BAB II
GAMBARAN UMUM
KABUPATEN SOPPENG
Gambar 2.1
Peta Administratif Provinsi Sulawesi Selatan
Tabel 2.1
Luas daerah dan pembagian daerah administrasi Kab. Soppeng
PERSE BANYAKNYA DESA/KELURAHAN
LUAS
KECAMATAN NTASE
(km2) DESA KELURAHAN JUMLAH
(%)
Marioriwawo 300 20.00 11 2 13
Lalabata 278 18.50 3 7 10
Liliriaja 96 6.40 5 3 8
Ganra 57 3.80 4 - 4
Citta 40 2.70 4 - 4
Lilirilau 187 12.50 8 4 12
Donri-donri 222 14.80 9 - 9
Marioriawa 320 21.30 5 5 10
JUMLAH 1500 100 49 21 70
Gambar 2.2
Peta administratif batas kecamatan Kabupaten Soppeng
Gambar 2.3
Peta administratif batas desa Kabupaten Soppeng
Tabel 2.2
Jumlah Penduduk perkecamatan dan rata-rata kepadatannya
LUAS KEPADATAN PENDUDUK
KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK
(km2) PER KM2
Gambar 2.4
Peta kepadatan penduduk Kabupaten Soppeng
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Ratio Jenis Kelamin
Tabel 2.4
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Soppeng Tahun 2006-2010
TAHUN
KECAMATAN
2006 2007 2008 2009 2010
Gambar 2.5
Peta Daerah Aliran Sungai Kabupaten Soppeng
Tabel 2.5
Daerah Aliran Sunga (DAS) di Wilayah Kabupaten Soppeng
DEBIT (m3/det)
No. NAMA DAS LUAS (Ha)
Maksimum Minimum
1 Walanae 25.568,67 110 80.5
2 Batu-batu 13.018,42 30 22
3 Pising 6,68 1,3 0,9
4 Kiru-kiru 855,63 2,5 0,5
5 Padangang 18.654,92 43 35
6 Lawo 14.188,03 56 40
7 Mario-Walanae 12.206,59 51 32
8 Malanroe 18.236,49 1,5 0,5
9 Langkemme 8.071,69 50 30
Sumber: Dokumen RTRW Kabupaten Soppeng dan Data Dinas PSDA Kab. Soppeng
Gambar 2.6
Peta Tata Guna Tanah di Kabupaten Soppeng
Gambar 2.7
Peta Kondisi Geologi di Kabupaten Soppeng
Pendapatan Daerah merupakan seluruh penerimaan yang berasal dari daerah itu sendiri dan alokasi
dari pemerintah pusat sebagai hak pemerintah daerah yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
Salah satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri atas pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD
yang sah. Dalam kurun waktu 2007-2010, PAD mengalami kenaikan rata-rata 4,64 persen per tahun
dan mengalami peningkatan sangat signifikan tahun 2011 yang mencapai 30.3 %. Retribusi daerah
masih merupakan penyumbang terbesar terhadap PAD dengan kontribusi yang mencapai rata-rata
49,75 persen selama periode 2007-2011 dan bertumbuh rata-rata 17,62 persen per tahun.
Pendapatan daerah yang berasal dari Dana Perimbangan sangat tergantung dari kebijakan
pemerintah pusat. Dalam kurun waktu 2007-2010 pendapatan daerah yang bersumber dari Dana
Perimbangan mengalami kenaikan rata-rata 3,01 persen dan meningkat sebesar 12,7 % tahun 2011.
Meskipun pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan PAD, namun kontribusinya terhadap
total pendapatan daerah jauh lebih besar dibandingkan dengan PAD. Kontribusi Dana Perimbangan
mencapai angka rata-rata 86,34 persen per tahun selama lima tahun terakhir, sementara PAD hanya
menyumbang sebesar 4,07 persen, selebihnya bersumber dari Lain-Lain Pendapatan Daerah yang
Sah.
Pendapatan daerah yang bersumber dari Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah terdiri atas Dana
Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya, Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus, dan Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya. Realisasi
pendapatan dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah dalam kurun waktu 2006-2011
menunjukkan kenaikan yang signifikan, dengan rata-rata kenaikan mencapai 113,9 %.
Belanja daerah sebagai salah satu instrumen penting dalam mewujudkan visi misi yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, olehnya itu tentu saja kebijakan yang terkait dengan pengelolaan belanja
daerah diarahkan pada upaya pemenuhan pelaksanaan kebijakan strategis dan program-program
prioritas yang menunjang pencapaian visi, misi dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan.
Belanja tidak langsung diarahkan pada upaya pemenuhan belanja pegawai, belanja bunga, belanja
hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan
Desa, belanja bantuan Keuangan kepada Provinsi/ Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa dan
belanja tidak terduga. Rata-rata pertumbuhan realisasi belanja tidak langsung kurun waktu 2007-
2011, menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan yakni 11,50 persen.
Komposisi belanja langsung yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja
modal yaitu belanja yang diperuntukkan bagi pelaksanaan program-program pembangunan dan
mencerminkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi SKPD lingkup pemerintah Kabupaten Soppeng.
Tabel 3.2 diatas menunjukkan rata-rata pertumbuhan realisasi belanja langsung dari 2007 s/d 2011
mengalami pertumbuhan yang negatif dengan rincian untuk belanja pegawai dengan rata-rata
pertumbuhan realisasi 6,94 persen, untuk belanja barang dan jasa dengan rata-rata pertumbuhan
sebesar 7,07 persen sedangkan pada belanja modal turun rata-rata 8,52 persen.
Tabel 2.6
Ringkasan Realisasi APBD 6 Tahun Terakhir
Lain-lain pendapatan
3 5,389,408,621 8,358,266,957 38,657,223,368 51,633,764,936 90,618,295,232 129,677,629,811
yang sah
Jumlah Pendapatan 342,118,912,810 388,483,289,684 448,250,347,522 468,809,754,819 504,672,326,527 599,323,468,214
B Belanja
1 Belanja Tidak Langsung 203,994,054,595 178,505,541,850 246,185,947,840 276,687,811,369 335,503,653,462 365,245,404,957
Surplus/Defisit
21,190,017,352 24,075,827,127 (16,091,902,744) (34,868,308,204) 9,814,662,321 25,002,215,032
Anggaran
Sumber: Dokumen Laporan Realisasi Keuangan Kabupaten Soppeng Tahun 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011
Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar
sanitasi yang terdiri dari drainase, pengelolaan limbah dan persampahan di Kabupaten Soppeng
selama 5 tahun terakhir memiliki proporsi yang hanya bekisar di 2 %. Tahun 2007, proposi anggaran
sanitasi terhadap belanja total di Kabupaten Soppeng hanya berkisar di angka 1,49 %. Begitu pula di
tahun 2008. Pda tahun 2009, proporsinya meningkat di angka 2,16 %. Hal ini disebabkan adanya
peningkatan peningkatan anggaran drainase di Dinas PU yang mencapai 93,98 % dari tahun
sebelumnya dan adanya pembangunan TPA di Kabupaten Soppeng. Proporsi tersebut sangat
menurun di Tahun 2010 yang hanya mencapai 0.73 % dari total belanja dengan pengalokasian
anggaran terbesar di dinas PU sebesar 77,2 % dari total penganggaran sanitasi di tahun 2010.
Proporsi tersebut meningkat di tahun 2011 dengan capaian 2.14 % dari total belanja. Peningkatan
tersebut diakibatkan adanya pembangunan peningkatan sarana TPA dan juga pembangunan IPAL
pada Rumah Sakit Kabupaten Soppeng.
Tabel 2.7
Ringkasan Anggaran Sanitasi dan Belanja Modal Sanitasi per Penduduk 6 Tahun Terakhir
TAHUN
NO SUBSEKTOR/SKPD
2007 2008 2009 2010 2011 2012
A AIR LIMBAH
1 PU 808,725,000 760,000,000 1,405,720,000 1,531,512,998
B PERSAMPAHAN
1 PU 250,000,000 168,746,600
2 Lingkungan Hidup
3 Kebersihan 458,150,000 1,918,035,000 1,297,345,000 477,078,000 6,196,551,000 1,594,302,500
C DRAINASE
1 PU 4,854,935,550 4,247,113,000 8,238,615,572 2,033,417,750 2,433,446,000 1,279,750,000
D ASPEK PHBS
(pelatihan, sosialisasi,
pendampingan,
komunikasi)
1 PU
2 Dinas Kesehatan 46,181,000 46,181,000 43,082,050 43,082,050 35,825,000 123,812,500
3 BPMD 40,000,000
5 Bappeda 68,000,000
TOTAL BELANJA MODAL
SANITASI 5,426,093,550 6,897,930,000 10,887,767,622 3,615,998,800 12,284,594,700 5,085,374,598
TOTAL BELANJA MODAL
SANITASI DARI APBD MURNI
(bukan pendamping) 3,217,369,550 6,309,430,000 5,324,907,621 2,028,268,797 6,459,973,700 4,365,723,298
TOTAL BELANJA APBD
364,407,462,557 464,342,250,266 503,678,063,023 494,857,664,206 574,321,253,182 -
Sumber: Dokumen Laporan Monitoring dan evaluasi Pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Soppeng
Peningkatan efektifitas pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Soppeng adalah sebuah tuntutan
untuk mewujudkan visi dan misi yang telah dirumuskan dalam periode 2011-2015. Pengelolaan
keuangan daerah yang dimaksud meliputi pengelolaan pendapatan, pengelolaan belanja dan
pengelolaan penerimaan. Untuk menghasilkan pengelolaan keuangan yang lebih efisien dan efektif
terutama terkait dengan proyeksi peningkatan pendapatan daerah, belanja pemerintah, dan defisit
anggaran yang tidak melampaui ambang batas sesuai dengan peraturan yang ada. Penetapan
asumsi-asumsi yang mendasari rencana pengelolaan keuangan daerah menjadi prasyarat yang
harus dipenuhi.
Kondisi pengelolaan keuangan daerah selama periode 2006-2011 ditunjukkan pada Tabel 2.8.
Kondisi dimaksud sekaligus juga menjadi angka berbagai indikator ekonomi makro daerah dan
pokok-pokok kebijakan fiskal Kabupaten Soppeng.
Tabel 2.8
Data Perekonomian Umum Daerah 6 Tahun Terakhir
3 Upah Minimum Regional Kab. (Rp./bulan) 612,200 672,300 740,520 905,000 1,000,000 1,100,000
7.95
5 Pertumbuhan Ekonomi (%) 6.63 5.37 7.76 6.81 4.45
(angka
sementara)
Tabel 2.9
Data Mengenai Ruang Fiskal Kabupaten 6 Tahun Terakhir
2006 10,875,973.09
2007 16,933,689.34
2008 7,893,140.61
2009 8,426,401.03
2010 7,260,458.07
2011 10,403,469.48
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Soppeng bertumbuh pada kisaran di atas 4 - 7 persen per tahun
selama 6 tahun terakhir. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tercapai melalui dua sisi, yaitu sisi
penawaran (supply side) dan sisi permintaan (demand side). Dari sisi penawaran, pertumbuhan
ekonomidicapai melalui peningkatan sektor keuangan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor
perdagangan, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor pertambangan dan penggalian. Dari sisi
permintaan, pertumbuhan ekonomi bersumber dari peningkatan investasi pemerintah khususnya di
bidang infrastruktur, pembentukan modal domestik bruto, dan konsumsi masyarakat.