Anda di halaman 1dari 49

DOUDERLIN OSCE

BLOK 19 : NEUROLOGY AND SENSORY SYSTEM


ANGKATAN 2014

SKILL LAB 1 : OPHTALMOLOGY (I)

A. Pemeriksaan Tajam Pengelihatan dan refraksi

 Klasifikasi CSM (Central, Steady, Maintained)


 Digunakan untuk penilaian pengelihatan pada bayi dan anak-anak
 Untuk bayi yang bangun diperiksa CSM, kalo bayinya gak sadar periksa
C dan S aja
 C dan S tes monokuluar , M tes binokular
 Cara pemeriksaan :
1. Dengan kedua mata tidak ditutup, pengamatan dilakukan untuk
mengamati adanya deviasi manifest, fiksasi alternan atau gerakan
abnormal seperti nistagmus
2. Salah satu mata ditutup selama 3 detik, dengan menggunakan
penlight amati fiksasi mata yang tidak ditutup ,kemudian mata yang
ditutup dibuka
3. Lakukan hal yang sama pada mata yang lain
 Notasi :
C: Central , merupakan fiksasi foveal , bagaimana refleks cahaya kornea
ketika mata satunya ditutup, kalau terfiksasi maka C (central)/ jika tidak
UC (uncentral)

S: Steady , merupakan fiksasi yang mantap pada target diam atau


bergerak perlahan ketika mata satunya ditutup , kalau mantap maka S
(steady) / jika tidak US (unsteady)

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 1


M: Maitained , apakah fiksasi dapat dipertahankan oleh masing-masing
mata pada pengelihatan binokular (mata tidak ditutup) ,jika iya maka M
(manitained)/ jika tidak UM (unmaintained)

 Pada anak yang strabismus / ambliopia, pasien akan lebih cenderung


memfiksasi dengan mata yang dominan. Contoh , anak dengan ambliopia
mata kanan tanpa nistagmus dan mata kiri normal akan menunjukkan
fiksasi yang tidak mantap pada mata kanan (UC), fiksasi mata kanan
mantap karena tidak nistagmus (S), tetapi fiksasi berganti dari mata
kanan ke mata kiri saat pengelihatan binokular (UM).
Jadi mata kanan : UC,S,UM dan mata kiri : CSM

 Uji Snellen Chart


 Digunakan untuk memeriksa tajam pengelihatan pada orang dewasa
 Baris huruf paling bawah yang bisa dibaca pasien menunjukkan tajam
pengelihatannya
 Cara pemeriksaan :
1. Perkenalkan diri, crossed check identitas pasien, informed
consent untuk memeriksa, cuci tangan (always)
“selamat pagi bu, perkenalkan saya dr.Douderlin yang bertugas di
poli pagihari ini, benar dengan ibu..... ?, baiklah jadi disini saya
akan melakukan uji snellen chart pada ibu untuk mengetahui
apakah ada kelainan pada pengelihatan ibu. Saya akan meminta
ibu untuk membaca huruf yang saya tunjuk , tolong dibaca dengan
jelas ya,bu!”
2. Letakkan papan snellen chart sejauh 20 kaki / jarak 6 meter
3. Jika pasien pakai kacamata , tetap gunakan kacamata
4. Letakkan penutup mata pada mata yang tidak diperiksa. Periksa
mulai dari mata yang dikeluhkan pasien

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 2


5. Mulai dari huruf besar ke kecil. Kita tunjuk huruf nya (agak cepet
biar gak kehabisan waktu) lalu pasien sebutkan huruf yang
terlihat dengan keras
6. Catat visus dasarnya.mislnya 20/25 atau 6/7,5
7. Lakukan hal yang sama pada mata sebelahnya
8. Simpulkan : “Nah bu, berdasarkan pemeriksaan tadi, tajam
pengelihatan ibu 6/7,5 artinya mata ibu hanya bisa melihat 6
meter dimana mata normal bisa melihat sejauh 7,5 meter”
 Bila tajam pengelihatan 6/6 berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6
meter oleh orang normal bisa melihat sejauh 6 meter (normal)
 Bila pasien hanya bisa melihat baris huruf yang menunjukkan angka 30
artinya tajam pengelihatan pasien tersebut 6/30
 Jika hasil pemeriksaan tidak mencapai 20/20 atau 6/6 , pemeriksaan
menggunakan pinhole harus dilakukan
 Jika pasien tidak bisa mengenali huruf terbesar pada snellen chart (6/60) ,
uji hitung jari dilakukan

 Pinhole test
 Digunakan untuk mengetahui apakah tajam pengelihatan turun akibat
kelainan refraksi atau kelainan media pengelihatan atau saraf optik
 Cara pemeriksaan :
1. pasien duduk menghadap kartu snellen dengan jarak 6m
2. baca kartu snellen seperti biasa, sampai baris huruf terakhir yang
bisa dibaca (catat visus)
3. pada mata pasien dipasang lempeng pinhole (diameter 0,75mm)
4. pasien diminta membaca huruf terakhir yang bisa dibaca pada
kartu snellen (catat visus)
 Bila hasil visus nya naik (huruf yang dibaca lebih kecil dari sebelumnya)
maka pasien disimpulkan mengalami kelainan refraksi yang belum
dikoreksi penuh

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 3


 Bila hasil visus turun (huruf yang dibaca lebih besar dari sebelumnya)
maka pasien mengalami kelainan media pengelihatan
 Bila tidak ada perbaikan visus maka terdapat kelainan pada media
pengelihatan atau kehilangan fungsi makula dan saraf optik

 Uji hitung jari


 Jika pada pemeriksaan snellen chart tidak bisa melihat huruf besar
pertama (lebih buruk dari 6/60)
 Jari dapat dilihat terpisah pada orang normal sejauh 60 meter
 Cara pemeriksaan :
1. Pasien duduk di ruangan yang terang
2. Pasien disuruh menentukan jumlah jari yang diperlihatkan
pemeriksa pada jarak tertentu (mulai dari 5 m)
3. Kalau tidak terlihat maka maju per 1 meter
 Bila jari yang diperlihatkan dikenal pada jarak 1 meter maka tajam
pengelihatan 1/60, pada 4 meter maka tajam pengelihatan 4/60, dst

 Uji lambaian tangan


 Jika uji ini dilakukan maka visus pasien lebih buruk dari 1/60
 Cara pemeriksaan :
1. Pemeriksa melambaikan tangan
2. Tanya ke pasien lihat gak ada lambaian tangan
 Orang normal bisa melihat lambaian tangan dari jarak 300 m. jadi jika
pasien bisa melihat pada jarak 1 m maka visus nya adalah 1/300

 Uji proyeksi sinar


 Cara pemeriksaan :
1. Mata pasien disinari
2. Tanya pasien melihat sinar gak
3. Tanya dari arah mana sinarnya

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 4


 Jika pasien bisa melihat sinar dan menentukan arah datangnya sinar
artinya tajam pengelihatan 1/~ proyeksi baik , fungsi retina perifer masih
baik tetapi belum tahu fungsi makula lutea masih normal
 Jika pasien bisa melihat sinar tetapi tidak bisa menentukan arah
datangnya sinar artinya tajam pengelihatan 1/~ proyeksi nasal salah ,
fungsi retina temporal terganggu
 Jika pasien tidak melihat adanya sinar , maka pengelihatannya adalah nol
(0), buta total

 Uji Miopia
 Untuk mengetahui derajat lensa negatif untuk memperbaiki visus
 Cara pemeriksaan :
1. Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter
2. Pada mata dipasang bingkai percobaan
3. Satu mata ditutup
4. Pasien diminta membaca kartu Snellen mulai huruf terkecil yang
masih dibaca
5. Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam
penglihatan menjadi lebih baik ditambah kekuatannya perlahan-
lahan hingga dapat dibaca huruf pada baris terbawah
6. Sampai terbaca baris 6/6
7. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama
 Bila dengan S -1.50 tajam pengelihatan 6/6 , lalu dengan S -1.75
pengelihatan 6/6 , dengan S- 2.00 pengelihatan 6/7,5 maka derajat miopia
pasien yang diperiksa adalah S -1.50 dan kacamata dengan ukuran ini
yang diberikan kepada pasien (lensa sferis minus terkecil)

 Uji Hipermetropia
 Untuk mengetahui derajat lensa positif untuk memperbaiki visus

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 5


 Cara pemeriksaan :

1. Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter


2. Pada mata dipasang gagang lensa coba
3. Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk
memeriksa mata kanan
4. Pasien diminta membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar
(teratas) dan diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf
terkecil yang masih dapat dibaca
5. Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksa dan bila
tampak lebih jelas oleh pasien lensa positif tersebut ditambah
kekuatannya perlahan-lahan dan diminta membaca huruf-huruf
pada baris lebih bawah
6. Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf-huruf pada baris
6/6
7. Ditambah lensa positif +0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih
dapat melihat huruf-huruf diatas
 Bila dengan S+2.00 visus 6/6 , kemudian dengan S+2.25 visus 6/6
sedang, lalu jika dengan S+2.50 visus 6/6-2 maka derajat hipermetropia
pasien adalah S+2.25 dan kacamata dengan ukuran ini yang diberikan
pada pasien (lensa sferis positif terbesar)

 Uji Astigmat
 Untuk mengetahui derajat lensa sinider yang diperlukan dan sumbu
(axis) silinder yang dipasang untuk memperbaiki visus
 Cara pemeriksaan :

1. Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter


2. Pada mata dipasang bingkai percobaan
3. Satu mata ditutup

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 6


4. Dengan mata yang terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu
pemeriksaan dengan lensa (+) atau (-) sampai tercapai ketajaman
penglihatan terbaik, dengan lensa positif atau negatif tersebut
5. Pada mata tersebut dipasang lensa + (positif) yang cukup besar
(misal S+3.00) untuk membuat pasien mempunyai kelainan
refraksi astigmat miopikus
6. Pasen diminta melihat kartu kipas astigmat
7. Pasien ditanya tentang garis pada kipas yang paling jelas terlihat
8. Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat maka lensa
S+3.00 diperlemah sedikit demi sedikit sehingga pasien dapat
menentukan garis mana yang terjelas dan mana yang terkabur
9. Lensa silinder negatif diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu
tersebut hingga pada satu saat tampak garis yang mula-mula
terkabur sama jelasnya dengan garis yang sebelumnya terlihat
terjelas
10. Bila sudah tampak sama jelas garis pada kipas astigmat, dilakukan
tes melihat kartu Snellen
11. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu Snellen, maka mungkin
lensa positif (+) yang diberikan terlalu berat, sehingga perlu secara
perlahan-lahan dikurangi kekuatan lensa positif tersebut atau
ditambah lensa negatif
12. Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa negatif (-)
ditambah perlahan-lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6
 Derajat astigmat sama dengan ukuran lensa silinder negatif (-) yang
dipakai sehingga gambar kipas astigmat tampak sama jelas

 Uji presbiopi
 Untuk mengukur derajat berkurangnya akomodasi mata akibat
bertambahnya usia

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 7


 Cara pemeriksaan :
 Pasien diperiksa akan penglihatan sentral untuk jauhnya dan
diberikan
 kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat lensa positif, negatif
ataupun
 astigmat)
 Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca):
 Pasien diminta membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat
 Diberikan lensa positif mulai S+1 yang dinaikkan perlahan-lahan
sampai
 terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini
 ditentukan.
 Dilakukan pemeriksaan mata satu persatu
 Hubungan lensa dengan adisi dan umur biasanya :
40-45 th = 1.0 dioptri
45-50 th = 1.5 dioptri
50-55 th = 2.0 dioptri
55-60 th = 2.5 dioptri
60 th = 3.0 dioptri

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 8


Contoh resep kacamata bifokal

Ket :

Pasien diatas diresepkan kacamata befocus dengan


- Mata kiri : lensa S (sferis) -2.50, C (cylinder) -0.50 , X (perubahan axis) 90º
- Mata kanan : lensa S (sferis) -3.25, C (cylinder) -0.50, X (perubahan axis) 90º
- Add (ditambah) : lensa S +2.00 (presbiop)  makanya bifocus karena ada tambahan lensa
- Distant vitror : jarak pupil kanan dan kiri (X=60)  X+2/X = 62/60

B. Pemeriksaan lapangan pandang

 Uji Donders confrontation test


 Cara pemeriksaan :
1. Pemeriksa dan pasien duduk berhadap hadapan dengan lutut dan
posisi tubuh sejajar

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 9


2. pasien diminta koperatif untuk memandang satu titik fiksasi di
tengah.
3. pemeriksa dengan medan penglihatan yang normal berhadapan
sejajar dengan jarak antara mata pemeriksa dan mata pasien
sejauh 30 – 40 cm.
4. satu persatu mata pasien diperiksa. Bila mata kanan yang
diperiksa, mata kiri ditutup. Begitu pula sebaliknya.
5. pemeriksa menggerakkan jarinya dari perifer ke tengah (jarak jari
terhadap kedua pihak harus sama).
6. bila pemeriksa telah melihat, sementara pasien belum, berarti
medan penglihatan pasien menyempit

 Test Amsler Grid


 Cara pemeriksaan :

1. Pasang Kaca mata jauh atau dekat yang biasa dipakai.


2. Pegang kertas kisi Amsler pada jarak 30 cm.
3. Kedua mata terbuka dan dilihat titik pusat dari kartu kisi-kisi.
4. Tutup mata kiri, dengan memperhatikan kartu tersebut pasien
ditanyakan:
5. Apakah dapat melihat keempat sudut kartu.
6. Apakah ada garis yang kabur, bergelombang, berbentuk lain,
berwarna abu-abu ataupun hilang atau putus
Normal Kelainan di makula

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 10


C. Test pengelihatan warna
 Uji Ishihara
 Menggunakan gambar pseudoisokromatik ishihara
 Cara pemeriksaan :

1. Dengan penerangan tertentu (tidak menyilaukan) kartu Ishihara


disinari.
2. Pasien diminta melihat kartu dan menentukan gambar yang
terlihat.
3. Pasien diminta melihat kartu dan menentukan gambar yang
terlihat.
4. Pasien diminta melihat dan menyebut gambar dalam warna
tidak lebih, dari 10 detik

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 11


SKILL LAB 2 : OPHTALMOLOGY (II)

1. Memperkenalkan diri, menyatakan tujuan


Introduction
Selamat pagi pak!, perkenalkan saya dr. Douderlin yang bertugas dipoliknik pagi
hari ini
Identification
Tanya nama, alamat, umur, dan pekerjaan . Kalau misalnya di meja sudah ada
skenario dengan informasi identitas langsung tanya dengan crosscheck aja :
“Benar dengan bapak ____, Umur ___,Tinggal di____?”
Inform consent
Disini saya akan melakukan pemeriksaan pada mata bapak untuk membantu
dalam menegakkan diagnosis. Mungkin selama pemeriksaan akan terasa sedikit
tidak nyaman, Apakah bapak bersedia?
Sanitation
Cuci tangan sebelum melakukan prosedur
Posisikan pasien
Silahkan duduk pak!

2. Melakukan prosedur pemeriksaan


1. Penilaian Eksternal
Lakukan inspeksi pada kelopak mata, bulu mata, bola mata, dan aparatus
lakrimal
 Inspeksi kelopak mata
Perhatikan apakah terdapat kelainan pada kelopak mata apakah ada
lesi, edema, atau ptosis
 Nilai fissura palpebra
Dengan mistar (jangan pake yang besi) ukur dari margin
palpebra superior ke margin palpebra inferior  fissura
palpebra vertikal , NN= 9-11 mm
A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 12
Lalu ukur lagi dengan mistar dari kantus lateral ke kantus
medial (ujung mata lateral ke medial)  fissura palpebra
horizontal , NN= 30mm
 Inspeksi kelopak mata atas dengan teknik eversi
“Saya akan memeriksa kelopak mata atas bagian dalam
mata bapak , seperti membalik kelopak mata, akan terasa
sedikit tidak nyaman ,maaf ya pak, bisa tolong melihat
kebawah?”
Pasien suruh melihat kebawah lalu tekan palpebra superior
kebawah hingga tarsal terlihat . perhatikan : adakah benda
asing , papil, folikel, laserasi, atau hordeolum
 Inspeksi bulu mata
Pakai loupe dan penlight untuk memeriksa. Perhatikan bulu mata
pasien saat menutup dan membuka , “Bulu mata normal, tidak
terdapat trichiasis, districhiasis, madarosis krusta, ataupun sekret”
 Inspeksi konjungtiva
Buka kedua palpebra inferior pasien menggunakan dua jari jempol
pemeriksa sampai terlihat fornix , lalu perhatikan konjungtiva bulbi
dan konjungtiva palpebra
“konjungtiva normal, tidak terdapat injeksi ataupun corpus
alineum”
 Inspeksi sclera
Pakai loupe dan penlight , lihat warna sklera apakah ada injeksi,
pendarahan, atau pinguecula. Perhatikan bentuk sklera apakah ada
benjolan atau radang pembuluh darah . lalu suruhh pasien melirik
ke 6 cardinal ,apakah ada nyeri saat menggerakkan bola mata
(karena peradangan) . simpulkan temuann
 Inspeksi punctum lacrimalis
Gunakan loupe dan penlight. Amati posisi punctum ( di medial
margin palpebra superior dan inferior) apakah muaranya tertutup ,

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 13


apakah ada sekret? Jika ada sekret deskripsikan warna dan
konsistensinya
 Inspeksi dan palpasi KGB pre-auricular
Inspeksi (membesar atau tidak) dan palpasi menggunakan jari-jari
tangan kulit pre-aurikular (didepan telinga) pasien, apakah ada
benjolan atau tidak. Simpulkan temuan

2. Penilaian posisi mata


 Test refleks cahaya kornea
Dengan menggunakan penlight, sinari setinggi mata pasien
(ditengah langsung bukan satu-satu), sejauh 30cm. Perhatikan
refleks sinar pada mata, apakah ditengah pupil (normal) atau tidak.
Pada mata yang berdeviasi, refleks sinar terletak di pinggir pupil
dan limbus. “refleks cahaya kornea ditengah pupil, mata tidak
terdapat deviasi”

 Cover uncover test


Pemeriksaan dilakukan menggunakan okluder. Jika pasien
memakai kacamata ,kacamata tetap dipakai. Pasien dalam posisi
primer (pandangan lurus kedepan) dan pemeriksa didepan pasien,
suruh pasien pusatkan pengelihatan pada satu benda (hidung
pemeriksa). “pak, coba lihat hidung saya”. Lalu tutup mata kanan
dengan okluder selama 1-2 detik lalu lepas. Perhatikan apakah
mata kanan tersebut begerak ke luar, dalam, atas atau bawah dan

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 14


mencoba fiksasi ke tengah kembali, jika ada maka pasien
menderita heterophoria . Lakukan hal yang sama untuk mata kiri.
 Pemeriksaan gerakan bolamata
Suruh pasien melihat arah gerakan jari kita. Gerakkan jari ke 6 arah
cardinal. Jika pasien tidak dapat melihat pada arah tertentu maka
otot ekstraokuler yang bersangkutan mengalami parese. “fungsi
otot penggerak mata normal, tidak terdapat parese”
3. Pemeriksaan pupil
 Refleks cahaya pada pupil
 Langsung
Sinari mata kanan pasien. lihat refleks pupil apakah terjadi
miosis. Jika ya artinya “refleks pupil langsung +, fungsi
motorik n.III baik”. lakukan lagi pada mata kiri
 Tidak langsung / konsensual
Sinari mata kanan pasien. usahakan cahaya tidak masuk ke
mata lain. Lihat keadaan pupil mata kiri, apakah terjadi
miosis yang sama dengan mata yang disinari. Jika ya maka
“refleks pupil tidak langsung +”

4. Pemeriksaan media
 Transluminasi
Gunakan loupe dan penlight. Beri cahaya pada mata lalu amati
kornea, BMD, iris, pupil dan lensa “tidak terlihat adanya
kekeruhan, darah, hipopion, synechia, dll.”
 Uji sensibilitas kornea
Pasien diminta melihat sisi yang berlawanan dari kornea yang akan
di tes. Pemeriksa buka kelopak mata pasien menggunakan jari, lalu
menggunakan kapas (dari sisi lain, supaya mendekatnya kapas
tidak dilihat pasien) tempelkan kapas ke permukaan kornea.
Perhatikan apakah ada refleks mengedip, rasa tidak enak dari

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 15


pasien dan timbulnya lakrimasi. Jika ada maka “sensibilitas kornea
baik dan fungsi n.V normal” . refleks menurun pada keratitis, ulkus
HSV atau herpes zooster

 Shadow test
Untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa pada pasien katarak.
Gunakan loupe dan penlight, sinari pupil membentuk sudut 45
derajat dengan dataran iris (agak ke lateral), lihat bayangan iris
pada lensa. Jika:
- Bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh dari
pupil, maka shadow test (+)  katarak immatur
- Bayangan iris pada lensa terlihat kecil letaknya dekat dari pupil,
lensa sudah keruh seluruhnya, shadow test (-)  katarak mature
- Bayangan iris pada lensa besar, lensa sudah keruh seluruhnya 
shadow test (pseudo +)  katarak hipermatur

5. Funduskopi
Menilai kelainan pada fundus okuli
Alat : oftalmoskop, midriatic drip : Tropicamide 0,5%-1%

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 16


Pemeriksaan dilakukan di ruangan kamar yang gelap, mata pasien yang
diperiksa harus bebas dari glaucoma karena itu diperiksa dulu TIO nya.
Teteskan midriatil 1 atau 2 tetes lalu tunggu selama 15 menit sampai obat
bekerja
 jika mata kanan pasien yang diperiksa, periksa dengan mata
kanan dan oftalmoskop dipegang dengan tangan kanan
 roda lensa oftalmoskop diputar sampai angka +12 D
 mata pasien melihat lurus kedepan
 pemeriksaan dimulai dari jarak jauh dulu (10cm) untuk
melihat refleks pada kornea dan lensa “terlihat refleks
cahaya berwarna merah pada kornea”
 setelah itu oftalmoskop lebih didekatkan pada mata sambil
memutar roda lensa mendekati angka mendekati 0 D
 sinar difokuskan pada papil saraf optik , dapat dilihat :
 warna papil berwarna merah (pucat= neuritis/ iskemi)
 berbentuk bulat tepi berbatas tegas (batas
ireguler=papiledema)
 terlihat pembuluh darah keluar dari papil,
perbandingan arteri dan vena 2:3
 cup disc ratio (CDR)? Normalnya 0,2 atau 0,3
(cupping = glaukoma)
 tidak terdapat hemmoragik, tidak ada eksudat

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 17


 minta pasien melihat kearah cahaya, lihat :
 observasi keadaan makula “makula normal, tidak ada
tanda-tanda degenerasi”

6. Tekanan Intraokular
 Digital palpasi
Minta pasien menutup mata. Palpasi mata menggunakan kedua jari
telunjuk, jari lainnya bersandar di kening dan pipi pasien.
Tekan bola mata secara bergantian , satu telunjuk menekan satunya
lagi mengimbangi tekanan.
Penilaian : N+1, N+2, N+3  hard to touch (high IOP) , N  firm
(normal) , N-1, N-2, N-3  indents easily (low IOP)
 Tonometri Schiotz
HARUS INFORMED CONSENT
Alat : obat tetes anastesi lokal (pantocain 0,5% botol pink) ,
tonometer schiotz

 Pasien diminta melonggarkan kancing pakaian atau dasi


 Posisikan pasien baring di tempat tidur
 Berdiri dikanan
 Teteskan pantocain, tunggu beberapa saat
 Persiapkan tonometer, pasang bandul (biasanya yang 7,5), test
di bidang apakah skalanya bergerak , pasin di nol

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 18


 Disinfeksi footplate dengan alkohol 70%
 Kedua mata difiksasi melihat lurus keatas, kelopak mata
dibuka dengan tidak menekan bola mata
 Tonometer dipegang vertikal diatas & ditengah kornea
 Setelah footplate menunjukkan angka yang tetap, baca nilai
skala nya pada skala busur schiotz, lalu interpretasikan pada
tabel
 Tekanan > 20 mmHg dicurigai glaukoma
Tekanan > 25 mmHg pasien menderita glaukoma
 Sterilisasi lagi footplate schiotz

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 19


SKILL LAB 3 : THT (GARPU TALA DAN AUDIOMETRI)

A. Pemeriksaan Penala
1. Memperkenalkan diri, menyatakan tujuan
Introduction
Selamat pagi bpk/ibu, perkenalkan saya dr. Douderlin yang bertugas dipoliknik pagi
hari ini
Identification
Tanya nama, alamat, umur, dan pekerjaan . Kalau misalnya di meja sudah ada
skenario dengan informasi identitas langsung tanya dengan crosscheck aja :
“Benar dengan bapak ____, Umur ___,Tinggal di____?”
Inform consent
Disini saya akan melakukan pemeriksaan penala atau garpu tala yang tujuannya untuk
menilai fungsi pendengaran Bapak. Nanti pemeriksaannya ada 3 menggunakan garpu
tala. Apakah bapak bersedia?
Sanitation
Cuci tangan sebelum melakukan prosedur
Posisikan pasien
Bapak silahkan duduk saja, rileks ya Pak. (Posisikan pasien saling berhadapan dengan
pemeriksa dan pastikan ruangan pemeriksaan tenang)

2. Melakukan pemeriksaan garputala


Sebelum melakukan pemeriksaan garputala, periksa dulu keadaan telinga
menggunakan otoskop untuk memastikan tidak ada sumbatan, jika terdapat cerumen
bersihkan terlebih dahulu. Nilai juga refleks cahaya pada membran timpani (kiri arah
jam 7, kanan arah jam 5). Ambil penala, GUNAKAN PENALA 512Hz
TES RINNE
Untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pada telinga yang
diperiksa

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 20


Cara memeriksa:
 Penala digetarkan (dijentikkan, ketuk di siku,etc) , tangkainya diletakkan di
prosesus mastoideus pasien (tidak boleh pindah tangan) , setelah tidak terdengar
lagi penala dipegang di depan telinga pasien kira-kira 2,5 cm.
 Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut
Rinne negatif (-).

TES WEBER
Untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan
Cara memeriksa:
 Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (verteks,
dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu).
 Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana
bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 21


TES SCHWABACH
Untuk membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa
Cara memeriksa:
 Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus pasien
sampai tidak terdengar bunyi.
 Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga
pemeriksa yang pendengarannya normal.
 Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek.
 Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih
dulu, setelah tidak terdengar kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus
pasien
 Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan
bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama mendengarnya disebut dengan
Schwabach sama dengan pemeriksa.

Interpretasi Pemeriksaan Penala


Tes
Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis

Tidak ada Sama dengan


Positif lateralisasi pemeriksa Normal
Lateralisasi ke
Negatif telinga sakit Memanjang Tuli Konduktif
Lateralisasi ke
Positif telinga sehat Memendek Tuli sensorineural
Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, rinne bisa masih positif

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 22


3. Penutup
Baiklah pak pemeriksaan penalanya sudah selesai. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan hasil tes rinne xx , tes weber xx, tes schawabach xx yang
menunjukkan bapak mengalami tuli xxx.

B. Pemeriksaan Audiometri

Membaca audiogram
Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing telinga secara terpisah.
Pemeriksaan hantaran udara menggunakan earphone, sementara pemeriksaan hantaran
tulang menggunakan vibrator yang ditempelkan pada mastoid atau dahi melalui suatu
head band, vibrator ini akan menyebabkan osilasi tulang tengkorak dan menggetarkan
cairan dalam koklea.
Hasil pemeriksaan audiometri dipresentasikan ke dalam audiogram.
Audiogram berbentuk suatu grafik yang menunjukkan ambang pendengaran sebagai
suatu fungsi frekuensi. Simbol hantaran udara dihubungkan dengan menggunakan
garis penuh, sementara simbol hantara tulang dihubungkan dengan menggunakan
garis putus-putus.

Gambar Simbol audiogram

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 23


Gambar Hasil dan Interpretasi Audiogram

Teknik pembacaan
Lakukan analisis terhadap telinga kanan dan telinga kiri.
1. Tentukan ambang dengar telinga pasien. Hasil yang digunakan adalah intensitas
suara pada pemeriksaan air conduction menggunakan rumus dibawah.

2. Tentukan derajat ketulian sesuai dengan klasifikasi ISO.

3. Tentukan jenis ketulian (dinilai* sesuai dengan gambaran dan syarat pada
gambar dibawah). *Tetap hitung AD pada AC dan BC.

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 24


Note: Gap adalah jarak AC dan BC >/= 10 dB min. pada 2 frekuensi berdekatan

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 25


SKILL LAB 4: NEUROPEDIATRI

I. ANAMNESIS NEUROLOGIS
Kalau disuruh anamnesis, mulai dari mengucapkan salam seperti biasa,
memperkenalkan diri lalu menanyakan identitas anak pada ibu.
Tanyakan keluhan utama :
- Umur saat awal keluhan
- Keluhan mendadak atau perlahan
- Bertambah berat atau membaik
- Seudah berobat atau belum
Dan jangan lupa padaa anak selalu tanyakan :
- Riwayat kehamilan(berapa bulan, prematur atau tidak)
- Kelahiran (adakah kuning / asfiksia)
- Perkembangan (tanya anaknya udah bisa ngapain aja, cocokin
dengan umurnya)
- Riwayat penyakit lain (meningitis,dll)

Contoh kasus KU : kejang


 berapa lama SMRS kejang terjadi?
 Berapa kali? Berulang kah?
 Berapa lama durasi kejang?
 Saat kejang, seluruh tubuh atau tidak?
 Sesudah kejang sadar atau tidak?
 Disertai demam atau tidak ?
 Sejak kapan gejala kejang timbul?
 Adakah riwayat kejang pada keluarga?
 apakah sedang menggunakan obat-obat tertentu?
 Sudah berobat atau belum? Kalau sudah diberi terapi apa? Teratur
atau tidak makannya

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 26


 Penyakit apa yang pernah diderita si anak (riwayat penyakit)?
 Adakah riwayat epilepsi pada saudara kandung atau ortu?
 Bagaimana riwayat kehamilan, kelahiran, perkembangan anak
Lakukan pemeriksaan fisik vital lalu neurologis

II. OBSERVASI KLINIS


Hampir sama seperti inspeksi, tidak menyentuh hanya mengamati.
Perhatikan adakah kelainan pada wajah , saraf kranial, deformitas,posisi tubuh,
gerakan ekstremitas saat diam dan bergerak

III. PEMERIKSAAN KEPALA DAN SARAF KRANIALES


 Pemeriksaan lingkar kepala
Letakkan pita pengukur mengelilingi kepala dari alis (glabela), atas telinga ,
dan occipital protuberance (bagian menonjol dibelakang kepala)
Saat lahir lingkar kepala normal 32-37 cm (< 32 microcephaly, >37
macrocephaly)
Pertambahan ukuran kepala :
- 1-3 bulan = +2cm / bulan
- 3-6 bulan = +1cm / bulan
- 6-12 bulan = +0,5cm / bulan
 Pemerisaan saraf otak
- Berikan rangsangan kepada anak (menggelitik telapak kaki /
mencubit) , usahakan anak tertawa atau menangis
- Perhatikan :
 Simetris/ asimetris wajah  N.VII
 Posisi bahi simetris  N.XI
 Mengikuti benda atau mainan (doll’s eye movement)
 N.II,N.III, N.IV, N.VI
 Refleks cahaya +/+, pupil isokhor  N.II, N.III

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 27


 Saat menangis lihat posisi uvula dan laring simetris
atau tidak  N.IX, posisi lidah ditengah  N.XII,
refleks menghisap baik  N..VII, N.XI, N.X, N.XII
 Fungsi pendengaran (bunyikan lonceng atau bel) 
N.VIII

IV. PEMERIKSAAN NEUROMUSKULAR

Pemeriksaan refleks perkembangan


Pada semua pemeriksaan perhatikan :
- Lakukan di sisi kanan dan sisi kiri
- Perhatikan apakah respon +/- bandingkan dengan usia anak
- Perhatikan perbedaan intensitas pada kedua sisi tubuh, nilai tonus
otot saat melakukan pemeriksaan
 Refleks palmar grasp
- Anak dibaringkan terlentang
- Letakkan jari jari di telapak tangan bayi lalu tekan dengan lembut
- + jika terjadi refleks fleksi jari-jari menggenggam jari pemeriksa
- Refleks ini hilang pada usia 6 bulan

 Refleks plantar grasp


- Anak dibaringkan terlentang
- Dengan jempol tekan dengan lembut bagian telapak kaki bayi
sedikit dibawah jari-jari kaki
- + jika terjadi fleksi jari-jari kaki
- Refleks ini hilang sampai 15 bulan

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 28


 Refleks Galant
- Bayi dibaringkan telungkup
- Gores kulit pasien dari punggung ke bawah, 2-3 cm di samping
prosesus spinosus
- Reaksi positif apabila terjadi pembengkokan trunkus, di mana
bagian yang distimulasi melengkung ke dalam (konkav).
- Refleks ini semestinya menghilang pada usia 4 bulan

 Refleks assymetric tonic neck


- Pasien berbaring terlentang
- Kepala pasien diputar ke samping dan ditahan selama sekitar 15
detik.
- Reaksi positif apabila terjadi ekstensi ekstremitas pada sisi
muka, sedangkan terjadi fleksi ekstremitas pada sisi belakang
kepala

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 29


- Refleks ini menghilang pada usia 3 bulan

 Refleks Moro
- Pasien berbaring terlentang
- Tangan pemeriksa diletakkan pada punggung dan leher pasien
dan pelan- pelan penderita diangkat. Pastikan lengan penderita
bebas.
- Jatuhkan tangan pemeriksa secara mendadak sebagian.
- Refleks positif apabila terjadi abduksi dan diikuti fleksi
ekstremitas atas, menghasilkan gerakan seperti memeluk
- Refleks ini menghilang usia 6 bulan

 Refleks babinski
- Pasien berbaring terlentang
- Gores sisi lateral telapak kaki dari tumit hingga metatarsal jari
lima
- Reaksi positif apabila terjadi dorsofleksi jari I diikuti gerakan
saling menjauh (fanning) jari lainnya.

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 30


- Normal positif sampai usia 6 bulan

Pemeriksaan refleks postural


 Refleks traksi
- Pasien berbaring terlentang
- Jari telunjuk pemeriksa diletakkan pada kedua tangan pasien
- Tarik pasien hingga terangkat membentuk sudut 45 derajat
terhadap tempat tidur.
- Pada bayi normal, kepala akan terangkat hampir paralel
dengan badan yang
terangkat, dan semua anggota gerak dalam keadaan fleksi.
Pada bayi abnormal, kepala akan jatuh ke belakang dan
tidak ada tahanan terhadap tarikan pada anggota gerak.
- Reaksi traksi muncul sedikit pada bayi baru lahir cukup bulan
dan seharusnya sudah penuh pada usia 3-5 bulan.
Reaksi ini tidak muncul pada bayi baru lahir dengan usia
gestasi di bawah 33 minggu.

Refleks traksi normal pada bayi usia 6 bulan

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 31


Reaksi traksi normal Bayi dengan hipotonia berat

 Suspensi horizontal
- Pasien berbaring terlungkup
- Angkat pasien dengan meletakkan kedua tangan pemeriksa pada
dada pasien tanpa menahan kepala dan ekstremitas bawah pasien
- Normalnya pasien akan mengangkat kepala, fleksi kaki dan
tangan dan dapat menahan gaya berat, pada bayi hipotonia, kepala
terjatuh dan ekstremitas menggantung , pada anak hipertoni fleksi
lengan dengan tungkai ekstensi

Reaksi bayi normal

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 32


- Setelah melakukan suspensi horizontal lakukan gerakan parasut,
penilaian sama normalnya kepala dan leher akan fleksi dan
ekstremitas akan menahan gaya berat dengan cara ekstensi tangan
kebelakang (seperti parasut). Biasanya reaksi parasut mulai
berkembang pada usia 8-9 bulan

 Suspensi vertikal
- Pemeriksan mengangkat pasien dalam posisi vertikal dengan
meletakkan kedua tangan pada axilla pasien. wajah pasien
berhadapan dengan pemeriksa
- Pada bayi normal, kepala tetap berada di garis tengah dan fleksi
pada semua anggota gerak menahan gaya berat
- Hipertoni : kaki membentuk scissoring leg
- Hipotoni : kepala jatuh kedepan , tungkai menggantung

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 33


Pemeriksaan fungsi motorik

 Gerakan / ROM (Rannge of movement) & kekuatan ekstremmitas atas


- Posisikan pasien sebagai berikut: lengan aduksi, lengan atas
fleksi pada siku, pergelangan tangan menyilang di atas prosesus
xiphoideus.

- Dari posisi tersebut minta pasien: melakukan rotasi internal


lengan, mengaduksi lengan, fleksi sendi siku, ekstensi sendi siku,
pronasi lengan atas, supinasi lengan atas, dan mengekstensikan
jari-jari (membuat jari-jari saling menjauh) sembari pemeriksa
memberi tahanan bergradasi dalam hal kekuatan.
- Lakukan penilaian terhadap gerakan dan kekuatan sesuai standar
di atas.
 Kekuatan otot
Biasanya diperiksa pada anak yang lebih besar,
Kekuatan otot diperiksa dan diberi nilai sesuai standar, contohnya standar
Medical Research Council:
5: Kekuatan normal (dapat melawan tahanan kuat)
4: Tidak dapat mempertahankan posisi melawan tahanan sedang
3: Tidak dapat mempertahankan posisi melawan tahanan ringan
2: Tidak ada pergerakan melawan gravitasi
1: Kontraksi trace
0: Tidak ada kontraksi

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 34


 Pemeriksaan kekuatan motorik tungkai posisi I
- Posisikan pasien sebagai berikut: pasien terlentang, fleksi
panggul dan lutut 90 derajat. Tangan pemeriksa menopang pasien
di bawah lutut

- Dari posisi tersebut minta pasien: melakukan fleksi tungkai atas,


melakukan aduksi sendi panggul, abduksi sendi panggul,
ekstensi sendi lutut dan fleksi sendi lutut sembari pemeriksa
memberi tahanan bergradasi dalam hal kekuatan
- Lakukan penilaian terhadap gerakan dan kekuatan sesuai standar
di atas
 Pemeriksaan kekuatan motoriktungkai posisi II
- Posisikan pasien sebagai berikut: pasien terlentang dengan sendi
panggul dan lutut ekstensi seperti biasa
- Dari posisi tersebut minta pasien: melakukan dorsofleksi kaki,
plantarfleksi kaki, inversi kaki dan eversi kaki sembari pemeriksa
memberikan tahanan bergradasi dalam hal kekuatan.
- Lakukan penilaian terhadap gerakan dan kekuatan sesuai standar
di atas

 Tonus otot
- Untuk memeriksa tonus otot, lakukan palpasi dan pergerakan
pasif ekstremitas.

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 35


- Apabila ditemukan tahanan lebih tinggi dari normal pada
pergerakan pasif, berarti terdapat hipertonia. Sebaliknya
apabila ditemukan tahanan lebih rendah dari normal, berarti
terdapat hipotonia
 Klonus
- Klonus adalah kontraksi-relaksasi otot yang ritmik, cepat dan
involunter. Klonus merupakan tanda kelainan neurologis,
terutama lesi upper motor neuron
- Klonus pergelangan kaki dapat diperiksa dengan melakukan
dorsofleksi cepat pada pergelangan kaki. Akan terjadi klonus
otot-otot betis.
- Klonus patella dapat diperiksa dengan mendorong patella ke arah
kaki dengan cepat
 Refleks fisiologis
- Refleks fisiologis paling mudah ditentukan dengan
pemeriksaan refleks tendon dalam.
- Refleks biceps, dilakukan dengan memukulkan palu refleks
pada tendon otot biceps brachii pada posisi lengan atas
menggantung bebas. Akan terjadi kontraksi otot biceps dan fleksi
lengan bawah.
- Refleks triceps, dilakukan dengan memukulkan palu refleks
pada tendon otot triceps brachii pada posisi lengan atas
menggantung bebas. Akan terjadi kontraksi otot triceps dan
ekstensi lengan bawah.
- Refleks patella, dilakukan dengan memukulkan palu refleks
pada ligamentum patella yang terletak sedikit di bawah patella,
pada posisi tungkai bawah bebas. Akan terjadi kontraksi otot
quadiceps femoris dan ekstensi patella
- Refleks achiles, dilakukan dengan memukulkan palu refleks pada
tendon achilles saat telapak kaki pada posisi dorsofleksi. Akan

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 36


terjadi kontraksi otot gastrocnemius dan soleus menyebabkan
plantar fleksi kaki
 Refleks patologis
Refleks Hoffmann
- Sentil kuku atau phalanx terminal pada jari tengah atau jari
manis. Positif apabila terjadi fleksi phalanx terminal jempol

Refleks Babinski
- Pasien berbaring terlentang
- Gores sisi lateral telapak kaki dari tumit hingga metatarsal jari
lima
- Reaksi positif apabila terjadi dorsofleksi jari I diikuti
gerakan saling manjauh(fanning) jari lainnya,
Tanda Gordon
- dicetuskan dengan memencet otot betis. Positif apabila terjadi
reaksi seperti pada refleks Babinski.
Tanda Oppenheim
- dicetuskan dengan menggores bagian medial tibia ke bawah.
- Positif apabila terjadi reaksi seperti pada refleks Babinski.
Tanda Schaeffer
- dicetuskan dengan memencet tendon Achilles. Positif apabila
terjadi reaksi seperti pada refleks Babinski.

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 37


Tanda Gonda
- dicetuskan dengan memfleksikan jari kaki IV dan kemudian
mendadak dilepas. Positif apabila terjadi reaksi seperti pada
refleks Babinski.

Simpulkan hasil pemeriksaan (sesuai kasus yang diberi)


Dari pemeriksaan yang baru saya lakukan pada anak ibu, didapatkan kelemahan sisi
tubuh sebelah kanan dan tonus otot nya meningkat. Apakah ada yang ingin ibu
tanyakan? Kalau tidak terimakasih telah berkunjung bu, semoga anaknya lekas sembuh!

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 38


SKILL LAB 5&6 : PEMERIKSAAN KLINIS NEUROLOGI

1. Memperkenalkan diri, menyatakan tujuan


Introduction
Selamat pagi pak!, perkenalkan saya dr. Douderlin yang bertugas dipoliknik pagi
hari ini
Identification
Tanya nama, alamat, umur, dan pekerjaan . Kalau misalnya di meja sudah ada
skenario dengan informasi identitas langsung tanya dengan crosscheck aja :
“Benar dengan bapak ____, Umur ___,Tinggal di____?”
Inform consent
Disini saya akan melakukan beberapa pemeriksaan pada bapak untuk membantu
dalam menegakkan diagnosis. Mungkin selama pemeriksaan akan terasa sedikit
tidak nyaman, Apakah bapak bersedia?
Sanitation
Cuci tangan sebelum melakukan prosedur
Posisikan pasien
Silahkan duduk pak!

2. Melakukan pemeriksaan Neurologis


A. Pemeriksaan Nervi Kraniales
1. Nervus I (Olfactorius)
- Pertama periksa sekali lewat dengan penlight jalan lubang hidung
,apakah ada sumbatan atau atrofi mukosa
- Pasien disuruh menutup mata
- Tutup lubang hidung yang tidak diperiksa
- Minta pasien untuk mengidentifikasi bahan yang dipakai untuk
tes (kopi, teh, tembakau, kulit jeruk)
- Terciumnya bau artinya susunan N.I berfungsi dengan baik

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 39


2. Nervus II (Optikus)
Untuk pemeriksaan ini selengkapnya liat ke skillab 1 dan 2 yaa
- Daya pengelihatan (visus)  snellen chart, hitung jari, lambai
tangan dan proyeksi sinar
- Pemeriksaan buta warna  ishihara test
- Medan pengelihatan/ lapangan pandang  konfrontasi
- Fundus okuli dengan oftalmoskop. Perhatikan jika ada
papilledema (papil hiperemi dan batas nya kabur)
- Pemeriksaan pupil  fungsi batang otak  refleks cahaya pupil
3. Nervus III (Okulomotorius), IV (Trochlearis) dan VI (Abducens)
6 otot penggerak bola mata semuanya diperserafi oleh N.III, kecuali m. Rectus
Lateralis (N.VI) dan m. Obliqus Superior (N.IV)
- Uji gerakan bola mata
 Pasien diminta mengikuti gerakan tangan pemeriksa ke atas,
bawah, medial, lateral, dan lateral bawah. jika pasien tidak
bisa melihat ke satu arah maka terdapat parese otot mata
yang bersangkutan

- Ptosis
Minta pasien untuk mengangkat kelopak mata atas secara
volunter, jika ptosis tetap terlihat dan dahi menunjukkan adanya
lipatan kulit maka terbukti ada ptosis tulen
- Strabismus divergen

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 40


Perhatikan sikap bola mata pasien apakah ada penyimpangan ke
sisi lateral / temporal (n.III)
- Strabismus konvergen
Perhatikan sikap bola mata pasien apakah ada penyimpangan ke
sisi nasal (n.IV dan n.VI)
- Diplopia
Cover uncover test (skillab 2)
4. Nervus V (Trigeminus)
Memiliki 3 cabang utama yaitu n.Ophtalmica, n. Maxillaris, dan n.
Mandibularis.
Pemeriksaan berupa fungsi sensorik (sensai pada wajah) dan motorik (m.
masseter, m. temporalis dan m.pterygoideus eksternus dan internus)
- Menggigit
Suruh pasien mengigit sekuat-kuatnya, pemeriksa mempalpasi
pada area dekat mendibula untuk meraba m.masseter dan m.
temporalis adakah kontraksi , jika tidak ada artinya fungsi
motorik n.V masih baik
- Membuka mulut
Pasien disuruh membuka mulut, perhatikan apakah rahang bawah
simetris / menyimpang ( fungsi m. pterygoideus eksternus). Jika
tidak ada artinya fungsi motorik n.V masih baik
- Sensibilitas
 Kedua mata pasien ditutup
 Untuk rangsangan nyeri pakai jarum, sensai halus pakai
kapas, dan sensasi termis gunakan air panas/ dingin
 Mulai rangsangan dari proksimal dan distal untuk
mempermudah identifikasi area defisit sensoris
 Minta respons pasien dengan bertanya “apa yang dirasakan”,
“sama atau tidak? (proksimal dan distal, kiri dan kanan)”
- Refleks bersin

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 41


- Refleks masseter
Minta pasien membuka mulut bersuara “aaaaa” . sementara itu
pemeriksa menempatkan jari telunjuk kirinya di garis tengah dagu
lalu ketuk jari tersebut dengan palu refleks. Refleks + berupa
kontraksi m. masseter dan m. temporalis mengakibatkan
penutupan mulut yang tiba-tiba
- Refleks zygomatikus
Ketuk os. Zygomaticus dengan palu reflex, normalnya tidak ada
respont, orang dengan lesi UMN akan muncul gerakan rahang
bawah ipsilateral
- Trismus
Perhatikan apakah ada spasme otot-otot rahang (sulit membuka)
- Refleks sensibilitas kornea dengan kapas (skillab 2)
5. Nervus VII (Facialis)
Pemeriksaan motorik perhatikan :
- Kerutan kulit dahi pasien ada/ tidak, “coba tolong angkat /
kerutkan alisnya,pak”
- Menutup mata , “coba tolong pejamkan matanya pak” , untuk
memastikan bisa kita tarik kelopak keatas jika bisa menahan
artinya normal tidak lagophtalmus
- Lipatan nasolabial , sisi lumpuh tidak mendatar
- Sudut mulut, “coba tolong senyum pak” / “coba tunjukkan
giginya,pak”
- Bersiul / mengembungkan pipi “coba posisi mulut seperti
bersiul,pak”
Pemeriksaan vasomotor : terdapat hiperlakrimasi / tidak
Pemeriksaan sensorik :
- Daya kecap 2/3 anterior lida bagus / tidak
- Suruh pasien menjulurkan lidah, teteskan larutan gula, garam,
kina, atau asam sitrat. Jika terasa artinya sesorik n.VII normal

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 42


6. Nervus VIII (akustikus)
Langsung ke skillab garuputala aja 
7. Nervus XI (Glossofaringeus) & X (Vagus)
- Arcus faring dan uvula
Suruh pasien membuka mulut, perhatikan arkus faring simetris /
tidak, uvula ditengah/ tidak
- Refleks muntah
Pasien membuka mulut lalu sentuh dinding posterior faring
dengan spatula lidah, akan timbul refleks muntah (normal)
- Suara/ fonasi
Suara sengau menandakan kelumpuhan n.XI, sedangkan suara
parau menandakan kelumpuhan n.X
- Daya kecap lidah 1/3 posterior
Lakukan pemeriksaan yang sama (manis,asam,asin,pahit) seperti
pemeriksaan n.VII
- Menelan
Biasanya didapatkan dari anamnesis, sering tersedak saat minum
karena epiglottis mengalami paresis
- Vagal reflex
Tekan kedua a. Carotis pasien, normalnya refleks vagal akan
menimbulkan penurnan HR
8. Nervus XI (Aksesorius)
- Memalingkan kepala (M. Sterniceidomastoideus)
Suruh pasien menoleh kepala ke arah kiri , lalu kita beri tahanan
untuk saat pasien menoleh. Jika terdapat parese maka otot lemah
- Sikap bahu (M. Trapezius)
Sisi bahu yang lumpuh akan lebih rendah (asimetri)
Minta pasien mengangkat bahu, sisi lumpuh akan sulit
mengelevasi

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 43


9. Nervus XII (Hipogolssus)
Suruh paien menjulurkan lidah perhatikan :
- Apakah ada deviasi (kearah yang sakit)
- Apakah ada tremor lidah
- Apakah ada atrofi papil (lesi LMN)
- Adakah fasikulasi , kontraksi otot setempat yang halus , cepat,
sponta dan sejenak
Minta pasien megatakan “ ular loreng loreng lari lari”
- Dengarkan apakah ada artikulasi (sulit menyebut R & L)

B. Pemeriksaan Fungsi Motorik


Kekuatan otot dinilai berdasarkan

Tingkat Kekuatan Otot


5 Normal kekuatan otot (muscle strength)
4+ Kekuatan gerakan dan pergerakan sendi penuh melawan gravitasi dan
resistensi sub maksimal
4 Kekuatan gerakan dan pergerakan sendi sedang melawan gravitasi dan
resistensi sedang atau kelemahan ringan
4- Kelemahan ringan pada kekuatan gerakan dan pergerakan sendi sedang
melawan gravitasi dan resistensi sedang atau kelemahan ringan
3 Gerakan sendi dengan adanya gravitasi tetapi tanpa ada tahanan
2 Gerakan sendi dengan tanpa gravitasi
1 Sedikit / tanpa ada pergerakan sendi
0 Tidak ada kontraksi

 Gerakan  Mengetes ROM (Range of Motion) dari sendi. Dimulai dari


tungkai atas baru bawah. Caranya adalah dengan meminta pasien untuk
mengangkat tangan dari bawah dan diputar hingga keatas. Cara yang serupa
dilakukan pada kaki. Interpretasi: cukup/kurang

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 44


 Kekuatan  kita menilai kekuatan dari kelompok ototnya; bisa flexor (diajak
panco, membengkokkan lutut), extensor (mendorong kearah pemeriksa,
menginjak gas), atau menggenggam. Interpretasi: Normal disebut 5, kurang
dari itu tentukan sendiri derajatnya.
 Tonusrasakan tahanan secara maksimal; minta pasien lakukan fleksi
ekstensi maksimal dan palpasi otot. JANGAN DIBERI TAHANAN. Pada
lengan lakukan palpasi bisep, trisep, brachioradialis. Pada kaki palpasi
quadriceps femoris. Interpretasi: tonus normal/hipertonus/hipotonus
 Klonuspositif bila pasien pertonus. Klonus patela : Cubit kulit di atas patella
pasien, tarik kearah proksimal lalu tarik kearah distal dengan cepat. Klonus
kaki : dengan tekanan yang kuat, cepat dan bolak-balik dorsofleksi dan
plantarfleksi kan kaki pasien Interpretasi: Positif bila terjadi gerakan
involuntar di otot yang ritmik.

(Motorik juga termasuk rangsang fisiologis dan rangsang patologis – beberapa


sumber menyatakan kedua gerak rangsang ini termasuk pemeriksaan motorik
dan ada yang menyatakan tidak.)

A. Rangsang Fisiologis

Gunakan palu reflex atau reflex hammer. Ayunkan pelan dengan gerakan
pergelangan tangan. Pemeriksaan bias dilakukan dengan membandingkan reaksi
terhadap a) pukulan dengan intensitas berbeda, atau b) pukulan sama di sepanjang
zona reflex.

Minta pasien untuk rileks.

Lengan: lakukan di bicep dan tricep. Pada bicep, lengan dinaikkan dan
difleksikan sedikit, pemeriksa memegang pada bahu atau lengan atas supaya tidak
menghalang gerak reflex yang akan ditimbulkan. Pada tricep, lipat kedua lengan
di atas dada. Lakukan pukulan pada tendon dan/atau zona reflex.

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 45


Kaki: lakukan di patella dantendo Achilles. Patella pada groove di medialnya,
tendo Achilles dengan mengangkat sedikit kaki penderita sebelum dipukulkan
dengan palu reflex.

B. Rangsang Patologis

 Hoffmantangan rileks, jari tengah diangkat, sentil kuku kebawah secara


cepat.
 Tromnertangan rileks, jari tengah diangkat, sentil phalanges yang paling
distal secara cepat.

(Kedua pemeriksaan ini dilakukan di tangan dan secara runtun. Positif bilater
dapat hiperreflexia pada jari jari tangan.)

 Babinski goreskan bentuk huruf J pada telapak kaki pasien, dimulai dari
lateral bawah. Interpretasi positif bila ada dorsoflexi ibu jari kaki dan jari lain
melebar (fanning)
 Chaddockberigoresan pada malleolus lateralis atau mata kaki pasien.
 Schaeffer tendo Achilles dicubit
 Gordon tekan gastrocnemius
 Oppenheim berigoresan di medial tibia
 Rossolimoperkusi di metatarsal kaki

(Pemeriksaan di atas (danmasihbanyaklagi) termasukpada Babinski group atau


Babinski like reflex yang memberihasilpositif yang samadenganbabinskisign)

Minta pasien untuk rileks.

Lengan: lakukan di bicep dan tricep. Pada bicep, lengan dinaikkan dan
difleksikan sedikit, pemeriksa memegang pada bahu atau lengan atas supaya tidak
menghalang gerak reflex yang akan ditimbulkan. Pada tricep, lipat kedua lengan
di atas dada. Lakukan pukulan pada tendon dan/atau zona reflex.

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 46


Kaki: lakukan di patella dantendo Achilles. Patella pada groove di medialnya,
tendo Achilles dengan mengangkat sedikit kaki penderita sebelum dipukulkan
dengan palu reflex.

C. Pemeriksaan Fungsi Sensoris


CARA PEMERIKSAAN SENSORIS
- Pemeriksaan fungsi sensoris penderita harus sadar dan tidak boleh dalam
keadaan lelah. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang.
- Pemeriksaan sensoris selalu dimulai dari bagian tubuh yang dikeluhkan (sakit ke
sehat)
- Pemeriksaan dilakukan dengan 2 cara :
 Azas simetris ,membandigkan tubuh bagian kiri dengan yang kanan.
Digunakan untuk pasien Hemiparese/ hemiplegia
 Azas ekstrim , membandingkan tubuh mulai bagian ujung atas dan ujung
bawah ke arah pusat. Digunakan untuk pasien paraplegia
- Penderita harus menutup mata selama pemeriksaan
- Tanya respon setiap sensasi yang diberikan “apa yang dirasakan pak ?” , “sama
tidak rasanya (kiri dengan kanan)?”
- Reseptor sensorik terbagi menjadi 2 :
 Respeptor eksteroseptif : yang berespon terhadap lingkungan eksternal
seperti taktil, suhu, dan nyeri superficial
 Resptor propioseptif : yang menerima informasi terhadap posisi tubuh
atau tubuh di ruangan . seperti rangsangan nyeri dalam/ nyeri tekan,
sensasi getar dan posisi tubuh
- Untuk menentukan letak lesi, ingat susunan dermatomnya

1. Pemeriksaan sensasi taktil


 Menggunakan kapas, bulu halus, atau cotton bud
 Cara pemeriksaan semua fungsi sensoris seperti yang diuraikan diatas
 Tanya respon pasien dan bandingkan dengan sisi tubuh yang lain

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 47


2. Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial
 Menggunakan jarum peniti / jarum pentul
 Tes dulu sama pemeriksa jangan sampai terlalu sakit atau sampai
berdarah
 Tanya respon pasien dan bandingkan dengan sisi tubuh yang lain
3. Pemeriksaan sensasi suhu
 Menggunakan tabung air dingin (5-10º) dan tabung air panas (40-45º)
perbedaan suhu +/- 7º
 Tes dulu sama pemeriksa
 Tanya respon pasien dan bandingkan dengan sisi tubuh yang lain
4. Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi
 Pasien menutup mata
 Jari-jari pasien dalam keadaan relaksasi , gerakkan salah satu jari secara
pasif ke atas/ ke bawah
 Tanya respon pasien “apa yang dirasakan? Jari apa yang digerakkan”
“gerakannya ke arah mana?”
5. Pemeriksaan sensasi getar / vibrasi
 Menggunakan garpu tala 128Hz /256Hz
 Getarkan garpu tala, tempeli pangkal garpu tala di tempat tempat antara
lain : ibu jari kaki, maleolus lateralis/medialis, tibia, sacrum, spina iliaka
anterior superior, prosesua spinosus vertebra, sternum, klavikula,
prosesus stiloideus radius/ulna, dan sendi-sendi jari
 Tanya respon pasien , apa yang dirasakan, dan catat intensitas dan
lamanya vibrasi
6. Pemeriksaan sensasi nyeri dalam
 Cukup menggunakan jari-jari tangan
 Massa otot, tendo atau saraf yang dekat permukaan ditekan dengan
ujung jari atau dengan “mencubit”
 Tanya respon pasien , merasakan nyeri atau tidak

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 48


Interpretasikan hasil pemerikaan dengan dermatome tubuh :

GOOD LUCK <3

A&R TEAM AMSA UNSRI 2014 Page 49

Anda mungkin juga menyukai