1709 4007 1 PB
1709 4007 1 PB
Redi Panuju
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas dr Soetomo
Jl. Semolowaru 84 Surabaya 60118
Email: redi.panuju@unitomo.ac.id
Abstrak
Jauh sebelum Jokowi terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia (2014-2019), komunikasi politik telah
dilakukan dengan cara memadukan antara kegiatan dan ekspose media. Kegiatan menunjukkan karakteristik
personal seseorang, seperti apa yang menjadi visinya, pemikiran apa yang melatar belakanginya, dan citra
seperti apa yang diinginkan. Komunikasi politik Jokowi tersebut dikenal dengan sebutan “blusukan”, istilah
dari bahasa Jawa yang artinya kurang lebih terjun langsung ke tangah masyarakat atau turun ke bawah
(turba). Berdasarkan fakta informasi yang dapat kita peroleh dari media, nampaknya Jokowi akan ambil
bagian lagi dalam kontestasi Pemilihan Presiden tahun depan (2019). Tulisan ini menganalisis bagaimana
komunikasi politik Jokowi dalam dua sisi, yakni membangun citra dan memelihara koalisi partai pendukung.
Citra sangat dibutuhkan untuk mempertahankan dan menguatkan popularitas hingga elektabilitas. Sedangkan
memelihara jejaring partai politik dibutuhkan karena partai politik atau gabungannya yang berwewenang
mengusung calon Presiden dan calon wakil presiden. Kajian ini menggunakan pendekatan interpretatif
berdasarkan data informasi yang diperoleh dari media (media on-line maupun media massa). Analisis
berdasarkan terori citra dan teori opini publik. Kajian ini menujukkan bahwa citra yang dibangun Jokowi
sangat kuat pada citra kini, citra keinginan (visi), dan citra penampilan. Sementara Jokowi lemah pada citra
cermin dan citra koorporasi. Sedangkan komunikasi politik dalam menjaga dukungan partai, menunjukkan
partai yang semula mengusung pencalonannya pada 2014 yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDI-P) menunjukkan ada jarak, sehingga Jokowi lebih merapat ke partai lain.
Abstract
Long before Jokowi elected as President of the Republic of Indonesia (2014-2019), political
communication has been done by combining activities and media exposure. Activities show the
personal characteristics of a person, such as what is his vision, what thoughts are behind him, and
what kind of image is desired. Political communication Jokowi is known as "blusukan", a term
from the Javanese language which means more or less directly plunge into the community tangah
or down (turba). Based on the facts of information we can get from the media, it seems Jokowi will
take part again in contesting the Presidential Election next year (2019). This paper analyzes how
Jokowi's political communication in two sides, namely to build the image and maintain a coalition
of party supporters. Imagery is needed to maintain and strengthen its popularity to elektabilitas.
While maintaining a political party network is required because of the political party or its
coalition which has the authority to carry the candidate for President and Vice Presidential
candidate. This study uses an interpretive approach based on information data obtained from the
media (on-line media and mass media). The analysis is based on image terori and the theory of
public opinion. This study shows that the image built by Jokowi is very strong in the present image,
the image of desire (vision), and the image of appearance. While Jokowi weak on the mirror image
and image koorporasi. While political communication in maintaining party support, shows the
party that originally carrying its nomination in 2014 namely the Indonesian Democratic Party of
Struggle (PDI-P) shows there is a distance, so that Jokowi more closer to other parties.
(eksportir) furniture. Karier politiknya tidak ada hubungan sama sekali dengan
merangkak naik, setelah berhasil realitas apapun.
memenangkan Pilkada Kota Solo (2005) yang Jalan Jokowi dengan citranya itu mirip
diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia dengan yang terjadi dengan Tri Rismaharini,
Perjuangan (PDI-P). Kemudian terpilih Walikota Surabaya dua periode. Risma juga
menjadi Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 tidak punya pengalaman jejering politik,
yang juga diusung PDIP. Pada 2014 Jokowi karena tidak pernah memimpin partai. Namun
berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK) terpilih sepak terjangnya menarik perhatian media
menjadi Presiden RI yang juga masih diusung (massa maupun on-line), sehingga disadari
oleh PDIP. Meskipun pengalaman memimpin atau tidak disadari, disengaja atau pun tidak
partai tidak dimiliki Jokowi, namun berkat disengaja, citra Risma mempola pada persepsi
komunikasi politiknya, Jokowi berhasil masyarakat. Menurut Sahab ( 2017: 96 ), citra
mendongkrak popularitas sehingga meme- Risma yang terbentuk dalam benak public,
nangkan elektabilitas. tidak selamanya sesuai dengan realitas yang
Naiknya Jokowi ke tampuh pemerintahan sebenarnya. Karena mungkin hanya sama
Indonesia merupakan bukti bahwa pencitraan dengan realitas media atau sama dengan yang
merupakan faktor yang sangat penting dalam dibuat media, yang kerap disebut sebagai
demokrasi. Dukungan public terhadap figur realitas tangan kedua (second hand reality).
tertentu tidak selalu dilatar belakangi hal hal Indonesia telah memilih sistem
yang rasional, kenyataan (realitas), presidensial dengan banyak partai (multi
kapabilitas, dan moralitas. Sebab semua itu partai) mengakibatkan pola komunikasi
bisa dibentuk dalam persepsi publik. Apa politik membelah dua: pertama, presiden
yang dipersepsi publik itulah sebagai citra. dipilih langsung oleh rakyat dan setelah
Bahkan dalam pencitraan (pembentukan citra) terpilih diberi hak prerogratif menyusun
acapkali dilakukan dengan berbagai kabinet. Kedua, dengan banyaknya partai
manipulasi, baik dari substansi pesan maupun mengakibatkan parlemen diisi oleh
teknik penggambarannya seperti framing. Itu representasi anggota parlemen (DPR) dari
sebabnya, Arifin (2014: 19) mengemukakan unsure unsure partai yang memperoleh suara
berdasarkan pandangan Baudrillard, bahwa significan dalam pemilu. Ketiga, Presiden
citra disamping mencerminkan suatu realitas, membutuhkan koalisi dari kekuatan politik
namun juga bisa dalam bentuk gambaran yang ada di parlemen setelah terpilih untuk
yang salah akan realitas, juga tujuan efektivitas pemerintahannya. Stabilitas
menggambarkan tidak adanya realitas, bahkan politik dapat dipelihara melalui koalisi di
parlemen, yakni dengan cara memberikan
quata jabatan jabatan menteri di kabinetnya. tidak bisa ikut kontestasi Pilpres 2019. Dan
Marijan (2015: 105) menyebutkan bahwa Sebaliknya, andai popularitas Jokowi terjun
dengan model koalisi di belakang (setelah paying hingga ke angka 30%, namun
pilpres) memungkinkan terjadinya stabilitas. gabungan partai politik mengusungnya, juga
Bila koalisi dilakukan di depan, sistem berisiko akan kalah dalam kontestasi. Maka,
presidensial itu lebih rentan mengalami mau tidak mau kedua jalur komunikasi politik
perpecahan kalau dibandingkan dengan tersebut harus dijalankan.
system parlementer. Bagi penantang, upaya membangun citra
Dengan demikian, mau tidak mau seorang relatif lebih sulit ketimbang incumbent, sebab
Presiden yang akan bertarung sebagai penantang betul batul harus menggunakan
incumbent untuk yang kedua atau pun calon sumber daya secara mendiri untuk membiayai
presiden yang pertama harus melakukan dua manajemen komunikasinya. Sementara bagi
hal untuk sukses dalam Pilpres. Pertama, incumbent, komunikasi politik dapat
melakukan politik pencitraan untuk dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan
mempertahankan atau mempertahankan tugasnya sebagai Presiden. Subiakto (2012:
popularitas dan kedua, melakukan 220-125) menyebutkan, Presiden memiliki
pemeliharaan terhadap mitra koalisinya di infrastruktur dan supra struktur untuk
partai politik. Dalam sistem Pilpres kita, membangun citra positif; mulai dari
seorang calon presiden hanya bisa dicalonkan kementerian Komunikasi dan Informatika
oleh partai politik atau gabungan partai politik sampai juru bicara keprisidenan. Public
yang memiliki 20% kursi di DPR atau relations pemerintah (Goverment Public
memiliki 25% hasil pemilu sebelumnya. Itu Relations) berusaha menjaga dan membangun
artinya, betapa pun tinggi popularitas reputasinya. Apabila reputasi terbangun,
seseorang tidak akan bisa menjadi calon lanjut Subiakto, organisasi pemerintahan akan
presiden tanpa dukungan partai politik atau mendapat banyak keuntungan, seperti
gabungan partai politik. Jokowi harus bekerja dukungan publik, kepercayaan masyarakat,
keras untuk melakukan komunikasi politik dan citra positif lainnya.
dua jalur; jalur pencitraan dan jalur Tugas perangkat public relations
memelihara koalisi partai di parlemen. pemerintahan adalah membangun citra
Keduanya sama sama penting. Meskipun dengan menghimpun informasi, menyerap
popularitas Jokowi melampaui 50% informasi dari akar rumput, mengelolanya
disandingkan dengan kandidat lain, namun menjadi rumusan strategi komunikasi politik,
bila partai politik atau gabungan partai politik dan pada akhirnya mengeksekusi menjadi
tidak ada yang mengusung, maka Jokowi pun program program strategis pencitraan. Citra
menggunakan metode interpretatif. Objek yakni menunjukkan visi yang ingin dicapai
yang diinterpretasikan adalah apa yang pada saat tertentu; (4) citra korporasi
dilakukan dan disampaikan dalam konteks (corporation image), yakni citra afiliasinya
pencitraan dan membangun jejaring partai terhadap partai politik tertentu; (5) citra multi
koalisi yang terekspose di media massa dan image, yakni berbagai citra yang mengemuka
on-line. Teknik analisis dibatas pada ruang pada diri seseorang/lembaga; (6) citra
lingkup formula Lasswell: Who says (Jokowi) penampilan (performance image), yakni citra
in which channel to whom with what Effect. yang dibentuk oleh penampilan diri (Sari,
Secara referensial menurut Kriayantono 2017: 9).
(2006: 13) kajian ini masuk lingkup studi Meskipun teori Citra dari Jankins ini
pesan (says what). Apa yang dikatakan dan awalnya dari fenomena perusahaan, namun
dilakukan oleh Jokowi dianalisis berdasarkan prinsp prinsipnya masih relevan untuk
beberapa teori antara lain : (1) Teori Public membeda fenomena politik. Dalam hal ini ada
Relations yang membahas tentang Citra dari analogi antara perusahaan bisnis dengan
Frank Jefkins khsusunya jenis jenis citra, (2) partai politik, yakni ada sumber daya
teori relasi opini publik dengan citra dari manusianya, ada nilai nilai yang
Kenneth E. Boulding (196). dikembangkan, dan ada tujuan membangun
citra positif di masyarakat. Bila dalam
Landasan Teori perusahaan menjual produk, maka partai
Kontestasi politik mengejar opini publik, politik menjual kepercayaan. Bila dalam
sebab menjadi indikasi awal persepsi publik perusahaan orang membeli dengan uang,
terhadap sang tokoh. Persepsi public dalam partai politik orang mendukung dengan
merupakan akumulasi dari kegiatan memberikan suaranya saat pemilu
membangun image atau citra yang dikelola dilangsungkan.
dalam manajemen public relations. Dalam Kenneth E Boulding (1969) mengaitkan
konteks ini Franks Jenkins membagi citra ke opini public dengan citra, rencana, dan
dalam beberapa jenis, yakni: (1) citra cermin operasi (action). Ia mengutarakan bahwa
(mirror image), yaitu citra yang tidak citra, rencana, dan aksi menyerupai matrik
diharapkan dari si pemiliknya, harapannya yang senantiasa berubah. Dalam situasi itu,
positif ternyata dikesankan negative; (2) citra orang memulai, dan mengembangkan perilaku
kini (current image), yakni citra yang dengan cara yang bernilai bagi dirinya. Dalam
diperoleh dari aktivitas yang dilakukan metric tersebut perilaku sangat tergantung
maupun statement yang diluncurkan pada saat pada citra, dan citra juga mempengaruhi sikap
saat terakhir; (3) citra keinginan (wish image), berikutnya dalam perilaku. Dengan kata lain,
Sumber: detik.com, 27 Januari 2018 pukul 13.48 Semarang-Salatiga di provinsi Jawa Tengah
Publikasi lawatan Jokowi ke luar negeri pada 26 September 2017, (9)resmikan
ini menciptakan kesan dirinya sebagai Jembatan Merah Putih di Morotai Ambon 4
pemimpin yang memiliki pengaruh di dunia April 2016, (10) Jokowi resmikan 5
internasional. Opini public yang terbentuk pelabuhan untuk tol laut Pelabuhan Tobelo,
mendukung reputasi Jokowi sebagai seorang Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara,
kepala Negara maupun pemerintahan. Rabu (6/5/2016), (11) Resmikan angkutan
Kereta Api di Bandara Soekarno-Hatta 2
Januari 2018.
Foto di bawah ini memperkuat citra
keinginan yang ingin dibentuk, yakni
membangun infrastruktur di Indonesia.
Citra Keinginan
Jokowi. Maka PKB pun sampai hari ini belum Entah disadari atau tidak oleh Jokowi sekat
menyatakan secara resmi akan mendukung psikologis terhadap PDI P dan PKB
Jokowi dalam Pilpres 2019. Sementara, sebetulnya diukir juga oleh tabiat Jokowi
Muhaimin Iskandar sendiri sudah mulai unjuk sendiri yang akhir akhir ini lebih merangkul
gigi dengan menebar baliho sebagai Calon Partai Golkar, Hanura, dan Nasdem. Tiga
Wakil Presiden tahun 2019. Dengan siapa partai ini telah menyatakan secara resmi
Cak Imin akan diduetkan? Nampaknya mencalonkan Jokowi dalam Pilpres 2019.
dengan calon dari PDI P. Meskipun PDI P Makna relasi sosiologis seperti itu bisa
adalah partai pengusung Jokowi dalam Pilpres menguntungkan, namun bisa juga merugikan
2014, namun sikapnya juga masih teka teki. Jokowi. Bila PDI P memandang Jokowi
Belum secara eksplisit mendukung Jokowi. dianggap tidak percaya lagi dengan PDI P,
Situasi inilah yang nampaknya dimasuki Cak sehingga lebih merapat pada pihak lain, maka
Imin untuk membuka peluang dirinya dalam hal itu bisa menjadi restriksi pemberian tiket
Pilpres 2019 dengan restu dari PDI P. Capres kepada Jokowi. Meskipun sejauh ini
Situasi cair dalam konteks Pilpres inilah Jokowi masih didukung Golkar, Nasdem, dan
yang kemudian dimainkan Partai Gerindra Hanura, namun hal itu masih bersifat tentatif.
masuk ke Jatim sebagai teman PDI P. Masyarakat sudah paham dengan Partai
Gerindra rela tidak mengusung poros ketiga, Golkar yang sangat pragmatis, dukungannya
demi merapatkan politik psikologisnya bisa berubah ubah mengikuti arah angin kuasa
dengan Megawati, sehingga lebih memilih bergerak. Dulu Golkar mendukung koalisi
mendukung jagonya PKB dan PDI P dengan Merah Putih (KMP) yang digagas Prabowo,
mendukung pasangan Gus Ipul- Puti. setelah Probowo kalah dalam Pilpres 2014,
Sungguh sangat mungkin Gerindra berkoalisi Golkoar berbalik arah merapat ke Jokowi.
dengan PKB dan PDI P, sebab Prabowo Tiket yang dijanjikan partai Golkar belum
Subianto pernah berduet dengan Megawati menjadi jaminan bagi Jokowi. Bila sampai
Soekarnoputri dalam Pilpres 2009. hari ini Golkar masih setia kepada Jokowi
Bila dugaan saya ini benar, maka karena masih mendapat jatah menteri di
Pilgub Jatim 2018 menjadi pemanasan Pilpres Kabinet. Kestiaan Golkar tidak diikat oleh
2019 antara pendukung Jokowi yang sentiment ideology atau pertemanan tetapi
direpresentasikan pada Khofifah karena kekuasaan. Jika Jokowi tidak hati hati
Indraparawansa dengan eksprimennya sangat mungkin pada saatnya tidak mendapat
Prabowo Subianto melalui Gerinda dan PKS tiket Capres dari mana pun.
pada kubu Gus Ipul. Langkah PDI P mengusung Puti Guntur
Soakarno dapat dimaknai sebagai uji coba
(test case) terhadap loyalis tradisional pendirinya Wiranto untuk mengambil posisi
terhadap proklamator Soekarno. Di Indonesia yang lebih kuat di Hanura.
masih berlaku afiliasi politik terhadap “trah” Sebagai Presiden incumbent, Jokowi
figur karismatik yang berjasa terhadap bangsa memang memiliki modal politik yang besar,
ini di masa lalu. Karena itu, tokoh tokoh setidaknya sebagai individu lebih mudah
karisma yang sudah tiada dijadikan sumber menjual “karya karya”nya kepada
legitimasi kekuasaan. Tokoh tokoh seperti masyarakat. Pembangunan di bidang
Soekarno, Gus Dur, Susilo Bambang infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan,
Yudhoyono, Prabowo Subianto, dan lainnya bandara, dan sejenisnya menjadi “magnet”
akan “dimanipulasi” sebagai relasi ketokohan politik untuk Jokowi, namun sebagai politisi,
pada baliho baliho dan Billboard, spanduk, Jokowi ibarat “anak kost” yang tidak
maupun iklan di media sosial. Seolah olah ada memiliki rumah sendiri. Sehingga posisinya
asosiasi ideologis dan nilai tertentu antara tergantung kepada ibu kostnya. Meskipun si
tokoh yang sedang bertarung dalam kontestasi indekost masih punya uang untuk bayar sewa
masa kini dengan tokoh di masa lalu. Setelah kamar, tapi jika ibu kostnya sudah tidak suka,
Puti Guntur Soekarno dipasangkan dengan si ibu kost punya banyak alasan untuk keluar
Gus Ipul sebaga Cagub-Cawagub Jatim dan dari kost kosan dan mencari rumah kost yang
didaftar di KPU, gambar keduanya sudah lain.
tersebar di seluruh penjuru Jatim.
Bagi Jokowi gejala ini dapat dibaca Kesimpulan
sebagai tanda bila uji coba ini berhasil, sangat Jokowi sebagai Presiden berada dalam
mungkin akan diteruskan ke jenjang Pileg dan persimpangan. Di satu sisi telah berhasil
Pilpres 2019. Karena itu, apa yang dilakukan membangun citra positif sehingga kinerjanya
Jokowi dengan lebih merapat ke Golkar dan diakui masyarakat, terbukti tingkat kepuasan
Nasdem, dimaknai sebagai naluri yang wajar masyarakat terhadap kinerja Jokowi mencapai
mempertahankan diri agar tetap exist sebagai lima puluh persen lebih. Kepuasan
incumbent. Katakanlah, sedia payung sebelum masyarakat tersebut menjadi modal politik
hujan. Bahkan fenomena gonjang ganjing di yang significant dalam pencalonannya sebagai
partai Hanura juga dapat dimaknai sebagai presiden RI untuk periode berikutnya (2019-
langkah memastikan koalisi Golkar-Nasdem- 2024). Tingkat popularitas Jokowi relatif
dan Hanura sebagai skoci masa depan. Posisi tinggi dibandingkan dengan tokoh tokoh lain,
OSO sebaga ketua umum Partai Hanura sehingga untuk menggeser menjadi
nampaknya mungkin masih diragukan elektabilitas tinggal dikuatkan dengan
loyalitasnya, karena itu mendorong komunikasi politik yang tepat.
Komunikasi politik Jokowi dua tahun calon presiden hingga artikel ini ditulis belum
terakhir menunjukkan jalan yang tepat sebab menunjukkan sikapnya secara resmi
berhasil membangun citra yang positif. Satu mendukung Jokowi pada Pilpres 2019.
satunya citra yang mengkawatirkan adalah Jokowi justru lebih merapat ke partai lain
citra bayangan (mirror image), berupa yang sudah menyatakan dukungan, yakni
persepsi sebagian publik yang masih Golkar, Hanura, Nasdem, dan PPP.
mengkaitkan Jokowi dengan organisasi Padahal loyalitas partai dalam
terlarang pada tahun 1960-an, yakni Partai pemerintahan sifatnya sangat tentatif,
Komunis Indonesia. Namun, dengan piawai tergantung pada transaksional tertentu.
Jokowi mampu mensublimasikan issu Sementara ini, keempat parpol pendukung
tersebut ke stimus yang lain, yakni bahaya Jokowi menunjukkan loyalitasnya karena
ideology radikal yang dibawa oleh kalangan mendapat jatah menteri di cabinet kerja
agama tertentu, dengan demikian Jokowi Jokowi. Ikatan Jokowi dengan empat parpol
bukan lagi sebagai ancaman karena ancaman di atas hanya didasari kepentingan pragmatis,
integrasi bangsa sudah dialihkan ke kelompok yang suatu ketika bisa berubah. Dapat
Islam kanan, yang sudah dibubarkan melalui dibayangkan bila mendekati detik detik
perpu dan kemudian disahkan sebagai undang pencalonan, ternyata partai partai tersebut
undang oleh DPR. berubah pendiriannya dan mengusung calon
Dengan demikian, pencitraan Jokowi lain? Dalam hal ini menunjukkan ada ketidak
sebagai figur yang humanis, meng- pastian dalam system politik Indonesia.
internasional (mendunia), dan tegas, relative
berhasil mendapatkan simpaty masyarakat. DAFTAR PUSTAKA
Ditambah dengan karya nyata yang dapat
Arifin, Anwar. 2014. Politik Pencitraan-
dirasakan langsung oleh publik berupa jalan Pencitraan Politik. Jakarta: Graha
Ilmu
tol, pelabuhan, bandara, dan infrastruktur
lainnya, membuat Jokowi sulit dikalahkan Daryanto, Erwin. 29 Mei 2017. Michael Bimo:
oleh lawan lawan politkknya. Terbukti Buku 'Jokowi Undercover'
Isinya Fitnah. Detik.com. Diambil
Satu satunya kendala yang akan dilalui dari
Jokowi adalah bahwa dirinya bukan ketua https://news.detik.com/berita/d-
3514323/michael-bimo-terbukti-
partai yang bisa menentukan calon presiden. buku-jokowi-undercover-isinya-
Maka, Jokowi menjadi sangat tergantung fitnah diakses pada 29-01-2018
pukul 12 51
pada partai partai politik koalisi yang selama
ini mendukung pemerintahannya. Sementara
itu, PDIP yang dulu mengusungnya menjadi