah kejang pada demensia tipe Alzheimer clan demensia vaskular.

Pasien demensia vaskular mempunyai gejala neurologis tambahan seperti nyeri kepala,
pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal, dan gangguan tidur. Palsi serebrobulbar,
disartria, dan disfagia lebih sering pada demensia vaskular.

Reaksi yang katastropik

Ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit intelektualnya di
bawah keadaan yang menegangkan, pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi defek
tersebut dengan menggunakan strategi untuk menghindari terlihatnya kegagalan dalam daya
intelektual, seperti mengubah subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara
dengan cara lain.

Sindroma Sundowner
Ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara tidak disengaja. Keadaan ini
terjadi pada pasien lanjut usia yang mengalami sedasi berat dan pada pasien demensia yang
bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif.

Diagnosis Banding

1. Serangan iskemik transien


2. Depresi
3. Penuaan normal

1. Delirium

1. Gangguan Buatan (Factitious Disorders)


2. Skizofrenia

Pengobatan

Pendekatan pengobatan umum adalah untuk memberikan perawatan medis suportit, bantuan
emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik
(perilaku yang mengganggu). Pengobatan farmakologis dengan obat yang mempunyai
aktivitas antikolinergik yang tinggi harus dihindari. Walaupun thioridazine (Mellaril), yang
mempunyai aktivitas antikolinergik yang tinggi, merupakan obat yang efektif dalam
mengontrol perilaku pasien demensia jika diberikan dalam dosis kecil. Benzodiazepim kerja
singkat dalam dosis kecil adalah medikasi anxiolitik dan sedatif yang lebih disukai untuk
pasien demensia. Zolpidem (Ambient) dapat digunakan untuk tujuan sedatif.
TetrahidroaminoKridin (Tacrine) sebagai suatu pengobatan untuk penyakit Alzheimer, obat
ini merupakan inhibitor aktivitas antikolinesterase dengan lama kerja yang agak panjang.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Perjalanan klasik dan demensia adalah onset pada pasien usia 50 – 60 tahun dengan
pemburukan bertahap selama 5 – 10 tahun, yang akhirnya menyebabkan kematian. usia saat
onset dan kecepatan pemburukannya adalah bervariasi diantara tipe demensia yang berbeda
dan dalam kategori diagnostik individual.
GANGGUAN AMNESTIK

Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya ingat yang
menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan. Diagnosis gangguan
amnestik tidak dapat dibuat jika mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif, seperti yang
terlihat pada demensia, atau jika mempunyai gangguan perhatian (attention) atau kesadaran,
seperti yang terlihat pada delirium.

Epidemiologi

Beberapa penelitian melaporkan insiden atau prevalensi gangguan ingatan pada gangguan
spesifik (sebagai contohnya sklerosis multipel). Amnesia paling sering ditemukan pada
gangguan penggunaan alkohol dan cedera kepala.

Penyebab
1. Kondisi medis sistemik

a. Defisiensi tiamin (Sindroma Korsakoff)

b. Hipoglikemia

2. Kondisi otak primer

1. Kejang
2. Trauma kepala (tertutup dan tembus)
3. Tumor serebrovaskular (terutama thalamik dan lobus temporalis)
4. Prosedur bedah pada otak
5. Ensefalitis karena herpes simpleks
6. Hipoksia (terutama usaha pencekikan yang tidak mematikan dan keracunan
karbonmonoksida)
7. Amnesia global transien
8. Terapi elektrokonvulsif
9. Sklerosis multipel

3. Penyebab berhubungan dengan zat

a. Gangguan pengguanan alkohol

b. Neurotoksin

c. Benzodiazepin (dan sedatif- hipnotik lain)

d. Banyak preparat yang dijual bebas.

Diagnosis

Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Amnestik Karena Kondisi Medis Umum.

1. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh gangguan


kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ketidak mampuan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Ganguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya.
3. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium atau
suatu demensia.
4. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum
(termasuk trauma fisik)

Sebutkan jika :

Transien : jika gangguan daya ingat berlangsung selama 1 bulan atau kurang

Kronis : jika gangguan daya ingat berlangsung lebih dari 1 bulan.


Catatan penulisan: Masukkan juga nama kondisi medis umum pada Aksis I, misalnya,
gangguan amnestik karena trauma kepala, juga tuliskan kondisi pada Aksis III. 1

Gambaran Klinis

Pusat gejala dan gangguan amnestik adalah perkembangan gangguan daya ingat yang
ditandai oleh gangguan pada kemampuan untuk mempelajari informasi baru (amnesia
anterograd) dan ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat
(amnesia retrograd). Periode waktu dimana pasien terjadi amnesia kemungkinan dimulai
langsung pada saat trauma atau beberapa saat sebelum trauma. Ingatan tentang waktu saat
gangguan fisik mungkin juga hilang. Daya ingat jangka pendek (short-term memory) dan
daya ingat baru saja (recent memory) biasanya terganggu. Daya ingat jangka jauh (remote
post memory) untuk informasi atau yang dipelajari secara mendalam (overlearned) seperti
pengalaman maka anak-anak adalah baik, tetapi daya ingat untuk peristiwa yang kurang lama
( Iewat dart 10 tahun) adalah terganggu.

Diagnosis Banding

1. Demensia dan Delirium

2. Penuaan normal

3. Gangguan disosiatif

4. Gangguan buatan

Pengobatan

Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari gangguan amnestik Setelah resolusi
episode amnestik, suatu jenis psikoterapi (sebagai contohnya, kognitif, psikodinamika, atau
suportif dapat membantu pasien menerima pangalaman amnestik kedalam kehidupannya.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Onset mungkin tiba-tiba atau bertahap; gejala dapat sementara atau menetap dan hasil akhir
dapat terentang dari tanpa perbaikan sampai pemulihan lengkap.1

GANCGUAN MENTAL ORGANIK LAIN

EPILEPSI

Definisi

Suatu kejang (seizure) adalah suatu gangguan patologis paroksismal sementara dalam
gangguan patologis paroksismal sementara dalam fungsi cerebral yang disebabkan oleh
pelepasan neuron yang spontan dan luas Pasien dikatakan menderita epilepsi jika mereka
mempunyai keadaan kronis yang ditandai dengan kejang yang rekuren.

Klasifikasi
Dua kategori utama kejang adalah parsial dan umum (generalized). Kejang parsial melibatkan
aktivitas epileptiformis di daerah otak setempat; kejang umum melibatkan keseluruhan otak.
Suatu sistem klasifikasi untuk kejang.

Kejang umum

Kejang tonik klonik umum mempunyai gejala klasik hilangnya kesadaran, gerakan tonik
klonik umum pada tungkai, menggigit lidah, dan inkotinensia. Walaupun diagnosis peristiwa
kilat dari kejang adalah relatif langsung, keadaan pascaiktal yang ditandai oleh pemulihan
kesadaran dan kognisi yang lambat dan bertahap kadang-kadang memberikan suatu dilema
diagnostik bagi dokter psiktatrik di ruang gawat darurat. Periode pemulihan dan kejang tonik
klonik umum terentang dari beberapa menit sampai berjam-jam. Gambaran klinis adalah
delirium yang menghilang secara bertahap. Masalah psikiatrik yang paling sering
berhubungan dengan kejang umum adalah membantu pasien menyesuaikan gangguan
neurologis kronis dan menilai efek kognitif atau perilaku dan obat antiepileptik.

ABSENCES (Petit Mal)

Suatu tipe kejang umum yang sulit didiagnosis bagi dokter psikiatrik adalah absence atau
kejang petitmal. Sifat epileptik dari episode mungkin berjalan tanpa diketahui, karena
manifestasi motorik atau sensorik karakteristik dari epilepsi tidak ada atau sangat ringan
sehingga tidak membangkitkan kecurigaan dokter. Epilepsi petit mal biasanya mulai pada
masa anak-anak antara usia 5 dan 7 tahun dan menghilang pada pubertas. Kehilangan
kesadaran singkat, selama mana pasien tiba-tiba kehilangan kontak dengan hngkungan,
adalah karakteristik untuk epilepsi petit mal; tetapi, pasien tidak mengalami kehilangan
kesadaran atau gerakan kejang yang sesungguhnya selama episode. Elektroensefalogerafi
( EEG) menghasilkan pola karakteristik aktivitas paku dan gelombang (spike and wave) tiga
kali perdetik Pada keadaan yang jarang, epilepsi petitmal dengan onset dewasa dapat ditandai
oleh episode psikotik atau delirium yang tiba-tiba dan rekuren yang tampak dan menghilane
secara tiba-tiba Gejala dapat disertai dengan riwayat terjatuh atau pingsan.

Kejang parsial liziane parsial diklasitikasikan sebagai sederhana (tanpa perubahan kesadaran)
atau kompleks (dengan perubahan kesadaran) Sedikit lebih banyak dari setengah semua
pasien dengan kelane parsial mengalami kejang parsial kompleks; istilah lain yang digunakan
untuk kejang parsial kompleks adalah epilepsi lobus temporalis, kejang psikomotor, dan
epilepsi limbik tetapi istilah tersebut bukan merupakan penjelasan situasi klinis yang akurat.
Epilepsi parsial kompleks adalah bentuk epilepsi pada orang dewasa yang paling senngcang
mengenai 3 dan 1.000 orang.

Gejala praiktal

Peristiwa praiktal (aura) pada epilepsi parsial kompleks adalah termasuk sensasi otonomik
(sebagai contohnya rasa penuh di perut, kemerahan, dan perubahan pada pernafasan), sensasi
kognitif(sebagai contohnya, deja vu, jamais vu, pikiran dipaksakan, dan keadaan seperti
mimpi). keadaan afektif (sebagai contohnya, rasa takut, panik, depresi, dan elasi) dan secara
klasik. automatisme (sebagai contohnya, mengecapkan bibir, menggosok, dan mengayah)

Gejala Iktal
Perilaku yang tidak terinhibisi, terdisorganisasi, dan singkat menandai serangan iktal.
Walaupun beberapa pengacara pembela mungkin mengklaim yang sebaliknya, jarang
sesorang menunjukkan perilaku kekerasan yang terarah dan tersusun selama episode epileptik
Gejala kognitif adalah termasuk amnesia untuk waktu selama kejang dan suatu periode
delirium yang menghilang setelah kejang. Pada pasien dengan epilepsi parsial kompleks,
suatu fokus kejang dapat ditemukan pada pemeriksaan EEG pada 25 sampai 50 % dari semua
pasien. Penggunaan elektroda sfenoid atau temporalis anterior dan EEG pada saat tidak tidur
dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya kelainan EEG. EEG normal multipel
seringkali ditemukan dart seorang pasien dengan epilepsi parsial kompleks; dengan demikian
EEG normal tidak dapat digunakan untuk mneyingkirkan diagnosis epilepsi parsial.
kompleks- Penggunaan perekaman EEG jangka panjang (24 sampai 72 jam) dapat membantu
klinisi mendeteksi suatu fokus kejang pada beberapa pasien. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan lead nasofaring tidak menambah banyak kepekaan pada
EEG, dan yang jelas menambahkan ketidaknyamanan prosedur bagi pasien.

Gejala Interiktal

Gangguan kepribadian Kelainan psikiatrik yang paling sering dilaporkan pada pasien
epileptik adalah gangguan kepribadian, dan biasanya kemungkinan terjadi pada pasien
dengan epilepsi dengan asal lobus temporalis. Ciri yang paling sering adalah perubahan
perilaku seksual, suatu kualitas yang biasanya disebut viskositas kepribadian, religiositas, dan
pengalaman emosi yang melambung. Sindroma dalam bentuk komplitnya relatif jarang,
bahkan pada mereka dengan kejang parsial kompleks dengan asal lobus temporalis. Banyak
pasien tidak mengalami perubahan kepribadian, yang lainnya mengalami berbagai gangguan
yang jelas berbeda dari sindroma klasik.

Perubahan pada perilaku seksual dapat dimanifestasikan sebagai hiperseksualitas;


penyimpangan dalam minat seksual, seperti fetihisme dan transfetihisme; dan yang paling
sering, hiposeksualitas Hiposeksualitas ditandai oleh hilangnya minat dalam masalah seksual
dan dengan menolak rangsangan seksual Beberapa pasien dengan onset epilepsi parsial
kompleks sebelum pubertas mungkin tidak dapat mencapai tingkat minat seksual yang
normal setelah pubertas, walaupun karakteristik tersebut mungkin tidak mengganggu pasien.
Untuk pasien dengan onset epilepsi parsial kompleks setelah pubertas. perubahan dalam
minat seksual mungkin mengganggu dan mengkhawatirkan.

Gejala viskositas kepribadian biasanya paling dapat diperhatikan pada percakapan pasien,
yang kemungkinan adalah lambat serius, berat dan lamban, suka menonjolkan keilmuan,
penuh dengan rincian-rincian yang tidak penting, dan seringkali berputar-putar. Pendengar
mungkin menjadi bosan tetapi tidak mampu menemukan cara yang sopan dan berhasil untuk
melepaskan diri dari percakapan. Kecenderungan pembicaraan seringkali dicerminkan dalam
tulisan pasien, yang menyebabkan suatu gejala yang dikenal sebagai.

hipergrafia yang dianggap oleh beberapa klinisi sebagai patognomonik untuk epilepsi parsial
komplaks.

Religiositas mungkin jelas dan dapat dimanifestasikan bukan hanya dengan meningkatny
peran serta pada aktivitas yang sangat religius tetapi juga oleh permasalahan moral dan etik
yang tidak umum, keasyikan dengan benar dan salah, dan meningkatnya minat pada
perlahamasalahan global dan filosofi Ciri hiperreligius kadang-kadang dapat tampak seperti
gejala prodromal skizofrenia dan dapat menyebabkan mnasalah diagnositik pada seorang
remaja atau dewasa muda.

Gejala psikotik

Keadaan psikotik interiktal adalah lebih sering dari psikosis iktal. Episode interpsikotik yang
mirip skizofrenia dapat terjadi pada pasien dengan epilepsi, khususnya yang berasal dan
lobus temporalis Diperkirakan 10 sampal 30 persen dari semua pasien dengan apilepsi partial
kompleks mempunyai gejala psikotik Faktor risiko untuk gejala tersebut adalah jenis kelamin
wanita kidal onset kejang selama pubertas, dan lesi di sisi kiri.

Onset gelala psikotik pada epilepsi adalah bervariasi. Biasanya, gejala psikotik tarnpak pada
pasien yang telah menderita epilepsi untuk jangka waktu yang lama, dan onset gejala psikotik
di dahului oleh perkembangan perubahan kepribadian yang berhubungan dengan aktivitas
otak epileptik gejala psikosis yang paling karakteristik adalah halusinasi dan waham
paranoid. Biasanya. pasien tetap hangat dan sesuai pada afeknya, berbeda dengan kelainan
yang sering ditemukan pada pasien skizofrenik Gejala gangguan pikiran pada pasien epilepsi
psikotik paling sering merupakan gejala yang melibatkan konseptualisasi dan
sirkumstansialitas, ketimbang gejala skizofrenik klasik berupa penghambatan (blocking) dan
kekenduran (looseness), kekerasan. kekerasan episodik merupakan masalah pada beberapa
pasien dengan epilepsi khususnya epilepsi lobus temporalis dan frontalis. Apakah kekerasan
merupakan manifestasi dan kejang itu sendiri atau merupakan psikopatologi interiktal adalah
tidak pasti. Sampai sekarang ini, sebagian besar data menunjukkan sangat jarangnya
kekerasan sebagai suatu fenomena iktal. Hanya pada kasus yang jarang suatu kekerasan
pasien epileptik dapat disebabkan oleh kejang itu sendiri.

Gejala Gangguan perasaan.

Gejala gangguan perasaan, seperti depresi dan mania, terlihat lebih jarang pada epilepsi
dibandingkan gejala mirip skizofrenia. Gejala gangguan mood yang terjadi cenderung
bersifat episodik dan terjadi paling sering jika fokus epileptik mengenai lobus temporalis dan
hemisfer serebral non dominan. Kepentingan gejala gangguan perasaan pada epilepsi
mungkin diperlihatkan oleh meningkatnya insidensi usaha bunuh diri pada orang dengan
epilepsi.

Diagnosis

Diagnosis epilepsi yang tepat dapat sulit khususnya jika gejala iktal dan interiktal dari
epilepsi merupakan manifestasi berat dari gejala psikiatrik tanpa adanya perubahan yang
bemakna pada kesadaran dan kemampuan kognitif Dengan demikian, dokter psikiatrik harus
menjaga tingkat kecurigaan yang tinggi selama memeriksa seorang pasien baru dan harus
mempertimbangkan kemungkman gangguan epileptik, bahkan jika tidak ada tanda dan gejala
klasik. Diagnosis banding lain yang dipertimbangkan adalah kejang semu (psudoseizure),
dimana pasien mempunyai suatu kontrol kesadaran atas gejala kejang yang mirip.

Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan suatu diagnosis epilepsi, timbulnya gejala
psikiatrik yang baru harus dianggap sebagai kemungkinan mewakili suatu evolusi, timbulnya
gejala epileptiknya. timbulnya gejala psikotik, gejala gangguan mood, perubahan
kepribadian, atau gejala kecemasan (sebagai contohnya, serangan panik) harus menyebabkan
klinisi menilai pengendalian epilepsi pasien dan memeriksa pasien untuk kemungkinan
adanya gangguan mental yang tersendiri. Pada keadaan tersebut klinisi harus menilai
kepatuhan pasien terhadap regimen obat antiepileptik dan harus mempertimbangkan apakah
gejala psikotik merupakan efek toksik dari obat antipileptik itu sendiri. Jika gejala psikotik
tampak pada seorang pasien yang pernah mempunyai epilepsi yang telah didiagnosis atau
dipertimbangkan sebagai diagnosis di masa lalu, klinisi harus mendapatkan satu atau lebih
pemeriksaan EEG.

Pada pasien yang sebelumnya belum pernah mendapatkan diagnosis epilepsi. empat
karakteristik hams menyebabkan klinisi mencurigai kemungkinan tersebut; onset psikosis
yang tiba-tiba pada seseorang yang sebelumnya dianggap sehat secara psikologis, onset
delirium yang tiba-tiba tanpa penyebab yang diketahui, riwayat episode yang serupa dengan
onset yang mendadak dan pemulihan spontan, dan riwayat terjatuh atau pingsan sebelumnya
yang tidak dapat dijelaskan.

Pengobatan

karbamazepin ( tegretol) dan Asam valproik (Depakene) mungkin membantu dalam


mengendalikan gejala iritabilitas dan meledaknya agresi, karena mereka adalah obat
antipsikotik tipikal Psikoterapi, konseling keluarga, dan terapi kelompok mungkin berguna
dalam menjawab masalah psikososial yang berhubungan dengan epilepsi. Disamping itu,
klinisi haru; menyadari bahwa banyak obat antiepileptik mempunyai suatu gangguan kognitif
derajat ringan sampai sedang dan penyesuaian dosis atau penggantian medikasi harus
dipertimbangkan jika gejala gangguan kognitif merupakan suatu masalah pada pasien
tertentu.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri


Klinis, edisi ketujuh, jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 1997. hal 502-540.
2. Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M, Catatan Kuliah Psikiatri, Edisi keenam,
cetakan ke dua, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta 1995. hal 28-42.
3. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001. hal 189-192.
4. Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, Rusdi
Maslim.1993. hal 3
5. Maramis. W.F, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI, Airlangga University
Press, Surabaya 1992. hal 179-211.

GANGGUAN PSIKOTIK DAN SKIZOFRENIA


oleh :
Saifuddin Zuhri
Rizqon Karimah
Aminah Permata
Fitriyana Fauziah
Wardah Firdausi

BAB I
KAJIAN TEORI

Manusia sebagai makhluk yang memiliki banyak keterbatasan kerapkali mengalami perasaan
takut, cemas, sedih, bimbang, dan sebagainya. Dalam psikologi, gangguan atau penyakit
kejiwaan akrab diistilahkan psikopatologi. Ada dua macam psikopatologi yakni neurosis dan
psikosis. Sementara dr. H. Tarmidzi membagi psikopatologi menjadi enam macam, selain
dua yang telah tersebut, ia mengemukakan yang lainnya yaitu psikosomatik, kelainan
kepribadian, deviasi seksual, dan retardasi mental.
Psikosis adalah penyakit kejiwaan yang parah, karena di tingkatan ini penderita tidak lagi
sadar akan dirinya. Pada penderita psikosis umumnya ditemukan ciri-ciri sebagai berikut:
• Mengalami disorganisasi proses pikiran
• Gangguan emosional
• Disorientasi waktu, ruang, dan person
• Terkadang disertai juga dengan halusinasi dan delusi
Psikosis bisa muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya:
a) Schizophrenia, penyakit jiwa yang ditandai dengan kemunduran atau kemurungan
kepribadian
b) Paranoia, gila kebesaran atau merasa lebih dari segalanya
c) Maniac depressive psychosis, perasaan benar atau gembira yang mendadak bisa berubah
sebaliknya menjadi serba salah atau sedih
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan dasar pada
kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang-kadang berasa bahwa dirinya sedang
dikendalikan oleh kekuatan dari luar. Penyakit ini timbul akibat ketidakseimbangan pada
salah satu sel kimia dalam otak. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim
dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari
hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan
halusinan (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).
Kalau pada remaja, perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor
predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan dan
biasanya menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu
emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu
menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan
ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya,
persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-
samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam
pembicaraan yang aneh dan inkoheren.
Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari
reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu
mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Kesabaran dan perhatian yang tepat
sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung serta memotivasi
penderita untuk sembuh.
Simptom-simptom skizofrenia, antara lain:
1. Gangguan isi pikiran, delusi: kepercayaan yang salah macamnya:
• Delusi referensi: kepercayaan bahwa tingkah laku orang lain atau obyek tertentu atau
kejadian tertentu diacukan kepada dirinya.
• Delusi persekusi : kepercayaan bahwa ada orang atau orang-orang akan mencelakan dirinya,
keluarganya atau kelompoknya.
• Delusi grandeur : merasa dirinya penting.
• Delusi kemiskinan : merasa tidak mempunyai hal yang berharga.
• Delusi menyalahkan diri.
• Delusi control : merasa dirinya dikontrol oleh orang lain.
• Delusi nihilisme : merasa dirinya, orang lain mupun dunia tidak ada.
• Delusi ketidak setiaan : kepercayaan yang salah bahwa orang yang dicintai tidak setia.
• Delusi lain bahwa pikiran dapat disiarkan, diubah atau ditarik dari pikiran oleh orang atau
kekuatan luar.
• Delusi somatic : kepercayaan yang keliru mengenai kerja badan, percaya otaknya dimakan
semut.
2. Gangguan gaya berfikir, berbahasa dan komunikasi :
• Proses kognitif tidak teratur dan tidak fungsional, sehingga tidak ada hubungan dan tidak
logis.
• Pengekspresian ide, piker dan bahasa begitu terganggu hingga tidak dapat dimengerti.
• Gangguan kognitif :
Inkoherensi : bicara ngawur
Tidak ada asosiasi
Neologisme : membuat kata-kata baru atau pengrusakan kata-kata yang ada.
Bloking : tidak dapat melanjutkan pembicaraan (beberapa detik – beberapa menit)
Isi pembicaran yang sangat kurang.
Apa yang dikatakan atau yang ditulis tidak berarti.
Kadang mereka seperti bisu sampai berhari-hari.
3. Gangguan persepsi : halusinasi.
• Halusinasi : persepsi palsu yang mencakup kelima pancaindera.
• Bagi orangnya nampak nyata, terjadi secara spontan.
4. Gangguan afek. (afek : keadaan emosi)
• Keadaan emosi yang berlawanan dengan rangsangnya.
5. Gangguan psikomotor
• Tingkah laku aneh
• Menunjukkan gangguan katatonik berupa :
Stupor katatonik : keadaan tidak respponsif terhadap rangsang luar.
Kekakuan katatonik : sikap badan yang kaku dan menolak usaha untuk dipindahkan.
Excitement yang katatonik : gerakan badan yang tidak ada tujuannya dan diulang-ulang.

6. Gangguan hubungan Interpersonal


• Karena tingkah lakunya, orang tidak berinteraksi denagn penderita – ia tidak mampu
berinteraksi dengan cara yang umum – hidup dalam dunia fantasi dan delusi.
7. Gangguan perasaan diri:
• Bingung mengenai siapa dirinya, percaya bahwa dirinya dikontrol orang atau kekuatan luar.
8. Gangguan motivasi
• Tidak ada motivasi karena kurang dorongan atau perhatian atau karena kebingungan adanya
pilihan-pilihan yang mungkin.
• Jika gangguan mitivasi dibarengi pikiran lacau dan obsesif maka orang ini tidak akan dapat
digerakkan.
Fase-fase schizophrenia, adalah:
1. Fase prodromal : periode sebelum periode aktif :
• Individu menunjukkan gangguan- gangguan berfungsi social dan interpersonal yang
progresif.
• Perubahan yang terjadi dapat berisi : penarikan sosial, ketidak mampuan bekerja secara
produktif, eksentrik, pakaian yang tidak rapi, emosi myang tidak sesuai, perkembangan
pikiran dan bicara yang aneh, kepercayaan yang tidak biasa, pengalaman persepsi yang aneh,
hilangnya inisiatif dan energi.
2. Fase aktif : paling sedikit satu bulan.
• Individu mengalami simtom psikotik : hakusinasi dan delusi, bicara yang tidak teratur,
demikian pula tingkah lakunya, tanda-tanda penarikan diri.
3. Fase residual : simtom seperti pada fase sebelumnya ada, tetapi tidak parah dan tidak
mengganggu.
Sakit jiwa berat (psikologis atau gila) adalah suatu gangguan jiwa. Pasien kehilangan daya
nilai realistik atau reality test terganggu. Bukti nyata reality test terganggu adalah adanya
waham, halusinasi dan pola perilaku yang kacau, tidak masuk akal dan tak bermanfaat
disertai tilikan yang buruk.

1. Gangguan Psikotik
Mungkin terdapat beda penafsiran tentang psikotik dengan apa yang dihayati masyarakat.
Gila dalam masyarakat adalah mereka yang mengamuk, merusak atau tak bisa merawat diri
sehingga compang-camping, dan akhirnya menggelandang. Apa yang dihayati oleh
masyarakat itu sebenarnya adalah daya nilai reality test terganggu sudah dalam tahap akhir.
Karena pada dasarnya pasien psikotik (khususnya kelompok skizofrenia) bila tidak tepat
dalam penanganannya akan berlanjut dan dapat terjadi hal-hal tidak diinginkan. Seseorang
yang mengidap gangguan psikotik, khususnya skizofrenia bisa melakukan tindakan yang tak
terduga, walaupun sebelumnya tak menunjukkan perilaku yang agresif.
Ganggguan psikotik lain :
1. Gangguan psikotik singkat :
Simtom psikotik singkat : 1 hari – 1 bulan.
Kemudian dapat berfungsi secara normal (waktu terbatas)
Ada stressor yang diketahui ada yang tidak.
Di DSM IV ada yang disebut gangguan reaktif singkat yang kejadiannya setelah
melahirkan.
Perlakuan gangguan psikotik : kombinasi pengobatan dan psikoterapi.
2. Gangguan schizofreniform
 Ada simtom psikotik, tetapi lama dan keparahannya kurang daripada pada psikosis reaktif
yang singkat (1-6 bulan, kalau lebih dari 6 bulan, harus di diagnosis schizophrenia)
Simtom psiko – afektif :
• Apabila ada simtom-simtom yang sifatnya schizofrenik dan afektif.
• DSM IV: ada simtom depresi mayor atau periode manik dan simtom delusi dan halusinasi.
3. Gangguan delusional
Penderita dapat berfungsi sesuai, hanya ada satu gejala yaitu delusi. Delusi sistematik dan
menonjol, tettapi tidak aneh seperti pada schizophrenia.
Ada 5 subtipe :
1) Erotomania: delusi bahwa orang lain biasanya orang penting sangat mencintai dirinya.
Disamping itu biasanya ada simtom depresi atau mania.
2) Gangguan delusi kebesaran : merasa bahwa dirinya orang yang sangat penting (merasa
dirinya ratu adil).
3) Gangguan delusi iri : ada delusi bahwa pasangannya tidak setia.
4) Gangguan delusi persekutori : merasa bahwa dirinya akan dianiaya, merasa dirinya akan
dibunuh.
5) Gangguan delusi somatic : merasa bahwa dirinya mempunyai penyakit yang
membahayakan atau bahwa akan mati. Kepercayaan ini ekstrim dan tidak dapat diubah.
4. Gangguan psikotik bersama.
Bila seorang atau lebih banyak orang mengembangkan system delusional sebagai akibat
hubungan yang dekat dengan orang yang delusional. Kalau dua orang disebut folie a deux.
Sering terjadi tiga orang atau lebih, atau seluruk keluarga . jadi seakan-akan orang terjangkit
karena dekat, kalau pisah yang terjangkit dapat kembali normal.
2. Perilaku Kacau
Kewajiban umum dan dasar manusia dalam masyarakat lingkungan kehidupan serta rumah
tangga adalah bekerja untuk mendapatkan nafkah, atau bekerja sesuai fungsinya, walaupun
bukan untuk mendapatkan uang atau materi. Kewajiban dalam rumah tangga, kehidupan
sosial dalam masyarakat yaitu bersosialisasi dan penggunaan waktu senggang.
Pada penderita psikotik fungsi pekerjaan sering tak bisa dijalankan dengan seksama, tak mau
bekerja sesuai kewajiban dan tanggungjawab dalam keluarga, atau tak mampu bekerja sesuai
dengan tingkat pendidikan. Sering terjadi tak mau, tak mampu bekerja dan malas.
Dalam kehidupan sosial sering ada penarikan diri dari pergaulan sosial atau penurunan
kemampuan pergaulan sosial. Misalnya setelah sakit stres berat menarik diri dari organisasi
sosial kemasyarakatan, atau sering terjadi kemunduran kemampuan dalam melaksanakan
fungsi sosial dan pekerjaannya.
Pada penggunaan waktu senggang orang normal bisa bercengkrama dengan anggota keluarga
atau masyarakat, atau membuat program kerja rekreasi dan dapat menikmatinya. Namun pada
penderita gangguan jiwa berat keadaan tersebut dilewatkan dengan banyak melamun, malas,
bahkan kadang-kadang perawatan diri sehari-hari dilalaikan seperti makan, minum, mandi,
dan ibadah.
3. Waham
Waham adalah isi pikir (keyakinan atau pendapat) yang salah dari seseorang. Meskipun salah
tetapi individu itu percaya betul, sulit dikoreksi oleh orang lain, isi pikir bertentangan dengan
kenyataan, dan isi pikir terkait dengan pola perilaku individu. Seorang pasien dengan waham
curiga, maka pola perilaku akan menunjukkan kecurigaan terhadap perilaku orang lain, lebih-
lebih orang yang belum dikenalnya. Bisa terjadi kecurigaan kepada orang sekitarnya akan
meracuni atau membunuh dia. Akibat waham curiga ini pada orang yang sebelumnya bersifat
emosional agresif. Ia bisa membunuh orang karena wahamnya kalau tidak dibunuh, ia akan
dibunuh. Atau ia akan diracuni dan dibuat celaka oleh orang yang dibunuhnya.
4. Halusinasi
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa ada rangsangan. Pasien merasa melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tak ada sesuatu rangsang pada
kelima indera tersebut.
Halusinasi dengar adalah gejala terbanyak pada pasien psikotik (99 %). Pasien psikotik yang
nalar (ego)-nya sudah runtuh, maka halusinasi tersebut dianggap real dan tak jarang ia
bereaksi terhadap halusinasi dengar. Bila halusinasi berisi perintah untuk membunuh ia pun
akan melaksanakan pembunuhan. Ini memang banyak terjadi pada pasien psikotik yang
membunuh keluarganya sendiri. Sebaliknya halusinasi yang memerintah untuk bunuh diri tak
jarang pasien pun akan bunuh diri.
5. Illusi
Illusi adalah sensasi panca indera yang ditafsirkan salah. Pasien melihat tali bisa ditafsirkan
sebagai seekor ular. Illusi ini sering terjadi pada panas yang tinggi dan disertai kegelisahan,
dan kadang-kadang perubahan kesadaran (delirium). Illusi juga sering terjadi pada kasus-
kasus epilepsi (khususnya epilepsi lobus temporalis), dan keadaan-keadaan kerusakan otak
permanen.
Misalnya seorang petinju di Malang terungkap di pengadilan ia menderita epilepsi. Ia
membunuh anaknya sendiri yang masih tidur di kasur dengan parang, karena menganggap
anaknya adalah seekor kucing yang sedang tidur. Juga kasus seorang ibu yang menyiram
anak balitanya dengan air panas di Semarang beberapa waktu yang lalu, dan akhirnya si anak
meninggal dunia. Ia melihat dan merasa menyiram hewan.
6. Tilikan Yang Buruk
Pasien psikotik merasa dirinya tidak sakit, meskipun sudah ada bukti adanya perubahan
perilaku yang jelas tidak wajar. Pasien tak mau minum obat atau tak mau diajak berobat, atau
bila ada waham dianggap mau diracuni. Keadaan merasa tidak sakit ini yang mempersulit
pengobatan, apalagi keluarga juga mengiyakan karena merasa tak sakit ia tak mau mencari
pengobatan.
Tilikan yang buruk ini merupakan ciri khas pasien psikotik. Di sini peran keluarga penting,
kalau memang menemukan gejala tersebut seperti waham, halusinasi dan illusi, segera
berkonsultasi kepada tenaga kesehatan jiwa.
7. Psikosis di Masyarakat
Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu sampai
tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30 juta, maka
akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita perlu
pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus dirawat.
Tetapi tidak semua bisa dirawat karena kapasitas pelayanan perawatan psikiatrik di Jateng
masih di bawah 1.000 tempat tidur. Sisa yang tidak terawat berada dalam masyarakat dan
pasien ini seharusnya perlu pengawasan yang seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang
terkadang tak terduga akan menjadi agresif tanpa stressor psikososial yang jelas.
Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda semua pasien psikotik (skizofrenia) dirawat di
Rumah Sakit Jiwa seumur hidup (dibuat koloni). Hal ini sekarang menjadi stigma
masyarakat, bahwa RSJ identik dengan gila. Tetapi sekarang situasi sudah berbeda, tidak
semua pasien dapat dirawat di RSJ. Mereka yang fase aktif gangguan psikotiknya dirawat,
sedang yang tenang dipulangkan namun masih dalam pengawasan dalam bentuk perawatan
jalan. Fase aktif adalah pasien-pasien yang menunjukkan perilaku yang membahayakan diri
atau membahayakan lingkungannya, dan mudah dikenali gejalanya. Pada fase tenang pasien
dapat beradaptasi dengan lingkungannya, meskipun terbatas.
Perjalanan psikiatrik tidak terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada, tetapi di Rumah Sakit
Umum pun ada pelayanan psikiatrik yang dilakukan oleh psikiater. Yakni pelayanan integrasi
dan konsultasi psikiatri di RSU, mengingat jumlah psikiater yang ada belum memadai sesuai
kebutuhan.
Ciri-ciri penderita psikotik antara lain:
1. Penarikan diri dari pergaulan sosial, banyak di dalam rumah, malu keluar rumah.
2. Tak mampu bekerja sesuai dengan fungsinya. Di rumah tak mau bekerja, atau bekerja
sekedarnya saja karena diperintah, setelah itu tak mau mengerjakan tugas yang diberikan.
3. Berpikir aneh, dangkal, berbicara tak sesuai dengan keadaan situasi keseharian, bicara
ngelantur.
4. Dalam pergaulan ada riwayat gejala waham atau halusinasi dan illusi.
5. Perubahan perilaku yang nyata, misalnya tadinya ceria menjadi melamun, perilaku aneh-
aneh yang sebelumnya tidak pernah dijalani.
6. Kelihatan menjadi murung dan merasa tak berdaya.
7. Sulit tidur dalam beberapa hari, atau bisa tidur yang terlihat oleh keluarganya, tetapi pasien
merasa sulit atau tidak bisa tidur.

BAB II
KASUS

Epilepsi Perlu Pengobatan Intensif


Sewaktu kecil Sadid adalah seorang anak yang aktif, banyak bicara, mudah marah, dan suka
berkelahi. Demikian pula di sekolah, Sadid sering bolos dan bila marah merusak barang-
barang yang ada di dekatnya seperti membanting gelas atau piring.
Sejak usia 10 tahun Sadid sering mengalami pengalaman yang aneh, seperti bermaksud ke
rumah Hafidz, tetapi tanpa disadari ke rumah Seno. Ketika sadar di rumah Seno, ia segera
kembali ke rumah Hafidz. Ia sering merasa asing di kamarnya sendiri dan ketika berada di
rumah orang yang dikenalinya dengan baik. Ketika bersepeda ia sering jatuh tanpa
disadarinya.
Keluhan yang disampaikan Sadid adalah sakit kepala. Semasa remaja, Sadid juga masih
sering melakukan perbuatan tanpa disadarinya, misalnya naik pohon kemudian kebingungan
tidak bisa turun atau nyemplung ke dalam kolam tanpa tujuan yang jelas. Meskipun semasa
kecilnya terkenal nakal, namun untuk mengaji dan shalat cukup rajin.
Menjelang dewasa, Sadid mulai berubah menjadi pendiam dan sulit bergaul. Sejak dua tahun
lalu, tingkah laku Sadid semakin aneh seperti mengurung diri di kamar, bicara mulai kacau
dan sulit dimengerti. Suatu hari, Sadid pernah mencoba untuk terjun ke dalam sumur, dan
ketika ditanya takut karena ada yang akan membunuhnya. Sadid mengatakan ia sering
bermimpi merasa dikepung, ada orang yang mengejar dan akan membunuhnya. Kakek Sadid
juga menderita gangguan jiwa dan pernah dirawat di rumah sakit jiwa sebanyak lima kali.
BAB III
ANALISA KASUS

Psikotik adalah gangguan jiwa yang dapat diturunkan. Menurut statistik yang dibuat oleh
Kalman, jika salah seorang orang tua menderita psikotik (misal skizofrenia), kemungkinan
anak-anaknya menderita psikotik adalah sebesar 12%. Anak-anak lain yang tidak menderita
psikotik tetap mengandung bibit penyakit tersebut dan mempunyai risiko untuk mengalami
gangguan yang lebih besar. Bibit itu akan diturunkan pada generasi berikutnya. Inilah yang
dialami Sadid. Selain itu, timbulnya penyakit ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Gejala-gejala psikotik yang ditemukan pada Sadid antara lain adanya bicara kacau yang dapat
berupa gangguan asosiasi, merasa curiga ada yang mengejar dan akan membunuhnya
(waham) dan adanya penarikan diri dari lingkungan sosial (social withdrawl).
Adanya waham kejar ini memungkinkan seorang penderita dapat melakukan tindakan
membahayakan, bagi dirinya sendiri seperti terjun ke dalam sumur atau membahayakan
orang lain yaitu menyerang orang lain.
Meskipun Sadid mengalami penurunan kesadaran dan gangguan jiwa berat (psikotik), namun
masih mampu salat dan membaca Alquran. Hal ini menjadi bukti bahwa gangguan jiwa berat
atau psikotik tidak mempengaruhi kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Namun
demikian, pasien tidak mampu menggunakan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya
untuk sesuatu yang berguna. Penurunan kesadaran yang dialami oleh Sadid besar
kemungkinan adalah suatu serangan yang dahulu dikenal sebagai epilepsi atau yang oleh
masyarakat awam disebut sakalor atau ayan.
Epilepsi ada yang disertai dengan gejala kejang-kejang, mula-mula berteriak lalu pingsan
seluruh badan dan keluar ludah berbusa. Kadang-kadang berdarah karena lidah tergigit.
Sesudah kira-kira satu menit penderita bernapas kembali dan sadar. Epilepsi tipe lain
gejalanya berupa serangan penurunan kesadaran dalam beberapa detik. Kadang ia bergumam,
masih mendengar apa yang dibicarakan tetapi tidak dapat menjawab. Setelah beberapa detik,
ia sadar kembali melanjutkan pekerjaan.
Epilepsi tipe psikomotor atau epilepsi lobus temporalis kadang-kadang langsung, tidak
didahului oleh serangan kejang-kejang atau penurunan kesadaran. Gejala-gejala gangguan
psikiatrik menonjol, sehingga sering kali sulit dibedakan dengan gangguan psikotik yang
fungsional.
Semasa kecil Sadid adalah anak nakal. Pada epilepsi sering dijumpai apa yang disebut
psikopatisasi, terutama bila gangguan telah dijumpai dalam waktu yang lama dan frekuensi
serangan tinggi.
Dari uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan mungkin Sadid adalah seorang
penderita eplepsi psikomotor dengan disertai gejala-gejala psikotik. Gangguan ini telah
dideritanya sejak kecil, sering mengalami brown out (lebih ringan dari black out) dan sering
pula mengalami "keadaan mimpi" atau "kedaaan dini". Dalam keadaan mimpi, pasien dapat
melakukan tindakan yang merusak atau gejala-gejala aneh lainnya. Sesudah melakukan
perbuatan, pasien mengalami "amnesia sempurna".
Gejala-gejala yang dialami Sadid dapat dikategorikan dalam psikotik. Psikotik dapat muncul
dalam beberapa bentuk, yaitu:
1. Skizofrenia adalah penyakit jiwa yang ditandai kemunduran atau kemurungan kepribadian.
Berdasarkan fase Sadid telah berada pada fase aktif. Karena individu mengalami simtom
psikotik, halusinasi, delusi, bicara dan tingkah laku tidak teratur serta tanda-tanda penarikan
diri.
2. Paranoid adalah gila kebesaran atau merasa lebih dari segalanya. Individu yang
mempunyai kepribadian paranoid kemungkinan terdapat waham, namun gejala itu hanya
sekilas.
3. Maniac depressive psychosis adalah kondisi inidividu di mana perasaan gembira yang
mendadak bisa berubah sebaliknya.
Upaya yang perlu dilakukan adalah segera membawa Sadid ke fasilitas psikiatri untuk
menentukan diagnosis kemungkinan dan pengobatan yang adekuat. Perawatan yang intensif
(rawat inap), tampaknya diperlukan bagi Sadid. Berbagai pemeriksaan akan dilakukan sesuai
indikasi, misalnya pemeriksaan Electro Enceplalografi dan CT Scan, atau bahkan bila
diperlukann MRI (Magnetic Resonance Imaging). Dokter yang memeriksa akan menentukan
apakah gejala-gejala psikotik yang ditampilkan merupakan bagian dari epilepsinya atau
merupakan gangguan yang terpisah.

BAB III
KESIMPULAN

Psikosis adalah penyakit kejiwaan yang parah, karena di tingkatan ini penderita tidak lagi
sadar akan dirinya. Pada penderita psikosis umumnya ditemukan ciri-ciri sebagai berikut:
mengalami disorganisasi proses pikiran♣
gangguan emosional♣
disorientasi waktu, ruang, dan person♣
terkadang disertai juga dengan halusinasi dan delusi♣
Psikosis bisa muncul dalam beberapa bentuk, diantaranya:
a) Schizophrenia, penyakit jiwa yang ditandai dengan kemunduran atau kemurungan
kepribadian
b) Paranoia, gila kebesaran atau merasa lebih dari segalanya
c) Maniac depressive psychosis, perasaan benar atau gembira yang mendadak bisa berubah
sebaliknya menjadi serba salah atau sedih
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan gangguan dasar pada
kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Penyakit ini timbul akibat ketidakseimbangan
pada salah satu sel kimia dalam otak. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim
dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari
hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan
halusinan (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra).
Dari uraian tersebut di atas diketahui bahwa gejala-gejala psikotik yang diderita pada subjek
antara lain adanya bicara kacau yang dapat berupa gangguan asosiasi, merasa curiga ada yang
mengejar dan akan membunuhnya (waham) dan adanya penarikan diri dari lingkungan sosial
(social withdrawl). Sehingga dapat disimpulkan subjek adalah seorang penderita eplepsi
psikomotor dengan disertai gejala-gejala psikotik. Gangguan ini telah dideritanya sejak kecil,
sering mengalami brown out (lebih ringan dari black out) dan sering pula mengalami
"keadaan mimpi" atau "kedaaan dini". Dalam keadaan mimpi, pasien dapat melakukan
tindakan yang merusak atau gejala-gejala aneh lainnya. Sesudah melakukan perbuatan, pasien
mengalami "amnesia sempurna".

DAFTAR PUSTAKA

Arif Setiadi Imam. (2006). Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung:
Aditama.
Firdaus Jimmi, Muhammad Syukri, dkk. (2005). SCHIZOPHRENIA, sebuah panduan bagi
keluarga skizofrenia. Yogyakarta: Dozz.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0509/05/ragam1.htm
http://chikastuff.wordpress.com/2007/03/26/skizofrenia-penyakit-spliting-personality/
http://klinis.wordpress.com/

Anda mungkin juga menyukai