Anda di halaman 1dari 17

BAB III – KHULAFAUR RASYIDIN: ABU BAKAR & UMAR

A. PROSES PEMILIHAN ABU BAKAR AS-SIDDIQ SEBAGAI KHALIFAH (11-13 H/632-634 M)

Nabi Muhammad saw. wafat pada hari Senin, 12 Rabiul Awal tahun 11 H. Namun, masalah siapa yang
akan menjadi penggantinya, masih menjadi perdebatan di kalangan para sahabat, sebab tak ada pesan
apa pun dari beliau perihal siapa yang akan dijadikan sebagai khalifah dan mekanisme apa yang harus
ditempuh para sahabat dan umat Islam untuk memilih pengganti beliau, karena itu terjadi perselisihan
paham antara kaum Muhajirin dan Anshar. Ketika mendapat kabar Rasulullah saw. wafat, kaum
Anshar langsung mengadakan musyawarah di Balai Bani Saidah, yaitu, tempat sidang dan musyawarah
yang biasa digunakan oleh keluarga besar Suku Khazraj. Musyawarah dipimpin langsung oleh tokoh
Anshar, yaitu Sa'ad bin Ubadah. Sementara itu, kaum Muhajirin berkumpul di rumah Aisyah dan di
sekitar Masjid Nabawi, sedang mempersiapkan acara pemakaman Nabi Muhammad saw.

Mendengar berita tentang musyawarah di Balai Bani Saidah, kaum Muhajirin bersepakat mengutus
tiga orang perwakilannya, yaitu: Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Ketiga tokoh Muhajirin itu pun bergegas datang ke Balai Bani Saidah. Sesampainya di sana, mereka
sempat mendengarkan bagian terakhir dari pidato Sa'ad bin Ubadah. Saat itu, Sa'ad berkata, “Wahai
kaum Anshar, kalian semua adalah orang-orang yang terdahulu di dalam agama dan termulia di dalam
Islam. Sebuah kemuliaan yang tidak dimiliki kabilah Arab lainnya. Muhammad saw. telah menetap
selama belasan tahun di lingkungan kaumnya, berdakwah supaya mereka menyembah dan
mengesakan Allah, serta meninggalkan berhala. Namun, hanya sedikit yang mau beriman hingga
mereka tidak mampu menjamin keselamatan Rasulullah saw., tidak mampu mengembangkan agama,
dan bahkan tidak mampu membela diri mereka sendiri. Allah telah menganugerahkan rahmat, nikmat,
kemuliaan, dan kehormatan kepada kalian. Sehingga, kalian beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya.
Kalian mampu membela Rasul-Nya dan para sahabatnya, memuliakan dan mengembangkan
agamanya, serta berjuang menentang musuh-musuhnya. Kalian bersikap tegas kepada
musuhmusuhnya, hingga bangsa Arab tunduk kepada agama Allah. Allah telah memberkahi bumi
tempat kediaman kalian ini. Dengan pedang kalian itulah bangsa Arab berhasil ditundukkan. Sekarang
Allah telah memanggil Rasul-Nya, sedang beliau rela menjadikan kalian sebagai buah hatinya. Namun,
kaum Muhajirin bermaksud merebut tampuk kepemimpinan dari kalian. Ketahuilah, pimpinan itu
adalah hak kalian, bukan hak siapa pun di luar kalian.”

Demikian bagian terakhir pidato Sa'ad yang didengar oleh Abu Bakar. Umar, dan Abu Ubaidah. Umar
bin Khattab tidak mampu menahan diri dan ingin bergegas maju ke depan untuk menangkis pidato
tersebut. Namun hal itu berhasil dicegah oleh Abu Bakar As-Siddiq. Dengan sikap yang tenang, Abu
Bakar maju ke depan. Setelah memuji Allah dan Rasul-Nya, dia memberikan penjelasan bahwa sangat
banyak sekali jasa-jasa kaum Anshar, baik bagi pengembangan agama Islam maupun bagi kaum
Muhajirin. Abu Bakar berkata, “Wahai kaum Anshar, tidak ada seorang pun yang bisa membantah
kemuliaan kalian dalam agama. Kalianlah yang terdahulu di dalam Islam. Allah telah memanggil kalian
dengan sebutan para penolong (Al-Anshar), baik bagi agama maupun Rasul-Nya. Demikian pula Rasul
saw. telah berhijrah ke tempat kalian. Sehingga, istri-istri dan para sahabatnya bisa hidup di lingkungan
kalian. Setelah Muhajirin, tidak ada yang mempunyai kedudukan sama selain kalian. Ketahuilah bahwa
kami adalah penguasa (umara) dan kalian adalah para menterinya (wazir). Kalian adalah tempat
berlindung dan tidak ada suatu keputusan pun tanpa kalian.”

Ketenangannya dalam sikap dan bicara bak angin segar dalam suasana yang panas. Musyawarah pun
dilanjutkan. Masing-masing pihak mengemukakan pendapatnya tentang siapa yang lebih berhak
menggantikan kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Sementara juru bicara kaum Muhajirin adalah
Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah, sedangkan juru bicara kaum Anshar adalah Sa'ad bin Ubadah,
Habbab bin Mundzir, dan Basyir bin Sa'ad. Habbab bin Mundzir berkata, “... Janganlah kalian berbeda
pendapat hingga kedudukan kalian melemah. Jika mereka tidak mau menerima kenyataan ini, maka
jalan satu-satunya adalah kami punya penguasa dan kamu juga punya penguasa.” Umar bin Khattab
menyanggah, “Tidak mungkin ada dua penguasa berada dalam satu tanduk. Sungguh Allah tidak akan
rela jika kalian yang memegang kekuasaan sementara Rasul saw. bukan dari lingkungan kalian. Bangsa
Arab sendiri akan mudah menerima pemimpin yang Rasulnya berasal dari lingkungannya."

1
Melihat belum ada tanda-tanda akan mencapai titik temu, Abu Ubaidah bin Jarrah berkata, “Sahabat-
sahabatku dari kalangan Anshar! Kalian semua adalah pihak yang pertama-tama menyokong dan
membantu. Janganlah kalian juga menjadi pihak yang pertama-tama berubah dan berganti
pendirian!” Tertegun sejenak dengan perkataan Abu Ubaidah, Basyir bin Sa'ad berseru, “Bukankah
Nabi Muhammad saw. itu berasal dari suku besar Quraisy?! Maka kaumnyalah yang lebih berhak dan
layak memegang kepemimpinan. Demi Allah, saya sendiri tidak akan membantah hal itu. Marilah kita
bertakwa kepada-Nya dan janganlah masing-masing di antara kita saling berbantahan dan
bermusuhan.” Bak hujan di tengah gurun, suasana musyawarah terasa kembali segar setelah
mendengar perkataan Basyir. Sungguh sebuah pendirian yang terpuji dari seorang tokoh utama suku
Khazraj.

Suasana yang baik itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Abu Bakar As-Siddiq. Dia pun maju ke depan
sembari berkata, “Sekarang, marilah kita pusatkan perhatian kita kepada Umar bin Khattab dan Abu
Ubaidah bin Jarrah. Silahkan kalian memilih salah satu di antara kedua tokoh tersebut!” Mendengar
seruan Abu Bakar, Basyir bin Sa'ad dan Abu Ubaidah bin Jarrah spontan berteriak, “Mana mungkin hal
itu akan kami lakukan! Demi Allah, kami tidak akan menyerahkan pimpinan kecuali kepadamu.
Kamulah tokoh termulia dalam kaum Muhajirin. Kamulah orang kedua dari dua orang (tsani al-
istnaian) yang berada di Gua Tsur. Dan kamulah pengganti Nabi Muhammad saw. untuk menjadi imam
salat. Ketahuilah bahwa salat adalah sendi agama yang paling utama. Lantas, siapakah yang mampu
membelakangimu dan siapakah yang lebih layak darimu? Angkatlah tanganmu dan kami akan
membaiat dirimu!” Setelah itu, Basyir bin Sa'ad dan Abu Ubaidah bin Jarrah maju ke depan. Keduanya
memegang tangan Abu Bakar sambil mengucapkan baiat. Yang demikian diikuti oleh Umar bin Khattab
dan tokoh-tokoh besar Anshar lainnya.

Selesai pembaiatan di Balai Bani Saidah, Abu Bakar diarak menuju Masjid Nabawi. Di sana, Abu Bakar
kembali dibaiat di depan umum. Sehingga, sah lah Abu Bakar sebagai khalifah pertama, pengganti
kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Selasa malam Rabu (menjelang waktu isya'), setelah proses
pemakaman Nabi Muhammad saw. selesai, Abu Bakar As-Siddiq naik ke atas mimbar Masjid Nabawi
untuk menyampaikan khutbah pertamanya sebagai seorang khalifah. Berikut ini khutbah singkat sang
khalifah:

“Wahai saudara-saudaraku sekalian! Aku telah diangkat untuk menjadi pemimpin kalian. Padahal aku
bukanlah yang terbaik di antara kalian. Maka, jika aku melakukan kebaikan, dukunglah! Sebaliknya,
jika aku melakukan kejahatan, luruskanlah diriku! Kebenaran adalah sebuah amanat. Dan kebohongan
adalah sebuah perbuatan khianat. Yang terlemah di antara kalian akan kuanggap sebagai yang terkuat
hingga aku berhasil mengambil dan mengembalikan haknya. Yang terkuat di antara kalian akan
kuanggap sebagai yang terlemah hingga aku berhasil mengambil hak si lemah dari tangannya.
Janganlah seorang pun di antara kalian meninggalkan jihad. Sebab kaum yang meninggalkan jihad
akan ditimpakan kehinaan oleh Allah swt. Patuhilah diriku selama aku patuh kepada Allah dan Rasul-
Nya. Bila aku durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk patuh
terhadap diriku. Sekarang, marilah kita menunaikan salat. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada
kalian semua.”

Demikianlah sekilas tentang proses peralihan kepemimpinan dari Nabi Muhammad saw. kepada
Khalifah Abu Bakar As-Siddiq.

B. KEBIJAKAN DAN PRESTASI KHALIFAH ABU BAKAR AS-SIDDIQ

Sebagai seorang khalifah, Abu Bakar mengambil langkah dan kebijakan strategis bagi kelangsungan
kehidupan umat Islam. Berikut ini beberapa kebijakan dan beberapa peristiwa penting semasa beliau
menjadi khalifah:

1. Memerangi Kaum Riddah

Ujian pertama yang harus dihadapi Abu Bakar adalah banyaknya kabilah-kabilah Arab yang lari dan
membelot dari ajaran agama Islam sepeninggal Nabi Muhammad saw. Mereka umumnya berasal dari
daerah-daerah yang jauh dari Madinah, seperti Yaman, Oman, Hadhramaut, Bahrain, dan Mahra.
Secara umum, mereka dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

2
a. Orang-orang yang murtad (keluar dari agama Islam)
b. Orang-orang yang tidak mau membayar zakat
c. rang-orang yang mengaku sebagai nabi (nabi palsu)

Seiring dengan itu, langkah dan kebijakan yang pertama kali diambil Abu Bakar adalah menyiapkan 11
(sebelas) pasukan. Setiap kelompok pasukan, dipimpin oleh seorang panglima, masing-masing
panglima diserahi panji pasukan (al-liwa') dan selembar surat janji (al-'ahd). Surat janji itu berisi
amanat perang yang mengatur tata tertib dan disiplin ketentaraan. Berikut ini nama-nama sebelas
pasukan dengan panglimanya masing-masing:

1. Pasukan Khalid bin Walid bertugas menghadapi Thulaihah bin Khuwailid, dan Malik bin
Nuwairah di Wilayah Al-Battah. Perlu diketahui bahwa sebelum memeluk Islam, Thulaihah
adalah seorang tukang sihir. Sepeninggal Rasulullah saw., Thulaihah langsung mengangkat
dirinya sebagai nabi dan menuntut Abu Bakar untuk mengakui kenabiannya. Kontan Abu Bakar
menolak. Sadar bahwa Thulaihah telah menyiapkan pasukannya di perbatasan Madinah untuk
melakukan penyerangan, Abu Bakar bergegas menyiapkan pasukannya. Pasukan dibagi tiga;
• sayap kanan dipimpin Nukman bin Muqarram,
• sayap kiri dipimpin Abdullah bin Muqarram, dan
• pasukan cadangan langsung dipimpin olehnya (Khalid bin Walid).
Menjelang fajar, pertempuran terjadi. Pasukan musuh berhasil dikalahkan. Sementara itu,
Thulaihah dan sisa pasukannya menyelematkan diri dan memohon perlindungan ke suku
Ghatafan. Panglima Khalid bin Walid tidak mau tinggal diam. Dia terus mengejar hingga pasukan
Thulaihah yang dibantu oleh Ghatafan, Murra, dan Fezara berhasil dihancurkan. Namun
Thulaihah dan istrinya berhasil menyelamatkan diri ke Syria. Dan dikabarkan bahwa dia akhirnya
kembali memeluk agama Islam. Demikian juga dengan orang-orang Ghatafan, Murra, dan
Fezara, mereka akhirnya kembali memeluk Islam.
2. Pasukan Ikrimah bin Amr (anak Abu Jahal) bertugas menghadapi Musailamah Al-Kadzdzab di
wilayah Bani Hanifah (Yamamah). Perlu di ketahui bahwa Musailamah adalah tokoh
cendekiawan dan terpandang di lingkungan Bani Hanifah (Yamamah). Sepeninggal Rasulullah
saw., dia memproklamirkan diri sebagai nabi dan rasul. Bahkan untuk memperkuat
pengaruhnya, dia menikahi Sajjah binti Al-Harits bin Suwaid bin Aqfan yang juga mengaku
sebagai nabi. Hasilnya, dia mempunyai pasukan hingga mencapai 40.000 tentara. Abu Bakar
pun segera bertindak. Dikirimlah pasukan muslim di bawah pimpinan Ikrimah bin Amr bin
Hisyam dan pasukan cadangan di bawah pimpinan Syurahbil bin Hasanah. Untuk memperkuat
barisan, Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid untuk mengirim pasukannya guna
mengepung Musailamah. Pertempuran sengit terjadi, pasukan muslim hampir mengalami
kekalahan. Namun, Khalid segera menerapkan taktik jitu. Pasukan muslim ditarik mundur.
Manakala pasukan musuh mendekati bekas perkemahan pasukan muslim untuk mencari harta
rampasan, pasukan muslim balik menyerang. Musuh pun dapat dikalahkan. Musailamah dan
sisa pasukannya menyelamatkan diri ke Al-Hadikat. Pasukan Khalid terus mengejar hingga
pasukan Musailamah dapat dihancurkan. Musailamah sendiri tewas di tangan Wahsyi. Setelah
peristiwa itu, Bani Hanifah kembali membai'at Abu Bakar sebagai khalifah.
3. Pasukan Muhajir bin Abi Umayyah yang bertugas menghadapi sisa pasukan Aswad Al-Insa,
membantu kaum Al-Abnak (peranakan) menghadapi Kais bin Maksyuh, kemudian masuk ke
Wilayah Kindah dan Hadhramaut. Perlu diketahui, Aswad Al-Insa adalah nabi palsu yang tewas
pada masa Nabi Muhammad saw. masih hidup. Adapun sisa-sisa pasukannya dipimpin oleh Kais
bin Abdi Yaguts. Dialah yang memimpin gerakan riddah di Yaman sepeninggal Rasulullah. Untuk
menghancurkan gerakan Kais, diutuslah Panglima Ikrimah bin Amr dengan dibantu oleh
pasukan Muhajir bin Umayyah. Pertempuran pun terjadi. Tidak berlangsung lama, Kais bin Abdi
Yaguts menyerahkan diri. Kais diserahkan kepada Khalifah Abu Bakar.
4. Pasukan Khalid bin Said bertugas menghadapi suku-suku besar Arab di wilayah tengah bagian
utara hingga perbatasan Syria dan Irak.
5. Pasukan Amr bin Ash yang bertugas menghadapi dua suku besar di wilayah utara bagian barat
laut, yaitu Qudla'ah dan Wadi'ah.
6. Pasukan Huzaifah bin Muhsin Al-Ghalfani yang bertugas menghadapi penduduk di wilayah
Daba (pesisir tenggara Arabia).
7. Pasukan Arfajah bin Hartsamah yang bertugas menghadapi gerakan riddah di Wilayah Mahra
dan Oman (pesisir selatan Arabia).

3
8. Pasukan Surahbil bin Hasanah yang bertugas sebagai pasukan cadangan Ikrimah bin Hisyam di
wilayah Yamamah.
9. Pasukan Maan bin Hijaz yang bertugas menghadapi suku besar di sekitar wilayah Thaif, yaitu
Salim dan Hawazin.
10. Pasukan Suwaid bin Muqarram yang bertugas menghadapi kaum riddah di wilayah Tihamah
(sepanjang pesisir Laut Merah).
11. Pasukan Allak bin Muqarram yang bertugas menghadapi kaum riddah di Wilayah Bahrain.

2. Melanjutkan Pengiriman Pasukan Usamah

Dikisahkan bahwa menjelang sakit, Nabi Muhammad saw. membentuk pasukan guna dikirim ke
perbatasan Syria. Pasukan yang terdiri dari tokoh-tokoh Muhajirin, seperti Umar bin Khattab, dan
tokoh-tokoh Anshar itu dipimpin oleh Usamah bin Zaid, seorang pemuda yang baru berusia 20 tahun.
Hal ini sengaja dilakukan Rasulullah saw. untuk mengkader generasi muda Islam sebagai calon
pemimpin. Pasukan Usamah pun berangkat ke Syria. Namun, ketika sedang beristirahat di Jurfa,
terdengar kabar bahwa Nabi Muhammad saw. sakit. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak
meneruskan perjalanan dan kembali lagi ke Madinah. Akhirnya, Nabi Muhammad saw. wafat.

Masalah pemberangkatan pasukan Usamah kembali dibicarakan setelah pengangkatan Abu Bakar
sebagai khalifah. Malam itu, selesai mengucapkan khutbah jabatan, Abu Bakar membicarakan hal itu
bersama tokoh Anshar dan Muhajirin. Sebagian dari mereka merasa keberatan karena akan
mengakibatkan kekosongan kekuatan di Madinah. Namun demikian, Abu Bakar punya pertimbangan
lain. Menurutnya, pemberangkatan pasukan akan mengalihkan perhatian kaum muslimin yang
hampir mengalami perpecahan dalam menentukan pengganti Rasulullah saw.. Lebih dari itu,
pemberangkatan pasukan akan membangkitkan dan menyatukan semangat umat Islam muslim untuk
menghancurkan musuh-musuh Islam. Abu Bakar berkata, “Demi Zat yang menguasai diriku! Meski aku
mengira bahwa hewan-hewan buas akan menerkamku, aku akan tetap memberangkatkan pasukan
Usamah. Ini sebagaimana yang diperintahkan Nabi Muhammad saw. Meskipun di negeri ini tidak ada
orang lagi selain diriku, aku akan tetap melaksanakannya! Meskipun harus menghadapi terkaman
anjing dan srigala, aku tidak akan merombak keputusan Nabi Muhammad saw.”

Demikian keteguhan hati sang khalifah. Maka, pada hari Rabu sore, 14 Rabiul Awwal 11 H, pasukan
Usamah diberangkatkan ke Jurfa. Saat itu, Usamah duduk di atas kudanya, sementara Abu Bakar
berjalan kaki di sisinya. Adapun kuda Abu Bakar dituntun oleh Abdurrahman bin Auf. Dengan penuh
rasa sungkan, Usamah berulang kali memohon agar diperkenankan turun dari kudanya. Namun, Abu
Bakar menolaknya. Sebaliknya, Abu Bakar berkata, “Demi Allah! Janganlah turun, meski aku tidak
berkendaraan. Biarlah telapak kakiku dipenuhi dengan debu jalan Allah. Bukankah setiap langkah
pejuang akan memperoleh imbalan tujuh ratus kebajikan, meninggikan derajat dan martabatnya,
serta menghapuskan tujuh ratus kesalahannya?!” Bahkan, dalam perjalanan menuju Jurfa itulah Abu
Bakar berkata demikian, “Wahai Usamah! Jika menurutmu Umar bin Khattab dapat membantuku
setelah keberangkatanmu, sudi kiranya dirimu mengizinkannya!” Sungguh bijak sang khalifah. Dia
benar-benar menghormati wewenang dan kekuasaan pejabatnya. Meski mudah baginya untuk
memerintahkan Umar menemani dirinya, namun hal itu tidak dilakukannya. Dia sangat menghormati
wewenang Usamah sebagai panglima pasukannya. Sungguh sebuah akhlak dan prilaku yang patut
diteladani oleh semua. Dan tanpa berfikir panjang, Usamah pun mengabulkan permohonannya.

Sesampainya di Jurfa, Abu Bakar memberikan amanat perang sebagai berikut, “Wahai manusia,
berdirilah! Aku akan memberikan sepuluh amanat, maka terimalah. Janganlah berkhianat, berbuat
keterlaluan, menganiaya dan menggantung, membunuh anak-anak, orang tua, dan wanita, merusak
pohon-pohon tamar dan membakarnya, menebas pohon-pohon yang sedang berbuah, serta jangan
menyembelih domba, sapi, dan unta kecuali untuk dimakan. Ketahuilah bahwa kalian nanti akan
bertemu dengan kelompok masyarakat yang melakukan kebaktian dalam gereja. Maka biarkanlah
mereka dengan kebaktiannya. Kalian juga akan bertemu dengan sekelompok masyarakat yang akan
menyumbangkan bejana-bejana yang penuh dengan makanan. Maka setiap kali mencicipinya,
janganlah kalian lupa menyebut nama Tuhan (membaca Bismillah). Kemudian, kalian juga akan
berhadapan dengan kelompok-kelompok yang melakukan perlawanan sengit dan mengelilingi dirinya
dengan berbagai pertahanan. Maka hancurkanlah dengan kekuatan pedang kalian! Sekarang,
berangkatlah dengan nama Allah!”

4
Demikianlah amanat perang sang khalifah yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan prinsip-
prinsip perang menurut Islam, jauh sebelum negaranegara Barat membuat prinsip-prinsip perang
melalui Konvensi Genewa pada tahun 1864. Dalam kenyataannya, prinsip-prinisip tersebut sangat
membantu perjuangan kaum muslimin. Di samping itu, penaklukan imperium Romawi dan Persia juga
dilatarbelakangi oleh kondisi kehidupan rakyat di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi dan Persia,
yang dipenuhi dengan kebijakan yang sangat menyengsarakan rakyat banyak, dan tidak manusiawi,
seperti pungutan pajak yang memberatkan.

Selesai mendengarkan amanat perang, pasukan Usamah berangkat ke medan pertempuran.


Sementara Abu Bakar dan Umar bin Khattab kembali ke Madinah. Saat itu, tujuan pengiriman pasukan
Usamah adalah ke Kerajaan Ghassan yang berpusat di Damaskus. Di sana, pasukan Usamah akan
meminta pertanggungjawaban sang raja atas kesewenang-wenangannya ketika membunuh utusan
yang dikirim Nabi Muhammad saw. Mu'tah, itulah tempat yang pertama dituju oleh pasukan Usamah,
sebuah tempat yang pernah menjadi medan pertempuran antara kaum muslimin di bawah pimpinan
Zaid bin Harisah (ayah Usamah) dengan pasukan Romawi yang dipimpin oleh Heraclius. Saat itu, gugur
beberapa tokoh Islam, seperti Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah.
Sekitar 40 (empat puluh) hari, pasukan Usamah berperang melawan pasukan kerajaan Ghassan dan
berhasil mengalahkan pihak lawan. Usamah pulang ke Madinah dengan membawa harta rampasan
yang cukup banyak. Pengaruh positif dari kebijakan pengiriman pasukan ini adalah timbulnya rasa
takut dalam diri Kaisar Hiraclius setelah menyaksikan kekuatan kaum muslimin.

3. Menghadapi Imperium Persia

Untuk memperluas Wilayah Islam, kebijakan yang ditempuh Abu Bakar adalah menghadapi kekejaman
Imperium Persia. Perlu diketahui bahwa dengan tentara yang terlatih dan peralatan perang modern,
Imperium Persia dikenal sebagai kerajaan yang kuat. Wilayah kekuasaannya mencakup sepanjang
lembah Mesopotamia. Sayang, mereka suka berbuat zalim. Di bawah kekuasannya, penduduk
diharuskan membayar pajak yang sangat tinggi dan pungutan-pungutan dari tuan tanah yang
memberatkan.

Mengawali kebijakannya, Abu Bakar mengutus pasukannya yang terbagi dalam beberapa kelompok.

Kelompok pertama dipimpin oleh Mutsanna bin Harisa Asy-Syaibani. Dengan kekuatan 8.000
pasukan, Mutsanna bergerak ke arah utara sepanjang pesisir Teluk Persia pada bulan Muharram 12
Hijriah. Meski berhasil menguasai pelabuhan Al-Qatif, namun mereka mendapatkan perlawanan
sengit ketika akan memasuki wilayah Kuwait. Mendapat laporan dari Mutsanna, Abu Bakar segera
mengirimkan pasukan bantuan di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Dengan kekuatan 10.000
pasukan, Khalid berangkat ke medan pertempuran. Pelabuhan tua Ubulla yang dikuasai pasukan
Persia di bawah pimpinan Harmaz yang dibantu oleh panglima Kavadh dan Anusjan berhasil dikuasai.

Kelompok kedua dipimpin oleh panglima Iyadh. Saat itu, mereka ditugaskan untuk merebut benteng
Dumatil Jindal yang terletak di antara lembah Eufrat dan Teluk Akabah. Menguasai benteng tersebut
dinilai akan mempermudah untuk menguasai kerajaan Hira. Dan setelah memperoleh bantuan dari
pasukan Khalid bin Walid, benteng Dumatil Jindal dapat dikuasai. Demikian juga dengan kerajaan
Hira. Setelah berhasil menguasai Kuwait dan Hira, pasukan muslim juga berhasil merebut pelabuhan
Bashrah (Irak) dan Yaman. Perlu diketahui bahwa penduduk di daerah yang berhasil dikuasai, ternyata
lebih senang berada di bawah kekuasaan kaum muslim. Itu disebabkan mereka diperlakukan secara
manusiawi, diberi hak hidup sepenuhnya, dan hanya dibebani dengan pajak yang ringan.

4. Menghadapi Imperium Romawi

Berhasil menguasai Mesopotamia, Madinah semakin ramai dengan para sukarelawan yang datang
dari berbagai suku di semenanjung Arabia. Sementara itu, semangat kaum muslim terus bergelora
hingga Abu Bakar merasakan kerinduan mereka untuk kembali membela agama Islam. Oleh karena
itu, melalui perundingan dengan tokoh Anshar dan Muhajirin, disusunlah rencana besar untuk
menghadapi Imperium Romawi Timur yang mencakup wilayah Palestina dan Syria. Saat itu, kedua
wilayah tersebut dikenal sebagai wilayah Syam.

5
Pada awal tahun 13 H, Abu Bakar membentuk empat pasukan besar. Masing-masing pasukan,
dipimpin oleh seorang panglima. Keempat pasukan tersebut adalah:
a. Pasukan Amr bin Ash yang bertugas menguasai Pelabuhan Aila di Teluk Kabah dan kemudian
menuju Palestina.
b. Pasukan Syurahbil bin Hasanah yang bertugas merebut Benteng Tabuk dan kemudian menuju
Yordania.
c. Pasukan Yazid bin Abi Sufyan yang berangkat ke Damaskus dan kemudian menuju Syria Selatan
d. Pasukan Abu Ubaidah bin Jarrah yang bertugas merebut Benteng Homs dan kemudian menuju
Syria Utara dan Ibu Kota Antiokia.

Perlu diketahui bahwa kekuasaan muslim di wilayah Imperium Romawi, diawali dengan dikuasainya
wilayah Palestina, Yordania, dan Syria. Saat itu, Kaisar Romawi, Heraclius, yang berada di Yerusalem
sangat terkejut dengan kemenangan pasukan muslim. Maka, dia bergegas menyiapkan kekuatannya
hingga berjumlah 240.000 pasukan dan menunjuk saudaranya, Theodore, sebagai panglimanya. Sadar
dengan kekuatan Heraclius yang sangat besar, panglima Amr bin Ash yang ditugaskan menuju ke
Palestina mengusulkan kepada Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menggabungkan seluruh pasukan. Saat
itu, Abu Ubaidah yang telah berhasil menguasai Syria Utara menyampaikan usul itu kepada Abu Bakar
dan sang khalifah pun menerimanya.

Sementara keempat pasukan di bawah panglimanya masing-masing bergabung dalam satu barisan,
Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid yang sedang berada di Lembah Mesopotamia untuk berangkat
ke Syria. Selain itu, Abu Bakar juga mengangkat Khalid sebagai panglima besar dari seluruh pasukan
muslim. Perlu diketahui bahwa saat itu pasukan muslim berjumlah 39.000 orang yang terdiri dari
24.000 pasukan gabungan, 9.000 pasukan Khalid, dan 6.000 pasukan Ikrimah. Pasukan Ikrimah itu
terdiri dari para sukarelawan yang berasal dari Arabia Selatan dan Tengah yang dibentuk sebagai
pasukan cadangan. Sebagai panglima besar, Khalid segera mengatur strategi. Dia membagi
pasukannya menjadi 40 regu yang terbagi dalam tiga sayap dan satu regu pasukan cadangan di bawah
pimpinan Ikrimah. Ketiga sayap itu adalah:
a. Sayap Tengah yang menjadi pasukan inti dan dipimpin oleh Panglima Abu Ubaidah bin Jarrah
b. Sayap Kanan yang dipimpin oleh Panglima Amr bin Ash
c. Sayap Kiri yang dipimpin oleh Panglima Yazid bin Abi Sufyan

Ketiga pasukan itu pun berangkat ke Yarmuk, daerah yang ditetapkan oleh Abu Bakar sebagai benteng
pertahanan. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a. Yarmuk yang berbentuk dataran lembah dan dikelilingi bukit-bukit berbentuk bulan sabit
merupakan tempat yang sangat strategis secara militer.
b. Yarmuk diairi anak sungai yang berhulu dari dataran tinggi Hauran (Syria) dan bermuara pada
Danau Tiberias.

Di sisi lain, pasukan Romawi pun bergerak ke Yarmuk. Merasa mempunyai kekuatan yang jauh lebih
besar, mereka langsung menuju ke pusat pertahanan pasukan Muslim. Pertemuan antara kedua
kekuatan pun tidak bisa dihindarkan. Hanya saja, sebelum genderang perang dibunyikan, disepakati
untuk melakukan perang tanding terlebih dahulu. Pasukan Romawi diwakili Panglima Gergorius
Teodorus, sedang pasukan Muslim diwakili panglima Khalid bin Walid. Perang tanding pun
berlangsung. Dikisahkan bahwa selama perang tanding, kedua panglima itu melakukan dialog. Banyak
hal yang ditanyakan oleh Panglima Gergorius, dan pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh Panglima
Khalid bin Walid dengan memuaskan. Akhirnya, Gergorius pun masuk Islam dan berjuang bersama
pasukan Muslim melawan pasukan Romawi hingga dia pun akhirnya terbunuh.

Pertempuran belum usai, pada bulan Jumadil Akhir 13 H terdengar berita dari seorang utusan
Madinah, yang langsung menemui Khalid bin Walid. Utusan tersebut memberitahukan bahwa Abu
Bakar telah wafat dan Umar bin Khattab terpilih sebagai penggantinya. Lebih dari itu, sang utusan juga
menyerahkan sebuah surat dari Khalifah Umar kepada Khalid bin Walid. Setelah dibaca, diketahui
bahwa itu adalah surat pemecatan dirinya sebagai panglima besar dan sekaligus pengangkatan Abu
Ubaidah sebagai penggantinya. Khalid bin Walid bergegas mengundang Abu Ubaidah. Di dalam
kemahnya, Khalid menyampaikan berita duka perihal kematian Abu Bakar. Selain itu, dia juga
memberitahukan berita tentang penyerahan tampuk kepemimpinan kepada Abu Ubaidah. Akhirnya
disepakati agar berita kematian Abu Bakar tidak diumumkan, karena khawatir akan menurunkan

6
semangat tempur pasukan. Sedangkan masalah pergantian panglima, Abu Ubaidah mengusulkan agar
hal itu diberlakukan setelah peperangan usai. Dijelaskan bahwa alasan Khalid bin Walid diganti oleh
Abu Ubaidah disebabkan kekhawatiran Umar bahwa orang-orang akan mengkultuskan Khalid
sehingga akan berpengaruh pada keikhlasannya dalam berjuang. Perlu diketahui bahwa Khalid adalah
seorang panglima yang cerdas, gagah berani, dan mempunyai siasat perang yang jitu. Sehingga,
hampir setiap peperangan yang dipimpinnya, selalu dimenangkannya. Saat itu, sebagai pejuang
kesatria, Khalid bin Walid menerima pemberhentiannya dengan jiwa besar. Bahkan dia berkata, “Saya
berjihad karena Allah swt., bukan karena Umar.”

Abu Bakar As-Siddiq menjadi khalifah selama 2 tahun, 3 bulan, 13 hari, Selama masa
pemerintahannya, beliau telah berhasil memberikan jasa-jasanya kepada perkembangan dan
perluasan ajaran agama Islam. Dia telah berhasil menghalau gerakan riddah. Bahkan, dia juga berhasil
memperluas wilayah Islam hingga ke luar jazirah Arab. Kedermawanan, kerendahhatian, kejujuran,
keamanahan, dan keteguhan hatinya telah membekas di hati para sahabatnya.

5. Mengumpulkan Lembaran Ayat-ayat Suci Al-Qur'an

Sahabat Umar bin Khattab adalah penggagas pertama pengumpulan Al-Qur'an. Ia mengusulkan idenya
tersebut kepada Khalifah Abu Bakar AsSiddiq. Ide Umar dilatarbelakangi oleh banyaknya sahabat
penghafal Al-Qur'an yang gugur sebagai syahid dalam peristiwa Perang Yamamah pada tahun 12 H.
Diperkirakan sahabat penghafal Al-Qur'an yang gugur waktu itu sekitar 70 orang. Umar sangat
khawatir jika nantinya Al-Qur'an akan musnah karena banyaknya qari' yang gugur. Beliau
mengusulkan kepada Abu Bakar agar mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an. Pada mulanya Abu
Bakar menolak usulan tersebut, karena Rasulullah saw. tidak pernah melakukan hal tersebut pada
waktu beliau masih hidup. Tetapi setelah bermusyawarah dengan para sahabat, maka akhirnya
Khalifah Abu Bakar menyetujui usul Umar tersebut.

Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an dengan
alasan memang ia adalah penulis wahyu ketika Nabi saw. masih hidup, di samping ia juga sangat
paham terhadap persoalan terkait Al-Qur'an. Pada mulanya Zaid bin Tsabit juga menolak, kemudian
keduanya bertukar pendapat sampai akhirnya Zaid bin Tsabit dapat menerima dengan lapang dada
perintah penulisan Al-Qur'an tersebut. Zaid melaksanakan tugasnya dengan sangat teliti dan hati-hati,
dengan bersandar pada hafalan para qurra' (para penghafal Al-Qur'an) dan catatan yang ada pada
para penulis.

Zaid bin Tsabit mengumpulkan Al-Qur'an dari daun, pelepah kurma, batu, tanah keras, tulang unta
atau kambing dan juga dari hafalan-hafalan para sahabat. Zaid bin Tsabit bekerja sangat teliti sekalipun
ia hafal Al-Qur'an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan pengumpulan Al-Qur'an yang sangat penting
bagi Umat Islam itu, dia masih memandang perlu mencocokkan hafalan atau catatan dari sahabat-
sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Dengan demikian Al-Qur'an seluruhnya
telah ditulis Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran dan diikatnya dengan benang yang tersusun
menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw.

Kemudian Mushaf Al-Qur'an hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu Bakar, peristiwa
tersebut terjadi pada tahun 12 H. Setelah beliau wafat pada tahun ke-13 hijrah, Mushaf tersebut
disimpan oleh khalifah sesudahnya yaitu Umar bin Khattab, setelah Umar wafat, Mushaf tersebut
disimpan oleh putrinya yang sekaligus istri Rasulullah saw. bernama Hafsah binti Umar ra.

Sahabat Ali bin Abi Thalib memberi penilaian atas dikumpulkannya Mushaf Al-Qur'an dengan
perkataannya, “Orang yang paling berjasa terhadap Mushaf adalah Abu Bakar, semoga ia mendapat
rahmat Allah karena dialah yang pertama kali mengumpulkan Al-Qur'an, di samping itu beliau juga
yang pertama kali menyebut Al-Qur'an sebagai Mushaf.”

C. KEUTAMAAN KHALIFAH ABU BAKAR AS-SIDDIQ

Menurut Jalaluddin As-Suyuti, Abu Bakar adalah;


• orang yang pertama kali masuk Islam (as-sabiqun al-awwalun),
• orang yang pertama kali menghimpun Al-Qur'an dalam satu mushaf,

7
• orang yang pertama kali dipanggil khalifah, dan
• orang yang pertama kali membentuk baitul mal.

Abu Bakar juga termasuk orang yang rendah hati dan dekat dengan masyarakat miskin.

Ibnu Asakir meriwayatkan dari Aisyah, katanya, “Selama tiga tahun sebelum menjadi khalifah, dan
setahun sesudahnya, Abu Bakar tinggal di tengah-tengah kami. Manakala para budak wanita
membawa kambing, ia memerahkan susunya untuk mereka.”

Abu Saleh Al-Ghifari berkata, “Sudah menjadi kebiasaan Umar bin Khattab mengunjungi rumah
seorang wanita tua yang buta, yang tinggal di sudut kota Madinah untuk membantu memasakkan
dan melayani keperluannya pada malam hari. Namun, setiap kali ia datang, ia telah didahului oleh
orang lain. Oleh karena itu, sesekali waktu ia datang lebih awal. Setelah diintip oleh Umar, ternyata
Abu Bakar yang waktu itu sudah menjadi khalifah. Maka Umar berkata, ‘Lagi-lagi engkau wahai Abu
Bakar’.”

Abu Bakar bin Hafs berkata; “Ketika Abu Bakar akan menghembuskan nafas terakhirnya, beliau
berkata kepada putrinya, Aisyah, ‘Wahai putriku, ayah telah ditugasi memimpin umat Islam, tentu
ayah tak mengambil uang Sedinar dan sedirham pun dalam melaksanakan tugas itu. Kita hanya
makan roti kasar dan memakai pakaian yang kasar. Tidak ada pada ayah harta fai' kecuali hanya
seorang budak Habsyi, seekor unta penyiram dan kain bludru yang usang. Kalau ayah mati,
serahkanlah semuanya kepada Umar bin Khattab’.”

Thabrani dalam Musnadnya meriwayatkan sebagai berikut: “Saat akan menghembuskan nafas
terakhir, Abu Bakar berpesan kepada Aisyah, “Lihatlah unta perahan yang selama ini susunya kita
minum dan mangkok besar yang kita pakai untuk celupan, juga kain beludru yang kita pakai, dan kita
gunakan selama aku menjadi khalifah. Kalau aku mati, berikanlah kepada Umar.” Setelah meninggal,
maka Aisyah melaksanakan wasiat ayahnya Semoga Allah mencurahkan rahmat kepadanya yang telah
meninggalkan kepada orang sesudahnya keteladanan yang berat dikerjakan.

D. PROSES TERPILIHNYA UMAR BIN KHATTAB SEBAGAI KHALIFAH (13-23 H/634-644 M)

Berbeda dengan Abu Bakar, tidak terjadi perselisihan di kalangan umat Islam pada saat pengangkatan
Umar bin Khattab sebagai khalifah. Yang demikian memang sudah diantisipasi terlebih dahulu oleh
Abu Bakar. Ketika Abu Bakar masih terbaring sakit, beliau mengundang tokoh-tokoh terkemuka dari
kalangan Anshar dan Muhajirin. Di antara mereka adalah Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan,
dan Thalhah bin Ubaidillah. Masing-masing dari mereka diminta pendapatnya satu per satu perihal
orang yang akan menggantikan dirinya.

Saat itu, Thalhah menyarankan supaya Abu Bakar menanyakan hal tersebut kepada orang banyak. Abu
Bakar setuju, kemudian mengundang orang-orang Islam untuk berkumpul di rumahnya. Beliau
berkata kepada mereka, “Saya minta kalian semua untuk memberi pendapat tentang khalifah
pengganti saya setelah saya meninggal nanti. Demi Allah, pilihanku ini bukan tanpa pertimbangan
yang sungguh-sungguh dan bukan pula dari lingkungan keluargaku. Ketahuilah bahwa aku memilih
Umar bin Khattab sebagai penggantiku. Sudilah kiranya kalian menerima dan mematuhinya.”
Mendengar perkataan sang khalifah, orang-orang Islam yang hadir spontan menjawab, “Kami
mendengar dan kami akan mematuhinya (sami'na wa atha'na).” Kemudian Abu Bakar memerintahkan
Utsman bin Affan untuk menulis surat pengangkatan Umar bin Khattab sebagai khalifah.

E. KEBIJAKAN DAN PRESTASI KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB

1. Mengangkat Abu Ubaidah sebagai Panglima Perang

Pada bab sebelumnya dijelaskan bahwa ketika Umar diangkat sebagai khalifah, sebagian kaum
muslimin sedang berperang melawan Imperium Romawi di Yarmuk. Sejalan dengan itu, kebijakan
pertama yang dikeluarkan Umar bin Khattab adalah mengirim utusan ke medan pertempuran.
Tujuannya adalah memberitahukan kepada Panglima Khalid bin Walid perihal wafatnya Khalifah Abu
Bakar dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai panglima perang yang baru. Sejalan dengan itu, Khalid

8
mengadakan pertemuan tertutup dengan Abu Ubaidah dan utusan khalifah. Dari situ disepakati
bahwa:
a. Pertama, berita tentang wafatnya Khalifah Abu Bakar harus dirahasiakan terlebih dahulu karena
dikhawatirkan akan menurunkan semangat perang.
b. Kedua, penyerahan jabatan panglima perang dari Khalid ke Abu Ubaidah akan dilakukan setelah
perang selesai.

Berkenaan dengan pergantian panglima perang, dijelaskan bahwa hal itu disebabkan kekhawatiran
Khalifah Umar akan terjadinya pengkultusan terhadap kehebatan Khalid bin Walid. Pada saat
penyerahan kota Yerusalem, Umar berkata, “Aku mengganti dirimu bukan karena sanksi atas
kemampuanmu, tetapi karena orang mulai terpana dengan kemampuanmu, hingga aku khawatir
mereka akan mengkultuskan atau mendewakanmu.” Dalam perundingan itu disepakati apa yang telah
menjadi keputusan Khalifah Umar. Usai berunding, mereka bertiga keluar dari kemah Khalid, seakan-
akan tidak terjadi apa-apa. Khalid sendiri menerima keputusan ini dengan lapang dada demi
kepentingan Islam. Kemudian mereka langsung bergabung dengan pasukan Muslimin yang sudah
berhadapan dengan pasukan Romawi. Saat itu, strategi yang digunakan pasukan Muslimin adalah
dengan membagi mereka dalam beberapa sayap berikut:

SAYAP TENGAH
• Abu Ubaidah bin Jarrah (Pimpinan)
• Ikrimah bin Amr
• Al-Harits bin Hisyam
• Dharar bin Azrur Al-Fihri

SAYAP KIRI, SAYAP KANAN


• Yazid bin Abi Sufyan (Pimpinan)
• Amr bin Ash (Pimpinan)
• Muawiyah bin Abi Sufyan
• Surahbil bin Hassanah

SAYAP CADANGAN
• Kika bin Amr At-Tamimi (Pimpinan)
• Mad'ur bin Adiya

PERBEKALAN
• Abdullah bin Mas'ud (Koordinator)

PENGAWASAN
• Qubaits bin Asyim (Koordinator)

BARISAN PEREMPUAN
• Juwairiah binti Abi Sufyan (Koordinator)

Adapun pasukan Romawi menggunakan strategi palang yang berbentuk barisan memanjang dan
melakukan serangan secara serentak. Perang berkecamuk, sayap tengah yang terdiri dari pasukan
berkuda bersiap-siap menyongsong musuh yang mulai bergerak setapak demi setapak. Begitu
perintah menyerang dikeluarkan, Ikrimah bin Amr berteriak, “Barang siapa sudah bertekad untuk
berjuang sampai titik darah penghabisan, ikutlah denganku!” Semangat pasukan Muslimin pun
terbakar, sayap tengah menyerbu ke depan, menerobos, dan mengobrak-abrik setiap pasukan
Romawi yang menghalangi mereka. Pergerakan sayap tengah diikuti dengan sayap kanan, kiri, dan
cadangan. Akibatnya, pasukan Romawi semakin kacau dan porak poranda. Panglima Romawi
Theodore tewas, dan digantikan oleh Panglima Vartanius. Melihat kekuatannya semakin melemah,
Panglima Vartanius menginstruksikan pasukannya untuk mundur. Panglima Khalid pun menarik
mundur pasukannya sampai garis pertahanan sambil mengobati pasukan yang terluka.

Pagi harinya, pertempuran kembali berkecamuk. Seluruh kekuatan dari kedua belah pihak dikerahkan.
Dengan semangat jihad, pasukan Muslimin berjuang habis-habisan. Akhirnya, pasukan Romawi

9
berhasil dikalahkan. Saat itu tercatat kurang lebih 3.000 pasukan Muslimin menjadi syuhada.
Termasuk di dalamnya sahabat-sahabat terkemuka, seperti: Ikrimah bin Amr bersama putranya,
Jundub bin Amr, Salmah bin Hasyim, Amr bin Said, Ibban bin Said, dan Hisyam bin Ash. Pengorbanan
para syuhada tidaklah sia-sia karena mereka tercatat sebagai pahlawan Islam yang dikenang hingga
kini.

2. Penaklukan Persia

Setelah berhasil mengalahkan pasukan Romawi, Khalifah Umar memerintahkan pasukannya untuk
menguasai beberapa Wilayah lainnya, khususnya wilayah yang dulunya berada di bawah kekuasaan
Romawi. Satu per satu wilayah kekuasaaan Romawi berhasil ditaklukan, mulai dari Damaskus, Syria
Utara, Yerusalem, Persia, dan Mesir (Babilon dan Pelabuhan Iskandaria).

Perlu diketahui, penaklukan Persia merupakan kelanjutan dari kebijakan Khalifah Abu Bakar. Dulu,
usaha ini sempat terhenti karena sang khalifah wafat. Setelah diangkat sebagai khalifah, Umar
mengeluarkan kebijakan untuk melanjutkan penyerangan ke sana. Saat itu (penghujung tahun 13 H),
di bawah pimpinan Panglima Mutsanna bin Haris Asy-Syaibani, pasukan Muslimin berhasil menguasai
lembah Mesopotamia. Namun demikian, pada awal tahun 14 H, terdengar kabar bahwa pihak Persia
sedang mempersiapkan 100.000 pasukan untuk merebut kembali lembah Mesopotamia. Sadar akan
kekuatannya, Panglima Mutsanna meminta bantuan kepada khalifah. Akhirnya, 4.000 pasukan
diberangkatkan di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Jarrah.

Pertempuran berlangsung di atas jembatan besar Sungai Eufrat. Benteng Hira berhasil direbut
pasukan Persia dan pasukan Muslimin pun terpaksa mundur. Banyak di antara mereka yang gugur
dalam medan pertempuran. Salah satu di antara mereka adalah Abu Ubaidah bin Mas'ud. Mendengar
kekalahan ini, Khalifah Umar hampir tidak bisa menahan diri. Dia memanggil bala bantuan dari kabilah-
kabilah Arab dan bermaksud langsung mengepalainya berangkat menuju lembah Mesopotamia.
Namun hal itu berhasil dicegah oleh para sahabat dan diperoleh kesepakatan untuk mengutus Sa'ad
bin Abi Waqash.

Tahun 15 H, 4.000 pasukan Muslimin berangkat dari Madinah. Di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi
Waqash, mereka berangkat menuju medan pertempuran. Menjelang keberangkatannya, Khalifah
Umar menyampaikan amanat perang sebagai berikut, “Kamu adalah Sa'ad dari bani Wahib.
Janganlah lupa dengan Allah manakala orang mengatakan bahwa kamu adalah paman dan sahabat
Rasulullah saw. Ingatlah! Allah tidak menghapus kejahatan dengan kejahatan, tetapi menghapus
kejahatan dengan kebaikan. Antara seseorang dengan Allah tidak ada garis keturunan, melainkan
garis ketaatan. Manusia, baik mulia maupun hina, mempunyai kedudukan yang sama di mata Allah.
Allah Zat yang dipuja, sedang manusia adalah hamba. Tinggi rendahnya derajat manusia ditentukan
oleh takwa. Hadapilah segala permasalahan sebagaimana Nabi saw. menghadapinya. Bukankah
kamu menyaksikan bagaimana Nabi saw. menghadapi permasalahannya? Inilah amanatku
kepadamu. Jika kamu abaikan dan lalaikan, gugurlah seluruh amalmu. Tapi aku percaya bahwa kamu
cukup bijaksana dalam menghadapi bawahanmu ....”

Berangkatlah Panglima Sa'ad dengan berpegang pada amanat perang khalifah. Di tengah perjalanan,
terdengar kabar bahwa Panglima Mutsanna telah wafat karena luka yang dideritanya. Saat itu,
panglima Mutsanna meninggalkan 7.000 sisa pasukannya yang berada di lembah Mesopotamia dan
terpencar dalam beberapa kota dan benteng kota. Selain itu, terdengar kabar pula bahwa 30.000
pasukan bala bantuan dari Arabia Selatan yang berjalan menyusuri pesisir Teluk Persia di bawah
pimpinan Emir Asy'as bin Kais telah sampai di lembah Mesopotamia. Dengan demikian, seluruh
pasukan Muslimin berjumlah 41.000 orang.

Sementara itu, pihak Persia juga melakukan persiapan yang sama. Mereka tidak mau lagi
menganggap enteng kekuatan Muslim. Untuk itu, Khosru Yesdegrib III meminta Panglima Kerajaan,
Rustam, untuk langsung turun tangan memimpin pasukannya. Mendapat mandat dari pimpinannya,
Panglima Rustam langsung mempersiapkan 200.000 pasukan. Mereka terdiri dari 30.000 pasukan
reguler yang terlatih dan berpengalaman. Sisanya adalah pasukan sukarela yang datang dari berbagai
penjuru Imperium Persia. Selain pasukan berkuda, pasukan unta, panah, tombak, dan pasukan infantri
bersenjata lengkap, Rustam juga membawa pasukan gajah lengkap dengan perhiasan-perhiasan

10
kebesaran Imperium Persia. Hal ini biasa dilakukan untuk mempengaruhi semangat perang
pasukannya dan sebaliknya, menakut-nakuti musuh.

Sadar dengan kekuatan Persia, panglima Sa'ad mencoba untuk meminta bantuan kembali ke Madinah.
Setelah berunding dengan para penasihatnya, khalifah mengirim dua utusan, yaitu: Pertama, utusan
ke Syria untuk memerintahkan Abu Ubaidah agar mengirimkan pasukannya ke Mesopotamia. Kedua,
utusan ke Mesopotamia guna menyampaikan petunjuk tentang strategi perang yang harus ditempuh,
yaitu:
a. Pasukan Muslimin harus mundur dari Hira dan kota-kota sekitarnya.
b. Pasukan Muslimin harus menggunakan strategi pertahanan di dataran Kadesia yang diakhiri
aliran Sungai Eufrat dan dibentengi oleh barisan bukit batu.

Strategi itu pun segera diterapkan oleh Panglima Sa'ad. Sesampainya di dataran Kadesia, panglima
langsung membagi pasukannya dalam beberapa lapis. Masing-masing lapis terbagi dalam tiga sayap
yang menempati pos-pos pertahanan masing-masing. Sebagaimana amanat Umar, Sa'ad mengikuti
taktik yang pernah diterapkan Nabi Muhammad saw. dalam Perang Badar. Sementara itu, pasukan
Romawi berangkat menuju tempat pertahanan pasukan Muslimin di Kadesia. Sesampainya di sana,
mereka mendirikan ribuan kemah pasukan. Setelah itu, terjadi komunikasi melalui utusan di antara
kedua belah pihak.

Utusan pertama Muslim dipimpin oleh Zahrat bin Haubat. Utusan ini membawa tiga tawaran, yaitu:
a. Masuk agama Islam.
b. Menyerah dengan damai dan membayar jizyah, dan
c. Bertempur dengan segala akibatnya.

Ketiga tawaran ini ditolak dan Panglima Rustam meminta pihak Muslim mengirimkan utusan lainnya.
Sebelumnya, Rustam mengira bahwa utusan itu akan memohon perdamaian kepadanya.

Utusan kedua dipimpin Rub'a bin Amir. Dengan mengenakan pedang dan tombak, dia langsung
mengendarai kudanya masuk ke kemah Panglima Rustam. Di hadapan Panglima Rustam, dia
membacakan tiga tuntutan yang sama. Setelah itu, dia berkata, “Saya menjadi jaminan sahabat-
sahabatku jika Anda menerima pilihan pertama dan kedua.”

Mendengar hal itu, Panglima Rustam bertanya, “Apakah Anda pemimpin mereka?” Rub'a menjawab,
“Bukan! Orang Islam bagaikan tubuh yang satu. Tidak berbeda antara satu dengan lainnya, baik
atasan maupun bawahan.” Terkesan dengan ucapan Rub'a, Panglima Rustam berpaling ke beberapa
panglima besar bawahannya seraya berkata, “Apakah kalian pernah mendengar pembicaraan yang
tegas dan jelas seperti ini?”

Belum bisa menerima tawaran pihak Muslim, Rustam kembali meminta utusan lainnya.

Utusan ketiga yang dipimpin oleh Hudzaifah bin Muhsin datang dengan membawa tawaran yang
sama. Penuh rasa heran, Rustam bertanya, “Kenapa semua tawaran kalian sama?” Hudzaifah
menjawab, “Bagi kami, tidak ada tawaran lain selain salah satu dari ketiga hal itu. Pemimpin kami
telah menentukannya, dan sekarang ini giliranku (untuk menyampaikannya).”

Rustam kembali menuntut utusan lainnya.

Utusan keempat dipimpin Mughirah. Setibanya di kemah Rustam, Mughirah langsung duduk di
ranjang empuk di sisi Rustam. Melihat itu, bawahan Rustam marah dan segera menarik Mughirah
hingga dia kembali dalam posisi berdiri. Mughirah berkata, “Jika seperti ini, aku tidak menyaksikan
bangsa yang lebih berbahagia selain Bangsa Arab. Di sana tidak ada lagi perbudakan. Aku kira kalian
demikian adanya. Sungguh bagus tindakan kalian tadi. Sebab, kalian langsung memberitahuku bahwa
perbedaan lapisan di dalam tubuh kalian sangat kuat. Dan itulah tanda-tanda keruntuhan kalian.”

Selanjutnya Mughirah membacakan tawaran dari pihak Muslim. Meski tidak ada satu pun yang
disetujui, namun hal itu telah memberikan pengaruh positif bagi pihak Muslim. Rustam yang tadinya
menduga bahwa utusan muslim akan mengajukan opsi perdamaian, tetapi justru menampakkan sikap

11
yang sebaliknya. Ketegasan dan keberaniannya telah menciutkan semangat para panglima
bawahannya.

Terompet perang dibunyikan. Hari pertama dan kedua diadakan perang tanding. Pada hari ketiga,
pertempuran antara kedua belah pihak tidak terhindarkan. Sementara itu, bala bantuan dari Syria
belum juga datang. Saat itu, pasukan Persia melakukan gerakan besar-besaran secara serentak.
Pasukan berkendaraan gajah berada pada posisi terdepan. Sayap terdepan pasukan Muslimin pun
awalnya kewalahan. Namun lapisan kedua yang berhasil melukai gajah-gajah pasukan Persia,
menjadikan hewan raksasa itu panik dan menjadi liar. Tidak bisa dikendalikan, gajah itu menginjak-
injak pasukan Persia itu sendiri.

Pada saat itulah pasukan Muslimin melakukan serangan secara serentak, sayap demisayap. Kuda-kuda
Arab nan lincah memperlihatkan ketangkasannya. Pada saat yang bersamaan, 6.000 bantuan dari
Syria tiba. Di bawah pimpinan Kinka bin Amr At-Tamimi, Dharar bin Khattab, dan Abu Musa Al-
Asy'ari, mereka langsung terjun ke medan pertempuran sambil mengumandangkan takbir.

Hormuz, salah seorang panglima terkemuka Persia, berhasil ditawan. Sementara itu, Hilal bin Alkama
beserta satu regu pasukan kecil berhasil menyusup ke perkemahan Panglima Rustam. Dalam sebuah
pertempuran, Rustam terbunuh. Semangat pasukan Persia pun melemah. Pasukan Muslimin menang
dan beritanya segera disampaikan ke Madinah Khalifah Umar dan masyarakat Madinah menyambut
kemenangan itu dengan menggemakan kalimat takbir, memuji kebesaran dan kekuasaan Allah swt.

Demikian sekilas tentang proses penaklukan wilayah Persia oleh Pasukan Muslimin. Banyak hal yang
semestinya bisa dipelajari dari rentetan proses yang terjadi. Selamat mencari dan meneladani!

3. Penaklukan Kota Damaskus

Setelah dikepung selama 70 hari, kota Damaskus yang menjadi tempat raja-raja Ghassan berhasil
ditaklukkan. Saat itu, strategi yang digunakan adalah mengepung Damaskus dari segala penjuru.
• Gerbang Paradise dikepung pasukan Amr bin Ash,
• Gerbang Thomas oleh pasukan Surahbil bin Hassanah,
• Gerbang Al-Furuj (busur panah) oleh Pasukan Kais bin Hubbairt,
• Gerbang Aljabiat oleh Pasukan Abu Ubaidah, dan
• Gerbang Asy-Syarqi oleh pasukan Khalid bin Walid.

Dengan strategi itu, Kaisar Heraclius yang mencoba memberikan bantuan, tidak berhasil menembus
blokade pasukan Muslimin. Pada akhirnya, gerbang kota Damaskus berhasil didobrak dan
pertempuran pun berkecamuk. Melihat pasukannya semakin terjepit, Raja Ghassan; Jabala VI,
mengibarkan bendera putih. Tawaran perdamaian diterima panglima Abu Ubaidah dan kota
Damaskus diserahkan kepada pasukan Muslimin. Kemenangan ini disambut oleh Khalifah Umar dan
masyarakat Madinah dengan salat syukur di Masjid Nabawi.

4. Penaklukan Syria Utara

Penaklukan wilayah Syria Utara merupakan kelanjutan dari kebijakan Abu Bakar dalam menghadapi
Imperium Romawi. Perlu diketahui bahwa sebelumnya pasukan Muslimin telah berhasil menguasai
dataran tinggi Syria dan Palestina. Dari situ, mereka terus bergerak ke wilayah Syria Utara. Tanpa
banyak perlawanan berarti, seluruh wilayah Syria Utara berhasil ditaklukkan.

Berhasil dikuasai (15-16 H/636-637 M);


• Pelabuhan Sidon,
• Kota Emessa,
• Benteng Aleppo,
• Pelabuhan Bairut,
• Tarabulus (Tripoli),
• Banias,
• Jabli, dan
• Pelabuhan Latakia, serta

12
• Kota Antokia.

Penaklukan ini relatif lebih mudah disebabkan penduduk pada masingmasing daerah umumnya
merasa senang dengan penguasa baru. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang akhirnya memeluk
Islam. Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa sebab sebagai berikut:
• Pertama, berbeda dengan Romawi, Penguasa Muslim menampilkan sikap yang simpatik.
• Kedua, Penguasa Muslilm hanya memberlakukan zakat bagi mereka yang bersedia masuk Islam
dan pembayar jizyah yang jauh lebih ringan dari beban pajak penguasa Romawi bagi mereka yang
menyatakan tunduk kepada kekuasaan Islam.

5. Penaklukan Yerusalem

Pada tahun 16 H/685 M, Khalifah Umar memerintahkan Panglima Besar Abu Ubaidah, Khalid bin
Walid, dan Muawiyah menuju ke Kota Yerusalem. Kota yang saat itu dikuasai oleh Pasukan Romawi
itu pun dikepung. Mula-mula Arvaton, Panglima Romawi Timur, bertekad mempertahankannya.
Namun, Uskup Sophronius dan hampir semua penduduk Yerusalem memilih damai. Terlebih lagi saat
itu penduduk merasa tertekan berada di bawah kekuasaan Romawi. Tak kuasa menahan kepungan
pasukan Muslimin, Avarton menyerah dan mau menyerahkan Yerusalem dengan dua syarat berikut:
• Pertama, dilakukan gencatan senjata.
• Kedua, Yerusalem akan diserahkan kepada pimpinan tertinggi umat Islam (Khalifah Umar bin
Khattab).
• Ketiga, sisa pasukan Romawi diizinkan pergi ke Mesir.

Panglima Abu Ubaidah menerima ketiga syarat tersebut. Kemudian ia mengundang Khalifah Umar ke
Yerusalem untuk menerima penyerahan kota tersebut. Berita kedatangan Khalifah Umar bin Khattab
ke Yerusalem telah tersebar luas ke seluruh pelosok kota itu. Penduduk Yerusalem pun tumpah ruah
di gerbang kota. Mereka bersiap menanti kedatangan Khalifah Umar yang terkenal karena keadilan
dan kesederhanaannya. Namun di ujung sana mereka hanya melihat dua orang yang sederhana
bersama seekor unta yang kelelahan.

Salah seorang dari mereka duduk di atas punggung unta, dan yang lainnya berjalan kaki sambil
menuntun untanya. Masyarakat Yerusalem mengira bahwa khalifah pastilah yang duduk di punggung
unta, segera mereka berlarian menyongsong dan menyalami sang penunggang unta untuk
menyambutnya, tapi ternyata yang duduk di punggung unta adalah pengawal khalifah.

Sebab selama dalam perjalanan jauh dari Damaskus ke Yerusalem, Umar menghargai pengawalnya
dengan bergantian menaiki unta mereka. Dan pada saat menjelang tiba di gerbang kota, merupakan
giliran Umar yang berjalan menuntun unta. Semua orang takjub dengan pribadi pemimpin besar Islam
itu. Umar pun hanya memakai jubah yang sudah lusuh dan jahitan. Ia juga hanya membawa
perbekalan makanan ala kadarnya seperti sekantong gandum, segantang kurma, sebuah piring kayu,
sebuah kantong air dari kulit dan selembar tikar untuk beribadah.

Khalifah Umar lalu diajak Uskup Sophronius berkeliling ke tempat-tempat suci di sepanjang kota.
Ketika tiba waktu zuhur, uskup membukakan Gereja Makam Suci, lalu ia mempersilahkan Khalifah
Umar untuk melaksanakan salat di dalam gereja. Tawaran kehormatan itu disambut baik oleh Umar.
Namun, beliau menolak untuk salat di gereja Makam Suci, lalu berkata;

“Jika saya melaksanakan salat di gereja ini, saya khawatir para pengikut saya yang tidak mengerti dan
orang-orang yang datang ke sini pada masa yang akan datang akan mengambil alih bangunan ini
kemudian mengubahnya menjadi masjid, hanya karena saya pernah salat di dalamnya. Mereka
akan menghancurkan tempat ibadah kalian. Untuk menghindari kesulitan ini dan supaya gereja kalian
tetap sebagaimana adanya, maka saya salat di luar.”

Kemudian Khalifah Umar keluar dari gereja, meminta ditunjukkan tempat reruntuhan Kuil Sulaiman.
Uskup Sophronius menunjukkan tempat itu yang ternyata kotor dan tertimbun sampah. Umar di bantu
sahabat lainnya membersihkan tempat tersebut lalu menggariskan sebuah tapak untuk dijadikan
tempat salat. Di tempat tersebut Khalifah Umar memerintahkan agar dibangun masjid yang kelak
dikenal dengan Masjid Umar.

13
Penaklukan Yerusalem menandai selesainya serangkaian penaklukan Islam atas seluruh Wilayah
Suriah, Palestina, Yordania dan Pesisir Levantina. Penaklukan tersebut mengakhiri kekuasaan Yunani-
Romawi yang telah berkuasa di Wilayah tersebut selama beberapa abad. Sejak saat itu pula, seluruh
Wilayah tersebut berada di bawah naungan kekuasaan Islam. Yerusalem kemudian dijadikan sebagai
ibu kota Palestina dan Panglima Amr bin Ash ditunjuk sebagai penguasanya.

6. Penaklukan Mesir

Sebelumnya dijelaskan bahwa salah satu syarat yang diajukan pasukan Romawi dalam perjanjian
penyerahan kota Yerusalem adalah diperkenankannya sisa pasukan Romawi pergi ke Mesir. Saat itu,
Mesir memang termasuk wilayah kekuasaan Romawi, dengan rajanya yang bernama Mokaukis.
Sejalan dengan itu, setelah menjadi penguasa Palestina, Amr bin Ash meminta izin kepada Umar untuk
menaklukkan Mesir.

Awalnya, hal itu tidak diperkenankan oleh khalifah. Sebab, medan yang harus ditempuh cukup berat.
Namun, setelah diyakinkan bahwa pasukan Amr bin Ash dapat mengatasinya, Umar pun
mengizinkannya.

Pasukan Amr bin Ash berangkat. Pada bulan Muharram tahun 19 H, pelabuhan Pelusium berhasil
direbut. Selanjutnya kota Heliopolis dan kemudian mengepung benteng Babilon. Raja Mokaukis pun
panik. Setelah berunding dengan Penguasa Romawi, Patrick, disepakati untuk mengadakan
perundingan dengan pasukan Muslimin. Sepuluh utusan pasukan Muslimin pun datang. Di bawah
pimpinan Ubadah bin Shamit, mereka mengajukan tiga ketentuan:
a. Memeluk agama Islam sehingga nyawa, hak milik, dan persamaan derajatnya akan terlindungi.
b. Menyerah dengan damai dan mau membayar jizyah (pajak) sehingga nyawa dan hak miliknya
akan terlindungi.
c. Berperang dengan segala akibatnya.

Perundingan gagal, peperangan pun dilanjutkan. Pada bulan Rabiul Awwal 21 H, benteng Babilon
diserbu. Zubair bin Awwam menjadi tokoh pertama penyerbuan tersebut. Dengan semangat jihad, dia
maju ke depan, menyusuri terowongan yang luas dan dalam, dan diikuti oleh pasukan Muslimin
lainnya, akhirnya Benteng Babilon dapat direbut. 12.300 pasukan Romawi tewas, dan Raja Patrick
Theodorus melarikan diri.

Berhasil menguasai benteng Babilonia, pasukan Muslimin bergerak menuju pelabuhan Iskandaria.
Yaitu pelabuhan yang paling ramai di kota Mesir. Berjalan selama 41 hari, pasukan Muslimin pun
sampai di pelabuhan dan langsung mengadakan pengepungan. Akhirnya, penguasa Romawi di Mesir
menyerah. Pelabuhan diserahkan dengan beberapa kesepakatan gencatan senjata sebagai berikut:
a. Kewajiban membayar jizyah (pajak) sebesar dua dinar per tahun.
b. Gencatan senjata berakhir 28 September 624 H.
c. Selama gencatan senjata, pihak Muslim tetap berada di markas ketentaraannya, dan tidak boleh
melakukan kegiatan kemiliteran terhadap Iskandaria. Sedang pihak Romawi diharuskan
menghentikan permusuhan.
d. Pasukan Romawi yang pergi dari Iskandaria diperkenankan membawa harta benda dan hak
miliknya. Demikian juga yang masih berada di wilayah Mesir.
e. Pasukan Romawi di Iskandaria harus menghentikan berbagai upaya yang mengarah pada
perebutan kekuasaan.
f. Pihak Islam tidak akan menggangu rumah-rumah Nasrani dan tidak mencampuri urusan
mereka.
g. Pihak Yahudi diperkenankan menetap di Iskandaria.
h. 150 orang perwira dan 50 pembesar Romawi dijadikan sandera bagi pelaksanaan gencatan
senjata.

7. Pembentukan Lembaga Kekhalifahan

Khalifah Umar bin Khattab tergolong sebagai pemimpin yang peduli dan menaruh perhatian yang
besar terhadap masyarakatnya. Sebagai seorang penguasa, dia hidup dengan penuh kesederhanaan

14
dan jauh dari kemewahan. Kepemimpinannya diserahkan sepenuhnya bagi kesejahteraan rakyat.
Baginya, kesejahteraan rakyat adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkannya di hadapan
Allah. Sikap inilah, yang kemudian membangkitkan semangat kepeduliannya terhadap rakyat.
Kepedulian tersebut kemudian diwujudkan dalam berbagai bentuk perencanaan dan pengaturan yang
matang. Ini mengingat Wilayah kekuasaan Islam yang semakin meluas. Untuk itu, khalifah mengambil
kebijakan untuk membentuk lembaga-lembaga kekhalifahan, di antaranya:

a. Bidang Ekonomi

Di bidang Ekonomi, Khalifah Umar menetapkan beberapa kebijakan sebagai berikut:


1) Membentuk Baitul Mal.
2) Mendirikan Departemen Pajak Tanah (diwan al-kharaj).
3) Mendirikan Departemen Keuangan dan Pajak (diwan al-jund).
4) Menetapkan anggaran penerimaan dan pengeluaran negara.

b. Bidang Pemerintahan

Di bidang pemerintahan, Khalifah Umar menetapkan beberapa kebijakan sebagai berikut:


1) Membuat lembaga departemen, seperti pendidikan, kehakiman, keuangan dan pajak, dan lain
sebagainya.
2) Menetapkan kalender Islam (Hijriah).
3) Membentuk sekretaris di setiap departemen
4) Mendirikan penjara.
5) Membentuk angkatan perang yang tetap dan teratur.
6) Membentuk Badan Pengawas Keuangan Negara, tertib kebersihan, perdagangan, dan lainnya.
7) Membagi wilayah kekuasaan Islam ke dalam delapan propinsi. Masing-masing propinsi dipimpin
oleh seorang gubernur yang bertanggung jawab kepada khalifah. Kedelapan propinsi itu adalah
Propinsi Mekah, Madinah, Syria, Jazirah, Bashrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.

Demikian beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh Umar bin Khattab selama menjabat sebagai
khalifah. Kebijakannya mencerminkan jasa-jasa yang telah diberikan kepada Islam dan umatnya.

Setelah memimpin umat Islam selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M), Khalifah Umar wafat
dalam usia 63 tahun. Dalam kalender hijriah tercatat bahwa peristiwa itu terjadi pada hari Ahad awal
bulan Muharram tahun 24 H. Dia dimakamkan di sisi makam Abu Bakar dan Nabi Muhammad saw.
Khalifah wafat karena dibunuh oleh seorang budak Persia yang dimerdekakan oleh Mughirah ibn
Syu'bah ketika sedang melakukan salat subuh. Konon, budak itu bernama Fairuz (nama jenis batu
permata), karenanya, penduduk Madinah juga memanggilnya dengan nama Abu Lu'lu' (bapak
permata). Adapun sebab-sebab Abu Lu'lu' membunuh Umar belum diketahui secara pasti. Ada yang
mengatakan bahwa itu memang sebuah pembunuhan yang direncanakan, ada yang mengatakan
bahwa itu disebabkan dendam karena pengaduannya tidak dikabulkan khalifah, dan ada pula yang
mengatakan bahwa itu didasari kekecewaan yang menyulutkan semangat nasionalismenya terhadap
bangsa Persia.

Terlepas dari semua itu, patut disadari bahwa Khalifah Umar telah berhasil dalam memimpin umatnya.
Berbagai jasa telah diwariskan kepada penerusnya, sejalan dengan kebijakan-kebijakan yang
ditetapkannya. Sebelum wafat, Umar menunjuk enam sahabat terkemuka untuk menjadi
penggantinya. Mereka adalah Sa'ad bin Abi Waqash, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah. Tambahan Abdullah bin Umar, boleh diajak
bermusyawarah, tetapi tidak boleh dipilih menjadi khalifah. Mereka kemudian disebut sebagai Ahlul
Halli Wal-Aqdi, semacam Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang nantinya berfungsi memilih Utsman
sebagai khalifah.

8. Membangun Kota-kota Baru

Khalifah Umar bin Khattab membangun kota-kota baru yang ditaklukkan antara lain:

15
Basrah dibangun tahun 14-15 H, arsiteknya Utbah ibn Ghazawah, dibangun dengan 800 pekerja,
letaknya 10 mil dari Sungai Tigris.

Kufah dibangun tahun 17 H, arsiteknya Salman Al-Farisi, letaknya 2 mil dari Sungai Eufrat.

Fustath dibangun tahun 21 H dibangun di sebelah timur Sungai Nil. Di sekitar kota-kota baru tersebut
juga dibangun masjid, pusat militer, perkantoran, perumahan, pemandian umum, saluran bak
penampung air dan pasar umum. Material bangunan masa itu masih sangat sederhana, terdiri atas
batu bata, tanah liat dan jerami.

F. MENELADANI KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB

Aslam pelayan Umar mengatakan, “Pada suatu malam aku keluar bersama Umar bin Khattab
menelusuri jalan kota Madinah. Tidak ada satu pun penduduk yang terjaga. Kami melihat nyala api di
kejauhan. Aku melihat rombongan musafir yang kemalaman dan kedinginan di sana. Umar berkata,
“Ayo kita temui mereka.” Kita pun bergegas menuju ke tempat tersebut. Setelah sampai ke tempat
itu, kami kaget melihat seorang perempuan bersama anak-anaknya menangis duduk di depan periuk
yang ditaruh di atas api. Umar mengucapkan salam, lalu bertanya kepada perempuan tersebut, “Apa
yang terjadi?” Wanita itu menjawab, “Kami kemalaman dan kedinginan.” Umar bertanya lagi, “Lalu
mengapa anak-anakmu menangis?” Wanita itu menjawab, “Mereka lapar.” Umar berkata, “Lalu apa
yang ada di periuk tersebut?” Wanita itu berkata, “Hanya air, aku sengaja memasaknya agar mereka
bisa tenang hingga tertidur. Allah akan menjadi hakim antara kami dan Umar.” Umar berkata,
“Semoga Allah merahmatimu, sedangkan Umar tidak mengetahui keadaanmu.” Wanita itu berkata,
“Ia mengatur kami, memimpin kami, tapi melupakan kami.” Kemudian Umar menoleh ke kami (Aslam)
dan berkata, “Ayo kita pergi.” Kami bergegas pergi ke tempat penyimpanan gandum, kemudian
mengeluarkan sekarung gandum dan seember daging. Umar memintaku menaikkan ke atas
pundaknya biar Umar sendiri yang memanggulnya. Umar berkata, “Maukah engkau memikul dosa-
dosaku pada hari kiamat?” Kemudian Gandum dan daging diangkatnya sendiri sampai tiba di tempat
wanita tadi. Umar mengambil sedikit gandum, lalu berkata kepada perempuan itu, “Minggirlah biar
aku yang memasaknya untukmu.” Umar mencoba meniup api di bawah periuk supaya menyala.
Jenggotnya lebat sehingga aku bisa melihat asap keluar dari sela-selanya. Setelah makanan matang,
periuk diturunkan ke tanah, Umar berkata, “Ambilkan aku sesuatu!” Wanita itu memberinya piring.
Umar menuangkan isi periuk ke atas piring, lalu berkata, “Berilah mereka makan, aku akan
mendinginkan sisanya.” Akhirnya anak-anak wanita itu kenyang. Umar berdiri dan wanita itu ikut
berdiri seraya berkata, “Semoga Allah membalas kebaikanmu, sungguh engkau lebih mulia dibanding
Amirul Mukminin.” Umar pun menjawab, “Bicaralah yang santun, jika engkau menemui Amirul
Mukminin, insya Allah engkau akan mendapatiku di sana.” Umar kemudian menjauh dari wanita itu,
aku segera menghampirinya dan berkata, “Engkau tidak pantas melakukan ini semua.” Umar hanya
diam dan tidak mengajakku berbicara sampai anak-anak wanita itu tertidur pulas. Setelah itu Umar
bangkit berdiri dan berkata, “Wahai Aslam, sesungguhnya rasa lapar membuat anak-anak itu tidak
bisa tidur dan menangis. Aku tidak akan pergi sebelum memastikan mereka sudah tidur dan tidak
menangis lagi.”

Riwayat lain menyebutkan bahwa Umar pernah berjalan-jalan pada malam hari di kota Madinah. Saat
melewati sebuah rumah, ia mendengar rintihan suara wanita. Di depan pintu rumah ada seorang laki-
laki duduk termenung. Umar menyapanya dan menanya identitasnya. Laki-laki itu menjawab bahwa
ia hanyalah orang kampung yang berharap memperoleh kebaikan dari Amirul Mukminin. Umar
bertanya kepadanya, “Suara apa yang aku dengar dari dalam rumah itu?” Laki-laki itu menjawab
ketus, “Pergilah semoga Allah memenuhi kebutuhanmu.” Tetapi Umar terus mendesak agar ia
memberi jawaban. Lantas ia pun menjawab, “Itu suara wanita yang mau melahirkan, ia tidak
mempunyai seorang kerabat pun.” Mendengar jawaban laki-laki itu, Umar bergegas pulang menemui
istrinya Ummu Kulsum binti Ali seraya berkata, “Maukah engkau melakukan sesuatu yang akan Allah
beri pahala?” Ummu Kulsum menjawab, “Apa itu?” Umar lantas menceritakan semuanya, kemudian
ia meminta istrinya agar membawa semua keperluan bayi dan ibunya, serta periuk berisi buah-buahan
dan daging. Umar membawa periuk itu dan istrinya mengikuti di belakang. Setibanya di rumah itu,
Umar mempersilakan istrinya masuk rumah. Umar dan laki-laki itu menunggu dan duduk di depan
rumah sambil memasak daging yang dibawa dalam periuk. Laki-laki itu tidak sadar bahwa yang duduk
di sampingnya adalah Amirul Mukminin. Beberapa saat kemudian Ummu Kulsum keluar dari rumah

16
sambil berkata, “Berbahagialah wahai Amirul Mukminin, temanmu melahirkan anak laki-laki.”
Mendengar perkataan itu, laki-laki itu baru sadar bahwa yang duduk di sampingnya adalah Amirul
Mukminin. Seolah ia takut, laki-laki itu mencoba menjauh dari Umar, kemudian beliau langsung
meminta laki-laki itu untuk tetap duduk di tempat. Umar mengambil periuk dan meminta Ummu
Kulsum agar memberikannya kepada wanita yang baru melahirkan anak laki-laki tadi. Ketika Ummu
Kulsum keluar dari rumah, Umar minta kepada laki-laki itu jika suatu ketika membutuhkan sesuatu,
agar datang kepada Umar dan Umar siap membantu.

17

Anda mungkin juga menyukai