Anda di halaman 1dari 4

IBU

Di atas dermaga namamu


Terdedar petuah maupun sajak yang tak habis dimaknai
Dan kelabu air di sepanjang bibir pantai
Bergemuruh
Seperti dentum yang selalu di labuhkan
Oleh kail pemancing

Bagiku engkau adalah arus yang selalu beriak,


Menjejal batu-batu kali mencarikanku jalan kembali
Dan bagiku engkau seperti batu karang, berongga kasih sayang
Pun kuat serupa pondasi

Ibu, kutahu senja tak selalu kau hadirkan dengan baik kepadaku
Ketika bahkan bulan pun coba kau ambilkan
Hanya untuk meredakan tangisku yang malang

Hidup adalah lebih dari itu,


Aku bagai banjir yang merusak segala,
Menghancurkan apa yang ada di depannya
Aku menjelma badai, yang berputar tak tentu arah
Mencari jalan yang belum cerah

Entah ini banjir keberapa, aku tak menghitungnya


Alam pun jelma serupa malam,
Meski pagi baru saja terbentang

Ibu, jika aku boleh memohon,


Doakan aku yang masih menganyam debu,
Mencoba menjaring asap
Hingga mimpi-mimpiku lindap
Sebab sejauh apapun nafasku memburu,
Tetap aku butuh : restu

19.37.29.06.20
KEPADAMU YANG KUPANGGIL MERBABU
: kekasihku

Aku ingin terjaga


Pada seribu malam bersama parasmu yang selalu bercahaya
Kaulah kekasih yang tenggelam dalam arus dadaku
Mengantar pembicaraan pada mimpi-mimpi kita menuju Utara
Kita berseloroh ingin sekali sampai di bandar-bandar tua,
Lalu menakar jangkar
Lalu sampai pada angan-angan menjadi saudagar

Kita sampai lupa berapa mahar yang harus dibayar


Untuk menghidupi kapal agar bisa berlayar
Kita menuruti arah jalan,
yang ternyata tak cukup semalam untuk berdiam
lalu kita menyimak lagi, apa yang salah dengan hidup ini

lalu kita menghitung, sudah berapa jumlah lading telah kita jelajahi,
sudah berapa arak telah kita tuang,
dan sudah berapa rintik hujan datang bersama kenangan
apakah kita perlu pulang atau meneruskan perjalanan?
Sedang rembulan telah menanti dengan wajah redupnya
Menghidupi malam kita, untuk sampai pada rasa paling sejati
: mencintai

19.42.29.06.20
KEPADAMU YANG SELALU MENJADI GRADASI

Kenapa aku menyebutmu gradasi?


Karena kau menjelma lampu merah
Yang menyimpan banyak amarah,
Menjadi gradasi dari keeping-keping warna yang patah

Pada fragmen satu, aku menyebutmu sembilu


Kadang kau menjadi pisau yang sangat tajam
Menusuk dengan tepat dan meninggalkan luka tak bertuan
Hingga menginfeksi ke seluruh tubuh,
Membuatku merasa hidup tak bisa menjadi seluruh

Pada fragmen kedua, aku menyebutmu gunung


Segala muasal kekuatan dan kesendirian,
Bertahtakan kesepian.
Apakah waktu bisa mengantarkanmu kembali?
Melindungi bunga paling sunyi di pucuknya,
Tak pernah terjamah oleh pendaki
Namun pada akhirnya gugur karena hukum alam
Yang tidak abadi

Pada fragmen ketiga, aku menyebutmu payung teduh


Sebuah bentuk perlindungan yang rapuh,
Namun sangat dibutuhkan ketika hujan bertandang
Dan aku berteduh dengan hati yang nyaman,
Bukan hati yang lapang

Pada fragmen keempat, aku tak bisa menyebutmu rumah


Ingin kutinggal lama pada hatimu, namun
Rumah itu tertutup dan telah berpenghuni yang baru
Lalu aku berbalik dan menelusuri jalan
Barangkali ada hunian lain yang mengajakku ke dalam

19.50.29.06.20
Niken Bayu Argaheni. Berdomisili di Solo. Karyanya dimuat di beberapa media massa.
Dapat dihubungi di nomor 085740888008 email: kinantiniken@gmail.com.

Nomor rekening BNI 0829336100 atas nama Niken Bayu Argaheni.

Puisinya dimuat di Buletin Pawon Solo Buletin Keris Semarang Gandrung Sastra Pati,
Majalah Bong-Ang Tuban, Koran INDOPOS Jakarta, koran Media Indonesia Jakarta,
Jogjareview.net, tabloid Duta Selaparang Lombok Koran Solopos Surakarta. Buku
antologi puisinya: “Poetry poetry from 226 Indonesian poets: Flows Into The Sink Into The
Gutter” “Dialog Taneyan Lanjang” (Majlis Sastra Madura) “Merawat Ingatan Rahim”
(Jejer Wadon & Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan) “Puisi buat Gus
Dur: Dari Dam Sengon ke Jembatan Panengel” (Dewan kesenian Kudus) “Negeri Sembilan
Matahari” (Sastra Welang Pustaka) “Darah di Bumi Syuhada” “Semesta Cinta Untuk
Gaza” “Solo dalam Puisi” “Karet Gelang” “SURAT KEPADA BUMI” (Pementasan Festival
Goa dan Air di Kayen Pati)“Tifa Nusantara”, “Puisi menolak Korupsi 4”, “Memandang
Bekasi, Antologi Puisi Penyair Nusantara”(Komunitas Seni dan Sastra Bekasi), “Antologi
Puisi 175 penyair dari Negeri Poci 6, Negeri Laut”. Cerpennya dimuat di koran Suara
Merdeka Semarang koran Radar Surabaya antologi buku “Sang Juara” “Kota Kenangan”
“Sweet-Pain of Love” “Kami (tak Butuh) Kartini Indonesia” “Kota Tanpa Wajah”
“Sepasang Kembang Mayang” dan sedang menanti penerbitan buku kumpulan tunggal
cerpennya : “Perempuan Laut”. Essainya dimuat di buku “Kahlil Gibran di Indonesia”
(Penerbit Ruas) “Gandrung Sastra” “Mengingat Guru” (IKIP PGRI Semarang press)
“Buletin Kelelawar” “Jurnal Khittah” memenangkan kompetisi penulisan Esai kesehatan
Mahasiswa Kesehatan Indonesia dalam konferensi Health Professional Education Quality
di Bali dengan judul “When Midwives Know Gender Curriculum” Memenangkan lomba
penulisan puisi “WA AWARD” “Lomba musikalisasi puisi 30 Tahun Semesta Mizan”
“Lomba Puisi bertajuk Palestina FAM Indonesia”.

Anda mungkin juga menyukai